Mengupas Tuntas Shalat Rajab

Ilustrasi suasana ibadah di bulan Rajab

Ilustrasi seseorang sedang berdoa di bulan Rajab yang mulia.

Pendahuluan: Memahami Kedudukan Bulan Rajab

Bulan Rajab menempati posisi istimewa dalam kalender Islam. Ia merupakan salah satu dari empat bulan haram (suci), bersama dengan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Keistimewaan bulan-bulan ini telah ditegaskan dalam Al-Qur'an, di mana Allah SWT berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 36. Dalam ayat tersebut, Allah menyatakan bahwa bilangan bulan di sisi-Nya adalah dua belas, dan di antaranya ada empat bulan yang haram. Menghormati bulan-bulan ini adalah bagian dari ajaran agama yang lurus, di mana umat Islam diperintahkan untuk tidak menzalimi diri sendiri dengan perbuatan dosa, karena dosa yang dilakukan di bulan haram memiliki bobot yang lebih berat, sebagaimana pahala amal kebaikan juga dilipatgandakan.

Semangat untuk meningkatkan ibadah di bulan Rajab adalah hal yang terpuji. Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amalan-amalan sunnah seperti berpuasa, bersedekah, berdzikir, dan melakukan shalat-shalat sunnah yang telah disyariatkan. Di tengah semangat ini, muncullah pembahasan mengenai sebuah amalan khusus yang dikenal sebagai shalat Rajab atau terkadang disebut juga shalat Raghaib. Praktik ini seringkali menjadi topik perbincangan hangat setiap kali bulan Rajab tiba. Sebagian masyarakat melaksanakannya dengan tata cara tertentu, sementara sebagian yang lain mempertanyakan dasar dan keabsahan amalan tersebut. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang shalat Rajab, mulai dari tata cara yang populer, landasan dalil yang digunakan, hingga pandangan para ulama terkemuka mengenai hukum pelaksanaannya.

Mengenal Tata Cara Shalat Rajab yang Beredar

Terdapat beberapa versi mengenai pelaksanaan shalat Rajab yang tersebar di tengah masyarakat. Praktik-praktik ini umumnya memiliki kekhususan dalam hal waktu pelaksanaan, jumlah rakaat, serta bacaan-bacaan surah tertentu yang diulang dalam jumlah yang spesifik. Penting untuk diketahui bahwa tata cara ini bukanlah berasal dari kitab-kitab hadis yang muktabar (diakui), melainkan sering ditemukan dalam kitab-kitab yang berisi amalan-amalan tertentu (fadha'il al-a'mal) yang tidak semuanya memiliki sandaran yang kuat. Berikut adalah beberapa contoh tata cara shalat Rajab yang sering disebutkan:

1. Shalat pada Malam Pertama Bulan Rajab

Salah satu versi menyebutkan adanya shalat sunnah yang dilakukan pada malam pertama bulan Rajab. Tata caranya adalah sebagai berikut:

2. Shalat pada Malam Jumat Pertama Bulan Rajab (Lailatul Raghaib)

Ini adalah versi yang paling populer dan sering menjadi pusat perdebatan. Shalat ini dikenal dengan sebutan Shalat Raghaib. Tata cara yang disebutkan adalah:

Keutamaan yang dinisbatkan pada shalat ini sangat besar, seperti pengampunan dosa-dosa dan dikabulkannya berbagai macam hajat. Hal inilah yang membuatnya menarik bagi sebagian orang.

3. Shalat pada Pertengahan Bulan Rajab (Nisfu Rajab)

Versi lain dari shalat khusus ini dilakukan pada pertengahan bulan, yaitu pada tanggal 15 Rajab. Tata cara yang beredar menyebutkan pelaksanaan shalat sebanyak 100 rakaat, di mana pada setiap rakaatnya membaca Surah Al-Ikhlas dalam jumlah tertentu. Ada pula variasi lain yang menyebutkan jumlah rakaat yang berbeda. Amalan ini juga sering diiringi dengan puasa pada hari tersebut.

