Gema Sholawat di Jantung Nahdlatul Ulama

صَلَوَات Ilustrasi simbol Nahdlatul Ulama dengan lafadz sholawat di tengahnya, merepresentasikan tradisi sholawat yang kental.

Di tengah riuh rendah kehidupan, ada sebuah melodi spiritual yang senantiasa menyejukkan hati dan jiwa, sebuah gema cinta yang tak pernah padam kepada Sang Kekasih Agung, Nabi Muhammad SAW. Melodi itu adalah sholawat. Bagi jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU), sholawat bukan sekadar rangkaian kata pujian, melainkan denyut nadi spiritualitas, pilar kebudayaan, dan sarana dakwah yang merangkul segenap lapisan masyarakat. Tradisi bersholawat telah mendarah daging, menjadi identitas yang melekat erat dalam setiap helaan napas warga nahdliyin.

Dari majelis-majelis kecil di surau pedesaan hingga perkumpulan akbar yang dihadiri jutaan jamaah, lantunan sholawat menjadi perekat ukhuwah (persaudaraan) dan penanda mahabbah (cinta) kepada Rasulullah. Para kiai dan ulama NU secara turun-temurun mengajarkan, mengijazahkan, dan mempopulerkan berbagai macam sholawat, masing-masing dengan keutamaan, sejarah, dan kedalaman makna yang luar biasa. Sholawat menjadi jembatan yang menghubungkan hati umat dengan Nabinya, sarana untuk memohon syafaat, serta media untuk meneladani akhlak mulia beliau. Artikel ini akan mengajak kita menyelami samudra sholawat yang hidup dan berkembang di lingkungan Nahdlatul Ulama, menggali mutiara makna di baliknya, dan memahami mengapa tradisi ini begitu kokoh dan lestari.

Sholawat Badar: Himne Perjuangan dan Harapan

Jika ada satu sholawat yang dapat dianggap sebagai "lagu kebangsaan" tidak resmi bagi warga nahdliyin, maka Sholawat Badar adalah jawabannya. Gema lantunannya sering terdengar dalam berbagai acara NU, mulai dari pengajian, peringatan hari besar Islam, hingga acara-acara keorganisasian. Sholawat ini digubah oleh seorang ulama Nusantara yang alim dan kharismatik, KH. Ali Manshur dari Banyuwangi, yang merupakan cucu dari pendiri Pondok Pesantren Darussalam, Labuhan Haji, Lombok Timur.

Kisah di balik lahirnya Sholawat Badar sangat menyentuh dan penuh dengan nuansa spiritual. Diceritakan bahwa Kiai Ali Manshur menggubah sholawat ini dalam keadaan prihatin melihat situasi politik dan sosial yang bergejolak. Dalam kegelisahannya, beliau bermimpi didatangi oleh para ahli Badar, para sahabat Nabi yang gagah berani dalam pertempuran yang menentukan nasib Islam. Pengalaman spiritual inilah yang menginspirasinya untuk menyusun untaian syair indah yang memuat tawasul (permohonan melalui perantara) kepada para pejuang Badar. Tujuannya adalah untuk memohon pertolongan Allah SWT agar bangsa Indonesia diselamatkan dari marabahaya dan perpecahan, sebagaimana Allah telah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin dalam Perang Badar.

صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ

Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Thaaha Rasuulillaah
Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Yaa Siin Habiibillaah

Rahmat dan keselamatan dari Allah, semoga tetap tercurah atas Thaha (gelar Nabi Muhammad), utusan Allah.
Rahmat dan keselamatan dari Allah, semoga tetap tercurah atas Yasin (gelar Nabi Muhammad), kekasih Allah.

تَوَسَّلْنَا بِـبِـسْـمِ اللهِ وَبِالْـهَادِى رَسُـوْلِ اللهِ
وَ كُــلِّ مُجَـا هِـدٍ لِلّهِ بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Tawassalnaa Bibismillaah Wabil Haadi Rasuulillaah
Wa Kulli Mujaahidin Lillaah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

Kami bertawasul dengan nama Allah, dan dengan petunjuk dari Rasulullah.
Dan dengan setiap pejuang di jalan Allah, karena berkah para pahlawan Perang Badar, ya Allah.

إِلهِـى سَـلِّـمِ اْلأ ُمـَّة مِـنَ اْلآ فـَاتِ وَالنِّـقْـمَةَ
وَمِنْ هَـمٍّ وَمِنْ غُـمَّـةٍ بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Ilaahi Sallimil Ummah Minal Aafaati Wanniqmah
Wa Min Hammin Wa Min Ghummah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

Ya Tuhanku, selamatkanlah umat dari bencana dan siksa.
Dan dari kesusahan dan kedukaan, karena berkah para pahlawan Perang Badar, ya Allah.

