Patela: Tulang Tempurung Lutut yang Vital bagi Gerak dan Fungsi
Patela, atau yang lebih dikenal sebagai tempurung lutut, adalah tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia. Meskipun ukurannya relatif kecil, peran patela sangat krusial dalam mekanisme pergerakan lutut, khususnya dalam ekstensi atau pelurusan kaki. Keberadaannya melindungi sendi lutut dari benturan langsung dan secara signifikan meningkatkan efisiensi kerja otot-otot paha depan, atau kuadrisep. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang patela, mulai dari anatomi kompleksnya, biomekanika geraknya, berbagai kondisi patologis yang mungkin terjadi, hingga metode diagnosis dan penanganannya.
Memahami patela bukan hanya penting bagi para profesional medis, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin menjaga kesehatan sendi lutut mereka. Berbagai cedera dan kondisi degeneratif dapat memengaruhi patela, menyebabkan nyeri, keterbatasan gerak, dan bahkan disabilitas. Dengan pengetahuan yang memadai, kita dapat lebih proaktif dalam pencegahan dan penanganan masalah yang berkaitan dengan tulang tempurung lutut ini.
1. Anatomi Patela: Sebuah Detail Fungsi
Patela adalah tulang segitiga pipih yang terletak di bagian depan sendi lutut, tertanam di dalam tendon kuadrisep femoris. Ini adalah contoh klasik dari tulang sesamoid, yaitu tulang yang berkembang di dalam tendon untuk meningkatkan efektivitas otot.
1.1. Bentuk dan Struktur Patela
Patela memiliki bentuk yang unik dengan beberapa permukaan penting:
Permukaan Anterior (Depan): Kasar dan berlubang, tempat melekatnya serat-serat tendon kuadrisep dan ligamen patela. Bagian ini juga dilapisi oleh jaringan lemak dan kulit.
Permukaan Posterior (Belakang): Lebih halus dan dilapisi oleh tulang rawan artikular yang tebal. Permukaan ini terbagi menjadi dua faset (medial dan lateral) oleh sebuah bubungan vertikal, yang bersesuaian dengan alur troklearis di tulang paha (femur). Faset lateral biasanya lebih besar daripada faset medial.
Basis (Atas): Bagian terlebar patela, tempat perlekatan tendon kuadrisep femoris.
Apex (Bawah): Bagian paling runcing, tempat asal ligamen patela yang membentang ke tuberositas tibia (tonjolan tulang kering).
Tepi Medial dan Lateral: Tepi-tepi ini memberikan perlekatan bagi retinaculum patela, struktur jaringan ikat yang membantu menstabilkan patela.
Tulang rawan artikular pada permukaan posterior patela adalah salah satu yang paling tebal di tubuh, mencerminkan beban kompresi yang sangat besar yang harus ditanggungnya selama gerakan lutut.
1.2. Hubungan Patela dengan Struktur Sekitarnya
Patela tidak bekerja sendiri; ia adalah bagian integral dari kompleks ekstensor lutut:
Tendon Kuadrisep Femoris: Patela tertanam dalam tendon ini, yang merupakan gabungan dari empat otot kuadrisep (rektus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius). Tendon ini berawal dari otot-otot paha dan melekat pada basis patela.
Ligamen Patela: Melanjutkan dari apex patela ke tuberositas tibia. Secara anatomis, ini adalah kelanjutan dari tendon kuadrisep, meskipun sering disebut ligamen karena menghubungkan tulang ke tulang (patela ke tibia).
Retinaculum Patela Medial dan Lateral: Pita-pita jaringan ikat yang berasal dari fascia paha dan melekat pada tepi patela, memberikan stabilitas lateral dan medial pada patela. Retinaculum lateral seringkali lebih tebal dan lebih kencang, yang bisa menjadi faktor dalam masalah pelacakan patela.
Alur Troklearis Femoralis: Lekukan di bagian distal femur (tulang paha) di mana patela meluncur naik turun selama fleksi dan ekstensi lutut. Bentuk dan kedalaman alur ini sangat penting untuk pelacakan patela yang benar.
2. Biomekanika dan Fungsi Patela
Fungsi utama patela adalah sebagai tuas pengungkit (pulley) untuk otot kuadrisep, meningkatkan efisiensi gaya yang dihasilkan otot ini. Tanpa patela, otot kuadrisep harus menarik langsung pada tibia, yang akan mengurangi momen gaya dan membuat ekstensi lutut jauh lebih sulit.
2.1. Peran Patela dalam Mekanika Lutut
Peningkatan Momen Gaya: Patela menjauhkan tendon kuadrisep dari pusat rotasi sendi lutut. Jarak yang lebih jauh ini (disebut lengan momen) meningkatkan torsi atau gaya rotasi yang dapat dihasilkan otot kuadrisep, sehingga ekstensi lutut menjadi lebih kuat dan efisien. Diperkirakan patela meningkatkan efisiensi otot kuadrisep sekitar 30-50%.
Perlindungan Sendi: Sebagai perisai, patela melindungi bagian depan sendi lutut dari cedera traumatis langsung.
Distribusi Beban: Patela membantu mendistribusikan gaya kompresi yang besar yang melintasi sendi lutut saat bergerak, terutama saat menopang berat badan, melompat, atau mendarat. Ini membantu mengurangi tekanan pada satu area tulang rawan saja.
Fasilitasi Gerakan: Permukaan posterior patela yang halus memungkinkan gerakan meluncur yang mulus di alur troklearis femoralis selama fleksi dan ekstensi lutut.
