Menyulang: Seni Ketekunan, Warisan Nusantara, dan Filosofi Keberlanjutan

Mereparasi, Merajut Kembali, Menjaga Keutuhan

Ilustrasi Seni Menyulang Visualisasi tangan yang sedang menggunakan alat sulang (sekoci) untuk memperbaiki lubang pada jaring atau kain tenun. Proses menyulang, memerlukan presisi dan penggunaan alat bantu khusus (sekoci).

I. Makna dan Akar Budaya Menyulang

Dalam khazanah kebudayaan Nusantara, terdapat banyak istilah yang merujuk pada ketekunan, keterampilan tangan, dan filosofi menghargai materi. Salah satu istilah yang memegang peranan penting, khususnya dalam masyarakat maritim dan agraris tradisional, adalah menyulang. Menyulang bukanlah sekadar menjahit atau menambal; ia adalah sebuah proses reparasi yang mendalam, melibatkan perhitungan, kesabaran, dan pemahaman menyeluruh terhadap struktur benda yang diperbaiki.

Secara etimologi, "menyulang" merujuk pada tindakan menambal atau memperbaiki kerusakan, khususnya pada benda-benda yang bersifat jaringan, anyaman, atau tenunan yang kompleks—seperti jaring ikan, pukat, atau atap yang terbuat dari rumbia atau ijuk. Perbedaan mendasar antara menyulang dengan menjahit biasa terletak pada tujuannya: menjahit sering kali bertujuan menyatukan dua bagian yang terpisah, sementara menyulang bertujuan untuk merekonstruksi bagian yang hilang atau rusak parah sehingga keutuhan fungsional benda tersebut kembali pulih sempurna, bahkan seringkali menghasilkan bagian yang diperbaiki menjadi lebih kuat daripada aslinya.

Keterampilan menyulang telah diwariskan secara turun-temurun, menjadi indikator kemandirian dan kecakapan hidup. Bagi seorang nelayan di pesisir Sumatera atau Kalimantan, kemampuan menyulang jaring adalah penentu keberlanjutan mata pencaharian mereka. Sebuah jaring yang robek adalah kerugian besar, namun kemampuan menyulang yang cekatan mengubah kerugian tersebut menjadi investasi waktu, bukan kerugian total. Keterampilan ini mengajarkan bahwa kerusakan bukanlah akhir, melainkan tantangan untuk menciptakan kekuatan baru dari kelemahan lama.

Menyulang juga mewakili filosofi anti-konsumerisme yang telah lama dianut oleh masyarakat adat. Di masa kini, ketika barang rusak cenderung dibuang dan diganti baru, praktik menyulang mengingatkan kita pada nilai-nilai keberlanjutan, ekonomi melingkar, dan penghormatan terhadap sumber daya yang telah dikumpulkan atau diolah. Ia adalah perlawanan sunyi terhadap budaya sekali pakai.

Menyulang dan Kearifan Lingkungan

Di banyak komunitas pesisir, bahan untuk menyulang seringkali didapatkan dari sisa-sisa benang atau serat alami yang diolah kembali. Penggunaan kembali material ini tidak hanya mengurangi sampah tetapi juga memastikan bahwa benang atau serat baru yang digunakan memiliki kualitas dan ketahanan yang serupa dengan material asli. Kearifan ini mencerminkan pemahaman mendalam tentang ekosistem lokal dan pentingnya meminimalkan jejak ekologis.

Seorang penyulang ulung mampu menilai tingkat keausan material di sekitar kerusakan. Jika material di sekeliling lubang sudah terlalu rapuh, mereka akan memperluas area perbaikan untuk memastikan sulaman baru menempel pada serat yang masih kuat. Keputusan teknis ini adalah wujud nyata dari pemikiran jangka panjang yang melekat pada praktik menyulang.

