PTH

Kelenjar Paratiroid: Fungsi, Hormon PTH, dan Gangguan Kesehatan

Pengantar ke Kelenjar Paratiroid

Di dalam tubuh manusia, terdapat banyak kelenjar yang bekerja secara harmonis untuk menjaga keseimbangan fisiologis yang kompleks. Salah satu kelompok kelenjar yang seringkali kurang dikenal namun memiliki peran krusial adalah kelenjar paratiroid. Terletak di dekat kelenjar tiroid di leher, kelenjar kecil ini adalah pemain utama dalam regulasi kadar kalsium dan fosfat dalam darah, dua mineral yang sangat penting bagi kesehatan tulang, fungsi saraf, kontraksi otot, dan berbagai proses seluler vital lainnya.

Meskipun ukurannya kecil—masing-masing tidak lebih besar dari sebutir beras—dampak kelenjar paratiroid pada kesehatan tubuh sangatlah besar. Gangguan pada kelenjar ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan kalsium dan fosfat yang serius, yang pada gilirannya dapat memicu berbagai masalah kesehatan mulai dari kelemahan otot, batu ginjal, osteoporosis, hingga masalah neurologis dan kardiologis yang mengancam jiwa. Memahami fungsi kelenjar paratiroid, hormon yang dihasilkannya, serta berbagai gangguan yang mungkin terjadi adalah langkah pertama untuk mengenali dan menangani kondisi terkait secara efektif.

Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk kelenjar paratiroid. Kita akan menjelajahi anatomi dan fisiologinya, mekanisme kerja hormon paratiroid (PTH), serta peran vital kalsium dan fosfat dalam tubuh. Selanjutnya, kita akan mendalami berbagai kondisi medis yang diakibatkan oleh disregulasi kelenjar paratiroid, termasuk hiperparatiroidisme (kelebihan PTH), hipoparatiroidisme (kekurangan PTH), dan bentuk-bentuk terkait lainnya. Setiap kondisi akan dibahas secara detail mengenai penyebab, patofisiologi, gejala klinis, metode diagnosis, serta pilihan penatalaksanaan yang tersedia. Dengan informasi yang komprehensif ini, diharapkan pembaca dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pentingnya kelenjar paratiroid bagi kesehatan dan bagaimana mengenali tanda-tanda ketika ada sesuatu yang tidak beres.

Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid

Anatomi Kelenjar Paratiroid

Kelenjar paratiroid adalah kelenjar endokrin kecil yang biasanya berjumlah empat buah, meskipun variasinya bisa antara dua hingga enam kelenjar. Kelenjar ini umumnya berukuran sekitar 3-6 mm panjangnya, 2-4 mm lebarnya, dan 0.5-2 mm tebalnya, dengan berat masing-masing sekitar 30-50 mg. Secara kolektif, berat keempat kelenjar ini jarang melebihi 200 mg. Warna kelenjar paratiroid bervariasi dari kuning muda hingga cokelat kemerahan, tergantung pada komposisi seluler dan suplai darahnya.

Lokasi anatomis kelenjar paratiroid sangat khas. Mereka terletak di permukaan posterior (belakang) kelenjar tiroid, seringkali tertanam di dalam kapsul tiroid atau bahkan di dalam parenkim tiroid itu sendiri. Biasanya, ada dua kelenjar paratiroid superior dan dua kelenjar paratiroid inferior:

Kelenjar paratiroid menerima suplai darah yang kaya, terutama dari arteri tiroid inferior, meskipun arteri tiroid superior atau anastomosis antara keduanya juga dapat berkontribusi. Suplai darah yang baik ini penting untuk fungsi endokrin mereka.

Kelenjar Tiroid Paratiroid Paratiroid Paratiroid Paratiroid Gambar 1: Lokasi Kelenjar Paratiroid di Belakang Kelenjar Tiroid

Ilustrasi sederhana menunjukkan empat kelenjar paratiroid kecil (hijau) yang terletak di bagian belakang kelenjar tiroid (oranye-kuning) yang berbentuk kupu-kupu.

Histologi Kelenjar Paratiroid

Secara mikroskopis, kelenjar paratiroid tersusun atas dua jenis sel utama:

  1. Sel Utama (Chief Cells): Ini adalah sel-sel yang paling banyak dan bertanggung jawab atas sintesis, penyimpanan, dan sekresi hormon paratiroid (PTH). Sel-sel ini berukuran kecil, berbentuk poligonal, dan memiliki sitoplasma jernih atau sedikit eosinofilik. Mereka sangat sensitif terhadap perubahan kadar kalsium dalam darah dan menyesuaikan produksi PTH sesuai kebutuhan.
  2. Sel Oksifil (Oxyphil Cells): Sel-sel ini lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dibandingkan sel utama. Mereka memiliki sitoplasma yang sangat eosinofilik karena kaya akan mitokondria. Fungsi pasti sel oksifil belum sepenuhnya dipahami, tetapi diyakini merupakan bentuk sel utama yang tidak aktif atau telah tua. Jumlahnya meningkat seiring bertambahnya usia.

Fisiologi Hormon Paratiroid (PTH)

Fungsi utama kelenjar paratiroid adalah memproduksi dan mensekresikan Hormon Paratiroid (PTH), sebuah peptida yang terdiri dari 84 asam amino. Peran PTH adalah untuk mengatur kadar kalsium (Ca) dan fosfat (P) dalam darah, menjaga homeostasis mineral ini dalam rentang yang ketat.

