Mengupas Sholawat Mudhoriyah

Kaligrafi Sholawat Simbol kaligrafi Arab Sallallahu 'alayhi wa sallam sebagai representasi sholawat kepada Nabi Muhammad.

Pendahuluan: Cahaya Pujian untuk Sang Nabi

Dalam khazanah spiritual Islam, sholawat menempati posisi yang amat istimewa. Ia bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah jembatan hati yang menghubungkan seorang hamba dengan junjungannya, Nabi Muhammad SAW. Sholawat adalah wujud cinta, penghormatan, dan kerinduan kepada sosok yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Di antara jutaan untaian sholawat yang telah digubah oleh para ulama dan auliya, terdapat satu mahakarya sastra dan spiritual yang dikenal dengan nama Sholawat Mudhoriyah.

Sholawat Mudhoriyah adalah gubahan agung dari seorang penyair sufi legendaris, Imam Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Sa'id Al-Bushiri. Beliau adalah sosok yang sama yang melahirkan Qasidah Burdah yang masyhur ke seluruh penjuru dunia. Seperti halnya Burdah, Sholawat Mudhoriyah juga lahir dari lautan cinta yang mendalam kepada Rasulullah SAW. Setiap baitnya adalah tetesan embun kerinduan, setiap katanya adalah permata pujian yang disusun dengan keindahan bahasa Arab tingkat tinggi.

Nama "Mudhoriyah" sendiri memiliki makna historis yang mendalam, merujuk kepada kabilah Mudhar, salah satu nenek moyang Rasulullah SAW yang terhormat. Dengan penamaan ini, Imam Al-Bushiri seakan ingin menegaskan kemurnian nasab dan keluhuran silsilah Sang Nabi. Artikel ini akan mengajak kita untuk menyelami samudra makna Sholawat Mudhoriyah, mulai dari teks aslinya, terjemahan, hingga keutamaan dan rahasia spiritual yang terkandung di dalamnya.

Mengenal Sang Penggubah: Imam Al-Bushiri

Untuk memahami kedalaman sebuah karya, kita perlu mengenal jiwa yang melahirkannya. Sholawat Mudhoriyah adalah cerminan dari hati yang dipenuhi cinta kepada Nabi, yaitu hati Imam Al-Bushiri. Nama lengkap beliau adalah Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Sa'id bin Hammad bin Muhsin bin Abdullah bin Sanhaj bin Hilal al-Sanhaji al-Bushiri al-Mishri. Beliau lahir di daerah Dallas, Mesir, dan tumbuh besar di Bushir, yang kemudian menjadi nisbat pada namanya.

Imam Al-Bushiri hidup pada masa yang penuh gejolak namun juga kaya akan perkembangan ilmu pengetahuan. Beliau dikenal sebagai seorang yang memiliki penguasaan ilmu bahasa Arab yang luar biasa, seorang penyair ulung yang mampu merangkai kata-kata menjadi untaian yang menggetarkan jiwa. Namun, keahliannya dalam bersyair tidak ia gunakan untuk tujuan duniawi semata. Puncak karya-karyanya justru lahir dari pengalaman spiritualnya yang mendalam, terutama kecintaannya kepada Rasulullah SAW.

Karya-karyanya, seperti Qasidah Burdah dan Sholawat Mudhoriyah, bukanlah sekadar puisi biasa. Keduanya diyakini lahir dari ilham ilahi yang datang melalui wasilah (perantara) kecintaan yang tulus. Dikisahkan bahwa Qasidah Burdah digubah saat beliau menderita sakit lumpuh separuh badan. Dalam kepasrahannya, beliau menumpahkan seluruh kerinduannya kepada Nabi dalam bentuk qasidah. Melalui mimpi, beliau bertemu Rasulullah SAW yang kemudian menyelimutinya dengan burdah (mantel) mulia, dan seketika beliau pun sembuh. Peristiwa inilah yang memberikan kekuatan spiritual luar biasa pada karya-karyanya. Sholawat Mudhoriyah, yang memiliki nafas dan semangat yang sama, juga diyakini membawa berkah dan fadhilah yang besar bagi siapa saja yang membacanya dengan penuh keyakinan dan mahabbah.