2.2. Pelacakan Patela (Patellar Tracking)
Gerakan patela yang optimal dikenal sebagai pelacakan patela. Selama fleksi dan ekstensi lutut, patela tidak hanya bergerak naik turun, tetapi juga sedikit berotasi dan miring. Pelacakan yang tepat sangat penting untuk mencegah nyeri dan kerusakan. Faktor-faktor yang memengaruhi pelacakan patela meliputi:
Anatomi Alur Troklearis: Kedalaman dan bentuk alur di femur. Alur yang terlalu dangkal atau tidak simetris dapat menyebabkan patela melacak secara tidak benar.
Keseimbangan Kekuatan Otot: Otot vastus medialis obliquus (VMO), bagian dari kuadrisep, berperan penting dalam menarik patela ke arah medial (ke dalam). Kelemahan VMO dapat menyebabkan patela tertarik terlalu jauh ke lateral (ke luar).
Ketegangan Jaringan Lunak: Retinaculum lateral yang terlalu kencang atau retinaculum medial yang longgar dapat menarik patela keluar dari jalurnya.
Sudut Q (Q-angle): Sudut yang dibentuk antara garis yang ditarik dari spina iliaka anterior superior ke pusat patela dan garis dari pusat patela ke tuberositas tibia. Sudut Q yang besar (lebih umum pada wanita karena panggul yang lebih lebar) meningkatkan tarikan lateral pada patela, berpotensi menyebabkan masalah pelacakan.
Rotasi Tibia dan Femur: Ketidakselarasan rotasi pada tulang paha atau tulang kering juga dapat memengaruhi posisi patela dan pelacakannya.
3. Kondisi dan Gangguan Umum pada Patela
Mengingat perannya yang kompleks dan beban yang ditanggungnya, patela rentan terhadap berbagai cedera dan kondisi degeneratif. Berikut adalah beberapa masalah umum yang berkaitan dengan patela:
PFPS adalah salah satu penyebab nyeri lutut anterior (depan) yang paling umum, terutama di kalangan atlet dan individu yang aktif. Ini ditandai dengan nyeri di sekitar atau di belakang patela, seringkali memburuk dengan aktivitas yang melibatkan beban pada lutut seperti berlari, melompat, naik/turun tangga, atau duduk dalam waktu lama dengan lutut ditekuk.
3.1.1. Penyebab PFPS
PFPS adalah kondisi multifaktorial, artinya ada banyak penyebab yang mungkin berkontribusi. Beberapa faktor utama meliputi:
Ketidakseimbangan Otot:
Kelemahan otot kuadrisep, terutama vastus medialis obliquus (VMO), yang bertugas menstabilkan patela ke arah medial.
Otot paha belakang (hamstring) yang kencang, yang dapat meningkatkan tekanan pada patela.
Otot gluteal (pantat) yang lemah, terutama gluteus medius, yang dapat menyebabkan kolaps lutut ke dalam (valgus dinamis) saat beraktivitas.
Otot betis yang kencang, memengaruhi biomekanika kaki dan lutut.
Pelacakan Patela yang Buruk: Patela tidak meluncur dengan benar di alur troklearis, menyebabkan gesekan yang tidak semestinya dan iritasi.
Overuse (Penggunaan Berlebihan): Peningkatan volume atau intensitas aktivitas fisik yang terlalu cepat tanpa adaptasi yang cukup, terutama pada olahraga lari, melompat, atau bersepeda.
Biomekanika Tubuh Bawah:
Kaki rata (flat feet) atau pronasi berlebihan.
Sudut Q yang meningkat.
Kelemahan pinggul dan panggul.
Trauma Ringan Berulang: Cedera berulang pada tulang rawan patela atau jaringan lunak di sekitarnya.
Alas Kaki yang Tidak Tepat: Sepatu yang tidak memberikan dukungan yang memadai.
3.1.2. Gejala PFPS
Nyeri tumpul di bagian depan lutut, di sekitar atau di belakang patela.
Nyeri memburuk dengan aktivitas seperti berlari, melompat, jongkok, naik/turun tangga, atau setelah duduk lama.
Bunyi 'klik' atau 'krepitasi' pada lutut saat digerakkan.
Kadang-kadang disertai sensasi "lutut terasa lemah" atau "akan menyerah".
3.1.3. Penanganan PFPS
Penanganan PFPS umumnya konservatif dan berfokus pada rehabilitasi:
Istirahat Relatif: Mengurangi aktivitas yang memicu nyeri, tetapi tidak sepenuhnya menghentikan gerakan.
Modifikasi Aktivitas: Mengubah cara berolahraga atau melakukan tugas sehari-hari untuk mengurangi beban pada lutut.
Fisioterapi:
Latihan penguatan otot kuadrisep (terutama VMO), gluteal, dan panggul.
Peregangan otot hamstring, betis, dan iliotibial band (IT band) yang kencang.
Latihan propriosepsi (keseimbangan) dan kontrol neuromuskular.
Teknik taping patela (Kinesio Taping atau McConnell Taping) untuk membantu pelacakan patela.
Mobilisasi patela untuk meningkatkan gerakan.
Obat-obatan: Antiinflamasi non-steroid (OAINS) untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
Alas Kaki dan Ortotik: Penggunaan sepatu yang tepat atau sol ortotik untuk mengatasi masalah biomekanika kaki.
Injeksi: Jarang digunakan, tetapi bisa dipertimbangkan injeksi kortikosteroid atau PRP (Platelet-Rich Plasma) dalam kasus tertentu.
Operasi jarang diperlukan untuk PFPS dan biasanya hanya dipertimbangkan jika penanganan konservatif yang ekstensif gagal.
3.2. Dislokasi Patela
Dislokasi patela terjadi ketika patela keluar dari alur troklearis femoralisnya. Ini seringkali merupakan kejadian traumatis dan sangat menyakitkan.
3.2.1. Penyebab Dislokasi Patela
Trauma Langsung: Pukulan langsung ke patela saat lutut sedikit ditekuk.
