Membedah Makna Mendalam di Balik Bacaan Surah Attahiyatul
Dalam setiap rakaat shalat yang kita dirikan, terdapat momen hening saat kita duduk dan melantunkan serangkaian kalimat agung. Banyak orang mengenalnya dengan sebutan "bacaan surah Attahiyatul", meskipun secara terminologi yang lebih tepat, bacaan ini bukanlah sebuah surah dari Al-Qur'an, melainkan sebuah dialog suci yang dikenal sebagai Tasyahud atau Tahiyat. Bacaan ini merupakan salah satu rukun shalat yang paling fundamental, menjadi jembatan antara hamba dengan Sang Pencipta, Nabi Muhammad SAW, dan seluruh hamba-hamba Allah yang saleh.
Memahami setiap kata dalam Tasyahud bukan sekadar kewajiban untuk menyempurnakan shalat, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual untuk menyelami samudra makna yang terkandung di dalamnya. Ini adalah dialog transendental yang terjadi di Sidratul Muntaha, puncak tertinggi perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Dengan merenungkannya, kita tidak lagi sekadar menggerakkan bibir, melainkan menghadirkan hati dan jiwa dalam percakapan agung tersebut, merasakan getaran maknanya dalam setiap helaan napas di dalam shalat.
Teks Bacaan Tasyahud (Tahiyat) Awal dan Akhir
Bacaan Tasyahud terbagi menjadi dua bagian utama yang dibaca pada waktu yang berbeda dalam shalat: Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir. Tasyahud Awal dibaca saat duduk di rakaat kedua, sedangkan Tasyahud Akhir dibaca pada duduk terakhir sebelum salam. Keduanya memiliki inti yang sama, namun Tasyahud Akhir memiliki tambahan berupa shalawat Ibrahimiyyah dan doa perlindungan.
1. Bacaan Tasyahud Awal
Ini adalah bacaan yang dilantunkan pada rakaat kedua dalam shalat yang memiliki lebih dari dua rakaat (seperti shalat Zuhur, Asar, Maghrib, dan Isya).
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ‘ibaadillaahish shaalihin. Ashhadu an laa ilaaha illallaah, wa ashhadu anna Muhammadan rasuulullaah.
Artinya: "Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga salam, rahmat, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi. Semoga salam tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
2. Bacaan Tasyahud Akhir
Ini adalah bacaan lengkap yang dibaca pada rakaat terakhir setiap shalat. Bacaannya dimulai dengan Tasyahud Awal, kemudian dilanjutkan dengan shalawat kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim, serta ditutup dengan doa memohon perlindungan.
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ‘ibaadillaahish shaalihin. Ashhadu an laa ilaaha illallaah, wa ashhadu anna Muhammadan rasuulullaah. Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shallaita ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim, innaka hamiidum majiid. Allaahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa baarakta ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim, innaka hamiidum majiid.
Artinya: "Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga salam, rahmat, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi. Semoga salam tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah, berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Sejarah Agung di Balik Lafaz Tasyahud
Untuk benar-benar menghayati bacaan Tasyahud, kita perlu memahami asal-usulnya yang luar biasa. Bacaan ini bukanlah kalimat biasa, melainkan transkrip dari dialog paling agung yang pernah terjadi, yaitu percakapan antara Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT saat peristiwa Isra' Mi'raj, yang kemudian diikuti oleh kesaksian para malaikat.
Kisah ini diriwayatkan dalam banyak hadis. Ketika Nabi Muhammad SAW mencapai Sidratul Muntaha, sebuah tempat yang bahkan Malaikat Jibril pun tidak dapat melewatinya, beliau memberikan penghormatan tertinggi kepada Sang Pencipta. Beliau tidak mengatakan "Assalamu'alaikum" kepada Allah, karena Allah adalah As-Salam (Maha Pemberi Keselamatan) itu sendiri. Sebaliknya, beliau mengucapkan:
"Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah." (Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah.)
Ini adalah bentuk pujian dan pengagungan yang paling sempurna dari seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Muhammad SAW mempersembahkan segala bentuk penghormatan (lisan, perbuatan, dan sifat), segala keberkahan yang melimpah, segala doa dan rahmat, serta segala bentuk kebaikan murni hanya kepada Allah semata. Kalimat ini adalah puncak adab dan pengakuan akan keesaan serta keagungan Allah SWT.
Allah SWT, dengan segala kemuliaan-Nya, menjawab salam penghormatan dari kekasih-Nya tersebut dengan firman-Nya:
"Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh." (Semoga salam, rahmat, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi.)
Ini adalah jawaban yang penuh cinta dan kasih sayang dari Allah kepada utusan-Nya. Perhatikan bagaimana Allah secara spesifik menyapa "ayyuhan nabiyyu" (wahai Nabi), sebuah sapaan langsung yang menunjukkan kedekatan dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW di sisi-Nya.