Teks Lengkap Sholawat Mudhoriyah, Transliterasi, dan Terjemahan

Berikut adalah teks lengkap Sholawat Mudhoriyah, disajikan dalam tiga bagian untuk kemudahan pemahaman: teks Arab asli untuk dibaca, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, dan terjemahan Bahasa Indonesia untuk meresapi maknanya.

يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى الْمُخْتَارِ مِنْ مُضَرِ
وَالْأَنْبِيَاءِ وَجَمِيْعِ الرُّسْلِ مَا ذُكِرُوْا

Yaa Rabbi shalli ‘alalmukhtaari min mudharin
Wal anbiyâ-i wa jamî’ir-rusli mâ dzukirû

Wahai Tuhanku, limpahkanlah rahmat kepada Nabi pilihan dari suku Mudhar,
Dan kepada para nabi dan semua rasul yang telah disebutkan.

وَصَلِّ رَبِّ عَلَى الْهَادِيْ وَشِيْعَتِهِ
وَصَحْبِهِ مِنْ طَوَى لِلدِّيْنِ وَانْتَصَرُوا

Wa shalli Rabbi ‘alâl hâdî wa syî’atihi
Wa shahbihi man thawaw liddîni wantasharû

Dan limpahkanlah rahmat, wahai Tuhanku, kepada sang pembawa petunjuk dan para pengikutnya,
Serta para sahabatnya yang membela dan memenangkan agama ini.

وَجَاهَدُوْا مَعَهُ فِي اللهِ وَاجْتَهَدُوْا
وَهَاجَرُوْا وَلَهُ آوَوْا وَقَدْ نَصَرُوْا

Wa jâhadû ma’ahu fîllâhi wajtahadû
Wa hâjarû wa lahu âwaw wa qad nasharû

Mereka berjihad bersamanya di jalan Allah dengan sungguh-sungguh,
Mereka berhijrah, memberinya tempat perlindungan, dan sungguh mereka telah menolongnya.

وَبَيَّنُوا الْفَرْضَ وَالْمَسْنُوْنَ وَاعْتَصَبُوْا
للهِ وَاعْتَصَمُوْا بِاللهِ فَانْتَصَرُوا

Wa bayyanul fardha wal masnûna wa’tashabû
Lillâhi wa’tashamû billâhi fantasharû

Mereka menjelaskan yang fardhu dan yang sunnah, dan mereka bersatu,
Karena Allah dan berpegang teguh kepada Allah, maka mereka pun meraih kemenangan.

أَزْكَى صَلَاةٍ وَأَنْمَاهَا وَأَشْرَفَهَا
يُعَطِّرُ الْكَوْنَ رَيًّا نَشْرُهَا الْعَطِرُ

Azkâ shalâtin wa anmâhâ wa asyrafahâ
Yu’aththirul kawna rayyan nasysyruhâl ‘athiru

Dengan sholawat yang paling suci, paling berkembang, dan paling mulia,
Yang keharumannya semerbak memenuhi seluruh alam semesta.

مَفْتُوْقَةً بِعَبِيْرِ الْمِسْكِ زَاكِيَةً
مِنْ طِيْبِهَا أَرَجُ الرِّضْوَانِ يَنْتَشِرُ

Maftûqatan bi’abîril miski zâkiyatan
Min thîbihâ ara-jur-ridhwâni yantasyiru

Terbuka dengan semerbak kasturi yang suci,
Dari keharumannya, tersebarlah aroma keridhaan (Allah).

عَدَّ الْحَصَى وَالثَّرَى وَالرَّمْلِ يَتْبَعُهَا
نَجْمُ السَّمَا وَنَبَاتُ الْأَرْضِ وَالْمَدَرُ

‘Addal hashâ wats-tsarâ war-ramli yatba’uhâ
Najmus-samâ wa nabâtul ardhi wal madaru

Sebanyak hitungan kerikil, tanah, dan pasir, yang diikuti pula oleh,
Bintang-bintang di langit, tumbuhan di bumi, dan bebatuan.

وَعَدَّ وَزْنِ مَثَاقِيْلِ الْجِبَالِ كَمَا
يَلِيْهِ قَطْرُ جَمِيْعِ الْمَاءِ وَالْمَطَرُ

Wa ‘adda wazni matsâqîlil jibâli kamâ
Yalîhi qathru jamî’il mâ-i wal matharu

Dan sebanyak timbangan berat gunung-gunung, sebagaimana
Diikuti oleh seluruh tetesan air dan hujan.