Trauma Tidak Langsung: Gerakan memutar yang tiba-tiba saat kaki menapak, seperti saat berolahraga basket atau sepak bola.
Faktor Predisposisi Anatomi:
Alur troklearis yang dangkal atau displasia troklearis (bentuk abnormal alur).
Patela alta (patela terletak terlalu tinggi).
Hiperlaksitas ligamen (ligamen terlalu longgar secara umum).
Sudut Q yang besar.
Kelemahan atau ketidakseimbangan otot di sekitar lutut.
Hipoplasia (perkembangan kurang) dari kondilus femoralis medial.
3.2.2. Gejala Dislokasi Patela
Nyeri hebat yang tiba-tiba pada lutut.
Perubahan bentuk lutut yang jelas, patela terlihat bergeser ke samping (biasanya ke lateral).
Tidak mampu meluruskan atau menekuk lutut.
Pembengkakan dan memar yang cepat.
Sensasi "pop" atau "geser" saat cedera terjadi.
3.2.3. Penanganan Dislokasi Patela
Penanganan awal berfokus pada reduksi dan stabilisasi:
Reduksi: Mengembalikan patela ke posisinya semula. Ini sering dilakukan oleh tenaga medis dan bisa sangat menyakitkan.
Imobilisasi: Setelah direduksi, lutut biasanya diimobilisasi dengan brace atau bidai selama beberapa minggu untuk memungkinkan penyembuhan jaringan lunak.
Fisioterapi: Setelah fase akut, rehabilitasi sangat penting untuk menguatkan otot-otot di sekitar lutut (terutama VMO dan otot pinggul), meningkatkan stabilitas, dan mengembalikan rentang gerak.
Pembedahan: Diperlukan pada kasus dislokasi berulang (rekuren) atau jika ada fragmen tulang atau tulang rawan yang lepas.
Rekonstruksi MPFL (Medial Patellofemoral Ligament): MPFL adalah ligamen utama yang menstabilkan patela ke arah medial. Rekonstruksi MPFL melibatkan penggunaan cangkok tendon untuk mengganti ligamen yang rusak.
Osteotomi Tuberositas Tibia: Memindahkan sebagian tulang tibia tempat ligamen patela melekat untuk mengubah jalur tarikan patela.
Trokleoplasti: Memperdalam alur troklearis femoralis pada kasus displasia troklearis yang parah.
3.3. Tendinitis Patela ("Jumper's Knee")
Tendinitis patela adalah peradangan pada tendon patela, biasanya di titik perlekatannya ke apex patela atau ke tuberositas tibia. Ini umum terjadi pada atlet yang melakukan aktivitas melompat berulang (misalnya basket, voli).
3.3.1. Penyebab Tendinitis Patela
Overuse: Aktivitas berulang yang membebani tendon patela, menyebabkan mikrotrauma dan degenerasi.
Peningkatan Intensitas Latihan yang Cepat: Peningkatan beban latihan tanpa waktu adaptasi yang cukup.
Ketegangan Otot: Otot paha depan (kuadrisep) yang kencang dapat meningkatkan beban pada tendon patela.
Teknik Olahraga yang Buruk: Pendaratan yang tidak tepat atau gerakan yang tidak efisien.
Permukaan Latihan yang Keras: Berolahraga di permukaan yang tidak menyerap guncangan dengan baik.
3.3.2. Gejala Tendinitis Patela
Nyeri terlokalisir di bagian bawah patela, terutama saat melakukan aktivitas yang membebani lutut.
Nyeri saat menekan area tendon patela.
Nyeri bisa terasa lebih buruk setelah beraktivitas atau di pagi hari.
Kekakuan atau kelemahan pada lutut.
3.3.3. Penanganan Tendinitis Patela
Istirahat dan Modifikasi Aktivitas: Mengurangi aktivitas yang memicu nyeri.
RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation): Pada fase akut.
Fisioterapi:
Latihan penguatan eksentrik untuk tendon patela.
Peregangan otot kuadrisep dan hamstring.
Latihan penguatan otot inti dan gluteal.
Terapi modalitas seperti ultrasound atau terapi gelombang kejut (ESWT).
Obat-obatan: OAINS untuk mengurangi nyeri dan peradangan (gunakan dengan hati-hati karena dapat menghambat penyembuhan tendon).
Penyangga (Brace) atau Taping: Strap patela dapat membantu mengurangi beban pada tendon.
Injeksi: Injeksi PRP atau proloterapi dapat dipertimbangkan pada kasus kronis. Injeksi kortikosteroid umumnya tidak disarankan karena dapat melemahkan tendon.
Pembedahan: Jarang, biasanya hanya jika penanganan konservatif gagal setelah 6-12 bulan. Melibatkan debridement (pengangkatan jaringan yang rusak) atau perbaikan tendon.
3.4. Kondromalasia Patela
Kondromalasia patela mengacu pada pelunakan dan kerusakan tulang rawan artikular di bagian belakang patela. Istilah ini sering digunakan secara bergantian dengan PFPS, meskipun PFPS lebih luas mencakup nyeri patellofemoral tanpa selalu ada kerusakan tulang rawan yang signifikan.
3.4.1. Penyebab Kondromalasia Patela
Gesekan Berulang: Pelacakan patela yang tidak benar menyebabkan gesekan abnormal antara patela dan femur.
Trauma: Cedera langsung pada patela.
Overuse: Aktivitas berulang yang menekan tulang rawan.
Faktor Biomekanika: Sama seperti PFPS, seperti ketidakseimbangan otot, sudut Q tinggi, dan lain-lain.
Penuaan: Degenerasi tulang rawan alami seiring bertambahnya usia, mirip dengan osteoarthritis.