Dari pemaparan di atas, terlihat jelas bahwa shalat-shalat ini memiliki ritual yang sangat spesifik dan terperinci, baik dari segi waktu, jumlah rakaat, maupun bacaan-bacaan di dalamnya. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: dari manakah asal-usul amalan ini dan apakah ia memiliki landasan yang sah dari ajaran Islam?

Analisis Kritis Terhadap Dalil dan Landasan Shalat Rajab

Setiap ibadah dalam Islam, terutama yang bersifat khusus seperti shalat dengan tata cara tertentu, harus memiliki landasan yang kuat dari Al-Qur'an atau As-Sunnah yang shahih (otentik). Ibadah bukanlah ranah akal atau perasaan, melainkan harus berdasarkan wahyu (tauqifiyah). Ketika kita menelusuri sumber-sumber yang menjadi landasan shalat Rajab, kita akan menemukan bahwa dalil yang digunakan adalah hadis-hadis yang diriwayatkan dalam beberapa kitab. Namun, para ahli hadis telah melakukan penelitian mendalam terhadap sanad (rantai perawi) dan matan (isi) hadis-hadis tersebut. Hasilnya sangat penting untuk diketahui oleh setiap Muslim yang ingin beribadah di atas landasan ilmu.

Prinsip dasar dalam urusan ibadah mahdhah (ibadah murni) adalah segala sesuatu dilarang kecuali ada dalil yang memerintahkannya. Ini berbeda dengan urusan duniawi (muamalah) di mana segala sesuatu diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya.

Hadis Tentang Shalat Raghaib

Hadis yang menjadi sandaran utama pelaksanaan Shalat Raghaib adalah hadis yang sangat panjang yang menjelaskan tentang keutamaan dan tata caranya. Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa perawi, namun para ulama ahli kritik hadis (naqd al-hadits) telah memberikan vonis yang tegas terhadapnya.

Imam An-Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi'i, dalam kitabnya Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, menyatakan dengan sangat jelas:

"Shalat yang dikenal sebagai Shalat Raghaib, yaitu dua belas rakaat yang dikerjakan antara Maghrib dan Isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab, dan shalat malam Nisfu Sya'ban seratus rakaat, kedua shalat ini adalah bid'ah yang mungkar dan tercela. Janganlah tertipu dengan disebutkannya kedua shalat ini dalam kitab Quut al-Qulub atau Ihya' Ulumiddin, dan jangan pula tertipu dengan hadis yang diriwayatkan mengenai keduanya, karena semua itu adalah batil."

Pendapat Imam An-Nawawi ini sangat kuat karena beliau tidak hanya menyatakan hadisnya lemah, tetapi menyebutnya batil dan amalannya sebagai bid'ah yang mungkar. Ulama lain yang juga mengkritik hadis ini adalah Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani, Ibn al-Jauzi, Imam Adz-Dzahabi, dan banyak lagi. Ibn al-Jauzi bahkan memasukkan hadis tentang Shalat Raghaib ke dalam kitabnya yang terkenal, Al-Maudhu'at, yang khusus mengumpulkan hadis-hadis palsu (maudhu').

Para ahli hadis menjelaskan bahwa cacat dalam hadis ini terletak pada rantai perawinya. Terdapat perawi-perawi yang tidak dikenal (majhul) dan perawi yang dituduh sebagai pendusta. Oleh karena itu, hadis semacam ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk menetapkan sebuah ibadah yang bersifat khusus.

Hadis Mengenai Shalat Lainnya di Bulan Rajab

Demikian pula halnya dengan hadis-hadis yang menyebutkan tentang shalat khusus di awal bulan Rajab atau pertengahan Rajab. Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani dalam karyanya Tabyin al-'Ajab bima Warada fi Fadhli Rajab, sebuah risalah yang khusus membahas hadis-hadis seputar keutamaan bulan Rajab, menyimpulkan:

"Tidak ada satu pun hadis shahih yang bisa dijadikan hujjah (argumen) mengenai keutamaan bulan Rajab, tidak dalam hal puasanya, tidak pula dalam shalat malamnya secara khusus. Namun, telah shahih bahwa Rajab adalah salah satu bulan haram."