وَعَدَّ مَا حَوَتِ الْأَشْجَارُ مِنْ وَرَقٍ
وَكُلِّ حَرْفٍ أَتَى فِي الْوَحْيِ وَاسْتَطَرُوا

Wa ‘adda mâ hawatil asyjâru min waraqin
Wa kulli harfin atâ fil wahyi was-tatharû

Dan sebanyak apa yang dikandung pepohonan berupa dedaunan,
Dan setiap huruf yang datang dalam wahyu dan yang telah tertulis.

وَالْوَحْشِ وَالطَّيْرِ وَالْأَسْمَاكِ مَعْ نَعَمٍ
يَلِيْهِمُ الْجِنُّ وَالْأَمْلَاكُ وَالْبَشَرُ

Wal wahsyi wath-thairi wal asmâki ma’ na’amin
Yalîhimul jinnu wal amlâku wal basyaru

Dan (sebanyak) binatang liar, burung, dan ikan beserta hewan ternak,
Yang diikuti oleh jin, para malaikat, dan manusia.

وَالذَّرُّ وَالنَّمْلُ مَعْ جَمْعِ الْحُبُوْبِ كَذَا
وَالشَّعْرِ وَالصُّوْفِ وَالْأَوْبَارِ وَالْوَبَرُ

Wadz-dzarru wan-namlu ma’ jam’il hubûbi kadzâ
Wasy-sya’ri wash-shûfi wal awbâri wal wabaru

Dan (sebanyak) atom dan semut beserta seluruh biji-bijian, demikian pula,
Rambut, wol, bulu unta, dan bulu halus lainnya.

وَمَا أَحَاطَ بِهِ الْعِلْمُ الْمُحِيْطُ وَمَا
جَرَى بِهِ الْقَلَمُ الْمَأْمُوْرُ وَالْقَدَرُ

Wa mâ ahâtha bihil ‘ilmul muhîthu wa mâ
Jarâ bihil qalamul ma’mûru wal qadaru

Dan (sebanyak) apa yang diliputi oleh Ilmu (Allah) Yang Maha Meliputi, dan apa,
Yang telah dituliskan oleh pena yang diperintah dan oleh takdir.

وَعَدَّ نَعْمَائِكَ اللَّاتِيْ مَنَنْتَ بِهَا
عَلَى الْخَلَائِقِ مُذْ كَانُوْا وَمُذْ حُشِرُوْا

Wa ‘adda na’mâ-ikallâtî mananta bihâ
‘Alâl khalâ-iqi mudz kânû wa mudz husyirû

Dan sebanyak nikmat-nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan,
Kepada seluruh makhluk sejak mereka ada hingga mereka dibangkitkan.

وَعَدَّ مِقْدَارِهِ السَّامِي الَّذِيْ شَرُفَتْ
بِهِ النَّبِيُّوْنَ وَالْأَمْلَاكُ وَافْتَخَرُوا

Wa ‘adda miqdârihis-sâmîlladzî syarufat
Bihin-nabiyyûna wal amlâku waftakharû

Dan sebanyak kedudukannya yang tinggi, yang dengannya menjadi mulia,
Para nabi dan malaikat, dan mereka pun berbangga.

وَعَدَّ مَا كَانَ فِي الْأَكْوَانِ يَا سَنَدِيْ
وَمَا يَكُوْنُ إِلَى أَنْ تُبْعَثَ الصُّوَرُ

Wa ‘adda mâ kâna fil akwâni yâ sanadî
Wa mâ yakûnu ilâ an tub’atsash-shuwaru

Dan sebanyak apa yang telah ada di alam semesta, wahai Sandaranku,
Dan apa yang akan ada, hingga ditiupnya sangkakala.

فِيْ كُلِّ طَرْفَةِ عَيْنٍ يَطْرِفُوْنَ بِهَا
أَهْلُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ أَوْ يَذَرُ

Fî kulli tharfati ‘ainin yathrifûna bihâ
Ahlus-samâwâti wal ardhîna aw yadzarû

Dalam setiap kedipan mata yang mereka kedipkan,
Para penghuni langit dan bumi, atau yang mereka tinggalkan.

مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ مَعْ جَبَلٍ
وَالْفَرْشِ وَالْعَرْشِ وَالْكُرْسِيِّ وَمَا حَصَرُوْا

Mil-as-samâwâti wal ardhîna ma’ jabalin
Wal faryi wal ‘arsyi wal kursiyyi wa mâ hasharû

Sepenuh langit dan bumi beserta gunung-gunung,
Dan hamparan, 'Arsy, Kursi, dan apa yang mereka cakup.

مَا أَعْدَمَ اللهُ مَوْجُوْدًا وَأَوْجَدَ مَعْـ
دُوْمًا صَلَاةً دَوَامًا لَيْسَ تَنْحَصِرُ

Mâ a’damallâhu mawjûdan wa awjada ma’
Dûman shalâtan dawâman laisa tanhashiru

Selama Allah tidak meniadakan yang ada dan tidak mengadakan yang tiada,
Dengan sholawat yang abadi dan tak terbatas.

تَسْتَغْرِقُ الْعَدَّ مَعْ جَمْعِ الدُّهُوْرِ كَمَا
تُحِيْطُ بِالْحَدِّ لَا تُبْقِيْ وَلَا تَذَرُ

Tastaghriqul ‘adda ma’ jam’id-duhûri kamâ
Tuhîthu bil haddi lâ tubqî wa lâ tadzaru

Yang meliputi seluruh hitungan dan seluruh masa, sebagaimana
Meliputi segala batasan, tidak menyisakan dan tidak meninggalkan (sesuatu pun).

لَا غَايَةً وَانْتِهَاءً يَا عَظِيْمُ لَهَا
وَلَا لَهَا أَمَدٌ يُقْضَى وَيُنْتَظَرُ

Lâ ghâyatan wantihâ-an yâ ‘azhîmu lahâ
Wa lâ lahâ amadun yuqdhâ wa yuntazharu

Tidak ada batas dan akhir baginya, wahai Yang Maha Agung,
Dan tidak ada pula baginya masa yang ditentukan dan ditunggu.

مَعَ السَّلَامِ كَمَا قَدْ مَرَّ مِنْ عَدَدٍ
رَبِّ وَضَاعِفْهُمَا وَالْفَضْلُ مُنْتَشِرُ

Ma’as-salâmi kamâ qad marra min ‘adadin
Rabbi wa dhâ’ifhumâ wal fadl-lu muntasyiru

Beserta salam sebanyak hitungan yang telah lalu,
Wahai Tuhanku, dan lipat gandakanlah keduanya, dan karunia-Mu terhampar luas.

وَكُلُّ ذَلِكَ مَضْرُوْبٌ بِحَقِّكَ فِيْ
أَنْفَاسِ خَلْقِكَ إِنْ قَلُّوْا وَإِنْ كَثُرُوا

Wa kullu dzâlika madrûbun bihaqqika fî
Anfâsi khalqika in qallû wa in katsurû

Dan semua itu dikalikan dengan hak-Mu, pada
Setiap napas makhluk-Mu, baik sedikit maupun banyak jumlah mereka.

يَا رَبِّ وَاغْفِرْ لِقَارِيْهَا وَسَامِعِهَا
وَالْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا أَيْنَمَا حَضَرُوْا

Yâ Rabbi waghfir liqârihâ wa sâmi’ihâ
Wal muslimîna jamî’an ainamâ hadlarû

Wahai Tuhanku, ampunilah pembacanya dan pendengarnya,
Dan seluruh kaum muslimin di mana pun mereka berada.

وَوَالِدِيْنَا وَأَهْلِيْنَا وَجِيْرَتِنَا
وَكُلُّنَا سَيِّدِيْ لِعَفْوِكَ مُفْتَقِرُ

Wa wâlidînâ wa ahlînâ wa jîratinâ
Wa kullunâ sayyidî li’afwika muftaqiru

Dan kedua orang tua kami, keluarga kami, dan tetangga kami,
Dan kami semua, wahai Tuanku, sangat membutuhkan ampunan-Mu.

