Memahami Doa Qunut Secara Mendalam
Sebuah Kajian Komprehensif tentang Makna, Hukum, dan Keutamaannya
Kaligrafi Arab Doa Qunut.
Pengantar: Apa Itu Doa Qunut?
Dalam khazanah spiritualitas Islam, doa menempati posisi yang sangat sentral. Ia adalah jembatan penghubung antara hamba dengan Sang Pencipta, sebuah medium untuk menumpahkan harapan, keluh kesah, dan permohonan. Di antara sekian banyak doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, terdapat satu doa yang memiliki kekhususan tersendiri, baik dari segi waktu pelaksanaannya maupun kedalaman maknanya. Doa tersebut dikenal dengan nama Doa Qunut.
Secara etimologi, kata "Qunut" (قنوت) dalam bahasa Arab memiliki beberapa arti, di antaranya adalah ketaatan, kepatuhan, berdiri lama, diam, dan doa. Semua makna ini saling berkaitan dan mencerminkan esensi dari doa qunut itu sendiri: sebuah momen di mana seorang hamba berdiri dengan khusyuk di hadapan Allah, memanjatkan doa dengan penuh kepatuhan dan harapan.
Secara terminologi syariat, Doa Qunut adalah doa spesifik yang dibaca pada waktu tertentu dalam shalat. Lazimnya, doa ini dibaca pada rakaat terakhir setelah bangkit dari ruku' (i'tidal) sebelum sujud. Praktik ini memiliki dasar dari hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, meskipun para ulama memiliki perbedaan pandangan mengenai hukum dan waktu pelaksanaannya secara spesifik. Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai aspek terkait Doa Qunut, mulai dari bacaan dan maknanya yang mendalam, hingga perdebatan hukum di kalangan mazhab, serta keutamaan yang terkandung di dalamnya.
Bacaan Lengkap Doa Qunut
Bacaan Doa Qunut yang paling masyhur dan umum diamalkan adalah doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada cucunya, Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhuma. Berikut adalah teks lengkapnya dalam bahasa Arab, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
اَللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa 'aafinii fiiman 'aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit, fa lakal hamdu 'alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaiik.
Artinya: "Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana Engkau telah berikan petunjuk (kepada mereka), berikanlah aku 'afiyah (kesehatan dan keselamatan) sebagaimana Engkau telah berikan 'afiyah (kepada mereka), jagalah aku sebagaimana Engkau telah menjaga (mereka), berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan, dan lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau bela, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi. Maka bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau tetapkan. Aku memohon ampun kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu."
Pada bagian akhir doa, seringkali ditambahkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya:
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin-nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihii wa shahbihii wa sallam.
Artinya: "Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, nabi yang ummi, beserta keluarga dan para sahabatnya."
Tadabbur Makna Mendalam Setiap Kalimat Doa Qunut
Doa Qunut bukanlah sekadar rangkaian kata tanpa makna. Setiap frasa di dalamnya mengandung permohonan yang sangat fundamental bagi kehidupan seorang Muslim di dunia dan akhirat. Mari kita selami makna di balik setiap kalimatnya.
1. اَللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ (Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana Engkau telah berikan petunjuk)
Permohonan pertama dan utama adalah hidayah atau petunjuk. Ini adalah permohonan paling esensial, karena tanpa hidayah Allah, manusia akan tersesat. Hidayah di sini mencakup dua hal: Hidayah al-Irsyad (petunjuk berupa ilmu dan penjelasan tentang kebenaran) dan Hidayah at-Taufiq (petunjuk berupa kemauan dan kemampuan untuk mengikuti kebenaran tersebut). Dengan meminta petunjuk "sebagaimana Engkau telah berikan petunjuk kepada mereka", kita memohon untuk dimasukkan ke dalam golongan orang-orang saleh, para nabi, dan kekasih Allah yang telah lebih dahulu mendapatkan nikmat hidayah. Ini adalah pengakuan bahwa hidayah murni datang dari Allah, bukan hasil usaha manusia semata.
2. وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ (Dan berikanlah aku 'afiyah sebagaimana Engkau telah berikan 'afiyah)
Kata 'Afiyah (عافية) memiliki makna yang sangat luas. Ia bukan sekadar sehat secara fisik, tetapi mencakup keselamatan dan kesejahteraan dari segala hal yang buruk. Ini termasuk keselamatan dari penyakit fisik dan batin (seperti hasad, dengki, riya'), keselamatan dari fitnah dunia dan siksa akhirat, serta keselamatan dalam urusan agama dan dunia. Meminta 'afiyah adalah memohon perlindungan total dari Allah SWT atas segala aspek kehidupan. Ini adalah doa untuk hidup yang tenang, damai, dan terhindar dari marabahaya.
3. وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ (Dan jagalah aku sebagaimana Engkau telah menjaga mereka)
Frasa ini adalah permohonan untuk mendapatkan wilayah (perlindungan dan pertolongan) dari Allah. Ketika Allah menjadi Wali bagi seorang hamba, maka Dia akan menolongnya, membimbingnya, melindunginya, dan mengurus segala urusannya. Ini adalah bentuk penyerahan diri total, mengakui kelemahan diri dan memohon agar Allah yang Maha Kuat mengambil alih urusan kita. Menjadi hamba yang diurus oleh Allah adalah puncak ketenangan, karena tidak ada yang dapat mencelakakan seseorang yang berada di bawah perlindungan-Nya.
4. وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ (Dan berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan)
Permohonan ini adalah untuk keberkahan. Berkah (barakah) berarti ziyadatul khair, yaitu bertambahnya kebaikan pada sesuatu. Sesuatu yang banyak belum tentu berkah, dan sesuatu yang sedikit bisa jadi sangat berkah. Kita memohon agar rezeki, ilmu, waktu, keluarga, dan segala nikmat yang Allah berikan menjadi sumber kebaikan yang terus-menerus, bermanfaat di dunia dan menjadi bekal di akhirat. Doa ini mengajarkan kita untuk tidak hanya meminta kuantitas, tetapi juga kualitas dan keberkahan dari setiap karunia Allah.
5. وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ (Dan lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan)
Ini adalah puncak dari adab seorang hamba dalam beriman kepada takdir (qadha dan qadar). Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas ketetapan Allah. Namun, kita juga diperintahkan untuk berdoa dan berusaha. Kalimat ini bukan berarti menolak takdir, melainkan memohon kepada Allah agar dilindungi dari dampak buruk sebuah takdir. Sebuah musibah, misalnya, adalah takdir. Namun, kita memohon agar dilindungi dari keburukan akibat musibah itu, seperti putus asa, kufur nikmat, atau kesedihan yang berlarut-larut. Ini adalah doa agar kita diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi setiap ketetapan-Nya.
6. فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ (Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atas-Mu)
Kalimat ini adalah penegasan atas kekuasaan absolut Allah. Allah adalah Sang Penentu, yang hukum-Nya berlaku mutlak. Tidak ada satu pun makhluk yang bisa mendikte atau menetapkan sesuatu atas-Nya. Ini adalah bentuk pengagungan dan tauhid, mengakui bahwa hanya Allah yang memiliki wewenang penuh atas alam semesta.
7. وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ (Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau bela, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi)
Ini adalah kelanjutan dari pengagungan sebelumnya. Kemuliaan ('izzah) dan kehinaan (dzillah) sejati hanya bersumber dari Allah. Siapapun yang mendapat perlindungan dan pertolongan (wilayah) dari Allah, tidak akan pernah terhina, meskipun seluruh dunia memusuhinya. Sebaliknya, siapapun yang dimusuhi Allah, tidak akan pernah mulia, meskipun seluruh dunia memujinya. Ini menanamkan keyakinan yang kokoh dalam hati seorang mukmin untuk hanya mencari kemuliaan di sisi Allah.
8. تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ (Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi)
Sebuah pujian penutup yang sempurna. Tabarakta berarti Maha Banyak Kebaikan-Mu dan Maha Agung Sifat-Mu. Ta'aalaita berarti Maha Tinggi Engkau dari segala kekurangan dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Mu. Ini adalah sanjungan yang mengakui kesempurnaan Allah SWT.
9. فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ (Maka bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau tetapkan. Aku memohon ampun kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu)
Doa ditutup dengan pujian (hamdalah), permohonan ampun (istighfar), dan taubat. Ini adalah adab yang luar biasa. Setelah memohon begitu banyak hal, kita menutupnya dengan bersyukur atas apapun ketetapan Allah, baik yang kita sukai maupun tidak. Kemudian kita menyadari kekurangan diri dengan beristighfar dan bertaubat, sebagai pengakuan bahwa kita adalah hamba yang senantiasa berbuat salah dan membutuhkan ampunan-Nya.
Hukum Doa Qunut Menurut Pandangan Empat Mazhab
Masalah hukum pelaksanaan Doa Qunut merupakan salah satu topik khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama fikih. Perbedaan ini bersumber dari interpretasi terhadap dalil-dalil hadis yang ada. Penting untuk memahami setiap pandangan dengan lapang dada sebagai bagian dari kekayaan intelektual Islam.