Sekresi PTH dikendalikan secara langsung oleh konsentrasi kalsium ionik bebas dalam darah. Mekanisme ini melibatkan reseptor pengindera kalsium (CaSR) yang terletak di permukaan sel utama paratiroid. Ketika kadar kalsium darah menurun, CaSR akan mendeteksi penurunan ini, yang kemudian memicu peningkatan sekresi PTH. Sebaliknya, jika kadar kalsium darah meningkat, CaSR akan menghambat sekresi PTH.

PTH bekerja melalui tiga organ target utama untuk meningkatkan kadar kalsium darah dan menurunkan kadar fosfat:

  1. Tulang: PTH bekerja pada tulang untuk melepaskan kalsium dan fosfat ke dalam aliran darah. Ini dilakukan dengan merangsang aktivitas osteoklas (sel yang meresap tulang) dan secara tidak langsung mempengaruhi osteoblas (sel pembentuk tulang). Proses ini disebut resorpsi tulang.
  2. Ginjal: Di ginjal, PTH memiliki dua efek penting:
    • Meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal, mengurangi kehilangan kalsium melalui urin.
    • Menghambat reabsorpsi fosfat di tubulus ginjal, sehingga meningkatkan ekskresi fosfat melalui urin.
    • Merangsang sintesis bentuk aktif Vitamin D (1,25-dihidroksivitamin D atau kalsitriol) di ginjal.
  3. Usus (secara tidak langsung melalui Vitamin D): PTH merangsang ginjal untuk mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya, kalsitriol. Kalsitriol kemudian bekerja pada usus halus untuk meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat dari makanan yang dicerna.

Dengan mekanisme kerja yang terkoordinasi ini, PTH berperan sebagai hormon penyeimbang kalsium utama, memastikan bahwa kadar kalsium darah tetap dalam kisaran normal yang esensial untuk fungsi tubuh yang optimal.

Paratiroid PTH Tulang Ca⬆ Ginjal Ca⬆ P↓ Vit D aktif Usus Ca⬆ (melalui Vit D)

Gambar 2: Mekanisme Hormon Paratiroid (PTH) dalam Mengatur Kalsium dan Fosfat

Diagram ini menunjukkan bagaimana PTH dilepaskan dari kelenjar paratiroid (hijau) dan bekerja pada tulang, ginjal, dan usus (secara tidak langsung melalui vitamin D) untuk meningkatkan kadar kalsium (Ca⬆) dan menurunkan kadar fosfat (P↓) dalam darah.

Peran Kalsium dan Fosfat dalam Tubuh

Kalsium dan fosfat adalah elektrolit esensial yang memainkan peran multidimensi dalam kesehatan dan fungsi seluler:

Keseimbangan kedua mineral ini sangat penting. Gangguan pada salah satu dapat berdampak luas pada seluruh tubuh, dan PTH adalah regulator kunci dari keseimbangan ini.

Kadar Kalsium Darah Ca++ Ca++ Ca++ Ca++ Normal

Gambar 3: Representasi Kadar Kalsium dalam Darah

Diagram ini menunjukkan ion kalsium (Ca++) yang beredar dalam pembuluh darah, menggambarkan pentingnya menjaga kadar kalsium dalam rentang normal untuk fungsi tubuh yang sehat.

Gangguan Kelenjar Paratiroid: Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme adalah kondisi di mana kelenjar paratiroid memproduksi terlalu banyak hormon paratiroid (PTH). Kelebihan PTH ini menyebabkan peningkatan kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia) dan penurunan kadar fosfat (hipofosfatemia), karena PTH bekerja menarik kalsium dari tulang, meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal, dan meningkatkan produksi vitamin D aktif yang pada gilirannya meningkatkan penyerapan kalsium dari usus. Kondisi ini diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama: primer, sekunder, dan tersier.

Hiperparatiroidisme Primer

Hiperparatiroidisme primer adalah jenis yang paling umum, di mana salah satu atau lebih kelenjar paratiroid menjadi hiperaktif secara independen dari kebutuhan tubuh. Ini berarti kelenjar memproduksi PTH berlebihan meskipun kadar kalsium dalam darah sudah tinggi.

Penyebab

  1. Adenoma Paratiroid (sekitar 85-90% kasus): Ini adalah tumor jinak (non-kanker) pada salah satu kelenjar paratiroid yang mulai memproduksi PTH secara berlebihan. Adenoma biasanya melibatkan hanya satu kelenjar.
  2. Hiperplasia Paratiroid (sekitar 5-10% kasus): Ini melibatkan pembesaran dan hiperaktivitas pada dua, tiga, atau keempat kelenjar paratiroid. Kondisi ini bisa sporadis atau terkait dengan sindrom genetik seperti Neoplasia Endokrin Multipel Tipe 1 (MEN1) atau MEN2A.
  3. Karsinoma Paratiroid (kurang dari 1% kasus): Ini adalah kanker yang sangat jarang tetapi agresif pada kelenjar paratiroid. Karsinoma paratiroid seringkali menyebabkan hiperkalsemia yang sangat parah dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain.

Patofisiologi

Pada hiperparatiroidisme primer, kelenjar paratiroid kehilangan kemampuannya untuk merasakan kadar kalsium dalam darah secara akurat, atau menjadi resisten terhadap umpan balik negatif dari kalsium. Akibatnya, PTH terus-menerus disekresikan dalam jumlah tinggi. Kelebihan PTH ini menyebabkan:

Semua efek ini secara kolektif meningkatkan kadar kalsium serum (hiperkalsemia) dan menurunkan kadar fosfat serum (hipofosfatemia).

