Tuntunan Lengkap Shalat Tarawih 8 Rakaat

Ilustrasi shalat malam di bulan Ramadhan Siluet seseorang sedang sujud dalam shalat dengan latar belakang bulan sabit dan bintang. Qiyam Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, ampunan, dan rahmat. Salah satu amalan yang paling identik dengan bulan suci ini adalah shalat Tarawih. Shalat yang dilaksanakan pada malam-malam Ramadhan ini menjadi syiar yang menghidupkan suasana spiritual di seluruh dunia. Dalam pelaksanaannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah rakaatnya, salah satu yang paling populer dan memiliki landasan kuat adalah pelaksanaan shalat Tarawih 8 rakaat yang kemudian ditutup dengan 3 rakaat shalat Witir.

Artikel ini akan mengupas secara mendalam mengenai shalat Tarawih 8 rakaat, mulai dari landasan dalilnya, tata cara pelaksanaannya, hingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan umum yang sering muncul. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dan menumbuhkan rasa toleransi terhadap perbedaan pandangan dalam masalah furu'iyah (cabang) agama.

Memahami Hakikat dan Sejarah Shalat Tarawih

Sebelum melangkah lebih jauh ke pembahasan jumlah rakaat, penting bagi kita untuk memahami apa itu shalat Tarawih dan bagaimana sejarahnya. Secara etimologi, kata "Tarawih" (تَرَاوِيْح) adalah bentuk jamak dari kata "Tarwihah" (تَرْوِيْحَة) yang berarti istirahat atau jeda. Penamaan ini merujuk pada praktik para sahabat dan generasi setelahnya yang beristirahat sejenak setiap selesai melaksanakan empat rakaat shalat.

Shalat ini pada dasarnya adalah Qiyam Ramadhan, yaitu shalat malam yang dikhususkan pada bulan Ramadhan. Keutamaannya sangat besar, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan (shalat Tarawih) karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pernah melaksanakannya secara berjamaah di masjid selama beberapa malam. Namun, pada malam berikutnya, beliau tidak keluar ke masjid. Ketika para sahabat bertanya, beliau menjelaskan alasannya, yaitu khawatir shalat tersebut akan dianggap wajib oleh umatnya. Setelah itu, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, beliau melihat umat Islam shalat Tarawih secara terpencar-pencar di masjid. Umar pun berinisiatif untuk menyatukan mereka dalam satu jamaah yang dipimpin oleh seorang imam, yaitu Ubay bin Ka'ab. Sejak itulah, shalat Tarawih secara berjamaah menjadi syiar yang lestari hingga hari ini.

Landasan Dalil Pelaksanaan Shalat Tarawih 8 Rakaat

Pandangan yang menyatakan bahwa shalat Tarawih dilaksanakan sebanyak 8 rakaat (ditambah 3 rakaat Witir, sehingga total menjadi 11 rakaat) bersandar pada dalil-dalil yang sangat kuat, terutama yang berasal dari praktik langsung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berikut adalah dalil-dalil utamanya.

1. Hadis dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha

Ini adalah hadis yang menjadi pilar utama bagi pendapat 8 rakaat. Ketika Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya kepada Aisyah radhiyallahu 'anha tentang shalat malam Rasulullah di bulan Ramadhan, beliau menjawab:

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah (shalat malam) di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, maka janganlah engkau tanyakan tentang keindahan dan panjangnya. Kemudian, beliau shalat lagi empat rakaat, jangan engkau tanyakan tentang keindahan dan panjangnya. Kemudian, beliau shalat tiga rakaat (witir)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini memberikan beberapa pelajaran penting:

2. Hadis dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu

Hadis ini memberikan laporan langsung tentang praktik shalat Tarawih berjamaah yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan:

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ ثَمَانِ رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرَ

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat mengimami kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 rakaat, lalu beliau melakukan witir." (HR. Ibnu Hibban, Thabrani. Hadis ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Hadis ini secara eksplisit menyebutkan angka 8 rakaat untuk shalat malam Ramadhan (Tarawih) yang dilakukan berjamaah bersama Nabi, kemudian ditutup dengan shalat Witir. Ini menjadi bukti langsung yang memperkuat riwayat dari Aisyah radhiyallahu 'anha.

3. Praktik pada Masa Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu

Meskipun praktik 20 rakaat sangat masyhur dinisbatkan pada masa Umar, terdapat riwayat lain yang menunjukkan bahwa beliau juga memerintahkan pelaksanaan 11 rakaat. Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwatta' meriwayatkan dari As-Sa'ib bin Yazid:

أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

"Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari untuk mengimami orang-orang shalat (Tarawih) dengan sebelas rakaat." (HR. Malik dalam Al-Muwatta')

Riwayat ini menunjukkan bahwa jumlah 11 rakaat (8 Tarawih + 3 Witir) adalah salah satu format yang diperintahkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, sejalan dengan sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adanya riwayat lain yang menyebutkan 20 atau 23 rakaat menunjukkan adanya fleksibilitas dalam masalah ini, di mana para sahabat mungkin menyesuaikan jumlah rakaat dengan kondisi jamaah pada saat itu.

