Ilustrasi tangan berdoa di waktu subuh Doa Ilustrasi tangan menengadah berdoa di waktu subuh

Membedah Pengganti Doa Qunut Subuh: Solusi Saat Lupa atau Berbeda Pandangan

Sholat Subuh memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Ia adalah sholat yang disaksikan oleh para malaikat, menjadi penanda dimulainya hari dengan ketaatan, dan menyimpan keberkahan yang melimpah. Di antara kekhususan yang sering dibicarakan dalam sholat Subuh adalah pelaksanaan Doa Qunut pada rakaat kedua setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Praktik ini, meskipun telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ibadah sebagian besar umat Muslim di Indonesia, merupakan salah satu ranah khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama fikih.

Perbedaan pandangan ini kemudian melahirkan pertanyaan-pertanyaan praktis di tengah masyarakat. Apa yang harus dilakukan jika seseorang lupa membaca Doa Qunut? Bagaimana jika sholat di belakang imam yang tidak membaca Qunut? Apakah ada bacaan spesifik yang bisa dianggap sebagai pengganti doa qunut subuh? Artikel ini akan mengupas tuntas persoalan tersebut secara mendalam, menelusuri akar perbedaannya dari sudut pandang empat mazhab besar, serta memberikan panduan praktis yang didasarkan pada argumen-argumen syar'i yang kokoh.

Tujuannya bukan untuk memperdebatkan mana yang paling benar, melainkan untuk membekali setiap Muslim dengan pemahaman yang komprehensif, sehingga dapat beribadah dengan tenang, mantap, dan penuh toleransi dalam menyikapi perbedaan. Memahami esensi, hukum, dan solusi terkait Doa Qunut akan menghilangkan kebingungan dan memperkuat kekhusyukan kita dalam menghadap Sang Pencipta di waktu fajar.

Bab 1: Memahami Makna dan Kandungan Doa Qunut Subuh

Sebelum membahas tentang penggantinya, sangat penting untuk menyelami makna dari Doa Qunut itu sendiri. Kata "Qunut" (القنوت) secara bahasa memiliki beberapa arti, di antaranya adalah ketaatan, berdiri lama, diam, dan doa. Dalam konteks istilah syar'i, Qunut adalah doa khusus yang dibaca dalam sholat pada waktu-waktu tertentu, salah satunya yang paling masyhur adalah saat i'tidal di rakaat terakhir sholat Subuh.

Lafaz dan Terjemahan Doa Qunut

Berikut adalah lafaz Doa Qunut yang paling umum diamalkan, berdasarkan riwayat yang shahih, beserta penjelasan mendalam dari setiap kalimatnya:

اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa 'aafinii fiiman 'aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit, fa lakal hamdu 'alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaiik, wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Penjabaran Makna Setiap Kalimat

Doa ini bukanlah sekadar rangkaian kata, melainkan permohonan komprehensif yang mencakup seluruh aspek kebaikan dunia dan akhirat.

1. "Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk."

Ini adalah permintaan akan hidayah. Hidayah di sini bukan hanya sekadar tahu mana yang benar dan salah, tetapi mencakup dua tingkatan: hidayah al-irsyad (petunjuk berupa ilmu dan penjelasan) dan hidayah at-taufiq (kemampuan dan kemauan untuk mengamalkan petunjuk tersebut). Kita memohon agar Allah tidak hanya menunjukkan jalan yang lurus, tetapi juga membimbing hati dan raga kita untuk istiqamah di atasnya, sebagaimana para nabi, orang-orang shalih, dan hamba-hamba pilihan-Nya.

2. "Berikanlah aku 'afiyah (keselamatan dan kesehatan) sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri 'afiyah."

Permintaan 'afiyah adalah salah satu doa terbaik. 'Afiyah tidak terbatas pada kesehatan fisik, tetapi meliputi keselamatan dari segala hal buruk: keselamatan dari penyakit hati (dengki, sombong, riya'), keselamatan dari fitnah dunia, keselamatan dari siksa kubur dan neraka, serta kesehatan jasmani dan rohani. Ini adalah permohonan perlindungan total dari Allah SWT.

3. "Peliharalah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau pelihara."

Kalimat ini (tawallanii) adalah permohonan untuk berada di bawah naungan, perlindungan, dan pertolongan khusus dari Allah (wilayah). Ketika Allah menjadi pelindung seorang hamba, maka tidak ada satu pun makhluk yang dapat mencelakakannya. Ini adalah bentuk penyerahan diri total, mengakui kelemahan diri, dan bergantung sepenuhnya pada kekuatan Allah.