Gejala Klinis

Gejala hiperparatiroidisme primer seringkali tidak spesifik atau baru muncul ketika kondisi sudah lanjut. Banyak pasien yang awalnya asimtomatik dan kondisi mereka ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan darah rutin. Namun, jika gejala muncul, mereka dapat sangat bervariasi dan memengaruhi berbagai sistem organ. Klasik diringkas sebagai "Bones, Stones, Groans, Moans, and Psychiatric Overtones":

Diagnosis

Diagnosis hiperparatiroidisme primer memerlukan kombinasi pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.

  1. Pemeriksaan Laboratorium:
    • Kalsium Serum (Total dan Ionik): Peningkatan kadar kalsium adalah ciri khas. Kalsium ionik lebih akurat karena tidak dipengaruhi oleh kadar albumin.
    • Hormon Paratiroid (Intact PTH): Peningkatan atau kadar PTH yang tidak tepat normal (normal tinggi) meskipun kalsium sudah tinggi. Ini menunjukkan kelenjar paratiroid tidak merespons umpan balik kalsium.
    • Fosfat Serum: Umumnya rendah karena PTH meningkatkan ekskresi fosfat di ginjal.
    • Vitamin D 25-hidroksi: Penting untuk mengeksklusi defisiensi vitamin D sebagai penyebab hiperparatiroidisme sekunder.
    • Kreatinin Serum dan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR): Untuk menilai fungsi ginjal.
    • Kalsium Urin 24 Jam: Untuk mengukur ekskresi kalsium dan membantu membedakan dari hiperkalsemia hipokalsiuria familial (FHH).
  2. Pencitraan Lokalisasi (Untuk Pembedahan):

    Setelah diagnosis biokimia ditegakkan, pencitraan dilakukan untuk menemukan kelenjar paratiroid yang hiperaktif. Ini penting untuk memandu ahli bedah dan meminimalkan ukuran sayatan.

    • Sestamibi Scan (99mTc-Sestamibi): Ini adalah teknik pencitraan nuklir di mana zat radioaktif disuntikkan dan diakumulasikan oleh kelenjar paratiroid yang hiperaktif. Gambar biasanya diambil setelah 15 menit dan 2-3 jam untuk melihat penahanan radioaktivitas di kelenjar abnormal.
    • SPECT/CT (Single Photon Emission Computed Tomography/Computed Tomography): Menggabungkan Sestamibi scan dengan CT scan untuk memberikan gambaran anatomi yang lebih jelas, membantu lokalisasi yang lebih akurat.
    • Ultrasonografi (USG) Leher: Metode non-invasif yang dapat mengidentifikasi adenoma paratiroid di leher. Kurang efektif untuk kelenjar ektopik.
    • CT Scan atau MRI Leher dan Mediastinum: Digunakan jika Sestamibi dan USG tidak berhasil menemukan kelenjar abnormal, terutama untuk mencari kelenjar ektopik.
    • Selective Venous Sampling: Prosedur invasif di mana sampel darah diambil dari vena di sekitar kelenjar paratiroid untuk mengukur PTH. Digunakan pada kasus yang sangat sulit dan rekuren.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperparatiroidisme primer tergantung pada keparahan gejala dan kadar kalsium serum.

  1. Observasi (Pasien Asimtomatik):

    Bagi pasien yang asimtomatik dengan kadar kalsium hanya sedikit meningkat dan tanpa komplikasi serius, observasi ketat mungkin menjadi pilihan. Kriteria untuk observasi meliputi:

    • Kalsium serum < 1 mg/dL di atas batas atas normal.
    • Tidak ada riwayat batu ginjal atau nefrokalsinosis.
    • Tidak ada tanda-tanda penyakit tulang metabolik.
    • Tidak ada gangguan fungsi ginjal (GFR > 60 mL/menit).
    • Tidak ada masalah kognitif.

    Pasien yang diobservasi harus menjalani pemeriksaan kalsium, kreatinin, dan densitas tulang secara berkala.

  2. Medikamentosa (Untuk Gejala atau Jika Bedah Kontraindikasi):
    • Cinacalcet (Kalsimimetik): Obat ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas reseptor pengindera kalsium (CaSR) pada sel paratiroid, sehingga kelenjar "merasakan" kalsium pada kadar yang lebih rendah dan mengurangi sekresi PTH. Cinacalcet efektif dalam menurunkan kadar PTH dan kalsium serum.
    • Bifosfonat: Digunakan untuk mencegah resorpsi tulang dan meningkatkan densitas mineral tulang pada pasien dengan osteoporosis. Bifosfonat tidak secara langsung menurunkan kadar kalsium serum, tetapi dapat melindungi tulang dari efek PTH yang berlebihan.
    • Suplementasi Vitamin D: Meskipun PTH tinggi, defisiensi vitamin D harus dikoreksi karena dapat memperburuk hiperparatiroidisme. Namun, suplementasi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari peningkatan kalsium lebih lanjut.
    • Hidrasi: Penting untuk mencegah dehidrasi dan membantu ginjal mengeluarkan kalsium berlebih.
  3. Pembedahan (Paratiroidektomi):

    Pembedahan untuk mengangkat kelenjar paratiroid yang hiperaktif adalah satu-satunya pengobatan kuratif untuk hiperparatiroidisme primer. Indikasi untuk pembedahan meliputi:

    • Kalsium serum yang signifikan meningkat (> 1 mg/dL di atas batas normal).
    • Gejala yang jelas terkait hiperkalsemia.
    • Komplikasi seperti batu ginjal, osteoporosis, atau disfungsi ginjal.
    • Usia < 50 tahun.