وَقَدْ أَتَيْتُ ذُنُوْبًا لَا عِدَادَ لَهَا
لَكِنَّ عَفْوَكَ لَا يُبْقِيْ وَلَا يَذَرُ

Wa qad ataitu dzunûban lâ ‘idâda lahâ
Lâkinna ‘afwaka lâ yubqî wa lâ yadzaru

Dan sungguh aku telah datang dengan membawa dosa yang tak terhitung,
Akan tetapi ampunan-Mu tidak akan menyisakan dan meninggalkan (dosa sedikit pun).

وَالْهَمُّ عَنْ كُلِّ مَا أَبْغِيْهِ أَشْغَلَنِيْ
وَقَدْ أَتَى خَاضِعًا وَالْقَلْبُ مُنْكَسِرُ

Wal hammu ‘an kulli mâ abghîhi asyghalanî
Wa qad atâ khâdli’an wal qalbu munkasiru

Dan kegundahan atas segala yang kuinginkan telah menyibukkanku,
Dan sungguh ia datang dengan tunduk dan hati yang hancur.

أَرْجُوْكَ يَا رَبِّ فِي الدَّارَيْنِ تَرْحَمُنَا
بِجَاهِ مَنْ فِيْ يَدَيْهِ سَبَّحَ الْحَجَرُ

Arjûka yâ Rabbi fid-dâraini tarhamunâ
Bijâhi man fî yadaihi sabbahal hajaru

Aku memohon kepada-Mu, wahai Tuhanku, di dua negeri (dunia dan akhirat) agar Engkau merahmati kami,
Berkat kemuliaan dia yang di tangannya batu kerikil pun bertasbih.

يَا رَبِّ أَعْظِمْ لَنَا أَجْرًا وَمَغْفِرَةً
فَإِنَّ جُوْدَكَ بَحْرٌ لَيْسَ يَنْحَصِرُ

Yâ Rabbi a’zhim lanâ ajran wa maghfiratan
Fa inna jûdaka bahrun laisa yanhashiru

Wahai Tuhanku, besarkanlah bagi kami pahala dan ampunan,
Karena sesungguhnya kedermawanan-Mu adalah lautan yang tak terbatas.

Menyelami Samudra Makna Sholawat Mudhoriyah

Setiap bait dalam Sholawat Mudhoriyah bukanlah sekadar susunan kata, melainkan sebuah lukisan makna yang mendalam. Imam Al-Bushiri dengan kepiawaiannya mengajak kita untuk merenung dan menyelami lautan pujian kepada makhluk termulia.

1. Pembukaan yang Agung: Pengakuan dan Permohonan

Sholawat ini dibuka dengan seruan langsung kepada Allah, "Yaa Rabbi" (Wahai Tuhanku). Ini adalah adab tertinggi dalam berdoa dan bersholawat, yaitu memulai segala sesuatu dengan menyebut nama-Nya dan mengakui posisi kita sebagai hamba. Permohonan sholawat ditujukan kepada "Al-Mukhtar min Mudhar" (Yang Terpilih dari suku Mudhar). Ini adalah penegasan akan nasab mulia Rasulullah SAW, sekaligus pujian yang spesifik dan penuh penghormatan. Tidak lupa, Imam Al-Bushiri juga menyertakan permohonan sholawat untuk seluruh nabi dan rasul, menunjukkan keluasan pandangan dan penghormatannya kepada seluruh utusan Allah.

2. Penghormatan kepada Para Pejuang Agama

Setelah memuji Sang Nabi, sholawat ini mengalir untuk memuji para pengikut setia beliau: keluarga, sahabat, dan siapa saja yang berjuang bersamanya. Bait-bait awal menggambarkan betapa luhurnya perjuangan para sahabat. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang "membela dan memenangkan agama", "berjihad bersamanya di jalan Allah", "berhijrah, memberinya tempat perlindungan, dan menolongnya". Ini adalah pengingat sejarah yang kuat tentang pengorbanan generasi terbaik umat Islam. Mereka tidak hanya beriman, tetapi membuktikan keimanan mereka dengan tindakan nyata, menjelaskan mana yang fardhu dan sunnah, serta bersatu padu di bawah panji Allah.

