Menggapai Samudra Ketenangan: Panduan Dzikir 33 Kali Setelah Shalat

Dalam riuh rendahnya kehidupan modern, jiwa manusia seringkali merindukan oase ketenangan. Sebuah jeda, momen untuk terhubung kembali dengan Sang Pencipta, dan mengisi ulang energi spiritual. Islam, sebagai agama yang paripurna, telah menyediakan berbagai sarana untuk mencapai ketenangan tersebut. Salah satu amalan yang paling mudah diakses, namun memiliki kedalaman makna dan ganjaran yang luar biasa, adalah wirid dan dzikir setelah shalat fardhu. Di antara rangkaian dzikir tersebut, terdapat sebuah inti yang menjadi permata, yaitu pengulangan tiga kalimat mulia sebanyak 33 kali: Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar.

Amalan ini bukan sekadar rutinitas lisan tanpa makna. Ia adalah sebuah perjalanan singkat yang membawa seorang hamba dari penyucian, menuju syukur, hingga pengagungan tertinggi kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Setiap putaran tasbih, setiap gerakan jari, adalah langkah-langkah dalam menapaki tangga spiritual untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Artikel ini akan mengupas secara mendalam, dari lafadz, makna, landasan dalil, hingga keutamaan dan hikmah di balik bacaan dzikir 33 kali ini, sebuah amalan ringan di lisan namun berat dalam timbangan kebaikan.

Ilustrasi tasbih sebagai simbol dzikir dan ibadah
Dzikir adalah jembatan penghubung antara hamba dengan Rabb-nya.

Tiga Serangkai Kalimat Agung: Tasbih, Tahmid, dan Takbir

Inti dari dzikir 33 kali adalah pengulangan tiga kalimat yang sarat akan makna ketuhanan. Masing-masing memiliki kekhususan dalam memuji dan mengagungkan Allah, membentuk sebuah kesatuan yang sempurna dalam penghambaan.

1. Tasbih (سُبْحَانَ اللهِ) - Penyucian Mutlak

سُبْحَانَ اللهِ

"Maha Suci Allah"

Kalimat pertama yang kita ucapkan sebanyak 33 kali adalah Subhanallah. Terjemahan "Maha Suci Allah" seringkali tidak mampu menangkap kedalaman makna sesungguhnya. Kata "Subhan" berasal dari akar kata "sabaha" yang berarti menjauh atau mengapung. Secara istilah, tasbih adalah konsep tanzih, yaitu menyucikan Allah dari segala bentuk kekurangan, kelemahan, cacat, dan dari segala sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya.

Ketika lisan kita berucap "Subhanallah", hati kita seharusnya turut serta menegaskan bahwa Allah jauh dari keserupaan dengan makhluk-Nya. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dia tidak membutuhkan makan, minum, atau tidur. Dia tidak merasakan lelah, lupa, atau sedih. Dia suci dari segala tuduhan kaum musyrikin, suci dari segala sekutu, dan suci dari segala atribut negatif yang mungkin terlintas dalam benak manusia yang terbatas. Mengucapkan Subhanallah adalah sebuah proklamasi bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Ini adalah pembersihan pikiran dan hati dari gambaran-gambaran keliru tentang Tuhan, mengembalikannya kepada fitrah tauhid yang murni.

2. Tahmid (اَلْحَمْدُ لِلهِ) - Syukur Universal

اَلْحَمْدُ لِلهِ

"Segala Puji bagi Allah"

Setelah menyucikan Allah, kita beralih ke kalimat kedua, Alhamdulillah, sebanyak 33 kali. Kalimat ini adalah ekspresi syukur dan pujian. Partikel "Al-" pada kata "Alhamdu" menunjukkan makna generalisasi yang mencakup segala jenis pujian. Ini berarti bukan hanya sebagian pujian, tetapi seluruh pujian yang ada di alam semesta, baik yang terucap maupun yang tidak, pada hakikatnya adalah milik Allah.

Mengucapkan "Alhamdulillah" adalah sebuah pengakuan bahwa setiap nikmat, sekecil apa pun, berasal dari-Nya. Nafas yang kita hirup, detak jantung yang tak pernah berhenti, kesehatan, keluarga, rezeki, bahkan ujian yang di dalamnya terkandung hikmah, semuanya adalah anugerah yang patut disyukuri. Tahmid mengajarkan kita untuk menjadi hamba yang pandai berterima kasih. Ia melatih jiwa untuk fokus pada anugerah yang diterima, bukan pada kekurangan yang ada. Dalam setiap ucapan "Alhamdulillah", kita sedang mengikat nikmat yang telah ada dan mengundang datangnya nikmat-nikmat baru, karena Allah berjanji akan menambah nikmat bagi hamba-Nya yang bersyukur. Ini adalah dzikir yang menumbuhkan optimisme, kepositifan, dan rasa cukup (qana'ah) dalam hati.