4. "Berikanlah keberkahan pada apa yang telah Engkau berikan kepadaku."

Meminta barakah adalah meminta agar nikmat yang sedikit terasa cukup dan bermanfaat, sedangkan nikmat yang banyak membawa kebaikan dan tidak melalaikan. Keberkahan pada harta membuatnya menjadi jalan sedekah, keberkahan pada ilmu membuatnya bermanfaat bagi orang lain, dan keberkahan pada umur mengisinya dengan amal shalih. Tanpa keberkahan, sebanyak apapun nikmat bisa jadi tidak bernilai atau bahkan menjadi sumber malapetaka.

5. "Jauhkanlah aku dari keburukan apa yang Engkau tetapkan."

Ini adalah adab yang luhur dalam berdoa terkait takdir (qadha'). Kita beriman bahwa semua ketetapan Allah pada hakikatnya baik, namun dari sudut pandang kita sebagai manusia, ada ketetapan yang terasa buruk (sakit, musibah, kehilangan). Kita memohon kepada Allah agar dilindungi dari dampak buruk ketetapan tersebut dan diberi kekuatan serta hikmah untuk menghadapinya.

6. "Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atas-Mu."

Ini adalah deklarasi tauhid rububiyah. Pengakuan mutlak bahwa hanya Allah yang memiliki wewenang untuk menentukan dan menghakimi. Hukum-Nya tidak bisa diganggu gugat, dan tidak ada satu pun kekuatan yang mampu menandingi ketetapan-Nya. Ini menanamkan keyakinan dan ketenangan dalam hati.

7. "Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau beri perlindungan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi."

Sebuah penegasan bahwa kemuliaan ('izzah) dan kehinaan (dzillah) sejati hanya bersumber dari Allah. Siapapun yang dekat dengan Allah dan menjadi wali-Nya tidak akan pernah terhina, meskipun seluruh dunia merendahkannya. Sebaliknya, orang yang dimusuhi Allah tidak akan pernah merasakan kemuliaan hakiki, meskipun ia dipuja-puji oleh seluruh manusia.

8. "Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi."

Pujian dan pengagungan kepada Allah, mengakui kesempurnaan-Nya dari segala kekurangan. Ini adalah bentuk sanjungan yang layak disematkan setelah memohon dan mengakui kekuasaan-Nya.

Kalimat-kalimat selanjutnya adalah penutup yang menyempurnakan doa, yaitu pujian atas segala ketetapan-Nya, permohonan ampun (istighfar), serta shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Bab 2: Kedudukan Hukum Doa Qunut Subuh dalam Empat Mazhab

Memahami status hukum Doa Qunut adalah kunci untuk menjawab pertanyaan tentang penggantinya. Perbedaan pendapat di antara para imam mazhab dalam masalah ini adalah rahmat yang menunjukkan keluasan khazanah fikih Islam. Berikut adalah pandangan empat mazhab besar:

1. Mazhab Syafi'i

Dalam Mazhab Syafi'i, yang banyak dianut di Indonesia, hukum membaca Doa Qunut pada sholat Subuh adalah Sunnah Mu'akkadah atau Sunnah Ab'adh. Artinya, ini adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan dan menjadi bagian dari ciri khas sholat Subuh dalam mazhab ini.

  • Dalil Utama: Dalil yang menjadi sandaran utama adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, yang ditanya tentang Qunut Subuh, beliau menjawab: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa melakukan qunut pada sholat subuh sampai beliau meninggal dunia." (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi dengan sanad yang dinilai shahih oleh sekelompok ulama).
  • Konsekuensi Jika Ditinggalkan: Karena statusnya sebagai Sunnah Ab'adh (sunnah yang jika ditinggalkan dianjurkan untuk diganti), maka bagi seorang Syafi'iyah yang lupa atau sengaja tidak membaca Doa Qunut, ia dianjurkan untuk melakukan Sujud Sahwi sebelum salam.

2. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki memiliki pandangan yang mirip dengan Mazhab Syafi'i, yaitu menganggap Doa Qunut Subuh sebagai amalan yang disunnahkan (mustahabb). Namun, ada sedikit perbedaan dalam praktiknya.

  • Praktik: Para penganut Mazhab Maliki umumnya membaca Doa Qunut Subuh secara sirr (lirih atau pelan), baik sebagai imam maupun saat sholat sendirian. Mereka juga membacanya sebelum ruku', berbeda dengan Syafi'iyah yang membacanya setelah ruku'.
  • Dalil: Mereka juga bersandar pada riwayat-riwayat yang menunjukkan kontinuitas amalan tersebut dari Rasulullah SAW dan para sahabat.

