Ilustrasi lentera sebagai simbol pencerahan dan jalan keluar dari kesulitan melalui Sholawat Munfarijah. م Ilustrasi kaligrafi dan lentera simbol Sholawat Munfarijah sebagai penerang dan pembuka kesulitan.

Sholawat Munfarijah: Samudera Rahmat Pelebur Lara

Di tengah lautan kehidupan yang penuh gelombang, setiap insan mendambakan sebuah sauh, sebuah pegangan yang mampu menenangkan jiwa dan membukakan jalan keluar dari setiap kebuntuan. Dalam khazanah spiritual Islam, terdapat sebuah amalan yang telah teruji oleh waktu dan diamalkan oleh para ulama dari generasi ke generasi sebagai kunci pembuka pintu-pintu kemudahan. Amalan tersebut adalah Sholawat Munfarijah, sebuah untaian doa dan pujian kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang diyakini memiliki kekuatan luar biasa untuk melepaskan segala bentuk kesulitan.

Sholawat ini dikenal dengan berbagai nama, yang masing-masing merefleksikan keagungan dan fadhilahnya. Sebagian menyebutnya Sholawat Nariyah, yang berarti "api", bukan dalam konotasi negatif, melainkan merujuk pada kecepatannya dalam mengabulkan hajat, secepat kilat api yang menyambar. Ada pula yang menamainya Sholawat Tafrijiyah, dari kata "faraj" yang berarti kelapangan atau solusi, karena ia menjadi wasilah terbukanya kelapangan dari kesempitan. Nama lain yang melekat adalah Sholawat Qurthubiyah, dinisbatkan kepada salah satu ulama besar, Imam Al-Qurthubi, yang diyakini sebagai salah satu penyusun atau pengijazahnya. Namun, nama Munfarijah sendiri paling tepat menggambarkan esensinya, yang berasal dari salah satu lafadz di dalamnya, "tanfariju", yang bermakna "terurai" atau "terlepas". Dengan sholawat ini, diharapkan segala ikatan masalah yang membelenggu dapat terurai dan terlepas.

Lafadz Agung Sholawat Munfarijah

Inti dari kekuatan sholawat ini terletak pada rangkaian kalimatnya yang indah dan sarat makna. Setiap kata dipilih dengan cermat untuk memanjatkan pujian tertinggi kepada Rasulullah SAW, seraya bertawassul (menjadikan perantara) dengan kedudukan mulia beliau di sisi Allah SWT. Berikut adalah bacaan lengkap Sholawat Munfarijah beserta transliterasi dan terjemahannya.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

Allahumma sholli sholaatan kaamilatan wasallim salaaman taamman 'ala sayyidinaa Muhammadinil ladzii tanhallu bihil 'uqodu wa tanfariju bihil kurobu wa tuqdhoo bihil hawaa-iju wa tunaalu bihir-roghoo-ibu wa husnul khowaatimi wa yustasqol ghomaamu biwajhihil kariimi wa 'alaa aalihii wa shohbihii fii kulli lamhatin wa nafasin bi 'adadi kulli ma'luumin lak.

"Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat wajahnya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap kedipan mata dan hembusan nafas, sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu."

Menyelami Samudera Makna di Balik Setiap Lafadz

Untuk benar-benar merasakan getaran spiritual dari Sholawat Munfarijah, penting bagi kita untuk tidak hanya melafalkannya, tetapi juga merenungi makna mendalam yang terkandung di dalamnya. Setiap frasa adalah sebuah pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang cinta kepada Rasulullah dan keagungan Allah SWT.

1. Permohonan Sholawat dan Salam yang Sempurna

"Allahumma sholli sholaatan kaamilatan wasallim salaaman taamman..." (Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh...).

