Memahami dan Mengamalkan Tabarokalladzi Biyadihil Mulk
Simbol Al-Qur'an dan Ketenangan
Surah Al-Mulk, yang berarti "Kerajaan" atau "Kekuasaan", adalah surah ke-67 dalam Al-Qur'an. Surah ini terdiri dari 30 ayat dan termasuk golongan surah Makkiyah. Namun, nilai dan keutamaannya melampaui sekadar jumlah ayat atau penempatannya. Surah ini dikenal luas oleh umat Islam karena memiliki fadhilah yang sangat besar, terutama jika diamalkan secara rutin sebelum beranjak tidur.
Keutamaan yang paling masyhur dari Surah Al-Mulk adalah perannya sebagai pencegah dan pelindung dari siksa kubur (adzab al-qabr). Rasulullah ﷺ telah memberikan penekanan khusus terhadap pembacaan surah ini, menjadikannya sunnah yang sangat dianjurkan bagi setiap Muslim yang mendambakan keamanan dan ketenangan di kehidupan barzakh.
Amalan membaca Surah Al-Mulk sebelum tidur bukanlah sekadar kebiasaan spiritual, melainkan sebuah ikhtiar perlindungan yang memiliki dasar kuat dalam hadis-hadis Nabi. Berikut adalah fadhilah-fadhilah utamanya:
Untuk mencapai kekhusyukan dan mendapatkan manfaat spiritual yang maksimal, penting bagi kita untuk tidak hanya membaca, tetapi juga memahami makna yang terkandung di setiap ayatnya. Surah ini secara garis besar membahas tentang keesaan Allah, kesempurnaan ciptaan-Nya, peringatan akan hari akhir, dan tantangan bagi orang-orang kafir.
تَبٰرَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُۖ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌۙ
Terjemah: Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Penjelasan: Ayat pembuka ini langsung menegaskan keagungan dan kemuliaan Allah SWT. Kata ‘Tabaraka’ berarti Maha Diberkahi, Maha Agung, dan sumber segala kebaikan. Allah adalah satu-satunya pemilik mutlak (Al-Mulk) seluruh alam semesta, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Kekuasaan-Nya (Qadir) tidak terbatas pada dimensi apapun. Ketika kita tidur dengan keyakinan ini, kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada Penguasa yang Maha Kuasa, yang akan menjaga kita dari segala mara bahaya.
Kekuatan ayat ini terletak pada penegasan tauhid rububiyyah. Semua peristiwa, dari yang terkecil hingga terbesar, berada di bawah kontrol dan pengaturan-Nya. Sebelum memejamkan mata, pengakuan bahwa kekuasaan ada di Tangan-Nya memberikan rasa aman yang tak tertandingi oleh perlindungan duniawi manapun. Tidur menjadi ibadah ketika dimulai dengan pengakuan atas kebesaran Sang Pencipta.
ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ
Terjemah: (Dia) yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.
Penjelasan: Ayat ini menjelaskan tujuan fundamental dari eksistensi. Kematian disebutkan mendahului kehidupan karena kematian adalah gerbang menuju pertanggungjawaban. Hidup hanyalah fase ujian (liyabluwakum). Ujian yang dimaksud bukanlah kuantitas amal, melainkan kualitas (ahsanu ‘amalan). Saat kita akan tidur, ayat ini mengingatkan kita bahwa hari yang telah berlalu adalah lembaran amal yang akan dihisab, mendorong introspeksi sebelum istirahat.
Penutup ayat, Al-Azizul Ghafur (Mahaperkasa lagi Maha Pengampun), memberikan harapan. Meskipun Allah Mahaperkasa dalam menghukum, Dia juga Maha Pengampun bagi hamba-Nya yang bertaubat dan berusaha memperbaiki amalnya. Ini adalah kombinasi sempurna antara rasa takut (khauf) dan harapan (raja') yang harus dimiliki seorang Mukmin sebelum memasuki alam tidur, yang merupakan 'saudara kembar' dari kematian.
ۨالَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۗ مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍۗ فَارْجِعِ الْبَصَرَۙ هَلْ تَرٰى مِنْ فُطُوْرٍ
Terjemah: (Dia) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?
Penjelasan: Allah mengarahkan pandangan kita kepada kesempurnaan ciptaan-Nya. Penciptaan tujuh langit (tujuh lapisan) yang tersusun secara harmonis (tibaqan) tanpa cela sedikit pun (min tafawut) adalah bukti nyata kekuasaan Ilahi. Tantangan "lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?" menekankan bahwa ciptaan Allah adalah puncak dari keteraturan dan keindahan kosmik.
Perenungan terhadap ayat ini sebelum tidur mengubah pandangan kita terhadap alam semesta. Kegagalan kita menemukan cacat pada langit mengajarkan kita bahwa Allah Maha Tepat dalam pengaturan-Nya, dan ini memperkuat keyakinan bahwa janji-Nya mengenai perlindungan dari siksa kubur pun adalah janji yang sempurna dan pasti.
ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ اِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَّهُوَ حَسِيْرٌ
Terjemah: Kemudian ulangi pandangan(mu) dua kali (atau berkali-kali), niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu (dengan tanpa menemukan cacat) dalam keadaan hina dan ia (pandanganmu) pun payah.
Penjelasan: Ayat ini merupakan penegasan ulang dari Ayat 3, memberikan tekanan bahwa sebanyak apapun manusia mencari kekurangan dalam ciptaan Allah, mereka akan gagal. Pandangan (bashar) akan kembali dalam keadaan khasi’an (hina/kalah) dan hasir (payah/lelah). Ini menegaskan keterbatasan indra dan akal manusia dalam memahami atau menandingi kesempurnaan Ilahi.
Memahami keterbatasan diri adalah langkah awal menuju penyerahan diri yang murni. Malam adalah waktu yang tepat untuk mengakui kelemahan kita di hadapan Kebesaran-Nya. Keyakinan akan kekalahan akal dalam menentang ciptaan-Nya menumbuhkan rasa rendah hati yang sangat dibutuhkan saat menghadap Allah dalam tidur.
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاۤءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيْحَ وَجَعَلْنٰهَا رُجُوْمًا لِّلشَّيٰطِيْنِ وَاَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيْرِ
Terjemah: Sungguh, Kami telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang, dan Kami menjadikannya pelempar bagi setan, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka Sa‘ir (yang menyala-nyala).
Penjelasan: Ayat ini memaparkan dua fungsi bintang. Pertama, sebagai perhiasan yang indah (masaabiih) bagi langit terdekat, tempat kita memandang. Kedua, sebagai proyektil (rujuman) untuk mengusir setan yang mencoba mencuri dengar berita dari langit. Kontras antara keindahan kosmik yang menenangkan dan fungsi pertahanan yang keras menunjukkan bahwa pengaturan Allah melibatkan perlindungan dan hukuman. Bintang-bintang berfungsi sebagai penjaga kosmik, mirip dengan bagaimana Surah Al-Mulk menjadi penjaga bagi pembacanya di kubur. Sebelum tidur, ayat ini mengingatkan kita bahwa Allah senantiasa melindungi kita dari godaan dan gangguan gaib, asalkan kita berpegang teguh pada firman-Nya. Ini juga memperingatkan bahwa bagi mereka yang ingkar dan durhaka, tempat kembalinya adalah neraka Sa’ir, azab yang telah disiapkan secara adil dan pasti. Perenungan terhadap ancaman ini harus mendorong kita untuk beristighfar sebelum menutup hari.
وَلِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
Terjemah: Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya, akan mendapat azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
Penjelasan: Ayat ini menjadi peringatan tegas bagi mereka yang menolak kebenaran dan mengingkari kekuasaan Allah yang telah dipaparkan dalam ayat-ayat sebelumnya. Azab Jahannam adalah balasan yang setimpal. Deskripsi sebagai 'seburuk-buruk tempat kembali' (bi’sal mashiir) menanamkan rasa takut (khauf) yang sehat dalam hati Mukmin. Ketika kita membaca ayat ini sebelum tidur, kita diperintahkan untuk memeriksa hati dan iman kita, memastikan bahwa kita tidak termasuk golongan yang ingkar. Kesadaran akan adanya tempat kembali yang sangat buruk ini memotivasi kita untuk memanfaatkan sisa waktu hidup sebaik-baiknya, termasuk memanfaatkan malam untuk ibadah ringan seperti membaca Al-Mulk, sebagai bekal menghadapi hari perhitungan.
اِذَآ اُلْقُوْا فِيْهَا سَمِعُوْا لَهَا شَهِيْقًا وَّهِيَ تَفُوْرُۙ
Terjemah: Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya, mereka mendengar suara (neraka) yang mengerikan, sedang ia bergejolak.
Penjelasan: Deskripsi ini sangat visual dan auditif, menggambarkan kengerian neraka. Suara yang mengerikan (syahiiqan) menyerupai lenguhan keledai atau tarikan napas panjang yang keras, menunjukkan betapa dahsyatnya api tersebut. Neraka itu bergejolak (tafuur), mendidih seperti air yang siap tumpah. Pembacaan ayat-ayat yang memuat gambaran neraka ini pada malam hari memberikan dampak psikologis yang kuat. Tidur seringkali diibaratkan kematian kecil. Membaca deskripsi siksa sebelum ‘kematian kecil’ ini menekankan urgensi untuk menjauhi dosa yang menyebabkan siksa tersebut. Kengerian yang dijelaskan oleh Allah menunjukkan bahwa ancaman-Nya bukanlah main-main, sehingga upaya perlindungan melalui Al-Mulk menjadi semakin bernilai.
تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِۗ كُلَّمَآ اُلْقِيَ فِيْهَا فَوْجٌ سَاَلَهُمْ خَزَنَتُهَآ اَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيْرٌ
Terjemah: Hampir-hampir (neraka) itu meledak karena marah. Setiap kali sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, para penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah datang kepadamu seorang pemberi peringatan?”
Penjelasan: Neraka digambarkan memiliki emosi, yaitu kemarahan (al-ghaizh) terhadap penghuninya, hingga digambarkan hampir meledak (tamayyazu). Ini adalah personifikasi dahsyat yang menunjukkan intensitas azab. Selanjutnya, ayat ini menyoroti dialog antara penjaga neraka (Malaikat Zabaniyah) dengan penghuninya. Pertanyaan "Apakah belum pernah datang kepadamu seorang pemberi peringatan (nadziir)?" menekankan keadilan Allah. Allah tidak pernah mengazab suatu kaum tanpa memberikan peringatan terlebih dahulu melalui para Nabi atau Rasul-Nya. Tidur yang diawali dengan ayat ini adalah pengingat bahwa setiap kita telah menerima peringatan; tanggung jawab ada di tangan kita untuk meresponsnya dengan amal saleh.
قَالُوْا بَلٰى قَدْ جَاۤءَنَا نَذِيْرٌ ەۙ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍۖ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ كَبِيْرٍ
Terjemah: Mereka menjawab, "Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, ‘Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun. Kamu tidak lain hanyalah dalam kesesatan yang besar.’"
Penjelasan: Ini adalah jawaban jujur dari penghuni neraka: mereka mengakui bahwa peringatan telah datang, tetapi mereka menolaknya, bahkan menuduh para Rasul berada dalam "kesesatan besar." Ini menunjukkan sifat keangkuhan dan kesombongan yang membawa mereka pada kehancuran. Mereka tidak hanya mendustakan Rasul, tetapi juga menolak sumber wahyu itu sendiri, yaitu Allah SWT. Ayat ini adalah refleksi sebelum tidur: apakah kita hari ini telah menolak atau mendustakan kebenaran yang jelas? Al-Mulk berfungsi sebagai wahyu dan peringatan; membacanya berarti menerima kembali peringatan tersebut, menjauhkan diri dari sifat pendusta.
وَقَالُوْا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ اَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِيْٓ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِ
Terjemah: Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka Sa‘ir.”
Penjelasan: Puncak penyesalan adalah pengakuan bahwa kegagalan mereka bukan karena kurangnya kesempatan, melainkan karena kegagalan menggunakan indra dan akal yang telah Allah berikan. Kata 'nasmau' (mendengar) merujuk pada ketaatan; mendengar dengan hati. Kata 'na’qil' (memikirkan/menggunakan akal) merujuk pada perenungan yang mendalam. Mereka mengakui bahwa jika saja mereka menggunakan pendengaran untuk menerima kebenaran dan akal untuk merenungkan ciptaan Allah, mereka tidak akan berakhir di neraka. Saat berbaring untuk tidur, kita harus merenungkan, sudahkah kita menggunakan waktu hari ini untuk mendengarkan kebenaran (Al-Qur'an) dan menggunakannya untuk berpikir bijak? Al-Mulk menuntut perenungan yang aktif, bukan sekadar pembacaan pasif.
فَاعْتَرَفُوْا بِذَنْۢبِهِمْۚ فَسُحْقًا لِّاَصْحٰبِ السَّعِيْرِ
Terjemah: Maka mereka mengakui dosa-dosa mereka. Tetapi jauhlah (dari rahmat Allah) bagi penghuni neraka Sa‘ir itu.
Penjelasan: Setelah semua penyesalan, akhirnya mereka mengakui kesalahan (fa’tarafuu bi dzanbihim). Namun, pengakuan di akhirat sudah tidak berguna. Mereka diserukan untuk dijauhkan (fa suhqan) dari rahmat Allah. Ayat ini mengajarkan pentingnya pengakuan dosa dan taubat dilakukan di dunia, selagi masih ada waktu dan selagi pintu taubat masih terbuka. Surah Al-Mulk yang dibaca sebelum tidur adalah salah satu bentuk ikhtiar taubat, memohon perlindungan sebelum jiwa meninggalkan raga sementara waktu (tidur). Pengakuan yang tulus di malam hari adalah kunci ketenangan.
اِنَّ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌ
Terjemah: Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya, padahal mereka tidak melihat-Nya (dengan mata kepala), mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.
Penjelasan: Ayat ini menjadi penyeimbang yang indah setelah gambaran kengerian neraka. Allah memuji orang-orang yang takut kepada-Nya (yakhshauna Rabbahum) dalam keadaan gaib (bil ghaib)—yaitu, mereka beribadah dan menjauhi maksiat meskipun tidak ada yang melihat selain Allah. Ini adalah esensi iman sejati. Balasan bagi mereka adalah ampunan (maghfirah) dan pahala yang besar (ajrun kabiir). Membaca Surah Al-Mulk di keheningan malam mencerminkan rasa takut kepada Allah secara gaib. Amalan ini dilakukan tanpa pamer, semata-mata mengharap ampunan dan perlindungan-Nya saat tidur.