Tata Cara Lengkap Shalat Tarawih 8 Rakaat dan Witir

Melaksanakan shalat Tarawih 8 rakaat memiliki tata cara yang mudah diikuti. Kuncinya adalah niat yang ikhlas, gerakan yang tenang (thuma'ninah), dan bacaan yang tartil.

1. Niat Shalat Tarawih

Niat adalah pondasi setiap ibadah dan letaknya di dalam hati. Namun, melafalkan niat untuk membantu konsentrasi diperbolehkan oleh sebagian ulama. Berikut adalah lafal niat yang bisa diucapkan:

2. Formasi Pelaksanaan 8 Rakaat

Ada dua formasi utama dalam melaksanakan 8 rakaat shalat Tarawih:

  1. Formasi 2-2-2-2: Ini adalah formasi yang paling umum dan banyak dipraktikkan. Shalat dilakukan sebanyak 4 kali, di mana setiap kalinya terdiri dari 2 rakaat yang diakhiri dengan salam. Jadi, urutannya adalah: 2 rakaat (salam), 2 rakaat (salam), 2 rakaat (salam), dan 2 rakaat (salam).
  2. Formasi 4-4: Formasi ini merujuk pada teks hadis Aisyah. Pelaksanaannya adalah 4 rakaat dengan satu salam, kemudian 4 rakaat lagi dengan satu salam. Cara melakukan 4 rakaat dengan satu salam ini sama seperti shalat Dzuhur atau Ashar, yaitu dengan dua tasyahud (tasyahud awal pada rakaat kedua dan tasyahud akhir pada rakaat keempat).

Praktik yang paling lazim di masyarakat adalah menggunakan formasi 2-2-2-2 karena dianggap lebih ringan dan sesuai dengan hadis Nabi yang menyatakan, "Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat." (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Istirahat Antar Rakaat (Tarwihah)

Sesuai dengan namanya, "Tarawih" (istirahat), disunnahkan untuk mengambil jeda sejenak setelah selesai setiap 4 rakaat (atau setelah setiap dua kali salam pada formasi 2-2-2-2). Jeda ini bisa diisi dengan berdzikir, membaca shalawat, berdoa, atau sekadar diam untuk mengembalikan energi. Tidak ada bacaan khusus yang diwajibkan, namun di banyak tempat di Indonesia, jeda ini diisi dengan shalawat atau puji-pujian secara bersama-sama.

4. Tata Cara Shalat Witir 3 Rakaat

Setelah menyelesaikan 8 rakaat shalat Tarawih, ibadah malam Ramadhan ditutup dengan shalat Witir. Witir berarti ganjil, dan shalat ini berfungsi sebagai penutup seluruh shalat malam. Ada dua cara utama untuk melaksanakannya:

Dalam shalat Witir, disunnahkan untuk membaca surah-surah tertentu setelah Al-Fatihah. Pada rakaat pertama membaca Surah Al-A'la, pada rakaat kedua membaca Surah Al-Kafirun, dan pada rakaat ketiga (terakhir) membaca Surah Al-Ikhlas.

5. Doa Qunut Witir

Membaca doa qunut pada rakaat terakhir shalat Witir (setelah ruku' dan i'tidal) adalah sunnah, terutama pada separuh akhir bulan Ramadhan. Namun, melakukannya sepanjang bulan Ramadhan juga diperbolehkan. Bacaan doa qunut yang masyhur adalah yang diajarkan Nabi kepada cucunya, Hasan bin Ali.

Fokus pada Kualitas, Bukan Sekadar Kuantitas

Salah satu pesan terpenting dari dalil shalat Tarawih 8 rakaat, khususnya hadis Aisyah, adalah penekanan pada kualitas ibadah. Ungkapan "falaa tas-al 'an husnihinna wa thuulihinna" (jangan tanyakan tentang keindahan dan panjangnya) adalah sebuah sinyal kuat bahwa yang menjadi prioritas Rasulullah adalah shalat yang khusyuk, tenang (thuma'ninah), dan panjang bacaannya.

Melaksanakan 8 rakaat dengan bacaan yang tartil, merenungi setiap ayat yang dibaca, dan melakukan setiap gerakan dengan sempurna, bisa jadi jauh lebih bernilai di sisi Allah daripada melaksanakan 20 rakaat atau lebih tetapi dengan tergesa-gesa, layaknya "ayam mematuk," tanpa ketenangan dan kekhusyuan. Thuma'ninah adalah salah satu rukun shalat yang tidak boleh diabaikan. Ketika shalat dilakukan dengan sangat cepat, rukun ini berpotensi untuk tidak terpenuhi, yang dapat membatalkan shalat itu sendiri.

