Memahami Pengganti Qunut Subuh dan Alternatifnya dalam Sholat

Ilustrasi masjid saat fajar sebagai simbol sholat subuh dan doa qunut.

Pendahuluan: Membedah Persoalan Qunut dalam Sholat Subuh

Sholat Subuh memiliki keistimewaan tersendiri dalam khazanah ibadah umat Islam. Ia adalah sholat yang disaksikan oleh para malaikat, menjadi penanda dimulainya hari, dan menyimpan keberkahan yang luar biasa. Salah satu amalan yang kerap menjadi pembahasan hangat terkait Sholat Subuh adalah pelaksanaan Doa Qunut. Bagi sebagian Muslim, Qunut adalah bagian tak terpisahkan dari rakaat kedua Sholat Subuh, sebuah sunnah yang sangat dianjurkan. Namun, bagi sebagian yang lain, amalan ini tidak dilakukan secara rutin.

Perbedaan pandangan ini seringkali menimbulkan pertanyaan, terutama bagi mereka yang baru belajar atau berada di lingkungan yang memiliki praktik berbeda. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah: "Apa pengganti qunut sholat subuh jika saya tidak melakukannya?" atau "Apakah sholat saya tetap sah jika tertinggal atau sengaja tidak membaca qunut?". Artikel ini bertujuan untuk mengupas tuntas persoalan ini dari berbagai sudut pandang fiqih, memberikan pemahaman yang komprehensif, dan menenangkan hati dalam menjalankan ibadah.

Penting untuk dipahami sejak awal bahwa perbedaan pendapat mengenai qunut subuh adalah bagian dari kekayaan intelektual Islam (khilafiyah fiqhiyyah) yang bersumber dari interpretasi para ulama mujtahid terhadap dalil-dalil yang ada. Ini bukanlah persoalan pokok akidah, melainkan cabang dalam fiqih ibadah. Oleh karena itu, menyikapinya dengan lapang dada, saling menghormati, dan fokus pada esensi sholat adalah kunci utama.

Memahami Status Hukum Doa Qunut Subuh

Sebelum membahas tentang pengganti atau alternatif, kita perlu memahami terlebih dahulu akar dari perbedaan pendapat ini, yaitu status hukum dari Doa Qunut itu sendiri. Para ulama dari empat mazhab besar memiliki pandangan yang berbeda, yang semuanya didasarkan pada analisis hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

1. Pandangan Mazhab Syafi'i: Sunnah Mu'akkadah

Mazhab Syafi'i, yang banyak dianut di Indonesia dan Asia Tenggara, berpandangan bahwa hukum membaca Doa Qunut pada saat i'tidal di rakaat kedua Sholat Subuh adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika seseorang meninggalkannya, baik sengaja maupun karena lupa, sholatnya tetap sah namun dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam.

Landasan utama pandangan ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa melakukan qunut pada sholat subuh sampai beliau meninggal dunia." (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim).

Meskipun ada perdebatan mengenai kekuatan (derajat) hadis ini, para ulama Syafi'iyah menganggapnya sebagai dalil yang kuat untuk menetapkan kesunahan qunut secara terus-menerus pada Sholat Subuh. Bagi mereka, qunut bukan sekadar doa biasa, melainkan bagian dari sunnah ibadah sholat yang disebut sunnah ab'adh, yaitu sunnah yang jika ditinggalkan, dianjurkan untuk "ditambal" dengan sujud sahwi.

2. Pandangan Mazhab Maliki

Ulama dari Mazhab Maliki juga berpandangan bahwa qunut pada Sholat Subuh adalah sunnah. Namun, mereka memiliki sedikit perbedaan detail. Mereka berpendapat bahwa qunut Subuh lebih utama (mandub/mustahab) dilakukan dengan suara pelan (sirr) meskipun dalam sholat jahr (yang bacaannya dikeraskan). Posisi membacanya pun dianjurkan sebelum ruku', setelah selesai membaca surah. Ini berbeda dengan Mazhab Syafi'i yang melakukannya setelah ruku' (saat i'tidal).

3. Pandangan Mazhab Hanafi dan Hanbali

Di sisi lain, Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali memiliki pandangan yang berbeda. Secara umum, mereka berpendapat bahwa qunut tidak disyariatkan untuk dilakukan secara rutin pada Sholat Subuh. Menurut mereka, praktik qunut yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah qunut nazilah, yaitu qunut yang dibaca ketika umat Islam sedang menghadapi musibah besar, bencana, atau peperangan. Qunut nazilah ini bisa dilakukan di semua sholat wajib, tidak hanya Subuh.

Dalil yang mereka gunakan antara lain adalah hadis dari Abu Malik Al-Asyja'i yang bertanya kepada ayahnya:

"Wahai ayahku, engkau pernah sholat di belakang Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali di Kufah sini selama sekitar lima tahun. Apakah mereka semua melakukan qunut (pada sholat subuh)?" Ayahnya menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (bid'ah)." (HR. Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah).