وَاَسِرُّوْا قَوْلَكُمْ اَوِ اجْهَرُوْا بِهٖٓ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
Terjemah: Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala isi hati.
Penjelasan: Ayat ini menegaskan sifat Allah sebagai Alimun Bidzatis Shuduur, Yang Maha Mengetahui segala rahasia di dalam dada, bahkan niat yang belum terucap. Baik kita berbisik-bisik, berbicara keras, atau bahkan hanya berniat dalam hati, semua diketahui oleh Allah. Ayat ini mengajarkan keikhlasan dalam beramal. Ketika kita membaca Al-Mulk sebelum tidur, kita melakukannya semata-mata karena mengharap ridha Allah, bukan pujian manusia. Kesadaran bahwa Allah mengawasi niat kita membuat pembacaan menjadi lebih khusyuk dan tulus.
اَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَۗ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ
Terjemah: Tidakkah Dia yang menciptakan itu mengetahui? Dan Dia Maha Halus, Maha Teliti.
Penjelasan: Ini adalah pertanyaan retorik yang menegaskan logisnya sifat ilmu Allah. Bagaimana mungkin Sang Pencipta tidak mengetahui ciptaan-Nya? Tentu saja Dia tahu segalanya. Penutup ayat, Al-Lathiiful Khobiir (Maha Halus, Maha Teliti), menunjukkan bahwa pengetahuan Allah tidak hanya bersifat luas, tetapi juga mendetail, mencapai aspek paling halus dan tersembunyi dari ciptaan. Di malam hari, keyakinan bahwa kita dijaga oleh entitas yang Maha Teliti memberikan kedamaian total, karena Dia mengetahui setiap ancaman kecil dan mampu melindunginya dengan kehalusan ilmu-Nya.
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ
Terjemah: Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Penjelasan: Ayat ini mengalihkan fokus dari langit ke bumi. Bumi diciptakan "mudah dijelajahi" (dzaluulan), artinya tunduk dan siap dimanfaatkan manusia untuk mencari nafkah (rezeki). Ini adalah perintah untuk bekerja dan berusaha (famsyuu fii manaakibihaa). Namun, ayat ini ditutup dengan pengingat penting: "Dan hanya kepada-Nya lah kamu dibangkitkan (ilaihin nusyuur)." Setelah sehari penuh mencari rezeki, membaca ayat ini sebelum tidur adalah pengakuan bahwa aktivitas duniawi hanyalah sementara, dan tujuan akhir kita adalah kebangkitan dan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat harus selalu terjaga.
ءَاَمِنْتُمْ مَّنْ فِي السَّمَاۤءِ اَنْ يَّخْسِفَ بِكُمُ الْاَرْضَ فَاِذَا هِيَ تَمُوْرُۙ
Terjemah: Sudah merasa amankah kamu dari (azab) Allah yang di langit jika Dia membenamkan bumi bersama kamu, sehingga tiba-tiba ia bergoncang?
Penjelasan: Ini adalah ancaman yang mengguncang hati. Apakah manusia merasa aman dari kekuasaan Allah (yang di atas langit) sehingga Dia bisa memerintahkan bumi membenamkan mereka (yakhsifa bikumul ardh)? Allah mengingatkan bahwa bumi yang kita pijak dan anggap stabil dapat tiba-tiba bergoncang dan menelan kita. Ayat ini menekankan bahwa keamanan sejati hanya datang dari Allah, bukan dari stabilitas fisik dunia. Membaca ini sebelum tidur menumbuhkan kewaspadaan spiritual dan meningkatkan kesadaran bahwa hidup dan mati sangat dekat, sehingga perlindungan spiritual dari Al-Mulk menjadi semakin mendesak.
اَمْ اَمِنْتُمْ مَّنْ فِي السَّمَاۤءِ اَنْ يُّرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًاۗ فَسَتَعْلَمُوْنَ كَيْفَ نَذِيْرِ
Terjemah: Atau sudah merasa amankah kamu terhadap Allah yang di langit jika Dia mengirimkan badai yang membawa batu kepadamu? Kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku!
Penjelasan: Ancaman kedua yang disampaikan adalah datangnya badai (hashiban) yang membawa batu, menghancurkan segala sesuatu. Badai ini adalah gambaran dari azab Allah yang dapat menimpa kapan saja, di mana saja. Ayat ini ditutup dengan kalimat tegas: "Kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku!" Peringatan ini ditujukan kepada orang-orang yang merasa sombong dan menolak petunjuk. Ketika kita memasuki malam, kita diingatkan bahwa kita sangat rentan terhadap kekuatan alam yang dikendalikan penuh oleh Allah. Kita mencari perlindungan-Nya melalui Surah Al-Mulk agar kita tidak termasuk yang mendustakan peringatan.
وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيْرِ
Terjemah: Dan sungguh, orang-orang yang sebelum mereka pun telah mendustakan (Rasul-rasul-Nya). Maka betapa hebatnya kemurkaan-Ku!
Penjelasan: Ayat ini memberikan contoh historis: umat-umat terdahulu juga mendustakan, dan akibatnya adalah kehancuran yang sangat hebat. Kata 'nakiir' (kemurkaan-Ku) menunjukkan pembalasan Allah yang sangat dahsyat dan tak terhindarkan. Kisah-kisah kaum Ad, Tsamud, dan lainnya adalah bukti nyata. Ini berfungsi sebagai pelajaran abadi bagi kita di malam hari. Tidur yang damai hanya bisa diraih jika kita belajar dari masa lalu dan memastikan kita tidak mengulangi kesalahan fatal, yaitu mendustakan wahyu dan peringatan Allah. Keutamaan Al-Mulk adalah menjaga kita dari kemurkaan yang serupa.
اَوَلَمْ يَرَوْا اِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صٰۤفّٰتٍ وَّيَقْبِضْنَۗ مَا يُمْسِكُهُنَّ اِلَّا الرَّحْمٰنُۗ اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيْرٌ
Terjemah: Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pengasih (Allah). Sungguh, Dia Maha Melihat segala sesuatu.
Penjelasan: Allah mengarahkan perhatian kita pada keajaiban sederhana: burung yang terbang. Kemampuan burung untuk melayang (shaaffaat) dan mengatupkan sayapnya (yaqbidhna) adalah bukti keagungan hukum alam yang diciptakan dan dipertahankan oleh Allah semata. Dialah Ar-Rahman, Yang Maha Pengasih, yang menahan mereka di udara. Jika Allah mampu mengatur mekanisme terbang yang begitu kompleks, tentu Dia mampu mengatur dan melindungi kehidupan dan kematian kita. Ayat ini memberikan ketenangan sebelum tidur. Kita menyerahkan diri kepada Al-Bashiir (Yang Maha Melihat) segala sesuatu, termasuk setiap gerakan dan kebutuhan kita saat kita terlelap.
اَمَّنْ هٰذَا الَّذِيْ هُوَ جُنْدٌ لَّكُمْ يَنْصُرُكُمْ مِّنْ دُوْنِ الرَّحْمٰنِۗ اِنِ الْكٰفِرُوْنَ اِلَّا فِيْ غُرُوْرٍ
Terjemah: Atau siapakah dia yang menjadi bala tentara bagimu yang dapat menolongmu selain (Allah) Yang Maha Pengasih? Orang-orang kafir itu hanyalah dalam tipuan.
Penjelasan: Ayat ini menantang manusia untuk menunjukkan siapa selain Allah yang dapat memberikan perlindungan sejati. Semua kekuatan manusia, militer, kekayaan, atau jabatan, tidak memiliki arti apa-apa tanpa izin Allah. Manusia yang bergantung pada hal-hal duniawi dan meninggalkan Allah berada dalam tipuan (ghuruur) yang menyesatkan. Intisari dari Surah Al-Mulk sebelum tidur adalah mengakui bahwa satu-satunya pertahanan sejati berasal dari Ar-Rahman. Tidak ada tentara di dunia yang dapat melindungi kita dari siksa kubur, kecuali amalan yang kita bawa, yang di dalamnya termasuk Al-Mulk.
اَمَّنْ هٰذَا الَّذِيْ يَرْزُقُكُمْ اِنْ اَمْسَكَ رِزْقَهٗۚ بَلْ لَّجُّوْا فِيْ عُتُوٍّ وَّنُفُوْرٍ
Terjemah: Atau siapakah dia yang dapat memberimu rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya? Bahkan, mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri (dari kebenaran).
Penjelasan: Rezeki adalah isu sentral dalam kehidupan manusia. Ayat ini mengajukan pertanyaan krusial: Jika Allah menahan rezeki-Nya, siapa yang dapat memberikannya? Jawabannya adalah tidak ada. Ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu, dari air yang kita minum hingga makanan yang kita santap, berasal dari sumber tunggal. Meskipun demikian, banyak manusia terus berkeras (lajjuu) dalam kesombongan (‘utuwwin) dan menjauh (nufuur). Sebelum tidur, kita harus bersyukur atas rezeki hari itu dan menyadari kerentanan kita tanpa anugerah Allah. Kepatuhan kepada Al-Mulk adalah bentuk syukur yang menjaga aliran rezeki spiritual dan material.
اَفَمَنْ يَّمْشِيْ مُكِبًّا عَلٰى وَجْهِهٖٓ اَهْدٰىٓ اَمَّنْ يَّمْشِيْ سَوِيًّا عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Terjemah: Maka apakah orang yang berjalan terjungkal dengan wajahnya lebih mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan tegak di atas jalan yang lurus?