3. Takbir (اَللهُ أَكْبَرُ) - Pengagungan Tertinggi

اَللهُ أَكْبَرُ

"Allah Maha Besar"

Rangkaian dzikir dilanjutkan dengan kalimat ketiga, Allahu Akbar, sebanyak 33 kali. Ini adalah kalimat yang paling sering kita dengar, dari adzan hingga takbiratul ihram dalam shalat. Maknanya jauh lebih dalam dari sekadar "Allah Maha Besar". Kata "Akbar" adalah bentuk superlatif yang berarti "Paling Besar" atau "Lebih Besar dari segalanya".

Ketika kita mengucapkan "Allahu Akbar", kita sedang mendeklarasikan bahwa Allah lebih besar dari masalah kita, lebih besar dari ketakutan kita, lebih besar dari ambisi dan keinginan kita, lebih besar dari kekuasaan para penguasa di dunia, dan lebih besar dari apa pun yang kita anggap besar. Kalimat ini adalah penawar bagi kesombongan diri dan peremehan terhadap kuasa Ilahi. Ia adalah pengingat bahwa segala urusan dunia ini menjadi kecil dan tidak berarti di hadapan kebesaran Allah. Takbir menanamkan keberanian dalam jiwa seorang mukmin, karena ia tahu bahwa ia bersandar pada Dzat Yang Maha Besar, yang tidak ada satu pun kekuatan yang dapat menandingi-Nya. Ini adalah dzikir yang membebaskan kita dari belenggu ketakutan kepada selain Allah.

Landasan Syar'i: Hadis Nabi Sebagai Pijakan

Amalan dzikir 33 kali ini bukanlah sebuah inovasi atau karangan manusia, melainkan bersumber langsung dari petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Terdapat beberapa hadis shahih yang menjadi dasar amalan mulia ini. Salah satu yang paling terkenal adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:

"Siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setelah shalat sebanyak 33 kali, lalu menyempurnakannya menjadi seratus dengan membaca: 'Laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qodir', maka akan diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim)

Hadis ini tidak hanya memberikan legitimasi terhadap amalan tersebut, tetapi juga menjelaskan ganjaran yang sangat besar. Bayangkan, sebuah amalan yang hanya memakan waktu beberapa menit setelah shalat, mampu menghapuskan dosa-dosa yang mungkin telah menumpuk laksana buih di lautan. Ini menunjukkan betapa Maha Pengampun dan Maha Pemurahnya Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mau meluangkan sedikit waktu untuk mengingat-Nya.

Konteks lain dari hadis ini juga sangat menyentuh. Diceritakan bahwa kaum fakir dari kalangan Muhajirin datang kepada Rasulullah dan mengeluh, "Orang-orang kaya telah pergi dengan derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa, namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad, dan bersedekah." Maka Rasulullah memberikan amalan ini sebagai 'sedekah' bagi mereka yang tidak memiliki harta, sebuah amalan yang nilainya dapat menandingi ibadah-ibadah yang memerlukan biaya. Ini menunjukkan bahwa pintu kebaikan dalam Islam terbuka untuk semua kalangan, dan dzikir adalah salah satu jalan termudah untuk meraih pahala besar.

Penyempurna Seratus: Kalimat Tauhid Pamungkas

Setelah menyelesaikan 33 kali tasbih, 33 kali tahmid, dan 33 kali takbir, total menjadi 99 kali. Rasulullah mengajarkan untuk menyempurnakannya menjadi 100 dengan satu kalimat tauhid yang agung.

لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Kalimat ini adalah inti dari seluruh ajaran Islam. Ia merangkum kembali tiga dzikir sebelumnya dalam sebuah penegasan tauhid yang komprehensif.

  • Laa ilaha illallah: Menegaskan kembali esensi tauhid uluhiyah, bahwa satu-satunya yang berhak disembah hanyalah Allah.
  • Wahdahu laa syarika lah: Memperkuat peniadaan segala bentuk sekutu bagi Allah, baik dalam Dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya.
  • Lahul mulku wa lahul hamdu: Mengakui kedaulatan mutlak (kerajaan) milik Allah dan mengembalikan semua pujian (Alhamdu) kepada-Nya. Ini adalah rangkuman dari makna takbir dan tahmid.
  • Wa huwa 'ala kulli syai'in qodir: Sebuah penutup yang mengafirmasi kemahakuasaan Allah atas segala sesuatu, sebuah keyakinan yang memberikan ketenangan dan kekuatan.

Dengan mengucapkan kalimat ini, rangkaian dzikir kita menjadi lengkap dan sempurna, menggabungkan penyucian, pujian, pengagungan, dan penegasan keesaan Allah dalam satu paket ibadah yang padat makna.