Berdasarkan hadis ini dan riwayat lainnya, mereka menyimpulkan bahwa qunut yang dilakukan secara terus-menerus pada Sholat Subuh bukanlah bagian dari tuntunan yang konsisten dari Nabi. Namun, mereka tetap membolehkan qunut nazilah saat ada keperluan mendesak.

Dengan memahami peta perbedaan ini, kita dapat melihat bahwa persoalan ini memiliki akar dalil dan argumentasi yang kuat di setiap sisi. Tidak ada satu pihak yang benar-benar salah atau benar secara mutlak. Ini adalah ranah ijtihad para ulama.

"Pengganti" Qunut Sholat Subuh: Sebuah Konsep yang Perlu Diluruskan

Istilah "pengganti qunut" seringkali dipahami secara harfiah, seolah-olah ada satu doa atau bacaan spesifik yang harus dibaca untuk menggantikan posisi doa qunut yang ditinggalkan. Pemahaman ini perlu diluruskan. Dalam fiqih, tidak ada konsep "pengganti" satu-ke-satu untuk amalan sunnah yang ditinggalkan, dalam artian membaca doa lain di posisi yang sama. Konsep yang lebih tepat adalah "kompensasi" atau "tindakan yang dianjurkan" ketika sebuah amalan sunnah tertentu tidak dikerjakan.

Jadi, jawaban atas pertanyaan "Apa pengganti qunut sholat subuh?" dapat dibagi menjadi dua kategori utama:

  1. Tindakan Kompensasi Langsung: Apa yang harus dilakukan di dalam sholat itu sendiri jika qunut tertinggal, terutama menurut pandangan yang mensunnahkannya.
  2. Amalan Alternatif Umum: Doa dan dzikir lain yang bisa memperkaya sholat dan kehidupan seorang Muslim, yang esensinya sama-sama merupakan permohonan kepada Allah SWT.

1. Tindakan Kompensasi Langsung: Sujud Sahwi

Bagi mereka yang mengikuti pandangan Mazhab Syafi'i, di mana qunut dianggap sebagai sunnah ab'adh, maka tindakan kompensasi utama jika lupa atau sengaja tidak membaca qunut adalah dengan melakukan Sujud Sahwi.

Apa itu Sunnah Ab'adh?

Dalam Mazhab Syafi'i, sunnah-sunnah dalam sholat dibagi menjadi dua:

Kapan Sujud Sahwi Dilakukan?

Sujud sahwi dilakukan karena lupa, bukan karena sengaja meninggalkan. Namun, para ulama Syafi'iyah memperluasnya, bahkan jika seseorang sengaja meninggalkannya pun, tetap dianjurkan sujud sahwi untuk menyempurnakan sholatnya. Sujud sahwi dilakukan sebanyak dua kali sujud, tepat sebelum salam.

Tata Cara Sujud Sahwi

Setelah selesai membaca tasyahud akhir, shalawat, dan doa sebelum salam, tanpa didahului takbiratul ihram lagi, Anda langsung melakukan sujud sambil membaca takbir ("Allahu Akbar").

Dalam sujud tersebut, bacaan yang dianjurkan adalah:

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو

Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huu.

Artinya: "Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa."

Setelah itu, bangkit dari sujud (duduk di antara dua sujud) sambil bertakbir, kemudian sujud lagi sambil bertakbir dan membaca bacaan yang sama. Setelah sujud kedua, bangkit sambil bertakbir, lalu langsung mengucapkan salam untuk mengakhiri sholat.

Jadi, bagi pengikut Mazhab Syafi'i, "pengganti" paling utama dan langsung dari qunut yang terlupakan adalah sujud sahwi. Ini adalah mekanisme yang diajarkan dalam fiqih untuk menambal kekurangan yang terjadi dalam sholat akibat meninggalkan sunnah yang ditekankan.

Bagaimana Jika Tidak Melakukan Sujud Sahwi?

Jika seseorang tidak membaca qunut dan juga tidak melakukan sujud sahwi, sholat Subuhnya tetap dianggap sah. Sujud sahwi itu sendiri hukumnya sunnah, bukan wajib. Meninggalkan sunnah (qunut) dan meninggalkan sunnah lainnya (sujud sahwi) tidak sampai membatalkan sholat, meskipun tentu saja mengurangi kesempurnaan pahalanya.

2. Amalan Alternatif Umum: Memperkaya Doa dan Dzikir

Bagi mereka yang tidak mengamalkan qunut subuh berdasarkan keyakinan fiqih yang diikutinya, atau bagi siapa saja yang ingin menambah kekhusyukan sholatnya, tidak ada "pengganti" spesifik yang dibaca saat i'tidal. Posisi i'tidal tetap diisi dengan bacaan i'tidal yang ma'tsur (berasal dari tuntunan).