1. Pandangan Mazhab Syafi'i dan Maliki
Menurut ulama dari mazhab Syafi'i dan Maliki, membaca Doa Qunut pada rakaat kedua shalat Subuh setelah i'tidal hukumnya adalah Sunnah Mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika seseorang meninggalkannya, baik sengaja maupun lupa, dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Dalil utama yang mereka gunakan adalah hadis dari Anas bin Malik RA, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh hingga beliau wafat. Riwayat ini dianggap kuat oleh para ulama Syafi'iyah sebagai landasan kontinuitas praktik qunut Subuh. Mereka berpendapat bahwa praktik ini dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin setelah Nabi wafat, khususnya oleh Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Pandangan ini menekankan bahwa qunut Subuh adalah bagian dari ibadah rutin yang dicontohkan secara terus-menerus.
2. Pandangan Mazhab Hanafi dan Hanbali
Di sisi lain, ulama dari mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa Doa Qunut tidak disunnahkan untuk dibaca secara rutin pada shalat Subuh. Menurut mereka, praktik qunut yang dilakukan oleh Nabi SAW adalah qunut nazilah, yaitu qunut yang dibaca ketika terjadi musibah besar yang menimpa umat Islam.
Dalil yang mereka kemukakan adalah riwayat lain yang menyebutkan bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan untuk mendoakan keburukan bagi suku-suku yang membunuh para sahabat penghafal Al-Qur'an, kemudian beliau meninggalkannya. Mereka juga berpegang pada hadis dari Abu Malik al-Asyja'i yang bertanya kepada ayahnya, "Wahai ayah, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka melakukan qunut (saat Subuh)?" Ayahnya menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (bid'ah)."
Bagi mazhab ini, qunut hanya disyariatkan pada saat-saat genting (nazilah) dan pada shalat Witir, khususnya di separuh akhir bulan Ramadhan (menurut sebagian ulama Hanbali).
Sikap Menghadapi Perbedaan Pendapat
Perbedaan pendapat ini adalah rahmat dan menunjukkan luasnya cakrawala ilmu para ulama. Sikap yang terbaik bagi seorang Muslim adalah mengikuti mazhab yang diyakininya atau yang dianut oleh masyarakat di lingkungannya, sambil tetap menghormati dan tidak menyalahkan mereka yang mengamalkan pandangan berbeda. Keduanya memiliki dasar argumen yang kuat dari dalil-dalil syar'i.
Jenis-Jenis Qunut dalam Islam
Doa Qunut tidak hanya terbatas pada shalat Subuh. Berdasarkan waktu dan sebab pelaksanaannya, qunut dapat dibagi menjadi tiga jenis utama.
1. Qunut Subuh
Ini adalah qunut yang paling umum dikenal di sebagian kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia yang mayoritas menganut mazhab Syafi'i. Qunut ini dibaca secara rutin setiap hari pada rakaat kedua shalat Subuh setelah bangkit dari ruku'. Hukumnya, seperti yang telah dibahas, adalah sunnah mu'akkadah menurut Syafi'iyah dan Malikiyah, dan tidak disunnahkan menurut Hanafiyah dan Hanabilah.
2. Qunut Witir
Qunut ini dilaksanakan pada rakaat terakhir shalat Witir. Terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu pelaksanaannya. Sebagian ulama, seperti dalam mazhab Syafi'i, berpendapat qunut Witir disunnahkan pada separuh akhir bulan Ramadhan. Sebagian yang lain berpendapat boleh dilakukan sepanjang tahun. Bacaan yang digunakan umumnya sama dengan bacaan qunut Subuh. Praktik ini didasarkan pada riwayat bahwa Nabi SAW mengajarkan doa qunut tersebut untuk dibaca dalam shalat Witir.
3. Qunut Nazilah
Qunut Nazilah (qunut saat bencana) adalah qunut yang disyariatkan ketika umat Islam ditimpa musibah besar, seperti peperangan, penindasan, bencana alam, wabah penyakit, atau kezaliman yang meluas. Qunut Nazilah disepakati oleh seluruh ulama empat mazhab sebagai amalan yang disyariatkan.
Dasarnya adalah peristiwa ketika Rasulullah SAW melakukan qunut selama sebulan penuh setelah terjadinya tragedi Bi'r Ma'unah, di mana sekitar 70 sahabat penghafal Al-Qur'an dibunuh secara khianat. Beliau mendoakan keburukan atas suku-suku yang terlibat dalam pembunuhan tersebut. Qunut Nazilah dapat dilakukan pada setiap shalat fardhu lima waktu, dibaca pada rakaat terakhir setelah i'tidal. Bacaannya bisa disesuaikan dengan kondisi musibah yang sedang dihadapi, berisi doa untuk keselamatan kaum muslimin dan kehancuran bagi musuh-musuh Islam.
Tata Cara Pelaksanaan Doa Qunut
Pelaksanaan Doa Qunut dalam shalat memiliki adab dan tata cara yang perlu diperhatikan agar sesuai dengan tuntunan.