Makna dan Fadhilah Sholawat Badar

Sholawat Badar mengandung makna yang sangat dalam. Bait pertamanya adalah pujian dan salam kepada Nabi Muhammad SAW dengan gelar beliau, Thaha dan Yasin. Ini adalah fondasi dari setiap sholawat, yaitu pengagungan kepada Sang Nabi. Bait selanjutnya adalah esensi dari sholawat ini: tawasul. Konsep tawasul, yaitu menjadikan amal saleh atau pribadi-pribadi mulia sebagai perantara dalam berdoa, adalah salah satu ciri khas akidah Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) yang dipegang teguh oleh NU. Dalam sholawat ini, kita bertawasul dengan Asma Allah, dengan petunjuk Rasulullah, dan secara spesifik dengan kemuliaan para ahli Badar.

Pemilihan ahli Badar bukanlah tanpa alasan. Perang Badar adalah simbol kemenangan kaum minoritas yang beriman teguh atas kaum mayoritas yang zalim, berkat pertolongan langsung dari Allah. Dengan menyebut mereka, tersirat sebuah harapan dan doa agar Allah memberikan pertolongan serupa di masa kini. Doa yang dipanjatkan pun sangat relevan: memohon keselamatan umat dari segala bencana, malapetaka, kesusahan, dan kedukaan. Ini menjadikan Sholawat Badar bukan hanya pujian, tetapi juga doa kolektif untuk keselamatan bangsa dan umat. Fadhilah atau keutamaannya diyakini sangat besar, terutama untuk menolak bala, mengatasi kesulitan, dan memohon pertolongan Allah dalam situasi genting.

Sholawat Nariyah (Tafrijiyah): Kunci Pembuka Kesulitan

Sholawat Nariyah, yang juga dikenal dengan nama Sholawat Tafrijiyah Al-Qurthubiyah, adalah salah satu sholawat yang sangat populer dan sering diamalkan oleh warga nahdliyin. Nama "Nariyah" (yang berarti api) disematkan karena diyakini bahwa jika sholawat ini dibaca secara rutin dalam jumlah tertentu (misalnya 4444 kali) dengan niat yang tulus untuk memohon hajat, maka hajat tersebut akan terkabul secepat api menyambar. Sementara nama "Tafrijiyah" (yang berarti kelegaan) merujuk pada fadhilahnya sebagai pembuka segala kesulitan dan kesempitan.

Sholawat ini diyakini disusun oleh Syekh Ahmad At-Tazi Al-Maghribi, seorang waliyullah dari Maroko. Namun, yang mempopulerkannya secara luas adalah Imam Al-Qurthubi. Para ulama NU sering memberikan ijazah (izin untuk mengamalkan) sholawat ini kepada para santri dan jamaahnya, disertai dengan anjuran untuk membacanya secara istiqomah (konsisten), baik untuk hajat pribadi maupun hajat bersama, seperti keselamatan desa atau bangsa.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلىٰ اٰلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

Allaahumma sholli sholaatan kaamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa sayyidinaa Muhammadinil ladzii tanhallu bihil ‘uqodu wa tanfariju bihil kurabu wa tuqdlaa bihil hawaa-iju wa tunaalu bihir raghaa-ibu wa husnul khawaatimi wa yustasqal ghamaamu bi wajhihil kariimi wa ‘alaa aalihii wa shahbihii fii kulli lamhatin wa nafasin bi ‘adadi kulli ma’luumin laka.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan berkahnya semua kesulitan dapat terurai, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, semua keinginan dan hamba yang baik dapat diraih, dan berkat wajahnya yang mulia, hujanpun akan turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan embusan napas, sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu.