Namun, esensi dari Doa Qunut adalah permohonan, pujian, dan pengharapan kepada Allah. Esensi ini dapat kita wujudkan dalam banyak bentuk amalan lain, baik di dalam maupun di luar sholat. Inilah yang bisa kita sebut sebagai "alternatif" dalam makna yang lebih luas.

A. Memperpanjang I'tidal dengan Dzikir yang Shahih

Daripada mencari bacaan pengganti, kita bisa menyempurnakan bacaan i'tidal itu sendiri. Selain bacaan yang umum: "Rabbanaa wa lakal hamd," ada beberapa tambahan dzikir yang diriwayatkan dari Nabi:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Rabbanaa wa lakal hamd, hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiih.

Artinya: "Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, pujian yang banyak, yang baik, dan penuh keberkahan."

Atau bisa juga dengan bacaan yang lebih panjang:

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ، أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ، وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ، لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Rabbanaa lakal hamdu mil-as-samaawaati wa mil-al-ardhi wa mil-a maa syi'ta min syai-in ba'du. Ahlats-tsanaa-i wal-majdi, ahaqqu maa qaalal-'abdu, wa kullunaa laka 'abdun. Laa maani'a limaa a'thaita, wa laa mu'thiya limaa mana'ta, wa laa yanfa'u dzal-jaddi minkal-jaddu.

Artinya: "Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu. Wahai Dzat yang layak dipuji dan diagungkan, inilah ucapan yang paling berhak diucapkan oleh seorang hamba, dan kami semua adalah hamba-Mu. Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Dan tidaklah bermanfaat kekayaan orang yang kaya dari (siksa)-Mu."

Memperkaya i'tidal dengan dzikir-dzikir ini adalah cara yang sangat baik untuk menambah kekhusyukan tanpa harus melakukan sesuatu yang tidak ada tuntunannya.

B. Memperbanyak Doa di Posisi Lain dalam Sholat

Sholat adalah momentum doa. Ada beberapa tempat mustajab untuk berdoa di dalam sholat. Jika tidak berdoa saat i'tidal (qunut), kita bisa memaksimalkan doa di posisi-posisi berikut:

1. Saat Sujud

Posisi sujud adalah saat di mana seorang hamba berada paling dekat dengan Tuhannya. Rasulullah SAW bersabda:

"Saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa (di dalamnya)." (HR. Muslim).

Setelah membaca dzikir sujud "Subhaana rabbiyal a'laa," kita bisa menambahkan doa-doa apa saja yang kita inginkan, baik untuk urusan dunia maupun akhirat. Boleh menggunakan bahasa Arab atau bahasa sendiri di dalam hati (menurut sebagian ulama). Beberapa doa yang diajarkan Nabi untuk dibaca saat sujud antara lain:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii 'alaa diinik.

Artinya: "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu."

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Allahumma innii a'uudzu bika min 'adzaabi jahannam, wa min 'adzaabil qabri, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnatil masiihid dajjaal.

Artinya: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."

2. Saat Duduk di Antara Dua Sujud

Doa yang dibaca saat duduk di antara dua sujud sudah sangat komprehensif, mencakup permohonan ampun, rahmat, petunjuk, rezeki, dan kesehatan. Membacanya dengan penuh penghayatan adalah sebuah doa yang luar biasa.

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي

Rabbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa'aafinii.

Artinya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah kekuranganku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, dan sehatkanlah aku."

3. Sebelum Salam pada Tasyahud Akhir

Setelah selesai membaca tasyahud dan shalawat ibrahimiyah, waktu sebelum salam adalah salah satu waktu terbaik untuk berdoa. Rasulullah secara khusus menganjurkan untuk memohon perlindungan dari empat perkara (seperti doa yang disebutkan di atas) dan kemudian beliau bersabda, "...kemudian hendaklah ia memilih doa apa saja yang ia sukai, lalu berdoa dengannya." (HR. Muslim).

Ini adalah kesempatan emas untuk memanjatkan segala hajat dan harapan kita kepada Allah sebelum mengakhiri sholat.

C. Mengoptimalkan Dzikir dan Doa Setelah Sholat

Jika esensi qunut adalah doa, maka "pengganti" yang paling logis adalah memperbanyak doa di waktu-waktu lain, terutama setelah sholat fardhu. Waktu setelah sholat adalah momen yang sangat dianjurkan untuk berdzikir dan berdoa. Rutinitas berdzikir setelah sholat yang diajarkan Nabi (membaca tasbih, tahmid, takbir masing-masing 33 kali, Ayat Kursi, dan surah-surah pendek) adalah fondasi yang sangat kuat. Setelah itu, angkatlah tangan dan berdoalah dengan khusyuk, memohon apa yang terkandung dalam doa qunut dan hajat-hajat lainnya: petunjuk, kesehatan, keberkahan, ampunan, dan perlindungan dari segala keburukan.