II. Anatomi Keterampilan Menyulang

Menyulang adalah ilmu yang presisi. Tekniknya bervariasi tergantung pada medium yang diperbaiki, namun prinsip dasarnya selalu sama: mengisi kekosongan (lubang) dengan struktur yang identik atau setara dengan struktur awal, menggunakan simpul dan ikatan khusus.

A. Alat-Alat Kunci dalam Menyulang

Proses menyulang memerlukan alat-alat khusus yang dirancang untuk memanipulasi benang atau serat secara efisien dan akurat. Alat-alat ini mencerminkan adaptasi teknologi lokal yang luar biasa:

B. Teknik dan Simpul Dasar

Keahlian menyulang terletak pada penguasaan simpul-simpul yang tidak hanya kuat, tetapi juga tidak mudah kendur saat berada di bawah tekanan air atau beban. Ada dua teknik utama yang mendominasi:

1. Sulaman Jaring (Jala dan Pukat)

Menyulang jaring adalah bentuk menyulang yang paling umum dan dikenal. Kerusakan jaring biasanya berupa lubang tidak beraturan akibat tersangkut karang, gigitan ikan, atau keausan.

Langkah-langkahnya meliputi:

  1. Persiapan Lubang (Membentuk Tepi): Kerusakan yang tidak teratur harus dirapikan menjadi bentuk yang lebih terstruktur, biasanya mendekati bentuk berlian atau kotak, agar memudahkan penentuan titik awal dan akhir sulaman. Benang yang rapuh di sekitar lubang dipotong hingga mencapai benang yang kuat.
  2. Pembuatan Tali Pondasi (Sumbing): Sebelum mengisi lubang, penyulang harus membuat ‘jembatan’ (simpul dasar) yang menghubungkan sisi-sisi lubang. Ini memastikan bahwa sulaman baru memiliki dasar yang kokoh.
  3. Pengisian Mata Jaring Baru: Menggunakan sekoci dan mata sila, benang baru diikatkan dengan simpul khusus yang disebut Simpul Jaring (Sheet Bend atau Fisherman's Knot). Simpul ini menjamin kekencangan dan ketahanan. Proses ini diulang baris demi baris, memastikan setiap mata baru memiliki diameter yang sama persis dengan yang lama (diukur menggunakan mata sila).
  4. Penyelesaian dan Pengujian: Setelah lubang tertutup, simpul akhir dikunci dengan rapat. Jaring seringkali ditarik atau diregangkan untuk memastikan tidak ada benang yang longgar.

Kedalaman teknik ini mengharuskan penyulang tidak hanya bergerak cepat, tetapi juga mengetahui karakteristik benang (nilon, katun, atau serat alami) dan bagaimana benang tersebut bereaksi saat basah. Benang katun, misalnya, akan mengembang saat basah, sehingga simpul harus diperhitungkan sedemikian rupa agar tidak terlalu kencang saat kering.

2. Menyulang Atap (Rumbia/Ijuk)

Menyulang atap, khususnya atap tradisional dari daun rumbia, nipah, atau ijuk, membutuhkan keahlian yang berbeda. Kerusakan pada atap sering terjadi karena pelapukan, angin kencang, atau serangan hama.

Dalam konteks atap, menyulang adalah praktik menjaga keberlanjutan arsitektur lokal. Jika atap diganti seluruhnya, biayanya mahal dan memakan waktu. Dengan menyulang, hanya bagian yang kritis saja yang diganti, memperpanjang usia pakai seluruh struktur hingga bertahun-tahun.

"Sehelai benang yang putus pada jaring bukan hanya soal kerugian satu ikan, tapi soal hilangnya seluruh hasil tangkapan. Menyulang adalah tindakan pencegahan, jaminan hari esok."