3. Deskripsi Sholawat yang Tak Terhingga

Bagian tengah dari Sholawat Mudhoriyah adalah sebuah eksplorasi puitis tentang betapa agungnya sholawat yang dimohonkan. Imam Al-Bushiri menggunakan metafora dan hiperbola yang luar biasa untuk menggambarkan sholawat yang "paling suci, paling berkembang, dan paling mulia". Keharumannya digambarkan mampu "memenuhi seluruh alam semesta", laksana aroma kasturi yang menyebarkan wangi keridhaan ilahi.

Kemudian, beliau mencoba menguantifikasi sholawat ini dengan perumpamaan yang melampaui akal manusia. Sholawat dimohonkan sebanyak:

Rangkaian permohonan ini bukanlah sekadar angka. Ini adalah upaya seorang hamba untuk menunjukkan bahwa pujian dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW semestinya tak memiliki batas, seluas dan sebanyak ciptaan Allah itu sendiri. Ini mengajarkan kita untuk bersholawat dengan segenap jiwa, dengan kesadaran akan keagungan yang tak terhingga dari sosok yang kita puji.

4. Penutup: Kerendahan Hati dan Pengharapan

Setelah melambung tinggi dalam pujian, Imam Al-Bushiri menutup sholawat ini dengan sebuah kerendahan hati yang luar biasa. Beliau mendoakan ampunan bagi pembaca, pendengar, dan seluruh kaum muslimin. Beliau mengakui dirinya sebagai hamba yang datang dengan "dosa yang tak terhitung". Ini adalah puncak dari adab seorang hamba: setelah memuji, ia kembali pada posisinya yang faqir dan penuh kebutuhan akan ampunan Allah.

Namun, pengakuan dosa ini diiringi dengan optimisme dan harapan yang kokoh. Beliau berkata, "Akan tetapi ampunan-Mu tidak akan menyisakan dan meninggalkan (dosa sedikit pun)". Ini adalah keyakinan penuh akan luasnya rahmat dan maghfirah Allah SWT. Pengharapan ini diperkuat dengan bertawassul (menjadikan perantara) kepada kemuliaan Nabi Muhammad SAW, "dia yang di tangannya batu kerikil pun bertasbih". Ini merujuk pada salah satu mukjizat agung Rasulullah yang menunjukkan betapa seluruh alam tunduk dan mengagungkan beliau. Sholawat diakhiri dengan permohonan pahala dan ampunan, dengan keyakinan bahwa kedermawanan Allah adalah "lautan yang tak terbatas".

Keutamaan dan Fadhilah Mengamalkan Sholawat Mudhoriyah

Sebagaimana karya Imam Al-Bushiri lainnya, Sholawat Mudhoriyah diyakini oleh para ulama dan kaum shalihin memiliki banyak sekali keutamaan (fadhilah) dan keberkahan bagi orang yang mengamalkannya secara istiqamah. Keutamaan ini lahir dari ketulusan sang penggubah, keindahan sastranya yang menggetarkan jiwa, serta kandungan maknanya yang sarat dengan pujian, doa, dan pengagungan.

Beberapa fadhilah yang sering dinisbahkan kepada Sholawat Mudhoriyah antara lain:

Penutup: Menjadikan Sholawat Sebagai Denyut Kehidupan

Sholawat Mudhoriyah adalah warisan spiritual yang tak ternilai harganya. Ia lebih dari sekadar qasidah atau syair pujian. Ia adalah sebuah madrasah cinta, sebuah panduan bagi hati untuk belajar bagaimana cara memuji, mengagungkan, dan merindukan Sang Kekasih, Nabi Muhammad SAW. Melalui untaian katanya, Imam Al-Bushiri telah membukakan pintu bagi kita untuk merasakan secuil dari lautan cinta yang beliau miliki.

Mengamalkan Sholawat Mudhoriyah bukan hanya tentang membacanya secara rutin, tetapi juga tentang mencoba meresapi setiap maknanya. Biarkan setiap baitnya membersihkan hati, menumbuhkan rasa cinta yang lebih dalam kepada Rasulullah SAW, dan memperkuat keyakinan kita akan luasnya rahmat dan ampunan Allah SWT. Semoga kita semua tergolong sebagai umat yang lisannya senantiasa basah dengan sholawat, hatinya selalu tertaut dengan Rasulullah, dan kelak dikumpulkan bersamanya di surga-Nya.

🏠 Kembali ke Homepage