3.4.2. Gejala Kondromalasia Patela
Nyeri tumpul di sekitar atau di belakang patela, terutama saat naik/turun tangga, jongkok, atau duduk lama.
Krepitasi (bunyi gemeretak) saat menggerakkan lutut.
Pembengkakan ringan atau sensasi "terkunci" pada lutut.
3.4.3. Penanganan Kondromalasia Patela
Mirip dengan PFPS, penanganan bersifat konservatif:
Modifikasi Aktivitas: Hindari aktivitas yang memperburuk nyeri.
Fisioterapi: Fokus pada penguatan otot yang mendukung lutut dan perbaikan pelacakan patela.
Obat-obatan: OAINS.
Suplemen: Glukosamin dan kondroitin (bukti efektivitas bervariasi).
Injeksi: Asam hialuronat atau PRP dapat dipertimbangkan.
Pembedahan: Pada kasus parah, artroskopi dapat dilakukan untuk menghaluskan permukaan tulang rawan yang rusak (shaving atau debridement) atau prosedur lain untuk memperbaiki pelacakan patela.
3.5. Fraktur Patela
Fraktur patela adalah patah tulang tempurung lutut. Ini adalah cedera serius yang memerlukan perhatian medis segera.
3.5.1. Penyebab Fraktur Patela
Trauma Langsung: Jatuh langsung di atas lutut, benturan dasbor mobil dalam kecelakaan.
Trauma Tidak Langsung: Kontraksi otot kuadrisep yang sangat kuat dan tiba-tiba (misalnya saat mencoba mencegah jatuh), yang dapat menarik patela hingga patah.
3.5.2. Jenis Fraktur Patela
Fraktur Transversal: Patah melintang di tengah patela, membagi menjadi dua fragmen.
Fraktur Longitudinal: Patah vertikal.
Fraktur Kominuta: Patela pecah menjadi beberapa fragmen kecil.
Fraktur Stellata (Bintang): Patahan yang menyebar dari satu titik benturan.
Fraktur Avulsi: Sebagian kecil tulang patela tercabut oleh tarikan tendon atau ligamen.
3.5.3. Gejala Fraktur Patela
Nyeri hebat dan tiba-tiba.
Pembengkakan dan memar yang signifikan.
Tidak mampu meluruskan kaki atau mengangkat kaki lurus.
Adanya celah atau deformitas yang teraba pada patela.
3.5.4. Penanganan Fraktur Patela
Penanganan Konservatif: Untuk fraktur non-displaced (tidak bergeser) di mana mekanisme ekstensor lutut masih utuh. Melibatkan imobilisasi dengan bidai atau gips selama 6-8 minggu.
Pembedahan: Untuk fraktur displaced (bergeser), fraktur kominuta, atau jika mekanisme ekstensor terganggu.
Fiksasi Internal: Menggunakan kawat, sekrup, atau pelat untuk menyatukan fragmen tulang.
Patelektomi Parsial atau Total: Jika fraktur terlalu parah, sebagian atau seluruh patela mungkin harus diangkat, meskipun ini dihindari jika memungkinkan karena dapat mengurangi kekuatan ekstensi.
Rehabilitasi: Sangat penting setelah operasi atau imobilisasi untuk mengembalikan rentang gerak, kekuatan, dan fungsi lutut.
3.6. Penyakit Osgood-Schlatter
Penyakit Osgood-Schlatter adalah kondisi yang menyebabkan nyeri dan pembengkakan tepat di bawah lutut, pada tuberositas tibia, tempat ligamen patela melekat. Ini paling sering terjadi pada anak-anak dan remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan aktif berolahraga.
3.6.1. Penyebab Osgood-Schlatter
Overuse: Aktivitas berulang yang menarik ligamen patela dengan kuat, seperti berlari, melompat, dan menendang.
Masa Pertumbuhan Cepat: Tulang tumbuh lebih cepat daripada tendon dan otot, menyebabkan tendon patela menjadi lebih kencang dan rentan terhadap tarikan.
Tarikan Ligamen Patela: Tarikan berulang ini menyebabkan iritasi, peradangan, dan kadang-kadang avulsi (tercabutnya) sebagian tulang di area tuberositas tibia, diikuti oleh pertumbuhan tulang baru yang dapat membentuk benjolan.
3.6.2. Gejala Osgood-Schlatter
Nyeri di bagian bawah patela, tepat di atas tuberositas tibia.
Pembengkakan dan nyeri tekan di area tersebut.
Benjolan yang terlihat dan teraba di tuberositas tibia.
Nyeri memburuk dengan aktivitas fisik dan berkurang dengan istirahat.
Bisa terjadi pada satu atau kedua lutut.
3.6.3. Penanganan Osgood-Schlatter
Kondisi ini umumnya self-limiting dan membaik setelah pertumbuhan berhenti.
Istirahat Relatif: Mengurangi atau menghindari aktivitas yang memperburuk nyeri.
Kompres Es: Untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.
Obat-obatan: OAINS untuk mengurangi nyeri.
Peregangan dan Penguatan: Latihan peregangan untuk otot kuadrisep dan hamstring, serta penguatan otot inti.
Strap Patela: Dapat membantu mengurangi ketegangan pada ligamen patela.
Pembedahan: Sangat jarang dan hanya dipertimbangkan pada kasus yang sangat parah dan persisten setelah pertumbuhan selesai, jika ada osikel (fragmen tulang kecil) yang tidak menyatu atau non-union.
3.7. Sindrom Plica Medialis
Plica adalah lipatan jaringan sinovial (selaput yang melapisi sendi) yang normal di dalam sendi lutut. Pada beberapa orang, plica medial bisa menjadi tebal, kaku, dan meradang, menyebabkan gejala.