III. Menyulang di Dunia Maritim: Ketahanan di Tengah Ombak

Di antara seluruh aplikasi menyulang, tidak ada yang lebih kritis dan mendesak daripada perbaikan alat tangkap ikan. Jaring adalah perpanjangan tangan nelayan; ia adalah modal, investasi, dan harapan. Kerusakan pada pukat harimau yang besar atau jala tebar yang kecil selalu berarti potensi hilangnya pendapatan, bahkan potensi bahaya jika terjadi di tengah laut.

A. Ritual Setelah Melaut

Bagi komunitas nelayan, proses menyulang bukanlah sekadar tugas, melainkan sebuah ritual pasca-melaut. Setiap sore atau pagi setelah kapal merapat, pemandangan umum di dermaga atau di bawah rumah panggung adalah para nelayan yang berjongkok, membentangkan jaring, dan mulai bekerja dengan sekoci di tangan.

Aktivitas ini memerlukan cahaya yang baik dan suasana yang tenang. Ketika jaring dibentangkan, kerusakan kecil (disebut *cebik* atau *tiris*) mulai terlihat. Menyulang kerusakan kecil ini secara teratur adalah kunci untuk mencegahnya membesar menjadi bencana. Proses ini seringkali dilakukan secara komunal, di mana anggota keluarga, istri, atau anak-anak ikut berpartisipasi. Menyulang menjadi kegiatan sosial yang mempererat ikatan keluarga dan komunitas, sekaligus mengajarkan keterampilan vital kepada generasi muda.

B. Presisi Ekonomis

Dalam skala pukat (jaring tarik besar), menyulang menjadi proyek besar yang bisa memakan waktu berhari-hari. Pukat modern yang terbuat dari nilon mungkin lebih tahan lama, tetapi ketika robek, penanganannya lebih sulit karena sifat nilon yang kaku.

Penyulang harus memahami area kritis pada jaring. Misalnya, bagian jaring yang paling sering rusak adalah area 'kantong' (bagian yang menampung tangkapan) atau bagian yang bersentuhan dengan dasar laut. Sulaman di area ini harus lebih tebal dan menggunakan simpul ekstra kuat. Presisi ini adalah presisi ekonomis: semakin rapi sulaman, semakin kecil kemungkinan ikan lolos, dan semakin lama usia pakai alat tangkap tersebut.

Adaptasi Benang dan Material

Tingkat keahlian juga terlihat dari adaptasi material. Ketika menyulam jaring yang sudah tua dengan benang baru, penyulang harus memastikan tegangan benang baru tidak terlalu jauh berbeda dari benang lama. Jika benang perbaikan terlalu kaku, ia akan menarik benang lama, menyebabkan robekan baru di perbatasan sulaman. Sebaliknya, jika terlalu longgar, mata jaring di area tersebut tidak akan berfungsi optimal. Ini adalah perhitungan fisika sederhana yang diinternalisasi melalui pengalaman bertahun-tahun.

Beberapa nelayan bahkan memiliki keahlian khusus dalam menyulam jaring untuk jenis tangkapan tertentu. Jaring untuk udang memiliki mata yang sangat halus dan kecil, membutuhkan sekoci yang sangat ramping dan kesabaran ekstra. Sementara itu, menyulam pukat untuk ikan besar memerlukan benang yang sangat tebal dan simpul yang mampu menahan beban tonan.

IV. Menyulang di Kehidupan Agraris dan Konservasi Material

Meskipun sering dikaitkan dengan laut, prinsip menyulang juga diterapkan secara luas dalam konteks daratan, terutama dalam konservasi material yang terbuat dari serat alami dan tenunan kasar.

A. Perbaikan Keranjang dan Anyaman

Di banyak daerah, keranjang atau wadah penyimpanan yang terbuat dari bambu, rotan, atau pandan adalah aset penting. Ketika bagian dasarnya rusak atau bilah-bilahnya patah, teknik menyulang digunakan untuk mengganti bilah yang rusak tanpa membongkar keseluruhan anyaman. Teknik ini membutuhkan kemampuan untuk meniru pola anyaman asli (misalnya anyaman silang tunggal, silang ganda, atau anyaman mata itik).