Penjelasan: Ayat ini menggunakan perumpamaan yang sangat kuat. Orang yang berjalan tersungkur dengan wajahnya adalah gambaran orang kafir yang mengikuti hawa nafsu dan tidak melihat kebenaran; mereka tidak tahu ke mana arah tujuannya. Sebaliknya, orang yang berjalan tegak di atas jalan yang lurus (shirathim mustaqim) adalah Mukmin yang mendapat petunjuk. Tidur adalah penangguhan perjalanan hidup. Ketika kita mengakhiri hari dengan Surah Al-Mulk, kita memastikan bahwa kita mengakhiri hari dalam keadaan tegak di atas jalan yang lurus, tidak dalam keadaan tersungkur oleh dosa dan kebodohan. Al-Mulk adalah kompas yang menjaga arah kita.
قُلْ هُوَ الَّذِيْٓ اَنْشَاَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَۗ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ
Terjemah: Katakanlah, “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani bagi kamu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
Penjelasan: Ayat ini mengembalikan fokus pada karunia penciptaan. Allah tidak hanya menciptakan kita (ansya'akum), tetapi juga melengkapi kita dengan tiga alat utama untuk mengenal kebenaran: pendengaran (sam’a), penglihatan (abshaar), dan hati nurani (af’idah). Ketiga indra inilah yang harus digunakan untuk merenungkan kebenaran Surah Al-Mulk. Sayangnya, banyak manusia yang "sedikit sekali bersyukur" (qaliilan maa tasykuruun) atas karunia luar biasa ini. Pembacaan di malam hari adalah momen untuk menghitung nikmat dan memperbarui rasa syukur, memastikan kita tidak termasuk orang yang lalai bersyukur.
قُلْ هُوَ الَّذِيْ ذَرَاَكُمْ فِى الْاَرْضِ وَاِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
Terjemah: Katakanlah, “Dialah yang menjadikan kamu berkembang biak di bumi, dan hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan.”
Penjelasan: Allah adalah yang menyebar luaskan manusia di bumi (dzara’akum), memungkinkan populasi dan peradaban. Namun, tujuan akhir dari penyebaran ini adalah pengumpulan (tuhsyaruun) kembali kepada-Nya di Hari Kiamat. Ayat ini menegaskan kembali konsep nusyuur (kebangkitan) dari Ayat 15. Ketersebaran kita di bumi hanyalah sementara. Saat kita tidur, kita diingatkan tentang kesatuan takdir kita—semua akan kembali berkumpul di hadapan Sang Penguasa. Ini memperkuat motivasi untuk mencari perlindungan abadi yang ditawarkan Surah Al-Mulk, karena kumpul di akhirat adalah hal yang pasti.
وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Terjemah: Dan mereka bertanya, “Kapankah (datangnya) ancaman itu, jika kamu orang-orang yang benar?”
Penjelasan: Ini adalah pertanyaan sinis yang sering dilontarkan oleh orang-orang kafir atau skeptis yang meragukan Hari Kiamat. Mereka menantang para Rasul untuk menunjukkan bukti fisik dan waktu pasti datangnya ancaman (wa’du). Pertanyaan ini mencerminkan mentalitas yang hanya percaya pada apa yang bisa diukur waktu dan ruangnya. Surah Al-Mulk membantah mentalitas ini dengan menekankan bahwa Allah adalah Penguasa Waktu. Sebelum tidur, kita merenungkan bahwa hari akhir dan kematian (siksa kubur) bisa datang kapan saja, tanpa peringatan waktu. Kita harus selalu siap.
قُلْ اِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاِنَّمَآ اَنَا۠ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ
Terjemah: Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya ilmu (tentang hari Kiamat) hanya di sisi Allah. Dan aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.”
Penjelasan: Jawaban terhadap tantangan di ayat sebelumnya. Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan untuk menyatakan bahwa pengetahuan tentang waktu pasti Hari Kiamat adalah mutlak milik Allah (innamaal ‘ilmu ‘indallaah). Peran Nabi hanyalah sebagai nadziirum mubiin (pemberi peringatan yang jelas). Ayat ini mengajarkan bahwa fokus Mukmin seharusnya bukan pada mencari tahu kapan kiamat, tetapi pada persiapan. Surah Al-Mulk adalah salah satu bentuk persiapan paling efektif. Malam hari adalah waktu untuk menjernihkan prioritas: fokus pada amal, bukan pada keraguan tentang waktu.
فَلَمَّا رَاَوْهُ زُلْفَةً سِيْۤـَٔتْ وُجُوْهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَقِيْلَ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تَدَّعُوْنَ
Terjemah: Ketika mereka melihat (azab) itu sudah dekat, wajah orang-orang kafir itu menjadi muram. Dan dikatakan (kepada mereka), “Inilah (azab) yang dahulunya selalu kamu minta.”