3.7.1. Penyebab Sindrom Plica Medialis
Trauma: Pukulan langsung atau cedera pada lutut.
Overuse: Aktivitas berulang yang menyebabkan iritasi plica.
Perubahan Mendadak dalam Aktivitas: Peningkatan intensitas latihan.
Peradangan: Plica dapat membengkak dan terjepit di antara patela dan femur.
3.7.2. Gejala Sindrom Plica Medialis
Nyeri di bagian medial (dalam) lutut, seringkali lebih buruk saat menekuk lutut.
Sensasi "klik" atau "terkunci" pada lutut.
Nyeri tekan di sepanjang plica medial.
Sensasi bahwa lutut "akan menyerah".
3.7.3. Penanganan Sindrom Plica Medialis
Istirahat dan Modifikasi Aktivitas.
Obat-obatan: OAINS.
Fisioterapi: Latihan peregangan dan penguatan, terutama untuk kuadrisep.
Injeksi Kortikosteroid: Untuk mengurangi peradangan.
Pembedahan (Artroskopi): Jika penanganan konservatif gagal, plica yang meradang dapat diangkat secara artroskopik.
3.8. Artritis Patellofemoral
Ini adalah bentuk osteoarthritis yang secara spesifik memengaruhi sendi antara patela dan femur. Ini melibatkan kerusakan progresif pada tulang rawan artikular.
3.8.1. Penyebab Artritis Patellofemoral
Penuaan: Degenerasi alami tulang rawan.
Cedera Sebelumnya: Fraktur patela, dislokasi patela, atau trauma berulang yang merusak tulang rawan.
Biomekanika yang Buruk: Pelacakan patela yang kronis dan tidak tepat dapat mempercepat keausan tulang rawan.
Kondromalasia yang Berlanjut: Kondisi ini dapat berkembang menjadi artritis.
3.8.2. Gejala Artritis Patellofemoral
Nyeri tumpul di bagian depan lutut, memburuk dengan aktivitas beban seperti naik/turun tangga, jongkok, atau berdiri dari duduk.
Kekakuan lutut, terutama setelah istirahat.
Krepitasi yang jelas saat lutut digerakkan.
Pembengkakan.
3.8.3. Penanganan Artritis Patellofemoral
Manajemen Nyeri: OAINS, asetaminofen.
Fisioterapi: Latihan penguatan, peregangan, dan hidroterapi.
Modifikasi Aktivitas: Hindari aktivitas yang memicu nyeri tinggi.
Alat Bantu: Penyangga lutut atau tongkat untuk mengurangi beban.
Injeksi: Kortikosteroid atau asam hialuronat.
Pembedahan:
Artroskopi Debridement: Mengangkat fragmen tulang rawan yang lepas.
Osteotomi: Untuk mengubah penyelarasan dan mengurangi beban pada sendi yang rusak.
Penggantian Sendi Patellofemoral Parsial: Mengganti hanya permukaan sendi patellofemoral yang rusak.
Penggantian Lutut Total (TKA): Jika kerusakan meluas ke seluruh sendi lutut.
4. Diagnosis Masalah Patela
Diagnosis yang akurat adalah langkah pertama menuju penanganan yang efektif. Proses diagnosis biasanya melibatkan kombinasi riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan pencitraan.
4.1. Anamnesis (Riwayat Medis)
Dokter akan bertanya tentang:
Gejala: Kapan nyeri dimulai, lokasinya (depan, samping, belakang patela), karakteristik nyeri (tumpul, tajam, menusuk), faktor yang memperburuk atau meredakan nyeri.
Riwayat Cedera: Apakah ada trauma sebelumnya pada lutut.
Tingkat Aktivitas: Jenis olahraga atau pekerjaan, intensitas, dan frekuensi.
Riwayat Medis Lain: Kondisi medis yang mendasari, penggunaan obat-obatan.
Faktor Predisposisi: Apakah ada riwayat dislokasi patela berulang atau masalah lutut lainnya di keluarga.
4.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat akan dilakukan untuk mengevaluasi lutut dan kaki secara keseluruhan:
Inspeksi: Mencari pembengkakan, memar, deformitas, atau atrofi otot.
Palpasi: Merasakan area nyeri, krepitasi, atau ketidakstabilan di sekitar patela.
Rentang Gerak (ROM): Mengukur kemampuan lutut untuk menekuk (fleksi) dan meluruskan (ekstensi).
Kekuatan Otot: Menguji kekuatan otot kuadrisep, hamstring, dan gluteal.
Stabilitas Ligamen: Mengevaluasi stabilitas ligamen lutut lainnya (ACL, PCL, MCL, LCL) untuk menyingkirkan cedera bersamaan.
Pelacakan Patela: Mengamati bagaimana patela bergerak selama fleksi dan ekstensi lutut.
Tes Khusus:
Patellar Apprehension Test: Untuk mendeteksi kecenderungan dislokasi patela.
Patellar Grind Test (Clarke's Test): Untuk mengevaluasi nyeri sendi patellofemoral.
Tes Q-angle: Mengukur sudut Q untuk menilai potensi malalignment.
Tes Kompresi Patela: Memberikan tekanan pada patela untuk melihat respons nyeri.
Evaluasi Rantai Kinetik: Menilai sendi panggul dan pergelangan kaki, karena masalah di area ini dapat memengaruhi lutut.
4.3. Pencitraan
Pencitraan digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis, mengevaluasi tingkat keparahan, dan menyingkirkan kondisi lain.
X-ray (Rontgen):
Untuk mendeteksi fraktur patela atau perubahan degeneratif pada tulang (osteoarthritis).
Proyeksi khusus (lateral, sunrise/tangensial) dapat menunjukkan posisi patela (patela alta/baja) dan bentuk alur troklearis.