Keutamaan dan Manfaat Dzikir 33 Kali dalam Kehidupan

Membiasakan diri dengan dzikir ini setelah shalat membawa segudang manfaat, baik yang bersifat spiritual (ukhrawi) maupun psikologis (duniawi). Keutamaannya tidak terbatas pada penghapusan dosa saja.

Manfaat Spiritual:

  • Mendekatkan Diri kepada Allah: Dzikir adalah cara paling langsung untuk mengingat Allah. Semakin sering seorang hamba berdzikir, semakin erat hubungannya dengan Sang Khaliq.
  • Memberatkan Timbangan Amal: Rasulullah bersabda bahwa dua kalimat, "Subhanallahi wa bihamdihi, Subhanallahil 'azhim," adalah ringan di lisan namun berat di timbangan (Mizan). Rangkaian dzikir 33 kali ini tentu memiliki bobot pahala yang sangat besar.
  • Sumber Ketenangan Jiwa: Al-Qur'an menegaskan, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28). Ritme dzikir yang teratur menjadi terapi bagi jiwa yang gelisah, cemas, dan stres.
  • Menjaga Koneksi Setelah Shalat: Shalat adalah puncak interaksi hamba dengan Tuhannya. Dzikir setelah shalat berfungsi sebagai jembatan yang menjaga koneksi spiritual itu agar tidak langsung terputus oleh kesibukan dunia.
  • Mengikuti Sunnah Nabi: Mengamalkan dzikir ini adalah bentuk kecintaan dan kepatuhan kita pada ajaran Rasulullah, yang merupakan salah satu syarat diterimanya amal ibadah.

Manfaat Psikologis dan Duniawi:

  • Meredakan Stres dan Kecemasan: Secara ilmiah, pengulangan ritmis dan fokus pada kalimat-kalimat positif dapat menenangkan sistem saraf, memperlambat detak jantung, dan menurunkan tingkat hormon stres.
  • Meningkatkan Fokus dan Kesadaran (Mindfulness): Proses menghitung dan merenungkan makna dzikir melatih otak untuk fokus pada saat ini, melepaskan pikiran-pikiran liar tentang masa lalu atau masa depan.
  • Menumbuhkan Rasa Syukur: Mengulang "Alhamdulillah" sebanyak 33 kali secara sadar akan mengubah pola pikir kita menjadi lebih positif, lebih mudah menghargai hal-hal kecil, dan lebih bahagia.
  • Memberikan Kekuatan Mental: Menginternalisasi makna "Allahu Akbar" memberikan perspektif yang benar terhadap masalah. Masalah sebesar apa pun akan terasa kecil jika dibandingkan dengan kebesaran Allah, sehingga menumbuhkan ketabahan dan optimisme.

Cara Mengamalkan: Teknik dan Adab Berdzikir

Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari dzikir ini, ada beberapa adab dan cara yang dianjurkan.

Waktu Pelaksanaan: Waktu utama untuk mengamalkan dzikir ini adalah segera setelah selesai shalat fardhu lima waktu, setelah membaca istighfar tiga kali dan doa-doa ma'tsur lainnya.

Cara Menghitung: Cara yang paling utama (afdhal) adalah dengan menggunakan ruas-ruas jari tangan kanan, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Ini memiliki keutamaan karena jari-jemari kita akan menjadi saksi di hari kiamat. Namun, penggunaan alat bantu seperti tasbih (subhah) juga diperbolehkan oleh mayoritas ulama sebagai sarana untuk membantu konsentrasi dan menjaga hitungan agar tidak keliru, terutama bagi mereka yang sulit fokus.

Pentingnya Kehadiran Hati (Khusyu'): Poin terpenting dalam berdzikir adalah keterlibatan hati. Jangan biarkan lisan bergerak secara mekanis sementara pikiran melayang ke mana-mana. Cobalah untuk meresapi setiap makna dari kalimat yang diucapkan. Bayangkan kesucian Allah saat bertasbih, rasakan nikmat-Nya saat bertahmid, dan hadirkan keagungan-Nya saat bertakbir. Meskipun pada awalnya sulit, dengan latihan terus-menerus, hati akan terbiasa untuk hadir dan merasakan manisnya berdzikir.

Dzikir 33 kali setelah shalat adalah hadiah terindah dari Allah dan Rasul-Nya. Ia adalah amalan yang sederhana dalam pelaksanaan, namun dahsyat dalam dampak spiritual dan keutamaannya. Ia adalah cara kita untuk memoles kembali cermin hati yang mungkin telah kusam oleh debu dunia, agar kembali memantulkan cahaya ilahi. Marilah kita menjadikan amalan ini sebagai bagian tak terpisahkan dari ibadah shalat kita, sebagai bekal untuk meraih ampunan-Nya, sebagai sumber ketenangan jiwa, dan sebagai bukti cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

🏠 Kembali ke Homepage