    Teknik bedah:

    • Minimally Invasive Parathyroidectomy (MIP): Jika kelenjar abnormal berhasil dilokalisasi dengan baik, ahli bedah dapat melakukan sayatan kecil dan hanya mengangkat kelenjar yang sakit. Ini meminimalkan waktu pemulihan dan risiko komplikasi.
    • Bilateral Neck Exploration (BNE): Jika lokalisasi tidak jelas atau ada dugaan hiperplasia, ahli bedah akan mengeksplorasi keempat kelenjar paratiroid. Mungkin melibatkan pengangkatan beberapa kelenjar atau bagian dari kelenjar untuk mempertahankan fungsi paratiroid yang cukup.

    Komplikasi yang mungkin terjadi setelah paratiroidektomi meliputi hipokalsemia transien (hungry bone syndrome), kerusakan saraf laringeus rekuren (yang dapat menyebabkan suara serak), dan hipoparatiroidisme permanen.

Hiperparatiroidisme Sekunder

Hiperparatiroidisme sekunder terjadi ketika ada kondisi lain di luar kelenjar paratiroid yang menyebabkan penurunan kadar kalsium darah secara kronis. Sebagai respons kompensasi, kelenjar paratiroid menjadi hiperaktif dan memproduksi PTH berlebihan untuk mencoba menormalkan kadar kalsium.

Penyebab

Penyebab paling umum dari hiperparatiroidisme sekunder adalah:

  1. Penyakit Ginjal Kronis (CKD): Ini adalah penyebab paling sering. Ginjal yang rusak tidak dapat mengaktifkan vitamin D dengan efisien, yang menyebabkan penurunan penyerapan kalsium dari usus (defisiensi vitamin D aktif). Ginjal juga tidak dapat mengekskresikan fosfat dengan baik, menyebabkan hiperfosfatemia. Kedua faktor ini (hipokalsemia dan hiperfosfatemia) secara terus-menerus merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi PTH.
  2. Defisiensi Vitamin D yang Parah: Kekurangan vitamin D aktif (baik dari asupan, paparan sinar matahari, atau gangguan absorpsi) dapat menyebabkan hipokalsemia, yang memicu peningkatan PTH.
  3. Malabsorpsi Kalsium/Vitamin D: Kondisi seperti penyakit celiac atau bedah bariatrik dapat mengganggu penyerapan kalsium dan vitamin D, menyebabkan hipokalsemia dan selanjutnya hiperparatiroidisme sekunder.

Patofisiologi

Pada hiperparatiroidisme sekunder, hipokalsemia kronis dan/atau hiperfosfatemia kronis merangsang kelenjar paratiroid untuk berproliferasi (hiperplasia) dan meningkatkan sekresi PTH. Awalnya, respons ini bersifat adaptif untuk menjaga kadar kalsium darah, tetapi seiring waktu, stimulasi kronis dapat menyebabkan kelenjar menjadi sangat membesar dan hiperaktif. Meskipun PTH sangat tinggi, kadar kalsium serum seringkali normal atau sedikit rendah, karena PTH "berjuang" melawan penyebab mendasar hipokalsemia.

Gejala Klinis

Gejala hiperparatiroidisme sekunder sangat terkait dengan penyakit penyebabnya, terutama penyakit ginjal kronis, dan efek langsung dari PTH yang tinggi:

Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada:

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengendalikan kadar PTH, kalsium, dan fosfat, serta mencegah komplikasi.

  1. Terapi Medis:
    • Pengikatan Fosfat (Phosphate Binders): Obat seperti kalsium asetat, sevelamer, atau lantanum karbonat diminum bersama makanan untuk mengikat fosfat di saluran pencernaan dan mencegah penyerapannya.
    • Analog Vitamin D (Aktif): Calcitriol, alfacalcidol, atau paricalcitol diberikan untuk meningkatkan penyerapan kalsium dari usus dan menekan sekresi PTH. Penggunaan harus hati-hati untuk menghindari hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
    • Kalsimimetik (Cinacalcet): Sama seperti pada hiperparatiroidisme primer, cinacalcet dapat digunakan untuk menurunkan PTH pada pasien CKD, terutama mereka yang tidak responsif terhadap analog vitamin D.
    • Suplementasi Kalsium: Mungkin diperlukan jika ada hipokalsemia, tetapi harus seimbang dengan risiko hiperfosfatemia dan kalsifikasi.
    • Diet Rendah Fosfat: Batasan asupan makanan tinggi fosfat seperti produk susu, kacang-kacangan, dan makanan olahan.
  2. Pembedahan (Paratiroidektomi):

    Diindikasikan pada hiperparatiroidisme sekunder yang parah dan refrakter terhadap terapi medis optimal, atau jika kelenjar paratiroid menjadi sangat membesar dan otonom (beralih menjadi hiperparatiroidisme tersier).

    • Paratiroidektomi Subtotal: Pengangkatan 3,5 dari 4 kelenjar paratiroid, meninggalkan sebagian kecil jaringan paratiroid yang tersisa untuk mempertahankan fungsi PTH minimal.
    • Paratiroidektomi Total dengan Autotransplantasi: Semua kelenjar paratiroid diangkat, dan sebagian kecil jaringan paratiroid yang sehat ditransplantasikan ke lokasi yang mudah diakses (misalnya, otot lengan bawah) untuk memfasilitasi pemantauan atau pengangkatan jika terjadi hiperaktivitas berulang.

Hiperparatiroidisme Tersier

Hiperparatiroidisme tersier adalah evolusi dari hiperparatiroidisme sekunder yang berlangsung lama, terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Dalam kondisi ini, kelenjar paratiroid yang sebelumnya hiperaktif secara kompensasi, kini menjadi otonom. Ini berarti kelenjar tersebut terus memproduksi PTH berlebihan meskipun kadar kalsium serum sudah kembali normal atau bahkan tinggi (hiperkalsemia).