Di momen yang begitu mulia dan personal ini, Nabi Muhammad SAW menunjukkan sifatnya yang agung dan tidak egois. Beliau tidak menyimpan salam keselamatan dari Allah hanya untuk dirinya sendiri. Beliau langsung menyertakan seluruh umatnya dan hamba-hamba saleh dalam keselamatan tersebut dengan mengatakan:
"Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ‘ibaadillaahish shaalihin." (Semoga salam tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh.)
Inilah bukti cinta luar biasa Rasulullah kepada kita, umatnya. Bahkan di hadapan Allah dan di puncak kemuliaan, beliau selalu mengingat kita. Kalimat ini mengajarkan kita tentang pentingnya persaudaraan (ukhuwah) dan mendoakan kebaikan bagi sesama.
Menyaksikan dialog yang penuh keagungan ini, seluruh malaikat di langit yang menjadi saksi, serentak mengucapkan kalimat persaksian iman:
"Ashhadu an laa ilaaha illallaah, wa ashhadu anna Muhammadan rasuulullaah." (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.)
Kesaksian ini menjadi penutup yang sempurna dari dialog agung tersebut, mengukuhkan pilar utama ajaran Islam: Tauhid (keesaan Allah) dan Risalah (kerasulan Muhammad).
Setiap kali kita membaca Tasyahud dalam shalat, kita sebenarnya sedang menghidupkan kembali dan menjadi bagian dari percakapan suci ini. Kita menempatkan diri kita sebagai hamba yang mengagungkan Allah, menerima salam dari-Nya melalui Nabi, mendoakan keselamatan bagi seluruh umat, dan memperbarui ikrar syahadat kita.
Rincian Makna Setiap Frasa dalam Tasyahud
Mari kita bedah lebih dalam makna dari setiap penggalan kalimat dalam bacaan Tasyahud untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan mendalam.
1. Attahiyyaatul Mubaarakaatush Shalawaatuth Thayyibaatu Lillaah
- Attahiyyaat (Segala Penghormatan): Kata ini berasal dari kata "hayah" yang berarti kehidupan. Memberikan tahiyat berarti mendoakan kehidupan atau memberikan penghormatan. Dalam konteks ini, ia mencakup segala bentuk pengagungan, pujian, dan sanjungan, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun keyakinan. Kita mengakui bahwa hanya Allah yang berhak atas segala bentuk penghormatan abadi.
- Al-Mubaarakaat (Segala Keberkahan): Berasal dari kata "barakah", yang berarti kebaikan yang melimpah, terus-menerus, dan bertambah. Kita menyatakan bahwa sumber segala keberkahan di alam semesta ini, baik yang terlihat maupun tidak, berasal dari Allah dan hanya untuk-Nya.
- Ash-Shalawaat (Segala Rahmat/Doa): Kata ini mencakup makna doa, rahmat, dan ibadah. Secara khusus merujuk pada shalat itu sendiri. Kita menegaskan bahwa segala bentuk ibadah shalat dan doa yang kita panjatkan, pada hakikatnya adalah untuk Allah SWT.
- Ath-Thayyibaat (Segala Kebaikan): Merujuk pada segala sesuatu yang baik, suci, dan murni, baik itu perkataan, perbuatan, maupun sifat. Kita mengakui bahwa Allah Maha Suci dari segala kekurangan dan hanya layak bagi-Nya segala kebaikan yang sempurna.
- Lillaah (Hanya Milik Allah): Frasa penutup ini adalah kunci dari segalanya. Ia menegaskan prinsip Tauhid bahwa semua penghormatan, keberkahan, rahmat, dan kebaikan itu mutlak milik Allah dan dipersembahkan hanya kepada-Nya, bukan kepada makhluk lain.
2. Assalaamu ‘Alaika Ayyuhan Nabiyyu Wa Rahmatullaahi Wa Barakaatuh
Ini adalah salam langsung dari Allah yang kita ucapkan kembali sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Kita memohonkan As-Salam (keselamatan dari segala aib dan kekurangan), Rahmatullah (kasih sayang Allah yang tak terbatas), dan Wabarakaatuh (keberkahan-Nya yang melimpah) untuk junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Ini menjaga hubungan spiritual kita dengan Rasulullah tetap hidup dalam setiap shalat.