3. Mazhab Hanafi

Berbeda dengan dua mazhab sebelumnya, Mazhab Hanafi berpendapat bahwa Doa Qunut tidak disyariatkan secara rutin pada sholat Subuh. Qunut menurut mereka hanya disyariatkan dalam dua kondisi:

  • Qunut Witir: Dilakukan pada rakaat terakhir sholat Witir sepanjang tahun.
  • Qunut Nazilah: Dilakukan pada semua sholat fardhu ketika umat Islam sedang ditimpa musibah besar, seperti perang, wabah, atau bencana alam.
  • Dalil: Mereka berpegang pada hadits dari Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud yang mengindikasikan bahwa Rasulullah SAW melakukan Qunut Subuh untuk mendoakan keburukan atas suku-suku tertentu selama sebulan, kemudian beliau meninggalkannya. Mereka memahami bahwa praktik Qunut Subuh bersifat temporer dan terikat pada sebab tertentu (nazilah). Hadits Anas bin Malik yang digunakan Mazhab Syafi'i mereka anggap memiliki kelemahan dari sisi perawi.

4. Mazhab Hanbali

Pandangan Mazhab Hanbali serupa dengan Mazhab Hanafi. Mereka meyakini bahwa Qunut tidak menjadi bagian rutin dari sholat Subuh. Hukumnya sama, yaitu hanya disyariatkan untuk sholat Witir dan saat terjadi Nazilah (musibah).

  • Dalil: Sandaran mereka sama kuatnya dengan Mazhab Hanafi, yaitu riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa praktik Qunut pada sholat fardhu (termasuk Subuh) ditinggalkan oleh Nabi setelah sebabnya hilang. Mereka menganggap amalan tersebut telah mansukh (dihapus hukumnya) untuk sholat Subuh rutin.
  • Sikap: Oleh karena itu, bagi seorang Hanbali, sholat Subuh tanpa Qunut adalah praktik yang sesuai dengan sunnah menurut pemahaman mereka.
Perbedaan ini menunjukkan betapa luasnya ilmu para ulama dalam menganalisis dalil. Sikap yang paling bijak adalah menghormati setiap pandangan, mengikuti mazhab yang diyakini, dan tidak menyalahkan mereka yang berbeda amalan, selama masing-masing memiliki dasar argumen yang kuat dari para ulama muktabar.

Bab 3: Solusi Praktis dan "Pengganti" Ketika Qunut Subuh Ditinggalkan

Dari pemaparan hukum di atas, kita dapat memahami bahwa istilah "pengganti doa qunut subuh" memiliki makna yang berbeda-beda tergantung pada situasi dan mazhab yang dianut. Mari kita bedah satu per satu.

Situasi 1: Lupa Membaca Doa Qunut (Bagi Penganut Mazhab Syafi'i)

Ini adalah konteks paling umum di mana pertanyaan tentang "pengganti" muncul. Jika Anda mengikuti Mazhab Syafi'i dan Anda lupa membaca Doa Qunut, maka solusi atau "pengganti" yang disyariatkan bukanlah doa lain, melainkan sebuah tindakan untuk menambal kekurangan sunnah dalam sholat, yaitu Sujud Sahwi.

Apa itu Sujud Sahwi?

Sujud Sahwi adalah dua sujud yang dilakukan sebelum salam untuk memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam sholat yang disebabkan karena lupa, seperti meninggalkan sunnah ab'adh (contohnya Qunut atau tasyahud awal), kelebihan rakaat, atau keraguan dalam jumlah rakaat.

Cara Melakukan Sujud Sahwi karena Lupa Qunut:

  1. Selesaikan bacaan tasyahud akhir hingga selesai membaca shalawat Ibrahimiyah ("...fil 'aalamiina innaka hamiidum majiid").
  2. Sebelum mengucapkan salam, lakukan sujud seperti sujud biasa sambil membaca tasbih sujud atau doa khusus sujud sahwi.
  3. Bacaan yang dianjurkan saat sujud sahwi adalah:
    سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو

    Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huu.

    "Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa."

  4. Bangkit dari sujud pertama dan duduk di antara dua sujud (duduk iftirasy) sejenak.
  5. Lakukan sujud kedua, membaca bacaan yang sama.
  6. Bangkit dari sujud kedua, lalu langsung mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri untuk mengakhiri sholat.

