Surat Al-Humazah: Latin, Arti, dan Tafsir Mendalam
Surat Al-Humazah (الهُمَزة) adalah surat ke-104 dalam Al-Qur'an. Surat ini tergolong sebagai surat Makkiyah, yang berarti diturunkan di kota Mekkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Terdiri dari 9 ayat, nama Al-Humazah diambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama, yang secara harfiah berarti "pengumpat". Surat ini mengandung ancaman yang sangat keras dari Allah SWT terhadap mereka yang memiliki sifat-sifat tercela seperti suka mencela, mengumpat, menimbun harta, dan menganggap harta dapat mengekalkan mereka di dunia. Ini adalah sebuah surat pendek namun pesannya sangat dalam, relevan di setiap zaman, dan menjadi pengingat yang kuat tentang bahaya lisan dan kesombongan materi.
Fokus utama dari surat ini adalah pada tiga pilar keburukan yang saling terkait: kesombongan lisan (mencela dan mengumpat), keserakahan material (mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya), dan angan-angan palsu (keyakinan bahwa harta dapat memberikan keabadian). Allah SWT dengan tegas membantah keyakinan ini dan menggambarkan balasan yang mengerikan bagi para pelakunya, yaitu Neraka Hutamah, sebuah api yang menyala-nyala dan secara spesifik akan membakar hingga ke ulu hati, sumber dari segala niat dan kesombongan manusia.
Latar Belakang Turunnya Surat (Asbabun Nuzul)
Meskipun terdapat beberapa riwayat mengenai sebab turunnya Surat Al-Humazah, para ulama tafsir umumnya sepakat bahwa surat ini diturunkan sebagai teguran keras kepada para pembesar kaum Quraisy di Mekkah yang menggunakan kekayaan dan kedudukan mereka untuk menghina dan merendahkan kaum Muslimin, terutama mereka yang berasal dari kalangan fakir miskin. Perilaku mereka tidak hanya sebatas penolakan terhadap ajaran tauhid, tetapi juga diwujudkan dalam bentuk intimidasi sosial dan verbal yang menyakitkan.
Beberapa nama yang sering disebut dalam riwayat Asbabun Nuzul antara lain adalah Umayyah bin Khalaf, Al-Walid bin Al-Mughirah, dan Al-Akhnas bin Syuraiq. Mereka adalah tokoh-tokoh terpandang yang sering kali mencela Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya di belakang maupun di hadapan mereka. Mereka akan mengolok-olok dengan isyarat mata, gerakan tangan, atau ucapan yang tajam. Harta yang mereka miliki menjadi sumber kebanggaan dan kesombongan, membuat mereka merasa superior dan berhak merendahkan siapa pun yang tidak selevel dengan mereka secara materi. Surat ini turun sebagai jawaban langsung dari Allah, tidak hanya kepada individu-individu tersebut, tetapi kepada siapa saja yang memiliki karakter serupa hingga akhir zaman.
Bacaan Surat Al-Humazah Latin dan Artinya Per Ayat
Berikut adalah bacaan lengkap Surat Al-Humazah dalam tulisan Latin, disertai dengan terjemahan bahasa Indonesia untuk setiap ayatnya. Setelah itu, kita akan menyelami makna dan tafsir yang lebih mendalam dari setiap ayat.
١
wailul likulli humazatil lumazah "Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,"٢
allażī jama'a mālaw wa 'addadah "yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,"٣
yaḥsabu anna mālahū akhladah "dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya."٤
kallā layumbażanna fil-ḥuṭamah "Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah."٥
wa mā adrāka mal-ḥuṭamah "Dan tahukah kamu apakah (neraka) Hutamah itu?"٦
nārullāhil-mūqadah "(Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan,"٧
allatī taṭṭali'u 'alal-af'idah "yang (membakar) sampai ke hati."٨
innahā 'alaihim mu'ṣadah "Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka,"٩
fī 'amadim mumaddadah "(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang."Tafsir dan Penjelasan Mendalam Ayat Per Ayat
Untuk memahami pesan kuat dari surat ini, mari kita bedah makna yang terkandung dalam setiap ayatnya.