Pernyataan dari seorang ahli hadis sekaliber Ibn Hajar ini menjadi pukulan telak bagi klaim adanya shalat sunnah khusus di bulan Rajab. Beliau menegaskan bahwa semua riwayat yang mengkhususkan ibadah tertentu di bulan ini, baik puasa maupun shalat, tidak ada yang mencapai derajat shahih, bahkan mayoritasnya adalah lemah (dha'if) atau palsu (maudhu').

Pandangan Empat Mazhab dan Ulama Kontemporer

Sikap para ulama mazhab fikih yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) secara umum sejalan dengan kesimpulan para ahli hadis. Mereka tidak menganjurkan atau bahkan melarang pelaksanaan shalat Rajab dengan tata cara yang spesifik tersebut karena tidak didasari oleh dalil yang sah.

Mazhab Syafi'i

Meskipun sebagian masyarakat di wilayah yang mayoritas bermazhab Syafi'i mempraktikkan shalat ini, para ulama besar mazhab Syafi'i justru menjadi yang terdepan dalam mengingkarinya. Seperti yang telah dikutip dari Imam An-Nawawi, beliau dengan tegas menyebutnya sebagai bid'ah. Ulama Syafi'iyah lainnya seperti Imam Al-'Izz bin Abdissalam juga memiliki pandangan yang sama, mengkategorikannya sebagai bid'ah yang tidak memiliki dasar dalam syariat.

Mazhab Maliki, Hanafi, dan Hanbali

Para ulama dari mazhab lain juga sepakat dalam hal ini. Mereka memandang bahwa mengkhususkan suatu waktu dengan ibadah tertentu tanpa ada dalil dari syariat adalah bentuk dari perbuatan bid'ah. Imam Ath-Thurthusyi Al-Maliki adalah salah satu ulama yang pertama kali menulis secara khusus tentang bid'ahnya Shalat Raghaib dan shalat Nisfu Sya'ban. Para ulama Hanbali seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim juga sangat keras dalam menolak amalan ini, menjelaskan bahwa praktik ini baru muncul beberapa abad setelah zaman Rasulullah SAW dan para sahabat.

Ibnu Taimiyah dalam Majmu' al-Fatawa menyatakan bahwa shalat Raghaib adalah bid'ah menurut kesepakatan para imam agama. Beliau menjelaskan bahwa shalat ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, para sahabatnya, para tabi'in, maupun para imam mazhab. Hadis yang menjadi sandarannya adalah hadis dusta menurut kesepakatan para ahli hadis.

Mengapa Dianggap Bid'ah?

Penting untuk memahami mengapa para ulama begitu tegas mengkategorikan shalat Rajab sebagai bid'ah. Sebuah amalan dianggap bid'ah dalam ibadah jika ia memenuhi beberapa kriteria, di antaranya:

  1. Mengkhususkan Waktu: Menetapkan malam Jumat pertama Rajab sebagai waktu khusus untuk shalat 12 rakaat.
  2. Mengkhususkan Tata Cara (Kaifiyah): Menentukan jumlah rakaat (12 rakaat), bacaan surah spesifik (Al-Qadr 3x, Al-Ikhlas 12x), dan dzikir-dzikir setelahnya.
  3. Mengkhususkan Keutamaan (Fadhilah): Meyakini adanya pahala-pahala luar biasa yang dikaitkan dengan amalan ini, yang semuanya bersumber dari hadis palsu.
  4. Dilakukan Secara Berjamaah dan Menjadi Syiar: Praktik ini terkadang dilakukan secara bersama-sama dan dianggap sebagai salah satu syiar atau amalan rutin di bulan Rajab.

Kombinasi dari pengkhususan-pengkhususan inilah yang menjadikannya keluar dari kerangka sunnah dan masuk ke dalam kategori amalan yang diada-adakan (bid'ah).