Penyebab dan Patofisiologi

Penyebab utama adalah stimulasi kronis dan berkepanjangan pada kelenjar paratiroid yang terjadi pada hiperparatiroidisme sekunder. Seiring waktu, hiperplasia kelenjar paratiroid dapat berkembang menjadi adenoma monoklonal atau nodul hiperplastik yang kehilangan sensitivitas terhadap kalsium. Akibatnya, sekresi PTH menjadi independen dari kontrol kalsium serum.

Kondisi ini sering terlihat pada pasien yang telah menjalani transplantasi ginjal. Setelah transplantasi, fungsi ginjal membaik, dan defisiensi vitamin D serta hiperfosfatemia dapat teratasi. Namun, kelenjar paratiroid yang telah mengalami hiperplasia parah tetap memproduksi PTH berlebihan, yang menyebabkan hiperkalsemia persisten.

Gejala Klinis dan Diagnosis

Gejala klinis hiperparatiroidisme tersier mirip dengan primer karena pasien mengalami hiperkalsemia. Diagnosis didasarkan pada riwayat hiperparatiroidisme sekunder (misalnya, CKD), diikuti oleh peningkatan kadar kalsium serum dan PTH yang tinggi (atau tidak tepat normal) setelah koreksi masalah primer (seperti transplantasi ginjal).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperparatiroidisme tersier seringkali melibatkan pembedahan (paratiroidektomi), mirip dengan hiperparatiroidisme primer atau sekunder berat. Pendekatan bedah (subtotal atau total dengan autotransplantasi) ditentukan berdasarkan jumlah kelenjar yang terkena dan kondisi pasien.

Gangguan Kelenjar Paratiroid: Hipoparatiroidisme

Hipoparatiroidisme adalah kondisi langka di mana kelenjar paratiroid menghasilkan terlalu sedikit hormon paratiroid (PTH). Kekurangan PTH ini menyebabkan kadar kalsium darah yang rendah (hipokalsemia) dan kadar fosfat darah yang tinggi (hiperfosfatemia), karena tidak ada PTH yang cukup untuk menarik kalsium dari tulang, meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal, atau mempromosikan produksi vitamin D aktif. Ini adalah kebalikan dari hiperparatiroidisme dan dapat memiliki konsekuensi serius.

Penyebab Hipoparatiroidisme

Penyebab hipoparatiroidisme dapat bervariasi:

  1. Hipoparatiroidisme Pasca-Bedah (Iatrogenik):

    Ini adalah penyebab paling umum. Kelenjar paratiroid dapat rusak atau terangkat secara tidak sengaja selama operasi leher, terutama tiroidektomi (pengangkatan kelenjar tiroid) atau paratiroidektomi itu sendiri. Trauma pada suplai darah kelenjar juga dapat menyebabkan hipoparatiroidisme transien atau permanen.

  2. Hipoparatiroidisme Autoimun:

    Sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan sel-sel paratiroid. Ini bisa terjadi sebagai kondisi terisolasi atau sebagai bagian dari sindrom autoimun multipel, seperti Sindrom Poliglandular Autoimun Tipe 1 (APS-1), yang juga dikenal sebagai APECED (Autoimmune Polyendocrinopathy-Candidiasis-Ectodermal Dystrophy).

  3. Hipoparatiroidisme Genetik (Bawaan):

    Beberapa kelainan genetik dapat menyebabkan perkembangan abnormal atau disfungsi kelenjar paratiroid. Contohnya:

    • Sindrom DiGeorge: Kelainan genetik di mana kelenjar paratiroid (dan timus) gagal berkembang dengan baik selama masa janin.
    • Mutasi Gen: Mutasi pada gen yang mengkode PTH atau reseptor pengindera kalsium (CaSR) dapat menyebabkan produksi PTH yang tidak memadai atau disfungsi.
  4. Hipoparatiroidisme Idiopatik:

    Dalam beberapa kasus, tidak ada penyebab yang jelas dapat diidentifikasi. Kondisi ini bisa bersifat bawaan atau didapat.

  5. Hipoparatiroidisme Akibat Infiltrasi/Deposisi:

    Penyakit tertentu yang menyebabkan penumpukan zat abnormal di kelenjar paratiroid dapat merusak fungsinya. Contoh termasuk hemochromatosis (kelebihan zat besi) dan penyakit Wilson (kelebihan tembaga).

  6. Hipomagnesemia Berat:

    Kadar magnesium yang sangat rendah dapat mengganggu sekresi PTH dari kelenjar paratiroid dan juga menyebabkan resistensi jaringan terhadap PTH. Koreksi hipomagnesemia seringkali dapat memulihkan fungsi PTH.

Patofisiologi Hipoparatiroidisme

Kekurangan PTH menyebabkan berbagai masalah dalam homeostasis kalsium dan fosfat:

Kombinasi efek ini menghasilkan hipokalsemia (kalsium darah rendah) dan hiperfosfatemia (fosfat darah tinggi).

Gejala Klinis Hipoparatiroidisme

Gejala hipokalsemia akut dapat bervariasi dari ringan hingga mengancam jiwa dan utamanya terkait dengan hipereksitabilitas neuromuskuler:

Diagnosis Hipoparatiroidisme

Diagnosis hipoparatiroidisme ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium:

Penatalaksanaan Hipoparatiroidisme

Tujuan utama penatalaksanaan adalah untuk menormalkan kadar kalsium serum, mengurangi gejala, dan mencegah komplikasi jangka panjang.