Ayat 1: Ancaman Keras bagi Pengumpat dan Pencela
wailul likulli humazatil lumazah
"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,"
Surat ini dibuka dengan kata "Wail" (وَيْلٌ). Kata ini dalam bahasa Arab memiliki makna yang sangat dalam. Ia bukan sekadar berarti "celaka" atau "kecelakaan biasa", melainkan sebuah ancaman akan kebinasaan, kesengsaraan yang dahsyat, atau sebuah lembah di neraka Jahannam yang penuh dengan penderitaan. Penggunaan kata ini di awal surat langsung menetapkan nada yang sangat serius dan tegas. Allah SWT tidak memulai dengan nasihat lembut, melainkan dengan peringatan keras akan konsekuensi yang mengerikan.
Ancaman ini ditujukan kepada "kulli humazatil lumazah" (setiap pengumpat dan pencela). Para ahli tafsir membedakan makna antara Humazah dan Lumazah:
- Humazah (هُمَزَةٍ): Berasal dari kata 'hamaza' yang berarti mendorong atau menusuk dari belakang. Istilah ini merujuk pada tindakan mengumpat, ghibah, atau membicarakan keburukan orang lain di belakang mereka. Ini adalah serangan verbal yang dilakukan saat korban tidak ada untuk membela diri. Termasuk di dalamnya adalah menyebarkan gosip, fitnah, dan membuka aib orang lain.
- Lumazah (لُمَزَةٍ): Berasal dari kata 'lamaza' yang berarti mencela secara terang-terangan di hadapan orangnya. Ini adalah tindakan merendahkan, menghina, atau mengolok-olok seseorang secara langsung, baik dengan perkataan, isyarat mata, lirikan sinis, gerakan bibir, atau bahasa tubuh lainnya yang menunjukkan penghinaan.
Dengan menggabungkan kedua kata ini, Allah SWT mencakup segala bentuk celaan dan penghinaan, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Ini menunjukkan betapa besarnya dosa yang berkaitan dengan lisan dan sikap merendahkan orang lain. Perilaku ini merusak kehormatan individu dan tatanan sosial, serta berasal dari hati yang penuh dengan kesombongan dan penyakit.
Ayat 2 dan 3: Akar Masalah, Keserakahan dan Angan-angan Palsu
allażī jama'a mālaw wa 'addadah
"yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,"
Ayat kedua ini langsung menghubungkan perilaku mencela pada ayat pertama dengan akar penyebabnya: kecintaan berlebihan terhadap harta. Kata "jama'a" (mengumpulkan) menunjukkan sebuah aktivitas yang dilakukan dengan penuh semangat dan ambisi. Bukan sekadar mencari nafkah, tetapi menumpuk kekayaan sebagai tujuan utama hidup. Selanjutnya, kata "'addadah" (menghitung-hitungnya) menggambarkan obsesi yang mendalam. Orang tersebut tidak hanya mengumpulkan, tetapi juga terus-menerus menghitung, memeriksa, dan merasa puas dengan jumlah hartanya. Hartanya menjadi sumber kebanggaan, keamanan, dan identitas dirinya.
Obsesi ini melahirkan kesombongan. Ia merasa lebih baik dari orang lain karena hartanya, sehingga ia merasa berhak untuk merendahkan mereka yang tidak seberuntung dirinya. Harta yang seharusnya menjadi sarana untuk kebaikan, justru menjadi sumber penyakit hati yang membuatnya buta terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
yaḥsabu anna mālahū akhladah
"dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya."
Inilah puncak dari delusi atau angan-angan palsu yang disebabkan oleh kecintaan pada dunia. Kata "yahsabu" berarti dia mengira, menyangka, atau beranggapan. Ini adalah sebuah keyakinan yang salah dan tidak berdasar. Dia berpikir bahwa dengan hartanya, dia bisa membeli segalanya: kekuasaan, pengaruh, kesehatan, dan bahkan mungkin keabadian. Dia lupa akan kematian dan konsep pertanggungjawaban di akhirat. Hartanya memberinya ilusi kontrol dan keabadian di dunia ini. Allah SWT dengan tegas akan membantah keyakinan sesat ini pada ayat berikutnya.
Ayat 4: Bantahan Tegas dan Kepastian Hukuman
kallā layumbażanna fil-ḥuṭamah
"Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah."
Kata "Kallā" (كَلَّا) adalah sanggahan yang sangat kuat. Ia berarti "Sekali-kali tidak!", "Sama sekali tidak benar!". Ini adalah bantahan telak dari Allah terhadap keyakinan bahwa harta dapat mengekalkan. Angan-angan itu akan hancur berkeping-keping. Kematian pasti akan datang, dan harta yang dibanggakan tidak akan bisa menolong sedikit pun.