Kandungan Agung dalam Sholawat Nariyah

Sholawat Nariyah adalah sebuah doa yang sangat komprehensif yang dibingkai dalam bentuk pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Kalimat-kalimatnya mengandung pengakuan atas kedudukan luhur Rasulullah di sisi Allah. Mari kita bedah maknanya:

Sholawat ini diakhiri dengan permohonan agar rahmat dan salam senantiasa tercurah kepada keluarga dan sahabat Nabi di setiap detik dan napas, sebanyak bilangan ilmu Allah yang tak terbatas. Ini menunjukkan cinta yang total dan tak berkesudahan. Meskipun ada sebagian kecil kelompok yang mempermasalahkan redaksinya, bagi mayoritas ulama Aswaja, termasuk para kiai NU, sholawat ini memiliki landasan teologis yang kuat dalam konsep tawasul dan pengagungan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Sholawat Asyghil: Doa Politik untuk Keadilan

Sholawat Asyghil memiliki keunikan tersendiri. Selain berisi pujian kepada Nabi, sholawat ini juga mengandung doa yang bernuansa "politik" atau sosial. Secara harfiah, "Asyghil" berarti "sibukkanlah". Doa di dalamnya memohon kepada Allah agar orang-orang yang zalim disibukkan dengan sesama mereka, sehingga tidak lagi mengganggu atau menindas orang-orang yang baik.

Sholawat ini sering dinisbatkan kepada Imam Ja'far ash-Shadiq, seorang ulama besar dari kalangan ahlul bait (keluarga Nabi). Konon, beliau menggubah doa ini di tengah-tengah tekanan dan fitnah yang dilancarkan oleh penguasa zalim pada masanya. Di lingkungan NU, sholawat ini kembali populer, terutama ketika kondisi sosial politik dirasa tidak menentu. Para kiai sering menganjurkan pembacaan sholawat ini sebagai ikhtiar batin untuk memohon perlindungan Allah dari kezaliman para penguasa atau kelompok-kelompok yang berbuat kerusakan. Ini adalah bentuk perlawanan spiritual, sebuah doa yang elegan tanpa harus menggunakan kekerasan.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ
وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِيْنَ
وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Allahumma Shalli ‘Alaa Sayyidinaa Muhammadin, Wa Asyghilidz Dzaalimiina Bidz Dzaalimiin
Wa Akhrijnaa Min Bainihim Saalimiin
Wa ‘Alaa Aalihii Wa Shahbihii Ajma’iin

Ya Allah, berikanlah shalawat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan sibukkanlah orang-orang zalim dengan orang-orang zalim (lainnya).
Dan keluarkanlah kami dari antara mereka dalam keadaan selamat.
Dan (limpahkanlah shalawat) atas seluruh keluarga dan para sahabatnya.

Relevansi Sholawat Asyghil di Masa Kini

Makna Sholawat Asyghil sangat relevan sepanjang zaman. Doa "sibukkanlah orang-orang zalim dengan orang-orang zalim" adalah sebuah permohonan cerdas. Ia tidak mendoakan kehancuran total, melainkan memohon agar energi kejahatan mereka teralihkan untuk saling berkonflik satu sama lain. Dengan demikian, orang-orang baik yang menjadi korban kezaliman mereka dapat terhindar dari gangguan dan bisa hidup dengan tenang.

"Dan keluarkanlah kami dari antara mereka dalam keadaan selamat."

Penggalan doa ini adalah puncak permohonan. Setelah meminta agar kaum zalim sibuk sendiri, kita memohon agar diselamatkan dari lingkaran kezaliman tersebut, baik secara fisik maupun dari pengaruh buruk mereka. Ini adalah doa untuk keselamatan iman, jiwa, dan raga. Sholawat Asyghil mengajarkan bahwa menghadapi kezaliman tidak selalu harus dengan konfrontasi fisik. Ada kekuatan dahsyat dalam doa dan penyerahan diri kepada Allah, Sang Maha Pelindung. Bagi NU, sholawat ini menjadi cerminan sikap politiknya yang moderat (tawasuth) dan damai, yaitu mengedepankan jalur spiritual untuk mencapai kebaikan bersama.

Sholawat Tibbil Qulub: Penawar Hati dan Penyembuh Jasmani

Di tengah dunia yang penuh dengan penyakit fisik dan mental, Sholawat Tibbil Qulub hadir sebagai resep spiritual. "Tibbil Qulub" berarti "obat/penyembuh hati". Sholawat ini secara spesifik memohon agar Rasulullah SAW menjadi wasilah (perantara) bagi kesembuhan hati, kesehatan badan, dan cahaya bagi penglihatan.

Sholawat ini sangat populer di kalangan santri dan jamaah NU, sering dibaca dalam wirid-wirid harian, terutama ketika ada yang sedang sakit atau mengalami kegelisahan batin. Para kiai mengajarkan bahwa membaca sholawat ini dengan penuh keyakinan dan penghayatan dapat menjadi ikhtiar batin yang melengkapi ikhtiar medis. Ia tidak hanya ditujukan untuk penyakit fisik, tetapi juga untuk penyakit-penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, dan kegalauan.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا، وَعَافِيَةِ الْأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا، وَنُوْرِ الْأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Allahumma sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin thibbil quluubi wa dawaa-ihaa, wa ‘aafiyatil abdaani wa syifaa-ihaa, wa nuuril abshaari wa dliyaa-ihaa, wa ‘alaa aalihii wa shahbihii wa sallim.