Oleh karena itu, bagi mereka yang memilih untuk melaksanakan shalat Tarawih 8 rakaat, hendaknya hal ini menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas shalat. Gunakan waktu yang "lebih singkat" ini untuk memperpanjang bacaan, memperlama ruku' dan sujud, serta memperbanyak doa di dalamnya. Inilah spirit sejati dari Qiyam Ramadhan yang dicontohkan oleh teladan kita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Menjawab Pertanyaan dan Keraguan Umum

Dalam diskusi mengenai jumlah rakaat Tarawih, sering kali muncul beberapa pertanyaan. Berikut adalah jawaban ringkas untuk beberapa di antaranya.

Bagaimana dengan Praktik 20 Rakaat? Apakah Salah?

Sama sekali tidak. Praktik shalat Tarawih 20 rakaat juga merupakan pendapat yang kuat dan dipegang oleh mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali. Landasan mereka adalah praktik yang dilembagakan pada masa Khalifah Umar bin Khattab dan dianggap sebagai ijma' sukuti (konsensus diam-diam) para sahabat. Para ulama berpendapat bahwa apa yang disepakati oleh para sahabat pada masa itu pastilah memiliki dasar yang kuat.

Perbedaan antara 8 dan 20 rakaat adalah ranah ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang bersifat mu'tabar (diakui) dalam fiqih Islam. Ini adalah bentuk kelapangan dan rahmat dalam syariat. Tidak ada pihak yang berhak menyalahkan atau merendahkan pihak lain. Sikap yang terbaik adalah saling menghormati dan memilih amalan yang paling diyakini kebenarannya berdasarkan ilmu, serta paling membawa ketenangan hati dalam beribadah. Keduanya, jika dilakukan dengan ikhlas, akan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bolehkah Menambah Rakaat Setelah Shalat Witir?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat Witir." (HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadis ini, Witir adalah penutup. Jika seseorang telah melaksanakan shalat Witir (misalnya, berjamaah di masjid), kemudian ia ingin shalat Tahajjud lagi di sepertiga malam terakhir, ia boleh melakukannya. Namun, ia tidak perlu mengulangi shalat Witir. Cukup shalat sunnah dua rakaat-dua rakaat sebanyak yang ia mampu tanpa ditutup lagi dengan Witir, karena ada hadis lain yang menyatakan, "Tidak ada dua witir dalam satu malam."

Bagaimana Jika Imam Shalat 20 Rakaat, tapi Kita Ingin 8 Rakaat?

Ini adalah situasi yang sering terjadi. Ada beberapa pilihan yang bisa diambil:

  1. Mengikuti imam hingga rakaat ke-8, kemudian duduk dan menunggu imam menyelesaikan rakaat ke-9 dan ke-10 untuk kemudian bergabung dalam shalat Witir bersama imam.
  2. Menyelesaikan 8 rakaat, kemudian memisahkan diri dari jamaah (niat mufaraqah) dan melaksanakan shalat Witir sendiri.
  3. Pilihan terbaik menurut banyak ulama adalah mengikuti imam sampai selesai, baik 8 maupun 20 rakaat, untuk mendapatkan keutamaan shalat bersama imam hingga selesai. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya barangsiapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala shalat satu malam penuh." (HR. Tirmidzi, shahih). Jika mengikuti imam hingga 20 rakaat, niatkan sebagai amalan sunnah untuk meraih keutamaan tersebut.

Kesimpulan: Menghidupkan Malam Ramadhan dengan Penuh Keikhlasan

Pelaksanaan shalat Tarawih 8 rakaat adalah sebuah praktik yang memiliki landasan dalil yang sangat kuat dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis-hadis shahih. Praktik ini menekankan pentingnya kualitas, kekhusyuan, dan thuma'ninah dalam ibadah, bukan sekadar mengejar kuantitas bilangan rakaat.

Pada akhirnya, baik 8 rakaat maupun 20 rakaat adalah bentuk-bentuk Qiyam Ramadhan yang sah dan diterima dalam khazanah fiqih Islam. Perbedaan ini seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan cerminan dari keluasan dan fleksibilitas syariat Islam. Yang terpenting adalah niat yang tulus untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan, mendekatkan diri kepada Allah, serta memohon ampunan dan rahmat-Nya. Marilah kita isi bulan yang mulia ini dengan ibadah terbaik kita, dengan cara yang paling kita yakini dan mampu kita laksanakan dengan segenap jiwa dan raga.

🏠 Kembali ke Homepage