Setelah bantahan, langsung diikuti dengan kepastian hukuman: "layumbażanna" (لَيُنۢبَذَنَّ). Kata ini memiliki penekanan yang sangat kuat (menggunakan Lam taukid dan Nun taukid tsaqilah), yang berarti "pasti dan sungguh-sungguh dia akan dilemparkan". Kata "nabaza" sendiri berarti melempar sesuatu yang hina dan tidak berharga. Ini adalah gambaran yang sangat kontras. Manusia yang di dunia merasa mulia karena hartanya, di akhirat akan dilemparkan ke dalam neraka seperti sampah yang tidak ada nilainya.
Dan kemana dia akan dilemparkan? "fil-ḥuṭamah" (ke dalam Hutamah). Al-Hutamah adalah salah satu nama Neraka. Secara bahasa, ia berasal dari kata "hatama" yang berarti menghancurkan atau meremukkan sesuatu hingga berkeping-keping. Nama ini sendiri sudah memberikan gambaran betapa dahsyatnya siksaan di dalamnya, sebuah tempat yang akan menghancurlumatkan apa saja yang masuk ke dalamnya.
Ayat 5, 6, dan 7: Deskripsi Mengerikan Neraka Hutamah
wa mā adrāka mal-ḥuṭamah
"Dan tahukah kamu apakah (neraka) Hutamah itu?"
Ini adalah sebuah pertanyaan retoris yang sering digunakan dalam Al-Qur'an untuk menekankan kehebatan atau kedahsyatan sesuatu yang sedang dibicarakan. Ketika Allah bertanya "Dan tahukah kamu?", itu mengisyaratkan bahwa hakikat dari hal tersebut berada di luar jangkauan imajinasi dan pengetahuan manusia. Ini adalah cara untuk membangkitkan rasa penasaran, perhatian, sekaligus rasa takut dalam diri pendengar mengenai betapa mengerikannya Al-Hutamah itu.
nārullāhil-mūqadah
"(Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan,"
Jawaban dari pertanyaan sebelumnya datang di ayat ini. Hutamah adalah "Nārullāh", Api Allah. Penyebutan "Api" yang disandarkan langsung kepada "Allah" menunjukkan bahwa ini bukanlah api biasa seperti api yang kita kenal di dunia. Api ini memiliki sifat dan kedahsyatan yang luar biasa karena ia adalah api yang diciptakan dan dinyalakan langsung oleh Allah sebagai instrumen azab-Nya. Kata "al-mūqadah" (yang dinyalakan) menunjukkan bahwa api ini terus-menerus berkobar dengan hebatnya, tidak pernah padam atau meredup.
allatī taṭṭali'u 'alal-af'idah
"yang (membakar) sampai ke hati."
Ini adalah deskripsi yang paling spesifik dan menakutkan dari Api Hutamah. Api biasa di dunia membakar dari luar ke dalam; ia membakar kulit, lalu daging, lalu tulang. Namun, Api Allah ini memiliki kemampuan untuk menembus dan langsung "taṭṭali'u 'alal-af'idah" (sampai ke hati). Kata "af'idah" adalah bentuk jamak dari "fu'ad", yang merujuk pada hati nurani, pusat emosi, niat, dan keyakinan seseorang.
Ini adalah balasan yang setimpal. Dosa mengumpat, mencela, serakah, dan sombong bersumber dari penyakit hati. Maka, Allah membalasnya dengan azab yang secara spesifik menyasar sumber penyakit tersebut. Siksaan ini bukan hanya penderitaan fisik, tetapi juga penderitaan batin yang tak terperikan, di mana pusat kesadaran dan perasaan manusia dilalap oleh api.
Ayat 8 dan 9: Kondisi Para Penghuni Neraka Hutamah
innahā 'alaihim mu'ṣadah
"Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka,"
Setelah menggambarkan sifat apinya, Allah menjelaskan kondisi para penghuninya. "Innahā 'alaihim mu'ṣadah" (Sungguh, api itu ditutup rapat atas mereka). Kata "mu'ṣadah" berarti tertutup rapat, terkunci, tanpa ada celah sedikit pun untuk keluar atau bahkan untuk secercah harapan. Ini menggambarkan keputusasaan yang total. Mereka terperangkap sepenuhnya di dalam lautan api yang menghancurkan itu. Tidak ada pintu, tidak ada jendela, tidak ada jalan keluar. Harapan untuk melarikan diri telah sirna selamanya.
fī 'amadim mumaddadah
"(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang."