Penjelasan: Ayat ini menggambarkan momen ketika orang-orang kafir akhirnya menyaksikan azab yang mereka ragukan (zulfa - dekat). Wajah mereka menjadi muram (sii-at wujuh) karena ketakutan dan penyesalan. Mereka diejek dengan pernyataan bahwa azab inilah yang dahulu mereka minta atau tantang. Ini adalah pengingat keras bahwa penyesalan di akhirat tidak berguna. Kontras dengan wajah orang-orang beriman yang bercahaya di Hari Kiamat. Membaca Al-Mulk adalah upaya untuk memastikan wajah kita tidak muram pada hari itu, melainkan mendapat pancaran syafa’at yang dijanjikan.
قُلْ اَرَاَيْتُمْ اِنْ اَهْلَكَنِيَ اللّٰهُ وَمَنْ مَّعِيَ اَوْ رَحِمَنَاۙ فَمَنْ يُّجِيْرُ الْكٰفِرِيْنَ مِنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ
Terjemah: Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku jika Allah mematikan aku dan orang-orang yang bersamaku atau memberi rahmat kepada kami, maka siapakah yang dapat melindungi orang-orang kafir dari azab yang pedih?”
Penjelasan: Ini adalah tantangan untuk orang-orang kafir yang berharap Nabi dan pengikutnya binasa. Nabi diperintahkan untuk bertanya: Jika pun Allah mencabut nyawanya (sebuah kepastian bagi semua makhluk), atau jika Allah memberinya rahmat, itu adalah urusan Allah. Namun, siapakah yang akan melindungi orang kafir dari azab yang pedih? Tidak ada. Ayat ini menguatkan keyakinan Mukmin bahwa hanya Rahmat Allah yang menjadi penentu keselamatan. Fungsi Surah Al-Mulk adalah memohon Rahmat dan perlindungan tersebut, mengakui bahwa tanpa-Nya, kita semua rentan terhadap azab.
قُلْ هُوَ الرَّحْمٰنُ اٰمَنَّا بِهٖ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَاۚ فَسَتَعْلَمُوْنَ مَنْ هُوَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Terjemah: Katakanlah, “Dialah Yang Maha Pengasih (Ar-Rahman), kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya kami bertawakal. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang berada dalam kesesatan yang nyata.”
Penjelasan: Ayat ini adalah pernyataan tauhid dan tawakal yang kuat. Umat Mukmin menyatakan iman (aamannaa bih) dan tawakal (‘alaihi tawakkalnaa) hanya kepada Ar-Rahman. Tawakal adalah penyerahan diri total setelah berusaha. Ayat ini ditutup dengan janji bahwa kebenaran akan terungkap (siapa yang sesat dan siapa yang mendapat petunjuk). Sebelum tidur, tawakal adalah kunci utama. Kita menyerahkan jiwa dan raga kita kepada Allah, mempercayai perlindungan-Nya melalui Surah Al-Mulk. Ini adalah penutup yang sempurna untuk hari yang penuh perjuangan.
قُلْ اَرَاَيْتُمْ اِنْ اَصْبَحَ مَاۤؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَّأْتِيْكُمْ بِمَاۤءٍ مَّعِيْنٍ
Terjemah: Katakanlah, “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapakah yang akan memberimu air yang mengalir?”
Penjelasan: Surah Al-Mulk ditutup dengan pertanyaan retorik yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup paling mendasar: air. Jika sumber air (maa’ukum) tiba-tiba meresap ke dalam tanah (ghauran), siapa yang bisa mengembalikannya sebagai air yang mengalir (maa’in ma’iin)? Jawabannya, sekali lagi, adalah tidak ada. Air adalah simbol kehidupan dunia, sedangkan iman adalah air kehidupan spiritual. Ayat ini mengingatkan kita akan kerapuhan eksistensi kita dan totalitas ketergantungan kita kepada Allah, bahkan untuk kebutuhan fisik. Ketika kita membaca surah ini, kita memohon agar sumber kehidupan spiritual kita tidak kering, dan agar kita selalu diberi perlindungan dan petunjuk oleh Sang Pemberi Air Kehidupan.
Meskipun Surah Al-Mulk tergolong Makkiyah (diturunkan sebelum hijrah ke Madinah), konteks penurunannya memberikan wawasan tentang tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad ﷺ. Surah-surah Makkiyah berfokus pada penegasan tauhid (keesaan Allah), hari kebangkitan, dan keadilan Ilahi—tema-tema yang mendominasi Al-Mulk.
Pada masa awal Islam di Mekah, kaum Quraisy seringkali meremehkan Nabi dan menantang bukti-bukti kekuasaan Allah. Ayat-ayat dalam Al-Mulk, yang penuh dengan deskripsi langit, penciptaan, dan ancaman azab, berfungsi sebagai jawaban langsung terhadap keraguan dan keangkuhan mereka. Surah ini secara efektif membangun argumentasi logis tentang kekuasaan mutlak Allah (Al-Mulk) dan menegaskan bahwa hidup adalah sebuah ujian.