- Waktu Membaca: Doa Qunut dibaca pada rakaat terakhir sebuah shalat, setelah bangkit dari ruku' (i'tidal) dan sebelum turun untuk sujud. Setelah membaca "Sami'allaahu liman hamidah, Rabbanaa wa lakal hamd...", imam atau orang yang shalat sendiri mengangkat tangan dan membaca doa qunut.
- Mengangkat Tangan: Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan setinggi dada saat membaca Doa Qunut, dengan telapak tangan terbuka menghadap ke langit. Ini didasarkan pada praktik yang diriwayatkan dari beberapa sahabat Nabi.
- Suara Imam: Ketika shalat berjamaah dan shalat tersebut adalah shalat jahr (yang bacaannya dikeraskan seperti Subuh, Maghrib, dan Isya), maka imam dianjurkan untuk mengeraskan bacaan Doa Qunut.
- Makmum Mengaminkan: Bagi makmum, ketika imam membaca Doa Qunut, hendaknya mereka mengangkat tangan dan mengaminkan doa yang dipanjatkan oleh imam dengan mengucapkan "Aamiin". Pada bagian doa yang berisi pujian (seperti "Fa innaka taqdhii..."), sebagian ulama berpendapat makmum bisa ikut membacanya dengan suara pelan atau tetap diam mendengarkan.
- Mengusap Wajah: Terdapat perbedaan pendapat mengenai anjuran mengusap wajah setelah selesai berdoa qunut. Sebagian ulama menganggapnya sunnah berdasarkan hadis-hadis umum tentang adab berdoa, sementara sebagian lainnya menganggap hadis spesifik tentang mengusap wajah setelah qunut dalam shalat memiliki kelemahan, sehingga tidak dianjurkan.
- Jika Lupa Qunut (bagi yang meyakininya sunnah): Menurut mazhab Syafi'i, jika seseorang lupa membaca qunut Subuh dan sudah terlanjur turun untuk sujud, maka ia tidak perlu kembali berdiri untuk qunut, tetapi dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi dua kali sebelum salam untuk menambal kekurangan tersebut.
Keutamaan dan Faedah Membaca Doa Qunut
Membiasakan diri membaca Doa Qunut, baik qunut Subuh, Witir, maupun Nazilah, mengandung banyak sekali keutamaan dan faedah spiritual, di antaranya:
- Wujud Ketergantungan Total kepada Allah: Setiap kalimat dalam Doa Qunut adalah pengakuan akan kelemahan diri dan kebutuhan mutlak akan pertolongan Allah, mulai dari hidayah hingga perlindungan dari takdir buruk.
- Permohonan Komprehensif: Doa ini mencakup semua kebaikan dunia dan akhirat. Meminta hidayah, 'afiyah, perlindungan, dan keberkahan adalah inti dari semua permohonan yang dibutuhkan seorang hamba.
- Menguatkan Iman pada Takdir: Dengan berdoa "lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan", seorang hamba belajar untuk beriman pada qadha dan qadar sambil tetap aktif berikhtiar melalui doa.
- Meneladani Sunnah Nabi: Mengamalkan Doa Qunut, terlepas dari perbedaan hukumnya, adalah upaya untuk meneladani praktik yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.
- Sarana Solidaritas Umat (Qunut Nazilah): Qunut Nazilah menjadi instrumen spiritual yang sangat kuat untuk menunjukkan kepedulian dan solidaritas kepada sesama Muslim yang sedang tertimpa musibah. Ini menyatukan hati umat dalam doa bersama.
- Mendapat Keberkahan Waktu Subuh: Khusus untuk qunut Subuh, membacanya di waktu fajar yang penuh berkah akan menambah nilai spiritualitas dan memulai hari dengan permohonan terbaik kepada Allah SWT.
Kesimpulan
Doa Qunut adalah salah satu doa agung yang sarat dengan makna ketundukan, permohonan, dan pengagungan kepada Allah SWT. Rangkaian kalimatnya yang indah merangkum kebutuhan fundamental seorang manusia: petunjuk, kesehatan, perlindungan, keberkahan, dan keselamatan dari takdir yang buruk.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai hukum pelaksanaannya secara rutin pada shalat Subuh, semua sepakat akan keagungan doa ini dan pensyariatannya pada saat-saat genting melalui Qunut Nazilah. Memahami berbagai perspektif fikih ini mengajarkan kita untuk bersikap toleran dan menghargai kekayaan intelektual Islam.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah esensi dari doa itu sendiri: jalinan komunikasi seorang hamba yang lemah dengan Tuhannya yang Maha Kuasa, sebuah pengakuan bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan mengamalkan doa ini dengan penuh kekhusyukan dan pemahaman.