  1. Penatalaksanaan Akut (Untuk Hipokalsemia Simtomatik Berat):
    • Intravena Kalsium Gluconate: Diberikan perlahan untuk meningkatkan kadar kalsium secara cepat dan meredakan gejala neuromuskuler seperti tetani atau kejang.
    • Magnesium Intravena: Jika hipomagnesemia terdeteksi, koreksi magnesium sangat penting karena dapat mengganggu respons terhadap PTH dan pelepasan PTH.
  2. Penatalaksanaan Kronis (Jangka Panjang):
    • Suplementasi Kalsium Oral: Dosis tinggi kalsium oral (seperti kalsium karbonat atau kalsium sitrat) diperlukan untuk menjaga kadar kalsium dalam kisaran normal rendah. Dosis harus disesuaikan secara individual.
    • Analog Vitamin D Aktif (Kalsitriol, Alfacalcidol): Karena PTH rendah, ginjal tidak dapat mengaktifkan vitamin D. Oleh karena itu, pasien memerlukan bentuk vitamin D aktif yang tidak memerlukan aktivasi ginjal. Ini membantu penyerapan kalsium dari usus.
    • Tiazid Diuretik: Kadang-kadang digunakan untuk mengurangi ekskresi kalsium dalam urin pada pasien yang cenderung mengalami hiperkalsiuria meskipun kadar kalsium darahnya normal.
    • Recombinant Human Parathyroid Hormone (rhPTH):

      Merupakan terapi pengganti PTH yang relatif baru. rPTH (misalnya, Natpara di beberapa negara) diberikan melalui injeksi harian. Ini adalah satu-satunya terapi yang menggantikan hormon yang hilang secara fisiologis. Terapi ini dapat mengurangi kebutuhan akan dosis tinggi kalsium dan vitamin D aktif, serta membantu menormalkan kadar kalsium dan fosfat dengan lebih baik. Namun, penggunaannya terbatas karena ketersediaan dan biaya, serta memerlukan pemantauan ketat.

  3. Pemantauan:

    Pasien dengan hipoparatiroidisme memerlukan pemantauan rutin kadar kalsium, fosfat, kreatinin, dan kalsium urin 24 jam untuk menyesuaikan dosis obat dan mencegah komplikasi jangka panjang seperti nefrokalsinosis atau katarak.

Pseudohipoparatiroidisme

Pseudohipoparatiroidisme (PHP) adalah kelompok kelainan genetik yang ditandai oleh resistensi jaringan target terhadap hormon paratiroid (PTH). Berbeda dengan hipoparatiroidisme sejati di mana PTH rendah, pada pseudohipoparatiroidisme, kadar PTH dalam darah justru tinggi, tetapi tubuh tidak meresponsnya dengan baik. Akibatnya, pasien mengalami hipokalsemia dan hiperfosfatemia, mirip dengan hipoparatiroidisme, tetapi dengan PTH yang tinggi.

Penyebab dan Patofisiologi

Penyebab utama PHP adalah cacat pada jalur sinyal PTH di tingkat seluler. Reseptor PTH di ginjal dan tulang masih ada dan mengikat PTH, tetapi sinyal selanjutnya di dalam sel (yang melibatkan protein Gs-alpha atau GNAS1) terganggu. Cacat genetik ini mencegah sel merespons PTH secara efektif.

Ketika kadar kalsium darah rendah, kelenjar paratiroid merespons dengan memproduksi PTH lebih banyak. Namun, karena jaringan target resisten terhadap PTH, kalsium tidak dapat ditarik dari tulang atau diserap kembali di ginjal dengan efisien, dan vitamin D aktif tidak diproduksi secara cukup. Ini menyebabkan hipokalsemia dan hiperfosfatemia persisten, yang pada gilirannya terus merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi lebih banyak PTH, menciptakan lingkaran setan PTH tinggi tetapi tidak efektif.

Ada beberapa tipe PHP, yang paling dikenal adalah:

Gejala Klinis

Gejala hipokalsemia pada PHP sama dengan hipoparatiroidisme, termasuk parestesia, kram otot, tetani, dan kejang. Namun, pasien dengan PHP Tipe Ia juga menunjukkan fitur-fitur fisik khas dari Albright's Hereditary Osteodystrophy (AHO), yang meliputi:

Diagnosis

Diagnosis PHP didasarkan pada:

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PHP mirip dengan hipoparatiroidisme, bertujuan untuk mengoreksi hipokalsemia dan hiperfosfatemia:

Pemantauan rutin kadar kalsium, fosfat, dan fungsi ginjal sangat penting untuk menyesuaikan terapi dan mencegah komplikasi.

Karsinoma Paratiroid

Karsinoma paratiroid adalah bentuk kanker yang sangat langka namun agresif yang berasal dari kelenjar paratiroid. Meskipun jarang, kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan adenoma atau hiperplasia paratiroid karena potensi penyebaran (metastasis) ke organ lain dan kecenderungan untuk kambuh.

Epidemiologi dan Etiologi

Karsinoma paratiroid hanya menyumbang kurang dari 1% dari semua kasus hiperparatiroidisme primer. Penyakit ini dapat terjadi pada usia berapa pun, namun paling sering didiagnosis pada usia pertengahan (dekade keempat hingga keenam). Tidak ada faktor risiko lingkungan yang jelas teridentifikasi, tetapi sekitar 10-15% kasus karsinoma paratiroid dapat dikaitkan dengan sindrom genetik, seperti familial isolated hyperparathyroidism (FIHP) atau hiperparatiroidisme-tumor rahang (hyperparathyroidism-jaw tumor, HPT-JT syndrome) yang disebabkan oleh mutasi pada gen CDC73.