Jadi, dalam konteks ini, Sujud Sahwi adalah pengganti fungsional dari Doa Qunut yang terlupakan. Ia berfungsi untuk menyempurnakan sholat yang memiliki kekurangan sunnah ab'adh.

Situasi 2: Menjadi Makmum di Belakang Imam yang Tidak Berqunut

Ini adalah situasi yang sangat sering terjadi, misalnya saat bepergian atau sholat di masjid yang imamnya bermazhab Hanafi atau Hanbali. Apa yang harus dilakukan oleh makmum Syafi'iyah?

Para ulama Syafi'iyah memberikan panduan yang sangat jelas: makmum wajib mengikuti imam. Kesatuan jamaah lebih diutamakan daripada menjalankan amalan sunnah pribadi. Dalam hal ini, makmum tidak melakukan tiga hal:

  • Tidak membaca Qunut sendiri. Makmum tidak dianjurkan untuk membaca Doa Qunut sendiri saat imam langsung sujud setelah i'tidal. Mengapa? Karena hal itu akan menyebabkan ia tertinggal jauh dari gerakan imam, yang mana hal ini dapat membatalkan sholat. Kewajiban mengikuti imam lebih tinggi daripada anjuran melakukan Qunut.
  • Tidak melakukan Sujud Sahwi di akhir sholat. Meskipun makmum tidak berqunut, ia tidak perlu melakukan sujud sahwi. Sebab, kekurangan tersebut "ditanggung" oleh imam. Prinsipnya adalah sholat makmum terikat dengan sholat imam. Jika sholat imam sah, maka sholat makmum pun sah.
  • Tidak mufaraqah (memisahkan diri dari jamaah). Tidak dibenarkan bagi makmum untuk berniat memisahkan diri dari jamaah hanya karena imam tidak membaca Qunut.

Dalam situasi ini, "pengganti" Doa Qunut adalah ketaatan kepada imam demi menjaga keutuhan sholat berjamaah. Pahala mengikuti imam dan menjaga persatuan insya Allah jauh lebih besar.

Situasi 3: Sengaja Tidak Melakukan (Bagi Penganut Mazhab Lain)

Bagi seorang Muslim yang mengikuti Mazhab Hanafi atau Hanbali, meninggalkan Doa Qunut Subuh bukanlah sebuah kekurangan. Sebaliknya, itu adalah pelaksanaan sholat yang sesuai dengan pemahaman dalil yang mereka yakini. Maka dalam konteks ini, tidak ada istilah "pengganti" karena memang tidak ada sesuatu yang perlu digantikan. Sholat mereka sempurna tanpa Doa Qunut.

Bagaimana jika seorang Syafi'iyah sengaja meninggalkannya? Sholatnya tetap sah, namun ia telah meninggalkan sebuah sunnah yang sangat dianjurkan (sunnah mu'akkadah) dan perbuatannya dianggap makruh (dibenci). Ia kehilangan keutamaan dan pahala dari doa yang agung tersebut, namun tidak sampai membatalkan sholatnya.

Bab 4: Apakah Ada Doa Pengganti Secara Tekstual?

Setelah memahami konteks di atas, pertanyaan yang lebih spesifik muncul: adakah bacaan doa lain yang bisa dibaca sebagai "pengganti doa qunut subuh" jika seseorang, karena satu dan lain hal, tidak membacanya?

Jawabannya: Tidak ada doa spesifik yang ditetapkan oleh syariat sebagai pengganti literal Doa Qunut yang dibaca pada posisi i'tidal rakaat kedua sholat Subuh. Konsep "pengganti" yang ada dalam fikih, khususnya Mazhab Syafi'i, adalah berupa tindakan kompensasi (Sujud Sahwi), bukan mengganti satu teks doa dengan teks doa lainnya.

Namun, jika yang dimaksud "pengganti" adalah amalan doa lain untuk meraih keutamaan yang serupa di luar sholat atau pada waktu-waktu doa yang mustajab, maka jawabannya adalah sangat banyak. Kandungan Doa Qunut yang mencakup permohonan hidayah, 'afiyah, perlindungan, dan keberkahan, juga terdapat dalam banyak doa lain dari Al-Qur'an dan Sunnah. Doa-doa ini bisa menjadi amalan harian untuk melengkapi kebutuhan spiritual kita.