Doa ini dibuka dengan permohonan paling mendasar namun paling agung: meminta Allah untuk melimpahkan sholawat dan salam yang "sempurna" (kaamilah) dan "penuh" (taam) kepada Nabi Muhammad SAW. Kata "sempurna" di sini bukan sekadar pujian biasa. Ini adalah pengakuan bahwa sholawat dari kita, sebagai makhluk yang penuh kekurangan, tidak akan pernah cukup. Oleh karena itu, kita memohon kepada Allah, Yang Maha Sempurna, untuk memberikan sholawat yang layak dengan kesempurnaan-Nya kepada makhluk-Nya yang paling sempurna. Ini adalah puncak adab seorang hamba. Kita tidak merasa mampu memuji Nabi secara pantas, maka kita "menitipkan" pujian itu kepada Allah SWT. Begitu pula dengan "salam yang penuh", sebuah permohonan agar Nabi senantiasa berada dalam lindungan, kedamaian, dan kesejahteraan mutlak dari Allah.

2. Posisi Nabi Muhammad sebagai "Sayyid"

"...'ala sayyidinaa Muhammadin..." (...kepada junjungan kami Nabi Muhammad...).

Penggunaan gelar "Sayyidina" (junjungan kami, pemimpin kami, tuan kami) adalah bentuk penghormatan dan pengakuan atas kedudukan beliau. Beliau bukan hanya seorang nabi, tetapi pemimpin bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. Mengakui beliau sebagai "Sayyid" adalah langkah awal untuk menempatkan diri kita sebagai pengikut yang setia, yang siap meneladani akhlak dan mengikuti ajarannya. Dalam pengakuan ini terkandung cinta, hormat, dan kepatuhan.

3. Wasilah Terurainya Segala Ikatan Masalah

"...alladzii tanhallu bihil 'uqod..." (...yang dengan sebab beliau semua kesulitan (ikatan) dapat terpecahkan...).

Frasa ini adalah jantung dari Sholawat Munfarijah. Kata "'uqod" secara harfiah berarti "ikatan-ikatan" atau "simpul-simpul". Dalam kehidupan, kita seringkali merasa terbelenggu oleh berbagai macam simpul masalah. Ada simpul utang yang sulit terlunasi, simpul penyakit yang tak kunjung sembuh, simpul konflik dalam keluarga yang rumit, simpul kebuntuan dalam karier, hingga simpul keraguan dan was-was dalam hati. Sholawat ini menjadi sebuah pernyataan keyakinan bahwa dengan perantara kemuliaan Nabi Muhammad SAW, Allah SWT akan berkenan mengurai semua simpul yang mengikat kita. Keberkahan dari mencintai dan memuji beliau menjadi sebab turunnya rahmat yang mampu melonggarkan apa pun yang terasa ketat dan membelenggu.

4. Wasilah Terbukanya Pintu Kelapangan

"...wa tanfariju bihil kurob..." (...dan semua kesusahan dapat dilenyapkan...).

Jika "'uqod" adalah masalah yang mengikat, maka "kurob" adalah rasa sesak, duka, dan kesusahan yang menyertainya. Ini adalah beban psikologis yang menghimpit dada. Kecemasan akan masa depan, kesedihan atas kehilangan, atau tekanan hidup yang membuat jiwa terasa sempit. Dengan bersholawat kepada Nabi yang merupakan "rahmatan lil 'alamin" (rahmat bagi seluruh alam), kita memohon agar Allah melapangkan dada kita, mengangkat kabut kesedihan, dan menggantinya dengan ketenangan dan kebahagiaan. Kehadiran spiritual Nabi dalam hati seorang mukmin melalui sholawat menjadi pelipur lara dan sumber ketenangan yang tiada tara.

5. Wasilah Terpenuhinya Segala Kebutuhan

"...wa tuqdhoo bihil hawaa-ij..." (...dan semua keperluan dapat terpenuhi...).

"Hawaa-ij" adalah bentuk jamak dari "hajat", yang berarti kebutuhan atau keperluan. Ini mencakup segala hal yang kita butuhkan dalam hidup, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Kebutuhan akan rezeki yang halal, rumah yang layak, pasangan yang shalih/shalihah, anak-anak yang berbakti, hingga kebutuhan akan ilmu yang bermanfaat, iman yang kokoh, dan ampunan dari Allah. Dengan menjadikan sholawat sebagai wasilah, kita mengetuk pintu Arsy dengan "kunci" yang paling dicintai oleh Sang Pemilik Arsy. Kita berharap, demi cinta-Nya kepada Nabi Muhammad, Allah akan memenuhi segala hajat kita yang baik.