Keutamaan Surah Al-Mulk sebagai pelindung dari siksa kubur ditekankan oleh Nabi ﷺ pada masa-masa berikutnya. Riwayat dari Abdullah bin Mas’ud menyebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Surah Tabarak adalah penghalang dari azab kubur.” Riwayat lain dari Anas bin Malik menyebutkan bahwa Nabi ﷺ tidak tidur sampai beliau membaca Surah As-Sajdah dan Surah Al-Mulk.
Pentingnya Surah Al-Mulk pada malam hari dapat dilihat dari sudut pandang psikologis dan spiritual. Malam adalah waktu di mana pertahanan diri melemah dan potensi gangguan eksternal (setan, mimpi buruk, kegelisahan) meningkat. Dengan membaca surah yang menegaskan kekuasaan Allah dan janji perlindungan, seorang Mukmin memposisikan dirinya di bawah penjagaan Ilahi secara sadar.
Cahaya Perlindungan di Alam Barzakh
Pemilihan waktu malam hari, khususnya menjelang tidur, memiliki hikmah yang mendalam. Tidur adalah fase di mana ruh manusia seolah-olah ‘diambil’ sementara, mirip dengan kematian. Dalam hadis, tidur disebut sebagai ‘saudara kembar’ kematian. Dengan mengamalkan Surah Al-Mulk sebelum tidur, kita secara aktif mencari perlindungan dari siksa yang akan dihadapi setelah ‘kematian sesungguhnya’ (siksa kubur).
Siksa kubur adalah realitas yang dipercayai oleh umat Islam, dimulai segera setelah seseorang dikuburkan. Menurut riwayat, Surah Al-Mulk datang sebagai pembela. Ia akan berdiri di sisi kepala mayat. Jika siksa datang dari arah kepala, Surah Al-Mulk berkata, "Tidak ada jalan bagimu dari arahku, karena dia dahulu membaca aku." Jika siksa datang dari kaki, Surah Al-Mulk akan membela. Perlindungan ini bersifat menyeluruh, mencakup seluruh aspek kubur.
Konsistensi dalam membaca Surah Al-Mulk menunjukkan bahwa amalan tersebut telah menyerap dan menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Ini menunjukkan komitmen seumur hidup terhadap pengakuan akan kekuasaan Allah (Al-Mulk) dan kesadaran akan hari akhir. Perlindungan yang diberikan oleh surah ini adalah hadiah atas pengabdian dan perenungan yang dilakukan secara rutin.
Membaca Al-Mulk tidak cukup hanya dengan menyelesaikannya. Ada adab yang harus diperhatikan agar manfaatnya maksimal:
Selain manfaat spiritual yang jelas, membaca Al-Mulk juga memberikan dampak positif yang besar terhadap kesehatan mental dan kualitas tidur seseorang.
Ketika seseorang merenungkan ayat-ayat tentang kekuasaan Allah, jiwanya akan merasa damai. Rasa cemas dan ketakutan duniawi—masalah pekerjaan, keuangan, hubungan—akan terasa kecil di hadapan keagungan Sang Pencipta. Ayat-ayat yang membahas Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan ampunan memberikan harapan, meredakan stres yang menumpuk sepanjang hari. Proses penyerahan diri (tawakal) yang diakhiri oleh ayat 29 (“kepada-Nya kami bertawakal”) memungkinkan pikiran untuk benar-benar beristirahat.
Sangat kontras dengan kondisi orang yang tidur dalam keadaan penuh kegelisahan dan ketidakpercayaan, Mukmin yang mengamalkan Al-Mulk tidur dengan keyakinan bahwa ia telah menempatkan dirinya di bawah pengawasan dan perlindungan entitas yang Maha Kuat dan Maha Penyayang. Tidur yang dihasilkan bukan hanya istirahat fisik, melainkan istirahat spiritual, yang lebih dekat pada definisi nawm (tidur) yang sehat menurut pandangan Islam.
Surah Al-Mulk bukan sekadar bacaan wajib malam hari. Ia adalah pengingat harian akan kekuasaan Allah yang tak terbatas, dan janji yang telah diberikan kepada hamba-Nya yang setia. Mengamalkan surah ini sebelum tidur adalah investasi jangka panjang yang hasilnya akan dipanen di alam kubur, tempat di mana tidak ada lagi yang bisa menolong kita kecuali amal perbuatan kita sendiri.
Maka, jadikanlah 30 ayat ini sebagai sahabat setia di setiap malam. Biarkan makna mendalamnya meresap ke dalam hati, mengubah tidur kita dari sekadar istirahat biologis menjadi zikir yang berkelanjutan, sebuah perisai kuat yang melindungi kita dari ketidakpastian dunia dan kengerian alam barzakh, hingga kita dibangkitkan kembali di hadapan Al-Malik (Sang Raja Sejati).