Ya Allah, berikanlah rahmat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, sang penyembuh hati dan obatnya, pemberi kesehatan badan dan kesembuhannya, cahaya mata hati dan sinarnya, dan semoga rahmat tercurah atas keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Tiga Dimensi Penyembuhan dalam Sholawat Tibbil Qulub

Sholawat ini merangkum tiga aspek penting dalam kesehatan manusia yang holistik:

  1. Thibbil Qulub wa Dawa-iha (Penyembuh Hati dan Obatnya): Ini adalah dimensi kesehatan rohani atau mental. Hati adalah raja bagi seluruh anggota tubuh. Jika hati sehat, maka seluruh perilaku akan baik. Hati yang sakit akan melahirkan kegelisahan, kebencian, dan akhlak tercela. Sholawat ini adalah permohonan agar Allah, melalui kemuliaan Nabi Muhammad, membersihkan dan menyembuhkan hati kita dari segala penyakitnya.
  2. 'Aafiyatil Abdan wa Syifa-iha (Kesehatan Badan dan Kesembuhannya): Ini adalah dimensi kesehatan fisik. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kesehatan dan berobat ketika sakit. Sholawat ini adalah doa pelengkap ikhtiar medis. Dengan membacanya, kita memohon agar Allah menjadikan obat yang kita konsumsi manjur dan mengangkat penyakit dari tubuh kita berkat syafaat Rasulullah.
  3. Nuril Abshar wa Dliya-iha (Cahaya Penglihatan dan Sinarnya): Ini memiliki dua makna, yaitu makna lahiriah dan batiniah. Secara lahiriah, ini adalah doa untuk kesehatan mata. Namun, secara batiniah yang lebih dalam, ini adalah doa untuk "bashirah" atau mata hati. Kita memohon agar pandangan kita diterangi oleh cahaya petunjuk, sehingga mampu membedakan mana yang hak dan yang batil, serta melihat segala sesuatu dengan kacamata hikmah.

Dengan mengamalkan Sholawat Tibbil Qulub, seorang nahdliyin diajarkan untuk memiliki pandangan yang seimbang antara kesehatan fisik dan spiritual, serta antara ikhtiar duniawi dan tawakal ilahi.

Budaya Sholawat dalam Kehidupan Nahdliyin

Lebih dari sekadar amalan individu, sholawat telah menjelma menjadi sebuah budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan sosial masyarakat NU. Budaya ini termanifestasi dalam berbagai bentuk kegiatan yang tidak pernah sepi dari lantunan pujian kepada Nabi.

Majelis Sholawat dan Rutinan

Di berbagai daerah, menjamur majelis-majelis sholawat yang dipimpin oleh para habaib dan kiai. Majelis seperti "Majelis Rasulullah", "Syekhermania", "Mafia Sholawat", dan banyak lagi, mampu menarik puluhan ribu hingga jutaan jamaah, terutama dari kalangan anak muda. Fenomena ini menunjukkan bahwa sholawat memiliki daya tarik yang luar biasa, mampu menjadi sarana dakwah yang efektif dan damai di era modern. Selain majelis besar, ada pula "rutinan" sholawat di tingkat desa, mushala, atau bahkan dari rumah ke rumah. Kegiatan ini menjadi ajang silaturahmi, memperkuat ikatan sosial, sekaligus mencharge energi spiritual secara kolektif.

Perayaan Maulid Nabi

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah puncak dari ekspresi cinta kepada Rasulullah. Bagi warga NU, Maulid adalah sebuah festival spiritual yang dirayakan dengan sangat meriah. Berbagai kitab maulid seperti Al-Barzanji, Simtud Durar, Ad-Diba'i, dan Adh-Dhiyaul Lami' dibaca dengan irama yang khas dan penuh khidmat. Tradisi "grebeg maulid" atau arak-arakan hasil bumi yang dihias indah menjadi simbol rasa syukur atas kelahiran Sang Nabi Pembawa Rahmat. Dalam semua perayaan ini, sholawat adalah menu utamanya.