6. Wasilah Tercapainya Segala Dambaan

"...wa tunaalu bihir-roghoo-ib..." (...dan semua yang didambakan dapat diraih...).

Berbeda dengan "hawaa-ij" (kebutuhan), "roghoo-ib" adalah cita-cita, dambaan, atau aspirasi yang lebih tinggi. Jika kebutuhan adalah apa yang kita perlukan untuk bertahan hidup, maka dambaan adalah apa yang kita inginkan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Ini bisa berupa keinginan untuk berprestasi, meraih kesuksesan dalam dakwah, membangun lembaga yang bermanfaat, atau mencapai derajat spiritual yang tinggi di sisi Allah. Sholawat ini mengajarkan kita untuk tidak ragu bercita-cita tinggi, karena dengan pertolongan Allah melalui keberkahan Nabi, tidak ada dambaan baik yang mustahil untuk diraih.

7. Wasilah Meraih Husnul Khatimah

"...wa husnul khowaatim..." (...dan husnul khatimah (akhir yang baik)...).

Inilah puncak dari segala dambaan seorang mukmin. Setelah semua urusan dunia terurai, kesedihan sirna, kebutuhan terpenuhi, dan cita-cita tercapai, tujuan akhir dari perjalanan hidup ini adalah kembali kepada Allah dalam keadaan terbaik. Husnul Khatimah, atau akhir yang baik, adalah anugerah terbesar. Yaitu meninggal dalam keadaan iman, mengucap kalimat tauhid, dan diridhai oleh Allah SWT. Dengan senantiasa membasahi lisan dengan sholawat, kita berharap kelak di akhir hayat, lisan kita akan dimudahkan untuk menyebut nama Allah dan Rasul-Nya, serta mendapatkan syafaat beliau saat sakaratul maut.

8. Wasilah Turunnya Rahmat dan Keberkahan

"...wa yustasqol ghomaamu biwajhihil kariim..." (...dan berkat wajahnya yang mulia hujan pun turun...).

Frasa ini memiliki makna literal dan metaforis. Secara literal, ini merujuk pada kisah-kisah di mana para sahabat bertawassul dengan Nabi untuk memohon hujan saat kemarau panjang, dan Allah pun menurunkannya. Wajah beliau yang mulia adalah simbol dari rahmat dan keberkahan. Secara metaforis, "hujan" ("ghomaam" berarti awan mendung pembawa hujan) adalah lambang dari segala bentuk rahmat, berkah, dan rezeki dari langit. Artinya, dengan kemuliaan Nabi Muhammad, segala pintu keberkahan dari langit akan terbuka, menyirami "ladang" kehidupan kita yang mungkin sedang kering dan tandus.

9. Doa untuk Keluarga dan Sahabat Nabi

"...wa 'alaa aalihii wa shohbihii..." (...dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya...).

Sebuah sholawat tidak akan lengkap tanpa menyertakan keluarga (Ahlul Bait) dan para sahabat Nabi. Ini adalah bentuk adab dan pengakuan atas jasa-jasa mereka. Keluarga Nabi adalah sumber mata air kemuliaan dan keteladanan, sementara para sahabat adalah generasi terbaik yang berjuang bersama beliau, menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Dengan mendoakan mereka, kita menyambungkan sanad kecintaan kita kepada generasi emas Islam dan berharap mendapatkan cipratan keberkahan dari mereka.

10. Sholawat yang Tiada Henti

"...fii kulli lamhatin wa nafasin bi 'adadi kulli ma'luumin lak." (...di setiap kedipan mata dan hembusan nafas, sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu.).

Ini adalah penutup yang menakjubkan, menunjukkan keinginan kita untuk bersholawat secara terus-menerus dan tanpa batas. "Setiap kedipan mata dan hembusan nafas" adalah kiasan untuk waktu yang paling singkat, menandakan bahwa kita ingin bersholawat di setiap momen kehidupan kita. Dan jumlahnya? "Sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu". Ini adalah penyerahan total. Kita mengakui ketidakmampuan kita untuk menghitung pujian yang layak bagi Nabi, maka kita memohon kepada Allah untuk melimpahkan sholawat sebanyak ilmu-Nya yang tak terbatas. Ini menjadikan sholawat kita memiliki nilai yang tak terhingga, karena disandarkan pada sifat Ilmu Allah yang Maha Luas.