Amalan Doa Komprehensif (Bukan Sebagai Pengganti di Dalam Sholat)

Berikut adalah beberapa doa agung yang bisa diamalkan secara rutin di luar sholat, yang kandungannya mencakup banyak permohonan dalam Doa Qunut:

1. Doa Sapu Jagat

Ini adalah doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW, mencakup semua kebaikan dunia dan akhirat.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil-aakhirati hasanah, wa qinaa 'adzaaban-naar.

"Wahai Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka." (QS. Al-Baqarah: 201). Kebaikan (hasanah) di dunia mencakup 'afiyah, rezeki yang berkah, ilmu yang bermanfaat, dan pasangan yang shalih/shalihah. Kebaikan di akhirat mencakup ampunan dosa, kemudahan hisab, dan masuk surga.

2. Doa Memohon Empat Perkara Pokok

Doa ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, berisi permohonan empat pilar kebahagiaan seorang hamba.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Allahumma inni as-alukal-hudaa, wat-tuqaa, wal-'afaafa, wal-ghinaa.

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk (al-huda), ketakwaan (at-tuqa), kesucian diri (al-'afaf), dan kecukupan (al-ghina)." Ini sangat sejalan dengan permintaan hidayah, perlindungan, dan keberkahan dalam Doa Qunut.

3. Memperbanyak Istighfar, Terutama Sayyidul Istighfar

Bagian akhir dari Doa Qunut adalah permohonan ampun. Memperbanyak istighfar, terutama membaca Sayyidul Istighfar (rajanya istighfar) di waktu pagi dan petang, adalah cara ampuh untuk meraih ampunan dan perlindungan Allah.

Intinya, jika seseorang tidak berqunut (karena lupa, menjadi makmum, atau mengikuti mazhab yang tidak mensunnahkannya), ia tidak perlu mencari-cari "doa pengganti" untuk dibaca saat i'tidal. Cukup lanjutkan sholat sesuai rukunnya. Namun, ia bisa "mengganti" atau melengkapi keutamaan doa tersebut dengan memperbanyak doa-doa komprehensif di waktu-waktu mustajab lainnya, seperti setelah sholat fardhu, di sepertiga malam terakhir, atau di antara adzan dan iqamah.

Kesimpulan: Menemukan Ketenangan dalam Perbedaan

Permasalahan seputar Doa Qunut Subuh dan penggantinya adalah cerminan dari kekayaan intelektual dalam tradisi Islam. Dari pembahasan yang panjang ini, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting:

  1. Doa Qunut Subuh adalah Khilafiyah: Hukumnya adalah Sunnah Mu'akkadah menurut Mazhab Syafi'i dan Maliki, namun tidak disunnahkan secara rutin menurut Mazhab Hanafi dan Hanbali. Semua pendapat memiliki dasar yang kuat.
  2. "Pengganti" Utama adalah Sujud Sahwi: Bagi penganut Mazhab Syafi'i, jika lupa membaca Doa Qunut, solusi syar'i yang dianjurkan adalah melakukan Sujud Sahwi sebelum salam. Ini adalah bentuk "pengganti" fungsional, bukan pengganti tekstual.
  3. Ikuti Imam Saat Berjamaah: Jika sholat di belakang imam yang tidak berqunut, maka makmum harus mengikutinya dan tidak membaca qunut sendiri. Kesatuan jamaah lebih diutamakan. Dalam hal ini, tidak ada Sujud Sahwi yang perlu dilakukan.
  4. Tidak Ada Teks Doa Pengganti: Tidak ada dalil yang menetapkan bacaan doa tertentu sebagai pengganti Doa Qunut pada saat i'tidal sholat Subuh. Jangan mengada-adakan amalan yang tidak ada tuntunannya.
  5. Fokus pada Substansi: Yang terpenting dari sholat adalah kekhusyukan, keikhlasan, dan kesempurnaan rukun serta wajibnya. Perkara sunnah seperti Qunut adalah penyempurna, namun jangan sampai perbedaan pandangan mengenainya merusak esensi sholat atau bahkan tali persaudaraan sesama Muslim.

Pada akhirnya, keluasan ilmu fikih mengajarkan kita untuk berlapang dada. Baik yang membaca Qunut maupun yang tidak, keduanya sama-sama berusaha mengikuti petunjuk Rasulullah SAW sesuai dengan pemahaman para ulama yang mereka ikuti. Daripada sibuk mencari-cari pengganti doa qunut subuh dalam bentuk teks, lebih baik kita sibuk memperbaiki kualitas sholat kita secara keseluruhan dan memperbanyak doa-doa terbaik di setiap kesempatan yang Allah berikan.

🏠 Kembali ke Homepage