Ayat terakhir ini memberikan detail tambahan yang semakin menambah kengerian. Para ulama tafsir memiliki beberapa penafsiran mengenai "fī 'amadim mumaddadah" (pada tiang-tiang yang panjang):
- Mereka diikat atau dirantai pada tiang-tiang yang sangat panjang di dalam neraka, sehingga mereka tidak bisa bergerak bebas dan hanya bisa merasakan azab dalam posisi terhina.
- Pintu-pintu neraka yang tertutup rapat itu dipalang dengan pilar-pilar atau tiang-tiang yang panjang, memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa membukanya dari dalam.
Kedua makna tersebut sama-sama menggambarkan kondisi yang terhina, terkurung, dan penuh keputusasaan. Gambaran ini adalah puncak dari balasan atas kesombongan mereka di dunia. Mereka yang dulu bebas mencela dan merasa tinggi, kini terikat dan terkurung dalam kehinaan abadi.
Pelajaran dan Hikmah dari Surat Al-Humazah
Surat Al-Humazah, meskipun singkat, sarat dengan pelajaran berharga yang sangat relevan untuk kehidupan kita sehari-hari:
- Bahaya Lisan dan Perilaku Merendahkan: Surat ini memberikan peringatan keras tentang dosa yang sering dianggap remeh, yaitu mencela dan mengumpat. Lisan bisa menjadi sumber pahala terbesar, namun juga bisa menjadi penyebab kebinasaan. Menjaga lisan dan menghormati kehormatan orang lain adalah pilar penting dalam akhlak seorang Muslim.
- Waspada Terhadap Penyakit Materialisme: Kecintaan berlebihan pada harta benda dapat membutakan hati. Ia bisa melahirkan kesombongan, keserakahan, dan membuat seseorang lupa pada tujuan hidupnya yang sebenarnya, yaitu beribadah kepada Allah dan mempersiapkan bekal untuk akhirat. Harta bukanlah standar kemuliaan.
- Kefanaan Dunia dan Kepastian Akhirat: Surat ini menghancurkan ilusi bahwa kekayaan dan status duniawi bersifat abadi. Semua itu akan ditinggalkan. Satu-satunya yang akan dibawa adalah amal perbuatan. Ini adalah pengingat untuk tidak terpedaya oleh gemerlap dunia.
- Keadilan Allah yang Sempurna: Hukuman yang digambarkan dalam surat ini sangat setimpal dengan perbuatannya. Penyakit hati (sombong, serakah) dibalas dengan azab yang menembus sampai ke hati. Ini menunjukkan bahwa setiap perbuatan, sekecil apa pun, akan mendapatkan balasan yang adil dari Allah SWT.
- Pentingnya Introspeksi Diri: Setelah membaca surat ini, setiap Muslim diajak untuk bercermin. Apakah ada sifat-sifat "humazah" atau "lumazah" dalam diri kita? Apakah kita terlalu mencintai harta hingga lalai dari Allah? Surat ini adalah cambuk spiritual untuk terus-menerus memperbaiki diri.
Kesimpulan
Surat Al-Humazah adalah sebuah peringatan abadi dari Allah SWT tentang bahaya tiga serangkai penyakit perusak: lisan yang tajam, hati yang serakah, dan keyakinan yang salah terhadap kekuatan materi. Surat ini dengan gamblang memaparkan bagaimana kesombongan yang lahir dari kekayaan dapat mendorong seseorang untuk merendahkan sesamanya, dan bagaimana delusi bahwa harta dapat memberikan keabadian adalah sebuah kebodohan yang fatal.
Dengan deskripsi Neraka Hutamah yang begitu detail dan mengerikan—api Allah yang menghancurkan, membakar hingga ke ulu hati, dan mengurung penghuninya dalam keputusasaan total—surat ini bertujuan untuk mengguncang jiwa manusia agar tersadar dari kelalaiannya. Pesannya jelas: kemuliaan sejati tidak terletak pada tumpukan harta atau kemampuan merendahkan orang lain, melainkan pada ketakwaan, kerendahan hati, dan penghormatan terhadap sesama makhluk Allah. Semoga kita semua terhindar dari sifat-sifat tercela yang disebutkan dalam surat ini dan senantiasa berada dalam lindungan-Nya.