Amalan yang Dianjurkan di Bulan Rajab

Meskipun shalat Rajab dengan tata cara khusus tidak memiliki landasan, bukan berarti bulan Rajab menjadi bulan yang kosong dari amalan. Semangat beribadah di bulan ini harus diarahkan kepada amalan-amalan yang telah jelas disyariatkan dan memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Bulan Rajab, sebagai salah satu bulan haram, adalah momentum yang sangat baik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah secara umum.

Berikut adalah amalan-amalan yang dianjurkan untuk diperbanyak di bulan Rajab dan bulan-bulan haram lainnya:

1. Memperbanyak Istighfar dan Taubat

Karena dosa di bulan haram lebih berat, maka seharusnya kita lebih giat lagi dalam memohon ampunan (istighfar) dan bertaubat kepada Allah SWT. Ini adalah amalan yang bisa dilakukan kapan saja, tanpa batasan waktu dan tempat. Memperbanyak ucapan "Astaghfirullahal 'adzim" dan merenungi dosa-dosa adalah cara terbaik untuk membersihkan diri.

2. Puasa Sunnah

Tidak ada puasa khusus bulan Rajab yang memiliki dalil shahih. Namun, kita bisa mengisi bulan ini dengan puasa-puasa sunnah yang sudah rutin dianjurkan, seperti:

Intinya, berpuasa di bulan Rajab termasuk dalam keumuman anjuran berpuasa di bulan-bulan haram, tetapi tanpa mengkhususkan hari tertentu atau meyakini keutamaan khusus yang tidak berdasar.

3. Shalat-Shalat Sunnah Rawatib dan Mutlak

Daripada mengerjakan shalat yang tidak ada tuntunannya, lebih baik kita menyempurnakan dan memperbanyak shalat-shalat sunnah yang jelas disyariatkan:

4. Memperbanyak Dzikir dan Membaca Al-Qur'an

Mengisi waktu luang di bulan Rajab dengan berdzikir (tasbih, tahmid, tahlil, takbir) dan membaca Al-Qur'an adalah amalan yang sangat dianjurkan. Merenungi makna Al-Qur'an dan mengamalkannya adalah inti dari ketaatan seorang hamba.

5. Bersedekah

Bulan Rajab adalah kesempatan untuk melatih kedermawanan. Bersedekah di bulan yang mulia ini diharapkan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Kesimpulan: Beribadah dengan Ilmu

Bulan Rajab adalah gerbang menuju bulan Sya'ban dan Ramadhan. Ia adalah waktu yang tepat untuk memulai persiapan spiritual, meningkatkan ketaatan, dan menjauhi kemaksiatan. Semangat untuk beribadah di bulan ini adalah fitrah keimanan yang harus disyukuri dan diarahkan dengan benar.

Berdasarkan kajian mendalam dari para ulama ahli hadis dan fukaha terkemuka dari berbagai mazhab, dapat disimpulkan bahwa shalat Rajab, baik yang dikenal sebagai Shalat Raghaib maupun shalat-shalat dengan tata cara khusus lainnya, adalah amalan yang tidak memiliki landasan dalil yang shahih dari syariat Islam. Hadis-hadis yang dijadikan sandaran berstatus palsu (maudhu') atau sangat lemah (dhaif jiddan), sehingga tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan sebuah ibadah baru.

Sikap seorang Muslim yang bijak adalah mengikuti apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Agama Islam telah sempurna dan tidak memerlukan tambahan-tambahan dalam urusan ibadah. Daripada menyibukkan diri dengan amalan yang diperselisihkan dan cenderung pada bid'ah, lebih utama dan lebih selamat jika kita mengisi bulan Rajab yang mulia ini dengan memperbanyak amalan-amalan yang sudah jelas keutamaannya dan kesahihan dalilnya, seperti shalat malam, puasa sunnah, dzikir, sedekah, dan membaca Al-Qur'an.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk beribadah di atas landasan ilmu yang benar, menjauhkan kita dari amalan-amalan yang tidak ada tuntunannya, dan menerima segala amal kebaikan kita, terutama di bulan-bulan yang dimuliakan-Nya.

🏠 Kembali ke Homepage