MRI (Magnetic Resonance Imaging):
Memberikan gambaran detail tentang jaringan lunak, seperti tulang rawan, ligamen, tendon, dan otot.
Sangat berguna untuk mendiagnosis kondromalasia, robekan tendon, kerusakan ligamen, atau peradangan plica.
CT Scan (Computed Tomography):
Memberikan gambaran tulang yang sangat detail, berguna untuk evaluasi fraktur kompleks atau displasia troklearis yang sulit terlihat pada X-ray.
Dapat digunakan untuk melihat rotasi femoralis dan tibialis secara akurat.
USG (Ultrasonografi):
Berguna untuk mengevaluasi tendon (misalnya tendinitis patela), ligamen, dan keberadaan cairan di sendi.
Dapat dilakukan secara dinamis (saat lutut bergerak) untuk melihat pelacakan patela secara real-time.
5. Penanganan Umum Masalah Patela
Penanganan masalah patela bervariasi tergantung pada diagnosis spesifik dan tingkat keparahannya. Secara umum, pendekatan konservatif (non-bedah) adalah pilihan pertama, dengan operasi menjadi pilihan jika konservatif gagal atau jika cedera sangat parah.
5.1. Penanganan Konservatif
Sebagian besar masalah patela dapat diatasi dengan pendekatan konservatif yang disiplin.
5.1.1. Istirahat Relatif dan Modifikasi Aktivitas
Mengurangi atau menghindari aktivitas yang memicu nyeri adalah langkah pertama.
Ini tidak berarti imobilisasi total, melainkan menemukan "ambang batas nyeri" dan beraktivitas di bawahnya.
Modifikasi meliputi perubahan volume latihan, intensitas, durasi, atau bahkan teknik olahraga.
5.1.2. RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation)
Rest (Istirahat): Mengistirahatkan lutut dari aktivitas yang memicu nyeri.
Ice (Es): Mengaplikasikan kompres es selama 15-20 menit beberapa kali sehari untuk mengurangi peradangan dan nyeri.
Compression (Kompresi): Membalut lutut dengan perban elastis untuk mengurangi pembengkakan.
Elevation (Elevasi): Mengangkat kaki lebih tinggi dari jantung untuk membantu mengurangi pembengkakan.
5.1.3. Obat-obatan
Antiinflamasi Non-Steroid (OAINS): Seperti ibuprofen atau naproxen, untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
Asetaminofen: Untuk meredakan nyeri tanpa efek anti-inflamasi.
Injeksi:
Kortikosteroid: Dapat mengurangi peradangan lokal pada beberapa kondisi (misalnya sindrom plica), tetapi tidak disarankan untuk masalah tendon karena dapat melemahkan tendon.
Platelet-Rich Plasma (PRP): Menggunakan konsentrat trombosit dari darah pasien sendiri untuk merangsang penyembuhan.
Asam Hialuronat: "Pelumas" sendi untuk kasus osteoarthritis.
5.1.4. Fisioterapi (Rehabilitasi)
Ini adalah pilar utama penanganan konservatif. Program fisioterapi yang terstruktur akan disesuaikan dengan kebutuhan individu dan diagnosis, seringkali meliputi:
Latihan Penguatan:
Otot Kuadrisep: Terutama vastus medialis obliquus (VMO), untuk membantu menstabilkan patela.
Otot Hamstring: Untuk keseimbangan kekuatan dengan kuadrisep.
Otot Gluteal (Pantat): Gluteus medius dan maximus sangat penting untuk stabilisasi panggul dan lutut.
Otot Inti (Core Muscles): Untuk kontrol postur dan biomekanika tubuh keseluruhan.
Latihan Peregangan:
Paha depan (kuadrisep), paha belakang (hamstring), betis, dan iliotibial band (IT band).
Mobilisasi Patela: Teknik manual untuk meningkatkan gerakan patela dan mengurangi kekakuan.
Taping Patela (Kinesio Taping atau McConnell Taping): Untuk mendukung patela, memperbaiki pelacakan, dan mengurangi nyeri.
Ortosis (Alas Kaki Khusus): Untuk mengoreksi masalah biomekanika kaki seperti pronasi berlebihan.
Latihan Proprioceptif dan Keseimbangan: Untuk meningkatkan kontrol neuromuskular dan koordinasi.
Terapi Modalitas: Ultrasound, terapi laser, ESWT (Extracorporeal Shock Wave Therapy) untuk kondisi seperti tendinitis.
5.1.5. Alat Bantu
Brace (Penyangga Lutut): Berbagai jenis brace tersedia untuk mendukung patela, membatasi gerakan, atau memberikan kompresi.
Kruk atau Tongkat: Untuk mengurangi beban pada lutut yang cedera pada fase akut.
5.2. Penanganan Pembedahan
Operasi dipertimbangkan ketika penanganan konservatif yang ekstensif (biasanya 6-12 bulan) gagal meredakan gejala, atau untuk cedera yang sangat parah yang memerlukan intervensi bedah langsung (misalnya fraktur patela displaced, dislokasi patela berulang).
5.2.1. Artroskopi Lutut
Prosedur minimal invasif di mana dokter bedah memasukkan kamera kecil (artroskop) dan instrumen bedah melalui sayatan kecil. Ini dapat digunakan untuk:
Debridement: Mengangkat fragmen tulang rawan yang longgar atau jaringan yang meradang (misalnya pada kondromalasia atau artritis patellofemoral ringan).
Lateral Release: Memotong sebagian retinaculum lateral yang terlalu kencang untuk mengurangi tarikan lateral pada patela dan memperbaiki pelacakan.
Eksisi Plica: Mengangkat plica medial yang meradang pada sindrom plica.