Sikap Seorang Makmum dalam Masalah Qunut

Permasalahan menjadi lebih praktis ketika kita sholat berjamaah. Bagaimana sikap kita jika imam melakukan sesuatu yang berbeda dengan keyakinan kita, atau sebaliknya?

1. Jika Imam Melakukan Qunut, Sementara Kita Tidak Biasa Qunut

Para ulama sepakat bahwa makmum wajib mengikuti imam. Jika imam mengangkat tangan untuk qunut, maka sebagai makmum, kita juga harus mengangkat tangan dan mengaminkan doa imam. Tidak boleh seorang makmum hanya berdiam diri atau langsung sujud mendahului imam. Mengikuti imam lebih utama daripada mempertahankan pendapat pribadi dalam masalah khilafiyah. Hal ini demi menjaga keutuhan dan kesatuan shaf sholat berjamaah.

2. Jika Imam Tidak Melakukan Qunut, Sementara Kita Biasa Qunut

Dalam kasus ini, makmum juga harus mengikuti imam. Makmum tidak boleh melakukan qunut sendirian sementara imam sudah turun untuk sujud. Sholat makmum terikat dengan gerakan imam. Jika imam tidak qunut, maka kita pun tidak qunut dan langsung ikut sujud bersama imam. Sholat kita tetap sah dan sempurna karena mengikuti imam adalah sebuah kewajiban dalam sholat berjamaah.

3. Jika Imam Lupa Qunut lalu Melakukan Sujud Sahwi

Sebagai makmum, kita wajib mengikuti imam melakukan sujud sahwi, meskipun kita berkeyakinan qunut bukanlah sunnah yang jika ditinggalkan harus sujud sahwi. Kepatuhan kepada imam dalam gerakan sholat adalah prinsip utama.

4. Jika Imam Lupa Qunut dan Tidak Melakukan Sujud Sahwi

Bagi makmum yang meyakini kesunahan qunut, sholatnya tetap sah. Ia tidak perlu melakukan sujud sahwi sendirian setelah imam salam. Kekurangan imam sudah ditanggung oleh imam itu sendiri, dan sholat jamaah tetap sah.

Sikap-sikap ini mengajarkan kita tentang adab dalam perbedaan (adabul ikhtilaf) dan pentingnya mengutamakan persatuan di atas perbedaan pendapat furu' (cabang).

Kesimpulan: Menemukan Ketenangan dalam Ibadah

Dari pembahasan yang panjang ini, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting mengenai pengganti qunut sholat subuh:

  1. Istilah "pengganti" tidak merujuk pada satu doa spesifik yang dibaca di posisi qunut. Konsep yang lebih tepat adalah kompensasi atau alternatif.
  2. Bagi yang meyakini qunut adalah sunnah ab'adh (Mazhab Syafi'i), kompensasi langsung jika meninggalkannya adalah dengan melakukan sujud sahwi sebelum salam. Ini adalah "pengganti" dalam makna fiqih yang paling mendekati.
  3. Sholat Subuh tetap sah meskipun seseorang tidak membaca qunut, baik ia lupa maupun sengaja, dan baik ia melakukan sujud sahwi ataupun tidak.
  4. Sebagai alternatif dalam makna yang lebih luas, esensi doa qunut dapat diwujudkan dengan memperbanyak dan menghayati doa di waktu-waktu mustajab lain dalam sholat, seperti saat sujud dan sebelum salam.
  5. Memperkaya sholat dengan dzikir-dzikir i'tidal yang shahih dan mengoptimalkan doa setelah sholat juga merupakan cara terbaik untuk meraih kekhusyukan dan keberkahan, terlepas dari apakah kita melakukan qunut atau tidak.
  6. Dalam sholat berjamaah, prinsip utama adalah mengikuti imam. Ini adalah pelajaran berharga tentang toleransi, persatuan, dan adab dalam perbedaan pendapat.

Pada akhirnya, yang terpenting adalah melaksanakan Sholat Subuh itu sendiri dengan ikhlas, khusyuk, dan tepat waktu. Masalah qunut adalah bagian dari rahmat Allah dalam bentuk keragaman ijtihad para ulama. Pilihlah pendapat yang paling menenangkan hati berdasarkan ilmu yang kita yakini, dan hormatilah mereka yang memiliki pandangan berbeda. Fokuslah pada esensi ibadah: menyambungkan diri dengan Sang Pencipta, memohon ampunan-Nya, dan mengharap ridha-Nya di awal hari yang penuh berkah.

🏠 Kembali ke Homepage