3. Assalaamu ‘Alainaa Wa ‘Ala ‘Ibaadillaahish Shaalihin
Seperti yang telah dijelaskan, ini adalah cerminan dari kemuliaan akhlak Rasulullah. Kita memohon keselamatan tidak hanya untuk diri kita sendiri (‘alainaa), tetapi juga untuk seluruh hamba Allah yang saleh (‘ala ‘ibaadillaahish shaalihin). Siapakah hamba yang saleh itu? Mereka adalah setiap hamba yang taat kepada Allah, baik dari kalangan manusia maupun jin, yang hidup di masa lalu, sekarang, maupun yang akan datang. Ini adalah doa universal yang mengikat tali persaudaraan sesama muslim di seluruh dunia dan sepanjang zaman.
4. Ashhadu An Laa Ilaaha Illallaah, Wa Ashhadu Anna Muhammadan Rasuulullaah
Ini adalah dua kalimat syahadat, inti dari aqidah Islam. "Ashhadu an laa ilaaha illallaah" (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah) adalah penegasan kembali komitmen kita pada Tauhid. Persaksian ini bukan sekadar ucapan, tetapi pengakuan dari lubuk hati yang paling dalam, yang terwujud dalam seluruh aspek kehidupan, bahwa tidak ada yang berhak disembah, ditaati secara mutlak, dan menjadi tujuan hidup selain Allah. "Wa ashhadu anna Muhammadan rasuulullaah" (Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) adalah pengakuan atas kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dengan bersaksi, kita berikrar untuk meyakini segala ajaran yang beliau bawa, meneladani sunnahnya, dan menjadikannya sebagai satu-satunya panutan dalam hidup.
5. Allaahumma Shalli ‘Alaa Muhammad... (Shalawat Ibrahimiyyah)
Bagian ini dibaca pada Tasyahud Akhir dan dikenal sebagai shalawat yang paling afdal (utama). Kita memohon kepada Allah (Allaahumma) untuk memberikan shalli (rahmat dan pujian di hadapan para malaikat) dan baarik (berkah) kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya (aali Muhammad).
Menariknya, kita diminta untuk memohonkan shalawat dan berkah ini sebagaimana Allah telah memberikannya kepada Nabi Ibrahim AS dan keluarganya. Mengapa Nabi Ibrahim disebut? Para ulama menjelaskan beberapa hikmah:
- Nabi Ibrahim adalah "bapak para nabi" dan nenek moyang Nabi Muhammad SAW.
- Banyak nabi berasal dari keturunan Nabi Ibrahim, menunjukkan betapa besar berkah yang Allah limpahkan kepadanya dan keluarganya. Kita memohon berkah yang serupa atau bahkan lebih besar untuk Nabi Muhammad dan keluarganya.
- Ini menunjukkan kesinambungan ajaran Tauhid yang dibawa oleh seluruh nabi, dari Ibrahim hingga Muhammad.
Kalimat penutup "Innaka hamiidum majiid" (Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia) adalah pujian kembali kepada Allah, mengakui bahwa Dia adalah sumber segala pujian dan kemuliaan.
Hukum dan Kedudukan Tasyahud dalam Shalat
Memahami posisi Tasyahud dalam struktur shalat sangat penting untuk memastikan ibadah kita sah dan sempurna. Para ulama dari berbagai mazhab fikih telah merinci hukumnya sebagai berikut:
Hukum Tasyahud Awal
Terdapat sedikit perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum Tasyahud Awal:
- Mazhab Syafi'i dan Hanbali: Berpendapat bahwa Tasyahud Awal hukumnya adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika seseorang lupa mengerjakannya dan sudah terlanjur berdiri sempurna untuk rakaat ketiga, ia tidak perlu kembali duduk, namun disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi (sujud karena lupa) sebelum salam.
- Mazhab Hanafi dan Maliki: Berpendapat bahwa Tasyahud Awal hukumnya adalah wajib (bukan rukun). Artinya, jika sengaja ditinggalkan, shalatnya batal. Namun, jika lupa dan teringat sebelum berdiri sempurna, ia harus kembali duduk. Jika sudah terlanjur berdiri sempurna, ia tidak kembali, tetapi wajib melakukan sujud sahwi di akhir shalat.
Kesimpulannya, meskipun ada perbedaan dalam istilah (sunnah mu'akkadah atau wajib), semua mazhab sepakat bahwa meninggalkannya karena lupa dianjurkan atau diwajibkan untuk diganti dengan sujud sahwi. Ini menunjukkan betapa pentingnya Tasyahud Awal ini.
Hukum Tasyahud Akhir
Berbeda dengan Tasyahud Awal, seluruh ulama dari empat mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa Tasyahud Akhir adalah Rukun Shalat. Rukun adalah pilar atau bagian inti dari suatu ibadah. Jika rukun ini ditinggalkan, baik sengaja maupun karena lupa, maka shalatnya dianggap tidak sah dan harus diulang kembali.