Ini adalah operasi paling umum untuk dislokasi patela berulang. MPFL adalah ligamen utama yang menstabilkan patela ke arah medial. Prosedur ini melibatkan:
Menggunakan cangkok tendon (dari pasien sendiri atau donor) untuk membuat ligamen MPFL baru.
Cangkok dipasang untuk mengikat patela ke femur, mencegahnya bergeser ke samping.
Prosedur ini melibatkan pemotongan dan pemindahan bagian tulang kering (tibia) tempat ligamen patela melekat. Dengan memindahkan tuberositas tibia ke posisi yang lebih medial atau distal, jalur tarikan patela dapat diubah untuk memperbaiki pelacakan dan mengurangi tekanan pada sendi patellofemoral. Ini sering dilakukan bersamaan dengan rekonstruksi MPFL atau trokleoplasti.
5.2.4. Trokleoplasti
Jika alur troklearis femoralis terlalu dangkal (displasia troklearis) dan merupakan penyebab utama ketidakstabilan patela, prosedur trokleoplasti dapat dilakukan. Ini melibatkan pembentukan kembali alur troklearis agar lebih dalam dan lebih efektif dalam menahan patela.
5.2.5. Perbaikan Fraktur Patela
Untuk fraktur patela yang displaced, operasi diperlukan untuk menyatukan fragmen tulang menggunakan kawat (tension band wiring), sekrup, atau pelat, mengembalikan permukaan artikular yang halus dan mekanisme ekstensor. Pada fraktur kominuta yang parah, mungkin diperlukan patelektomi parsial (pengangkatan sebagian patela) atau, dalam kasus yang sangat jarang, patelektomi total.
5.2.6. Penggantian Sendi Patellofemoral Parsial
Pada kasus artritis patellofemoral yang parah yang terbatas pada kompartemen patellofemoral dan tidak melibatkan bagian lutut lainnya, implan dapat digunakan untuk mengganti hanya permukaan artikular patela dan alur troklearis. Ini adalah alternatif untuk penggantian lutut total dan mempertahankan lebih banyak tulang asli.
5.2.7. Penggantian Lutut Total (Total Knee Arthroplasty - TKA)
Jika artritis meluas dan memengaruhi semua kompartemen lutut (termasuk patellofemoral, medial, dan lateral), penggantian lutut total mungkin diperlukan. Ini melibatkan penggantian semua permukaan sendi lutut dengan komponen prostetik.
6. Rehabilitasi Setelah Cedera atau Operasi Patela
Rehabilitasi adalah komponen kunci untuk pemulihan yang sukses, terlepas dari apakah penanganan bersifat konservatif atau bedah. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kekuatan, rentang gerak, fungsi, dan memungkinkan pasien kembali ke aktivitas normalnya.
6.1. Fase-fase Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya dibagi menjadi beberapa fase:
Fase Akut (Fase Proteksi):
Fokus: Mengurangi nyeri dan pembengkakan, melindungi area yang cedera atau dioperasi.
Aktivitas: Istirahat, RICE, mobilisasi dini yang aman (terkadang dengan bantuan brace), latihan isometrik (kontraksi otot tanpa gerakan sendi).
Fase Sub-Akut (Fase Pemulihan Rentang Gerak dan Penguatan Awal):
Fokus: Mengembalikan rentang gerak lutut secara bertahap, memulai penguatan otot.
Aktivitas: Latihan peregangan ringan, latihan penguatan dengan beban ringan (misalnya sepeda statis tanpa resistensi tinggi, latihan beban tubuh).
Fase Fungsional (Fase Penguatan Lanjut dan Proprioceptif):
Fokus: Menguatkan otot secara signifikan, meningkatkan keseimbangan, koordinasi, dan ketahanan.
Aktivitas: Latihan resistensi progresif (beban lebih berat), latihan keseimbangan (standing on one leg), plyometrik ringan (melompat), latihan spesifik olahraga.
Fase Kembali ke Aktivitas (Fase Spesifik Olahraga/Kerja):
Fokus: Mengembalikan sepenuhnya ke tingkat aktivitas sebelum cedera, melatih gerakan spesifik yang dibutuhkan.
Aktivitas: Latihan kelincahan, kecepatan, simulasi gerakan olahraga atau pekerjaan, bertahap kembali ke partisipasi penuh.
6.2. Komponen Kunci Rehabilitasi
Manajemen Nyeri dan Pembengkakan: Melalui es, kompresi, elevasi, dan terapi modalitas.
Pemulihan Rentang Gerak: Latihan pasif, aktif-asistif, dan aktif untuk mengembalikan kelenturan lutut.
Penguatan Otot: Fokus pada kuadrisep (terutama VMO), hamstring, gluteal, dan otot inti.
Peregangan: Untuk mengatasi kekakuan pada otot-otot utama yang melintasi lutut.
Latihan Proprioceptif (Keseimbangan): Melatih kemampuan tubuh untuk merasakan posisi sendi di ruang. Ini sangat penting untuk mencegah cedera berulang.
Latihan Fungsional: Gerakan yang meniru aktivitas sehari-hari atau olahraga (jongkok, melangkah, melompat, berlari).
Edukasi Pasien: Mengajarkan pasien tentang kondisi mereka, pentingnya kepatuhan terhadap program, dan cara mencegah cedera di masa depan.
7. Pencegahan Masalah Patela
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Banyak masalah patela dapat dicegah atau tingkat keparahannya dikurangi dengan langkah-langkah proaktif.
7.1. Latihan Penguatan dan Keseimbangan Otot
Penguatan Kuadrisep: Terutama VMO, melalui latihan seperti straight leg raises, vastus medialis exercises, atau leg extension dengan rentang gerak terkontrol.
Penguatan Hamstring dan Gluteal: Penting untuk keseimbangan otot di sekitar lutut dan stabilitas panggul (misalnya glute bridges, clamshells, leg curls).