Sejarah dan Asal-Usul Sholawat Munfarijah

Kisah di balik sholawat ini menambah keyakinan akan keampuhannya. Para ulama menyebutkan bahwa sholawat ini disusun dan diijazahkan oleh para auliya dan ulama besar. Salah satu riwayat yang paling masyhur menyebutkan Syaikh Ahmad At-Tazi Al-Maghribi sebagai salah satu tokoh sentralnya. Dikisahkan beliau hendak berlayar bersama rombongan, namun badai dahsyat menghadang di tengah lautan. Dalam keadaan genting tersebut, beliau tertidur dan bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Dalam mimpi itu, Rasulullah mengajarkan lafadz sholawat ini dan berpesan untuk membacanya sebanyak seribu kali.

Syaikh Ahmad At-Tazi dan rombongannya pun segera mengamalkannya. Belum genap mereka membaca 300 kali, atas izin Allah, badai yang mengamuk tiba-tiba reda dan perjalanan mereka diselamatkan. Kisah ini menjadi salah satu bukti nyata (tajribah) dari keampuhan sholawat ini dalam menyingkirkan marabahaya.

Ulama lain yang sering dikaitkan dengan sholawat ini adalah Imam Al-Qurthubi, seorang mufassir agung dari Andalusia. Karena itulah sholawat ini juga dikenal sebagai Sholawat Qurthubiyah. Beliau menganjurkan pembacaan sholawat ini untuk memohon terbukanya pintu-pintu kebaikan dan tertutupnya pintu-pintu keburukan. Beliau menyatakan, barangsiapa yang membacanya secara rutin, Allah akan menyelamatkannya dari berbagai bencana dan memberikannya kemudahan dalam setiap urusan.

Imam Ad-Dainuri meriwayatkan, "Barangsiapa membaca shalawat ini (Sholawat Nariyah/Munfarijah) setelah shalat fardhu sebanyak 11 kali dan menjadikannya wirid, maka rezekinya tidak akan terputus, dan ia akan meraih kedudukan yang tinggi serta kekayaan yang berkah."

Keutamaan dan Fadhilah yang Luar Biasa

Berdasarkan makna yang terkandung di dalamnya serta pengalaman para ulama (tajribah), Sholawat Munfarijah diyakini memiliki fadhilah atau keutamaan yang sangat banyak. Keutamaan ini mencakup seluruh aspek kehidupan, dari urusan duniawi hingga keselamatan di akhirat.

1. Pembuka Pintu Rezeki

Banyak ulama, termasuk Imam Ad-Dainuri, menekankan bahwa mengistiqomahkan Sholawat Munfarijah, misalnya dengan membacanya 11 kali setiap selesai shalat fardhu, dapat menjadi wasilah dibukakannya pintu rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Rezeki di sini tidak hanya berupa materi, tetapi juga kesehatan, ketenangan jiwa, ilmu yang bermanfaat, dan sahabat yang baik. Keberkahan sholawat ini seolah-olah "mengetuk" pintu rahmat Allah agar mencurahkan nikmat-Nya kepada sang pengamal.

2. Solusi Ampuh Mengatasi Kesulitan

Sesuai dengan namanya, "Munfarijah" dan "Tafrijiyah", keutamaan utama sholawat ini adalah sebagai pelepas kesulitan. Ketika seseorang dihadapkan pada masalah yang pelik, utang yang menumpuk, atau urusan yang seolah menemui jalan buntu, membaca sholawat ini dengan jumlah tertentu (seperti 41 kali atau 100 kali setiap hari) dengan penuh keyakinan diyakini dapat mendatangkan pertolongan Allah dengan cara yang tak terduga.