Sholawat sebagai Pembuka dan Penutup Acara

Sudah menjadi sebuah kelaziman dalam tradisi NU bahwa setiap acara, baik acara keagamaan, kemasyarakatan, maupun keorganisasian, selalu dibuka dan ditutup dengan pembacaan sholawat. Praktik ini, yang dikenal dengan sebutan "mahallul qiyam" (berdiri saat membaca bagian tertentu dari maulid yang mengisahkan kelahiran Nabi), adalah bentuk penghormatan dan tabarrukan (mencari berkah). Ini menandakan bahwa segala aktivitas yang dilakukan diniatkan untuk mendapat ridha Allah dan syafaat Rasulullah.

Yalal Wathon: Mars Patriotik Bernapaskan Keislaman

Meskipun secara teknis bukan sholawat dalam pengertian murni, "Yalal Wathon" atau "Syubbanul Wathon" (Pemuda Tanah Air) adalah sebuah mars yang jiwanya sangat dekat dengan semangat sholawat dan tidak bisa dipisahkan dari tradisi NU. Lagu ini diciptakan oleh salah satu pendiri NU, KH. Abdul Wahab Chasbullah. Liriknya yang berbahasa Arab namun mudah dihafal ini penuh dengan semangat cinta tanah air (hubbul wathon).

يَا لَلْوَطَنْ يَا لَلْوَطَنْ يَا لَلْوَطَنْ
حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ الْإِيْمَانْ
وَلَا تَكُنْ مِنَ الْحِرْمَانْ
اِنْهَضُوْا أَهْلَ الْوَطَنْ
اِنْدُونَيْسيَا بِيْلَادِيْ
أَنْتَ عُنْوَانُ الْفَخَامَا
كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْمَا
طَامِحًا يَلْقَ حِمَامَا

Yaa Lal Wathon Yaa Lal Wathon Yaa Lal Wathon
Hubbul Wathon minal Iimaan
Walaa Takun minal Hirmaan
Inhadluu Ahlal Wathon
Indonesia Bilaadii
Anta ‘Unwaanul Fakhoomaa
Kullu Man Ya’tiika Yaumaa
Thoomihan Yalqo Himaamaa

Wahai Tanah Air, Wahai Tanah Air, Wahai Tanah Air
Cinta tanah air adalah bagian dari iman
Jangan sampai menjadi orang yang terhalang (dari berjuang)
Bangkitlah wahai putra-putri pertiwi
Indonesia negaraku
Engkau adalah lambang kemegahan
Siapapun yang datang mengancammu
Penuh ambisi, akan menemui kehancuran

Yalal Wathon sering dilantunkan dengan penuh semangat dalam acara-acara NU, seringkali setelah melantunkan sholawat. Ini menunjukkan perpaduan yang harmonis antara semangat keagamaan dan semangat kebangsaan dalam diri warga nahdliyin. Slogan "Hubbul Wathon minal Iman" (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman) menjadi doktrin yang menegaskan bahwa menjadi seorang muslim yang baik berarti juga menjadi seorang warga negara yang baik. Kehadiran mars ini dalam majelis-majelis sholawat menegaskan bahwa spiritualitas Islam dalam pandangan NU tidak terpisah dari realitas sosial dan kecintaan pada bumi pertiwi.

Kesimpulan: Sholawat sebagai Jantung Spiritualitas dan Perekat Umat

Tradisi sholawat di lingkungan Nahdlatul Ulama adalah sebuah fenomena spiritual dan budaya yang kaya dan multifungsi. Ia adalah ekspresi cinta yang paling murni kepada Nabi Muhammad SAW, sebuah jembatan doa untuk memohon pertolongan dan syafaat. Lebih dari itu, sholawat berfungsi sebagai sarana pendidikan akhlak, media dakwah yang damai, dan instrumen untuk memperkuat ikatan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) serta persatuan bangsa (ukhuwah wathaniyah).

Dari Sholawat Badar yang membangkitkan spirit perjuangan, Sholawat Nariyah yang menjadi kunci pembuka kesulitan, Sholawat Asyghil yang merupakan doa melawan kezaliman, hingga Sholawat Tibbil Qulub yang menjadi resep penyembuh jiwa dan raga, semuanya menunjukkan betapa luasnya samudra makna dan fadhilah dalam tradisi ini. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, gema sholawat yang terus dilantunkan oleh jutaan warga nahdliyin menjadi sumber ketenangan, kekuatan, dan optimisme. Ia adalah denyut jantung spiritualitas yang menjaga Islam di Nusantara tetap menjadi rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam.

🏠 Kembali ke Homepage