Menyulam anyaman bukan hanya fungsional, tetapi juga estetis. Penyulang yang mahir akan menggunakan serat dengan warna atau tekstur yang serupa, sehingga sulaman baru hampir tidak terlihat. Ini menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap keindahan dan keutuhan benda sehari-hari.

B. Menyulang Kain Tradisional

Walaupun istilah menjahit atau menambal lebih umum digunakan untuk kain halus, menyulang sering merujuk pada perbaikan kain tradisional yang memiliki tenunan yang lebih tebal atau kasar, seperti beberapa jenis kain ikat, ulos, atau goni. Kerusakan yang diperbaiki biasanya bukan robekan, melainkan lubang atau bagian yang seratnya hilang akibat gesekan atau serangga.

Dalam konteks ini, menyulang adalah tindakan pelestarian. Kain-kain pusaka seringkali memiliki nilai historis dan spiritual yang tak ternilai. Membuangnya bukanlah pilihan. Oleh karena itu, penyulang harus bekerja dengan hati-hati, mengisi kembali setiap benang lungsin (vertikal) dan benang pakan (horizontal) yang hilang, seringkali menggunakan lup atau kaca pembesar. Proses ini sangat lambat, menuntut kesempurnaan agar sulaman tidak mengubah motif atau tekstur asli kain.

Keterampilan ini sangat dihargai di kalangan bangsawan atau pemilik pusaka, karena menjaga artefak tekstil tetap utuh adalah bagian dari menjaga kehormatan dan sejarah keluarga.

Menyulang dan Konsep 'Baru dari yang Lama'

Berbeda dengan konsep modern 'vintage' atau 'deconstructed', menyulang bertujuan mengembalikan benda ke kondisi aslinya, seolah-olah kerusakan tidak pernah terjadi. Namun, proses ini secara filosofis justru menambah 'sejarah' dan 'daya tahan' pada benda tersebut. Setiap simpul sulaman baru adalah cerita tentang tantangan yang telah dilewati, menjadikan benda yang diperbaiki memiliki nilai yang lebih tinggi—sebuah akumulasi dari kesabaran manusia.

V. Filosofi Menyulang: Pelajaran dari Ketekunan yang Diam

Di balik gerakan tangan yang cepat dan terampil, menyulang adalah manifestasi nyata dari nilai-nilai filosofis yang mendalam, yang relevan hingga kehidupan modern.

A. Meditasi Aktif

Menyulang adalah kegiatan yang sangat repetitif dan membutuhkan fokus tinggi. Ketika seseorang menyulam, perhatiannya sepenuhnya tertuju pada benang dan simpul, mengeliminasi gangguan dari luar. Bagi banyak praktisi, terutama nelayan yang baru saja kembali dari pelayaran yang melelahkan, menyulang berfungsi sebagai bentuk meditasi aktif—sebuah cara untuk menenangkan pikiran, memproses pengalaman, dan menemukan ritme yang stabil setelah menghadapi ketidakpastian alam.

Pekerjaan ini mengajarkan tentang kesabaran kronis. Menyulam satu lubang kecil pada jaring mungkin memerlukan puluhan hingga ratusan simpul yang harus dikerjakan dengan kecepatan yang sama dan tekanan yang seragam. Kesabaran di sini bukan hanya menahan diri dari terburu-buru, tetapi kemampuan untuk mempertahankan kualitas dan ketelitian dalam jangka waktu yang lama.

B. Nilai Menghargai Waktu dan Materi

Filosofi utama menyulang adalah bahwa waktu yang dihabiskan untuk memperbaiki selalu lebih berharga daripada membuang dan membeli yang baru. Nilai materialisme dalam masyarakat yang mempraktikkan menyulang didasarkan pada ketahanan, bukan kebaruan. Kerusakan tidak dipandang sebagai kegagalan, tetapi sebagai siklus alami kehidupan benda yang dapat diintervensi dan diperpanjang.