Patofisiologi

Tidak seperti adenoma paratiroid yang jinak, sel-sel karsinoma paratiroid menunjukkan pertumbuhan yang tidak terkendali dan invasif. Sel-sel ini menghasilkan PTH dalam jumlah yang sangat besar, jauh lebih tinggi daripada yang terlihat pada adenoma jinak. Ini menyebabkan hiperkalsemia yang sangat parah dan persisten, yang seringkali sulit dikendalikan.

Karsinoma paratiroid memiliki karakteristik pertumbuhan lokal yang invasif, sering menyerang kapsul kelenjar tiroid, otot leher, saraf laringeus rekuren, atau pembuluh darah di sekitarnya. Selain itu, karsinoma ini memiliki potensi untuk bermetastasis, biasanya ke kelenjar getah bening regional di leher, paru-paru, hati, atau tulang.

Gejala Klinis

Gejala karsinoma paratiroid seringkali lebih parah dan lebih menonjol dibandingkan hiperparatiroidisme primer jinak. Ini disebabkan oleh tingkat PTH dan kalsium yang sangat tinggi. Gejala umum meliputi:

Diagnosis

Mendiagnosis karsinoma paratiroid pra-bedah bisa sangat menantang, karena fitur klinis dan biokimia dapat tumpang tindih dengan adenoma jinak yang besar. Namun, beberapa indikator dapat meningkatkan kecurigaan:

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama karsinoma paratiroid adalah pembedahan radikal.

Prognosis karsinoma paratiroid bervariasi tergantung pada stadium penyakit pada saat diagnosis dan kelengkapan reseksi bedah. Kekambuhan lokal dan metastasis adalah masalah umum, sehingga pemantauan ketat dan penatalaksanaan agresif diperlukan.

Penelitian dan Perkembangan Terbaru

Bidang endokrinologi terus berkembang, dan penelitian tentang kelenjar paratiroid juga mengalami kemajuan signifikan. Beberapa area penelitian dan perkembangan terbaru meliputi:

  1. Terapi Farmakologis Baru:

    Selain Cinacalcet dan analog vitamin D, penelitian terus mencari agen farmakologis baru untuk mengelola hiperparatiroidisme yang tidak dapat dioperasi atau hipoparatiroidisme kronis. Terapi pengganti PTH rekombinan (rhPTH) telah menjadi terobosan besar untuk hipoparatiroidisme, dan penelitian terus berlanjut untuk mengoptimalkan regimen dosis dan efek samping jangka panjangnya. Ada juga eksplorasi obat yang menargetkan jalur sinyal CaSR yang berbeda.

  2. Peningkatan Teknik Pencitraan:

    Teknologi pencitraan terus meningkat untuk lokalisasi kelenjar paratiroid yang hiperaktif, terutama pada kasus yang sulit atau rekuren. Teknik seperti 4D-CT (CT empat dimensi), MRI sensitif, dan PET/CT dengan agen pelacak spesifik (misalnya, fluorocholine PET/CT) sedang dievaluasi untuk akurasi yang lebih tinggi dalam mengidentifikasi adenoma paratiroid yang kecil atau ektopik, bahkan karsinoma.

  3. Pembedahan Minimally Invasive:

    Teknik bedah terus disempurnakan. Pendekatan endoskopi atau robotik untuk paratiroidektomi sedang dieksplorasi untuk mengurangi ukuran sayatan, rasa sakit pasca-operasi, dan waktu pemulihan, meskipun penerapannya masih dalam tahap awal untuk kasus paratiroid yang kompleks.

  4. Pemahaman Genetik yang Lebih Baik:

    Penelitian genetik terus mengidentifikasi mutasi baru yang terkait dengan kelainan paratiroid, termasuk sindrom hiperparatiroidisme herediter dan pseudohipoparatiroidisme. Pemahaman yang lebih dalam tentang dasar genetik ini membuka jalan bagi diagnosis yang lebih akurat, konseling genetik, dan potensi terapi gen di masa depan.

  5. Biomarker Baru:

    Para ilmuwan sedang mencari biomarker baru untuk membedakan adenoma paratiroid dari karsinoma, atau untuk memprediksi respons terhadap terapi. Ini termasuk analisis mikro-RNA, profil proteomik, atau penanda genetik lainnya yang dapat dideteksi dalam darah atau jaringan.

  6. Regenerasi Kelenjar Paratiroid:

    Beberapa penelitian awal sedang menjajaki kemungkinan regenerasi atau transplantasi sel paratiroid sebagai terapi untuk hipoparatiroidisme permanen. Pendekatan ini masih bersifat eksperimental tetapi menjanjikan untuk masa depan.

Perkembangan ini menunjukkan komitmen komunitas ilmiah untuk meningkatkan pemahaman dan penatalaksanaan gangguan kelenjar paratiroid, dengan harapan dapat memberikan hasil yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih tinggi bagi pasien.

Pentingnya Edukasi Pasien dan Dukungan

Mengelola kondisi kesehatan kronis seperti gangguan kelenjar paratiroid memerlukan lebih dari sekadar diagnosis dan pengobatan medis. Edukasi pasien yang komprehensif dan sistem dukungan yang kuat adalah komponen esensial untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup.