Begitu pula dengan membaca shalawat kepada Nabi setelah Tasyahud Akhir. Menurut mazhab Syafi'i dan Hanbali, membaca shalawat ini juga termasuk rukun shalat. Sementara mazhab Hanafi dan Maliki menganggapnya sebagai sunnah mu'akkadah. Namun, untuk kehati-hatian dan kesempurnaan shalat, membacanya adalah suatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan.
Posisi Duduk dan Gerakan Jari Telunjuk
Pelaksanaan Tasyahud tidak hanya melibatkan lisan, tetapi juga gerakan tubuh yang memiliki makna dan aturan tersendiri.
Posisi Duduk (Jilsah)
- Duduk Iftirasy: Ini adalah posisi duduk untuk Tasyahud Awal. Caranya adalah dengan duduk di atas telapak kaki kiri, sementara telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jarinya menghadap kiblat. Posisi ini juga dilakukan saat duduk di antara dua sujud.
- Duduk Tawarruk: Ini adalah posisi duduk untuk Tasyahud Akhir. Caranya adalah dengan memasukkan kaki kiri ke bawah kaki kanan, dan duduk dengan pantat langsung menyentuh lantai. Telapak kaki kanan tetap ditegakkan. Hikmahnya adalah untuk membedakan antara duduk Tasyahud Awal dan Akhir.
Gerakan Jari Telunjuk (Isyarat Tauhid)
Mengangkat jari telunjuk kanan saat Tasyahud adalah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Tangan kanan digenggam, kecuali jari telunjuk yang diacungkan lurus ke arah kiblat. Gerakan ini adalah simbol visual yang sangat kuat, merepresentasikan penegasan keesaan Allah (Tauhid).
Kapan jari telunjuk diangkat? Ada beberapa riwayat dan pandangan ulama:
- Sebagian ulama berpendapat jari diangkat ketika mengucapkan lafaz "illallaah" pada kalimat syahadat.
- Pendapat lain menyebutkan diangkat sejak awal Tasyahud hingga akhir.
- Ada pula yang berpendapat untuk sedikit menggerak-gerakkannya sebagai isyarat untuk "menghantam" setan dan menjaga fokus pada pengesaan Allah.
Apapun praktik yang diikuti, intinya adalah bahwa isyarat ini merupakan manifestasi fisik dari keyakinan hati kita bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.
Menghadirkan Hati (Khusyuk) dalam Tasyahud
Setelah memahami sejarah, makna, dan hukumnya, tantangan terbesar adalah bagaimana menghadirkan seluruh pemahaman ini ke dalam shalat kita. Tasyahud bukanlah sekadar hafalan yang diucapkan secara otomatis. Ia adalah momen kontemplasi, dialog, dan pengikraran kembali.
Berikut beberapa tips untuk mencapai kekhusyukan saat membaca Tasyahud:
- Perlambat Bacaan: Jangan terburu-buru. Ucapkan setiap kata dengan jelas (tartil) dan berikan jeda di antara setiap frasa. Ini memberikan waktu bagi pikiran dan hati untuk meresapi maknanya.
- Visualisasikan Dialog: Bayangkan diri Anda berada dalam peristiwa Mi'raj. Rasakan keagungan saat Anda mempersembahkan pujian kepada Allah. Rasakan kelembutan jawaban Allah. Rasakan cinta Rasulullah saat beliau mendoakan Anda.
- Fokus pada Terjemahan: Saat lisan Anda mengucapkan bahasa Arab, biarkan hati Anda "mendengar" terjemahannya. Misalnya, saat mengucapkan "Attahiyyaatu lillaah", sadari dalam hati bahwa "semua penghormatan ini hanya untuk Allah".
- Rasakan Ikrar Syahadat: Ketika sampai pada kalimat syahadat, rasakan seolah-olah Anda sedang memperbarui janji setia Anda kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini adalah momen untuk merevitalisasi iman Anda.
- Pahami Doa Perlindungan: Di akhir Tasyahud, saat memohon perlindungan dari siksa neraka, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, serta fitnah Dajjal, mohonlah dengan sungguh-sungguh. Sadari bahwa ini adalah empat bahaya terbesar yang mengancam seorang mukmin, dan hanya Allah yang bisa melindungi kita darinya.
Dengan demikian, bacaan yang sering disebut "surah Attahiyatul" ini bertransformasi dari rutinitas menjadi sebuah pengalaman spiritual yang mendalam. Ia menjadi puncak dari shalat kita, di mana kita mengumpulkan seluruh konsentrasi untuk berdialog dengan Allah, bershalawat kepada Nabi-Nya, dan memperteguh pilar-pilar keimanan kita. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk dapat melaksanakan shalat dengan sempurna, memahami setiap bacaannya, dan merasakan manisnya beribadah kepada-Nya.