Penghargaan terhadap materi ini meluas hingga ke lingkungan. Masyarakat yang hidup dari alam (laut atau hutan) memahami bahwa setiap benang dan setiap serat adalah produk dari sumber daya yang terbatas. Menyulang adalah tindakan syukur terhadap alam dan penolakan terhadap pemborosan. Ia mengajarkan generasi muda untuk memandang setiap objek bukan sebagai barang sekali pakai, tetapi sebagai hasil dari upaya kolektif dan sumber daya alam.

C. Kesempurnaan yang Fungsional

Tidak seperti seni murni, kesempurnaan dalam menyulang bersifat fungsional. Sulaman harus sempurna bukan karena keindahan visualnya, tetapi karena harus menahan beban, tarikan, dan tekanan lingkungan yang ekstrem. Kekuatan sulaman harus setara atau melebihi bagian jaring yang tidak rusak.

Filosofi ini mengajarkan bahwa upaya perbaikan haruslah tuntas. Tidak ada ruang untuk pekerjaan setengah-setengah. Satu simpul yang salah dapat merusak seluruh sulaman saat jaring dipakai. Oleh karena itu, menyulang adalah latihan tanggung jawab—tanggung jawab terhadap kualitas kerja, terhadap keamanan nelayan, dan terhadap keberhasilan tangkapan.

"Ketika kita menyulam, kita tidak hanya menambal lubang, kita merajut kembali kisah keutuhan. Kita menyambung harapan yang sempat terputus, benang demi benang, simpul demi simpul."

VI. Pelestarian Menyulang di Tengah Gelombang Modernisasi

Di era ketika produksi massal dan jaringan nilon super-tahan lama semakin mendominasi pasar alat tangkap dan material konstruksi, praktik menyulang menghadapi tantangan besar. Meskipun demikian, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya membuat menyulang semakin diakui sebagai warisan budaya tak benda yang penting.

A. Ancaman Kepunahan Keterampilan

Salah satu ancaman terbesar adalah hilangnya minat generasi muda. Dalam banyak komunitas, anak-anak lebih memilih pekerjaan yang menawarkan pendapatan instan dan kurang membutuhkan ketekunan fisik yang lama. Proses belajar menyulang membutuhkan magang bertahun-tahun di bawah bimbingan seorang ahli. Dibutuhkan kemampuan motorik halus yang luar biasa, daya ingat yang kuat terhadap pola simpul, dan daya tahan tubuh untuk duduk berjam-jam.

Di masa lalu, seorang pemuda tidak dianggap dewasa atau siap melaut sebelum ia mahir menyulam jaringnya sendiri. Kini, dengan adanya jaring pengganti yang mudah dibeli, insentif untuk menguasai keterampilan ini menurun drastis. Ketika seorang penyulang tua meninggal, sebagian besar dari bank pengetahuan lokal tentang teknik perbaikan spesifik (misalnya, perbaikan jaring yang dicelup getah karet atau jaring dari serat nanas) ikut menghilang.

B. Upaya Revitalisasi dan Dokumentasi

Beberapa komunitas adat, serta lembaga kebudayaan dan universitas, kini berupaya mendokumentasikan dan merevitalisasi seni menyulang. Ini dilakukan melalui beberapa cara:

Dokumentasi sangat penting, karena banyak simpul dan teknik perbaikan bersifat lisan dan hanya diturunkan melalui praktik langsung. Dokumentasi visual dan naratif membantu melestarikan keragaman teknik menyulang yang ada di berbagai pulau di Nusantara.

VII. Menyulang sebagai Metafora Keberlanjutan Global

Jauh melampaui perbaikan jaring dan atap, konsep menyulang menawarkan kerangka kerja filosofis yang sangat dibutuhkan di era global yang menghadapi krisis iklim dan konsumerisme berlebihan.