Penguatan Otot Inti: Perut dan punggung bawah yang kuat mendukung postur dan mengurangi beban pada ekstremitas bawah.
7.2. Peregangan Teratur
Peregangan otot kuadrisep, hamstring, betis, dan iliotibial band (IT band) secara teratur dapat mencegah kekakuan dan ketidakseimbangan otot.
7.3. Pemanasan dan Pendinginan yang Memadai
Selalu lakukan pemanasan sebelum berolahraga untuk menyiapkan otot dan sendi, dan pendinginan setelahnya untuk membantu pemulihan dan mencegah kekakuan.
7.4. Penggunaan Alas Kaki yang Tepat
Kenakan sepatu yang memberikan dukungan yang baik dan sesuai dengan jenis aktivitas. Ganti sepatu olahraga secara teratur.
Pertimbangkan ortosis atau sol khusus jika memiliki masalah biomekanika kaki seperti kaki rata.
7.5. Teknik yang Benar saat Berolahraga
Pelajari dan praktikkan teknik yang benar untuk olahraga atau aktivitas fisik Anda.
Hindari peningkatan intensitas atau volume latihan yang terlalu cepat. Progres secara bertahap.
Pastikan lutut selaras dengan pergelangan kaki dan pinggul saat melakukan jongkok atau pendaratan (hindari lutut "kolaps" ke dalam).
7.6. Manajemen Berat Badan
Menjaga berat badan ideal dapat mengurangi beban pada sendi lutut, termasuk patela.
7.7. Mendengarkan Tubuh
Jangan abaikan nyeri ringan atau ketidaknyamanan. Istirahat dan modifikasi aktivitas saat pertama kali merasakan gejala dapat mencegah masalah menjadi kronis.
8. Mitos dan Fakta Seputar Patela
Ada banyak informasi yang beredar tentang nyeri lutut dan patela. Penting untuk membedakan antara fakta dan mitos.
Mitos: Nyeri lutut berarti Anda harus berhenti total dari semua aktivitas.
Fakta: Istirahat total seringkali kontraproduktif. Istirahat relatif dan modifikasi aktivitas, dikombinasikan dengan latihan yang tepat, seringkali lebih efektif untuk pemulihan dan mencegah kekakuan.
Mitos: Bunyi 'kretek' di lutut selalu berarti ada masalah serius.
Fakta: Bunyi krepitasi atau 'kretek' seringkali normal dan tidak selalu menunjukkan kerusakan. Namun, jika disertai nyeri, bengkak, atau terkunci, perlu dievaluasi oleh profesional medis.
Mitos: Operasi adalah satu-satunya solusi untuk masalah patela.
Fakta: Sebagian besar masalah patela, termasuk PFPS dan tendinitis, dapat diobati secara konservatif dengan fisioterapi yang efektif. Operasi umumnya menjadi pilihan terakhir.
Mitos: Nyeri patela hanya menyerang atlet.
Fakta: Meskipun umum pada atlet, nyeri patela dapat memengaruhi siapa saja, termasuk individu yang kurang aktif, orang tua, atau mereka dengan pekerjaan yang mengharuskan banyak berdiri atau jongkok.
Mitos: Latihan jongkok (squat) buruk untuk lutut.
Fakta: Jongkok yang dilakukan dengan teknik yang benar sebenarnya merupakan latihan penguatan yang sangat baik untuk lutut dan seluruh tubuh bagian bawah. Teknik yang buruk atau beban berlebihan tanpa persiapan yang cukup yang dapat menyebabkan masalah.
Mitos: Semakin ketat perban, semakin baik.
Fakta: Perban atau brace harus memberikan dukungan tetapi tidak boleh terlalu ketat hingga menghambat sirkulasi darah atau menyebabkan mati rasa.
Kesimpulan
Patela, atau tempurung lutut, adalah tulang yang kecil namun memiliki fungsi yang sangat besar dalam anatomi dan biomekanika lutut. Perannya sebagai tuas pengungkit bagi otot kuadrisep, pelindung sendi, dan distributor beban menjadikannya komponen yang tak tergantikan dalam setiap gerakan ekstensi kaki.
Meskipun demikian, kompleksitas ini juga menjadikan patela rentan terhadap berbagai kondisi patologis, mulai dari sindrom nyeri patellofemoral yang umum, dislokasi yang menyakitkan, tendinitis akibat penggunaan berlebihan, hingga fraktur serius dan artritis degeneratif. Setiap kondisi ini menuntut pemahaman yang mendalam untuk diagnosis yang tepat dan rencana penanganan yang efektif.
Pendekatan terhadap masalah patela umumnya berawal dari metode konservatif, dengan fisioterapi sebagai inti dari rehabilitasi. Penguatan otot yang seimbang, peregangan, modifikasi aktivitas, dan penggunaan alat bantu yang sesuai seringkali menjadi kunci pemulihan. Operasi dipertimbangkan hanya ketika penanganan konservatif gagal atau jika cedera sangat parah.
Pencegahan juga memegang peranan penting. Dengan menjaga keseimbangan kekuatan dan fleksibilitas otot, menggunakan teknik yang benar saat beraktivitas, memakai alas kaki yang tepat, dan tidak mengabaikan tanda-tanda awal nyeri, kita dapat menjaga kesehatan patela dan memastikan fungsi lutut yang optimal sepanjang hidup. Mengedukasi diri tentang anatomi dan biomekanika patela adalah langkah pertama yang kuat menuju kesehatan lutut yang berkelanjutan.
Dengan pemahaman menyeluruh ini, baik individu maupun profesional kesehatan dapat bekerja sama untuk menjaga patela tetap sehat, memungkinkan gerakan yang bebas nyeri dan aktif dalam kehidupan sehari-hari.