3. Pengabul Hajat dan Cita-Cita

Bagi mereka yang memiliki hajat besar atau cita-cita mulia, sholawat ini menjadi senjata spiritual yang ampuh. Para ulama mengajarkan sebuah metode khusus, yaitu membaca Sholawat Munfarijah sebanyak 4444 kali dalam satu majelis (satu kali duduk) atau dikerjakan bersama-sama dalam sebuah majelis. Amalan ini dikenal sebagai "khatam Sholawat Nariyah" dan diyakini sangat mustajab untuk mengabulkan hajat-hajat besar, selama hajat tersebut berada dalam koridor kebaikan dan tidak bertentangan dengan syariat.

4. Perlindungan dari Bencana dan Musibah

Membaca sholawat ini secara rutin dapat menjadi benteng gaib yang melindungi seseorang dari berbagai macam keburukan, baik yang datang dari manusia, jin, maupun dari bencana alam. Keberkahan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW akan menyelimuti pembacanya, sehingga ia berada dalam penjagaan Allah SWT.

5. Mendapatkan Husnul Khatimah

Sebagaimana yang secara eksplisit disebutkan dalam lafadznya, salah satu buah termanis dari mengamalkan sholawat ini adalah harapan untuk meraih akhir kehidupan yang baik (husnul khatimah). Seseorang yang lisannya terbiasa bersholawat, diharapkan akan mendapatkan syafaat Nabi di saat-saat paling kritis dalam hidupnya, yaitu ketika ruh akan berpisah dari jasad.

6. Ketenangan Batin dan Jiwa

Di era modern yang penuh dengan stres dan kecemasan, Sholawat Munfarijah menawarkan oase ketenangan. Mengalunkan pujian kepada sosok yang paling mulia mampu meredam gejolak emosi, menenangkan hati yang gundah, dan menggantinya dengan perasaan damai dan pasrah kepada Allah SWT.

Tata Cara Mengamalkan Sholawat Munfarijah

Mengamalkan Sholawat Munfarijah dapat disesuaikan dengan kemampuan dan hajat masing-masing individu. Tidak ada aturan baku yang kaku, namun para ulama telah memberikan beberapa panduan berdasarkan pengalaman mereka.

Adab dalam Mengamalkan

Agar amalan ini lebih meresap dan mustajab, perhatikan beberapa adab berikut:

  1. Niat yang Ikhlas: Niatkan semata-mata untuk beribadah kepada Allah, memuji Rasulullah SAW, dan memohon pertolongan-Nya.
  2. Suci dari Hadas: Usahakan dalam keadaan berwudhu saat membacanya.
  3. Menghadap Kiblat: Jika memungkinkan, duduklah menghadap kiblat untuk menambah kekhusyukan.
  4. Pahami Maknanya: Bacalah dengan perlahan (tartil) dan usahakan untuk meresapi setiap makna yang terkandung di dalamnya.
  5. Yakin dan Husnudzon: Miliki keyakinan penuh bahwa Allah akan mengabulkan doa melalui wasilah sholawat ini. Berbaik sangka kepada Allah adalah kunci utama terkabulnya doa.

Penutup: Menjadikan Sholawat Sebagai Nafas Kehidupan

Sholawat Munfarijah bukanlah sekadar rangkaian kata atau mantra. Ia adalah ekspresi cinta, pengagungan, dan permohonan yang tulus kepada Allah melalui pintu yang paling dicintai-Nya, yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW. Ia adalah jembatan spiritual yang menghubungkan seorang hamba yang lemah dengan kekuatan Yang Maha Kuasa.

Di saat dunia terasa sempit dan masalah datang silih berganti, ingatlah bahwa kita memiliki senjata spiritual yang dahsyat ini. Jadikanlah Sholawat Munfarijah sebagai teman di kala lapang maupun sempit, sebagai wirid harian yang membasahi lisan dan menyejukkan hati. Dengan mengamalkannya secara istiqomah, penuh cinta dan keyakinan, insya Allah, segala simpul kesulitan akan terurai, kabut kesedihan akan tersibak, pintu-pintu hajat akan terbuka, dan kita akan senantiasa berjalan di bawah naungan rahmat dan syafaat Rasulullah SAW, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

🏠 Kembali ke Homepage