A. Ekonomi Melingkar dan Perbaikan

Menyulang adalah inti dari prinsip ekonomi melingkar (circular economy). Daripada membuang dan mengekstrak sumber daya baru, menyulang mendorong siklus hidup produk yang lebih panjang. Di dunia modern, prinsip ini dapat diterapkan pada perbaikan perangkat elektronik, pakaian, atau infrastruktur. Konsep Right to Repair yang kini menjadi isu global sesungguhnya berakar pada etika menyulang yang telah dipraktikkan masyarakat tradisional selama berabad-abad.

Jika kita mengubah pola pikir dari "ganti baru" menjadi "perbaiki hingga tidak bisa diperbaiki lagi," kita tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga menciptakan lapangan kerja yang membutuhkan keterampilan dan keahlian tinggi, sama seperti keahlian yang dimiliki oleh seorang penyulang ulung.

B. Menyulang Sosial dan Kultural

Secara metaforis, menyulang dapat dipandang sebagai cara untuk memperbaiki "jaringan sosial" yang terfragmentasi. Ketika komunitas menghadapi perpecahan atau konflik, tindakan "menyulam kembali" ikatan sosial membutuhkan kesabaran yang sama, ketelitian dalam mengidentifikasi titik kerusakan, dan penggunaan "benang" yang kuat (dialog, rekonsiliasi) untuk mengikat kembali bagian-bagian yang terpisah.

Di tingkat pelestarian budaya, menyulang adalah tindakan kolektif untuk menjaga keutuhan identitas. Ketika tradisi mulai memudar, upaya untuk mendokumentasikan, mengajarkan, dan mempraktikkan kembali adalah bentuk menyulang kultural—memperbaiki lubang dalam ingatan kolektif sebelum ia membesar dan menghancurkan seluruh warisan.

Penerapan dalam Pendidikan Karakter

Mengajarkan menyulang kepada anak-anak modern dapat menjadi metode yang sangat efektif untuk menanamkan karakter. Keterampilan ini menuntut ketekunan, kemampuan memecahkan masalah (bagaimana mengisi lubang yang tidak beraturan?), dan pemahaman bahwa hasil yang baik membutuhkan proses yang disiplin. Menyulang memaksa praktisinya untuk bekerja dengan tangan, pikiran, dan hati secara sinkron.

Menyulang, dengan segala kerumitan teknis dan kedalaman filosofisnya, berdiri sebagai pengingat kuat bahwa keberlanjutan sejati tidak terletak pada inovasi yang spektakuler, tetapi pada penghormatan yang tenang dan gigih terhadap apa yang sudah ada.

VIII. Simpulan: Menjaga Keutuhan di Setiap Simpul

Menyulang adalah warisan abadi dari kebijaksanaan Nusantara. Ia adalah bahasa perbaikan yang melampaui fungsi praktisnya. Baik itu benang nilon yang kaku, serat rumbia yang lembut, atau bahkan benang metaforis dalam struktur sosial kita, menyulang menawarkan pelajaran universal tentang bagaimana menghadapi kerusakan: dengan kesabaran, ketelitian, dan komitmen untuk mengembalikan keutuhan.

Di tengah hiruk pikuk globalisasi dan kecepatan perubahan yang tak terhindarkan, seni menyulang menawarkan jangkar—sebuah tradisi yang mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati seringkali ditemukan dalam keheningan, dalam pengulangan gerakan yang teliti, dan dalam kesadaran bahwa apa yang diperbaiki tidak hanya kembali berfungsi, tetapi menjadi bagian yang lebih berharga dari kisah panjang keberlanjutan.

Mari kita terus menghargai dan mempraktikkan keterampilan ini, tidak hanya sebagai warisan teknis, tetapi sebagai filosofi hidup yang mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah pada kerusakan, melainkan gigih merajut kembali harapan, simpul demi simpul.

🏠 Kembali ke Homepage