Edukasi Pasien

Pasien dan keluarga mereka perlu memahami secara mendalam tentang kondisi yang mereka alami. Ini meliputi:

  1. Memahami Anatomi dan Fisiologi: Penjelasan sederhana tentang fungsi normal kelenjar paratiroid dan PTH, serta bagaimana gangguan tersebut memengaruhi tubuh.
  2. Penyebab dan Patofisiologi: Pengetahuan tentang mengapa kondisi mereka terjadi dan bagaimana hal itu memengaruhi kadar kalsium dan fosfat akan membantu pasien menerima dan mengikuti rencana pengobatan.
  3. Gejala dan Tanda Peringatan: Pasien harus diajari untuk mengenali gejala hipokalsemia (misalnya, kesemutan, kram otot) atau hiperkalsemia (misalnya, kelelahan, poliuria) sehingga mereka dapat mencari bantuan medis tepat waktu. Ini sangat penting untuk mencegah krisis akut.
  4. Rencana Pengobatan: Pemahaman yang jelas tentang obat-obatan yang diresepkan (dosis, waktu, efek samping), pentingnya kepatuhan, serta tujuan pengobatan. Untuk pasien pasca-operasi, penting untuk memahami perawatan luka, tanda-tanda komplikasi, dan jadwal kontrol.
  5. Gaya Hidup dan Diet: Nasihat tentang diet (misalnya, rendah fosfat pada CKD, asupan kalsium yang memadai), pentingnya hidrasi, dan batasan aktivitas fisik tertentu jika ada.
  6. Pemantauan Jangka Panjang: Pasien harus mengetahui jadwal pemeriksaan laboratorium dan pencitraan yang diperlukan, serta mengapa pemantauan ini penting untuk mencegah komplikasi jangka panjang.

Edukasi ini harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami, menggunakan alat bantu visual, dan memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya dan mengutarakan kekhawatiran mereka. Sumber daya edukasi dapat berupa brosur, situs web terpercaya, atau sesi edukasi kelompok.

Dukungan Psikologis dan Sosial

Hidup dengan penyakit kronis dapat menimbulkan beban emosional dan psikologis yang signifikan. Pasien mungkin mengalami stres, kecemasan, depresi, atau isolasi sosial. Oleh karena itu, dukungan psikologis dan sosial sangat penting:

  1. Konseling Psikologis: Dukungan dari psikolog atau konselor dapat membantu pasien mengatasi stres, kecemasan, dan perubahan mood yang mungkin timbul akibat kondisi mereka.
  2. Kelompok Dukungan Pasien: Berinteraksi dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa dapat memberikan rasa kebersamaan, mengurangi perasaan terisolasi, dan menawarkan strategi koping praktis.
  3. Dukungan Keluarga: Keluarga memainkan peran penting dalam mendukung pasien. Edukasi keluarga tentang kondisi pasien dan cara memberikan dukungan emosional dan praktis sangat diperlukan.
  4. Manajemen Stres: Mendorong pasien untuk mengembangkan teknik manajemen stres seperti meditasi, yoga, atau hobi yang menyenangkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mental mereka.

Pendekatan holistik yang mencakup aspek medis, edukasi, dan dukungan psikologis-sosial akan memberdayakan pasien untuk mengelola kondisi paratiroid mereka secara efektif dan menjaga kualitas hidup yang baik.

Kesimpulan

Kelenjar paratiroid, meskipun kecil dan sering terabaikan, adalah regulator vital dalam menjaga keseimbangan kalsium dan fosfat yang tepat di dalam tubuh. Hormon paratiroid (PTH) yang dihasilkannya memengaruhi tulang, ginjal, dan usus, bekerja secara harmonis dengan vitamin D untuk memastikan bahwa setiap sistem tubuh memiliki akses terhadap mineral esensial ini untuk berfungsi secara optimal.

Ketika kelenjar paratiroid mengalami disfungsi, baik dengan memproduksi terlalu banyak PTH (hiperparatiroidisme) maupun terlalu sedikit (hipoparatiroidisme), konsekuensi yang timbul bisa sangat serius dan memengaruhi berbagai sistem organ. Hiperparatiroidisme, baik primer, sekunder, maupun tersier, dapat menyebabkan pengeroposan tulang, batu ginjal, masalah pencernaan, kelemahan, dan gangguan mental. Di sisi lain, hipoparatiroidisme dapat memicu hipokalsemia akut yang bermanifestasi sebagai tetani, kejang, dan masalah jantung, serta komplikasi kronis seperti katarak dan kalsifikasi otak. Pseudohipoparatiroidisme, dengan resistensi terhadap PTH, menghadirkan tantangan unik dengan kombinasi gejala hipokalsemia dan fitur fisik khas.

Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat adalah kunci untuk mengelola kondisi-kondisi ini secara efektif. Ini melibatkan kombinasi pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk mengukur kadar kalsium, fosfat, dan PTH, serta pencitraan untuk melokalisasi kelenjar yang bermasalah. Pilihan pengobatan bervariasi dari terapi medis dengan obat-obatan yang menormalkan kadar mineral, hingga intervensi bedah untuk mengangkat kelenjar yang hiperaktif, atau terapi pengganti hormon untuk kondisi defisiensi.

Perkembangan terbaru dalam penelitian dan teknologi terus membuka jalan bagi diagnosis yang lebih akurat dan terapi yang lebih efektif. Namun, yang terpenting adalah edukasi pasien yang komprehensif dan dukungan yang berkelanjutan. Dengan pemahaman yang baik tentang kondisi mereka, kepatuhan terhadap pengobatan, dan sistem dukungan yang kuat, individu dengan gangguan paratiroid dapat menjalani kehidupan yang produktif dan sehat. Kesadaran akan pentingnya kelenjar kecil ini adalah langkah pertama menuju perawatan yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih baik bagi semua.

🏠 Kembali ke Homepage