Ilustrasi visual mengenai konsep menggetah bawang: mengeluarkan potensi rasa yang tersembunyi.
Bawang, dalam segala bentuknya—merah, bombay, putih, atau daun—adalah fondasi tak terpisahkan dari hampir setiap tradisi kuliner di dunia. Namun, sekadar memotong dan menumis bawang adalah tindakan yang meremehkan potensi penuhnya. Di Indonesia, di tengah kearifan lokal yang kaya, terdapat sebuah filosofi persiapan yang melampaui teknik dasar, dikenal sebagai menggetah bawang.
Menggetah bawang bukanlah sekadar memerasnya, tetapi sebuah proses holistik yang bertujuan untuk mengendalikan pelepasan senyawa sulfur yang menyebabkan pedas, sekaligus memaksimalkan transformasi senyawa gula alami menjadi kedalaman rasa (umami) yang kaya. Ini adalah seni pengelolaan kimia dan tekstur, yang pada akhirnya menentukan apakah hidangan Anda hanya 'mengandung bawang' atau benar-benar 'dijiwai oleh esensi bawang'.
Artikel yang sangat mendalam ini akan membawa Anda melalui setiap aspek dari seni menggetah bawang. Kita akan mengupas tuntas dari ilmu botani, biokimia di balik ketajaman air mata, hingga aplikasi teknis paling kompleks dalam masakan. Persiapkan diri Anda untuk memahami bahwa bawang bukan hanya bumbu, melainkan sebuah bahan utama yang menuntut penghormatan dan teknik yang presisi.
Istilah "getah" seringkali merujuk pada cairan atau esensi yang terkandung di dalam tumbuhan. Dalam konteks kuliner, khususnya menggetah bawang, ini melambangkan penarikan atau pelepasan esensi rasa—baik itu esensi pedas yang tajam untuk sambal, atau esensi manis dan umami yang dalam untuk kaldu dan tumisan. Proses ini adalah manifestasi dari pemahaman mendalam bahwa kontrol atas pelepasan Alil Sulfida (senyawa utama bawang) adalah kunci untuk mencapai profil rasa yang diinginkan.
Filosofi di balik menggetah bawang adalah kesabaran dan presisi. Teknik yang salah akan menghasilkan bawang yang gosong di luar namun masih pedas di dalam, atau bawang yang terlalu berair dan gagal mencapai karamelisasi. Proses ini mengajarkan pentingnya pemanasan yang sangat lambat, penghindaran suhu tinggi yang mendadak, serta pemanfaatan medium pelarut (minyak atau air) secara bijaksana.
Untuk menguasai menggetah bawang, kita harus memahami musuh utama: Propanethial S-oksida, senyawa volatile yang dilepaskan ketika sel-sel bawang rusak. Ketika mata pisau merobek dinding sel bawang, dua zat kimia—alliinase dan senyawa belerang (sulfur)—bertemu. Reaksi ini menghasilkan senyawa pedas yang bersifat defensif. Tujuan dari proses menggetah bawang yang terampil adalah mengarahkan reaksi kimia ini ke jalur yang diinginkan, baik menetralkannya sepenuhnya atau memanfaatkannya secara terkontrol.
Misalnya, ketika kita ingin bawang yang sangat renyah dan tidak terlalu pedas (untuk bawang goreng kriuk), teknik menggetah bawang melibatkan perendaman dalam air garam dan sedikit asam, yang membantu menstabilkan enzim alliinase, mencegah produksi senyawa pedas berlebihan sebelum dimasak. Sebaliknya, saat membuat sambal mentah yang pedasnya harus "menggigit," proses menggetah bawang mentah justru dipercepat dengan ulekan, memaksa pelepasan senyawa sulfur secara maksimal.
Teknik menggetah bawang dalam kondisi mentah fokus pada pengurangan tingkat kepedasan yang agresif dan meningkatkan kerenyahan, menjadikannya lebih mudah dicerna dan lebih cocok untuk salad, acar, atau garnish mentah.
Keselarasan potongan sangat penting. Variasi ketebalan akan menghasilkan getah yang tidak merata.
Langkah pertama dalam menggetah bawang adalah memastikan keseragaman. Baik diiris tipis, dicincang halus, atau di-brunoise, setiap potongan harus memiliki ketebalan yang sama persis. Variasi ketebalan akan menyebabkan potongan tipis kehilangan getahnya dan menjadi layu terlalu cepat, sementara potongan tebal tetap tajam dan keras.
Teknik irisan ideal untuk menggetah bawang mentah adalah irisan super tipis, sering disebut irisan kertas. Ini memperluas area permukaan, memaksimalkan kontak antara sel-sel yang rusak dengan medium perendaman, sehingga proses netralisasi Propanethial S-oksida terjadi lebih cepat dan lebih efektif.
Perendaman adalah metode klasik menggetah bawang mentah. Setelah diiris seragam, bawang dicelupkan ke dalam mangkuk berisi air es dan sedikit garam. Garam berfungsi untuk menarik keluar sebagian kelembapan (dan dengan itu, sebagian senyawa sulfur) melalui proses osmosis. Air es memiliki peran ganda:
Waktu perendaman minimum yang disarankan adalah 30 menit. Untuk bawang yang sangat tajam (misalnya bawang merah lokal tertentu), perendaman bisa diperpanjang hingga satu jam, mengganti air es sekali di tengah proses.
Menambahkan sedikit cuka putih atau air perasan jeruk nipis ke dalam air perendaman adalah teknik lanjutan untuk menggetah bawang. Asam bertindak sebagai katalis yang mengubah pH lingkungan. Senyawa sulfur cenderung bereaksi berbeda dalam lingkungan asam. Selain itu, asam segera mengawali proses ‘pengacaran’ mikro, yang tidak hanya menghilangkan rasa pedas tetapi juga memberikan rasa fermentasi ringan yang sangat dihargai dalam salad Timur Tengah atau acar pedas.
Jika menggetah bawang mentah adalah tentang menghilangkan ketajaman, maka menggetah bawang dengan pemanasan adalah tentang memaksimalkan kedalaman rasa manis dan umami. Ini adalah proses panjang yang membutuhkan kesabaran luar biasa dan pemahaman mendalam tentang reaksi Maillard dan karamelisasi.
Kesalahan terbesar dalam karamelisasi adalah menggunakan api terlalu besar. Ini menyebabkan pemanasan tidak merata: gula di permukaan bawang akan gosong dan pahit (karamelisasi destruktif), sementara interior bawang tetap keras dan pedas. Proses menggetah bawang melalui karamelisasi sejati harus dilakukan pada suhu rendah hingga sedang, dan memakan waktu minimal 40 hingga 60 menit, bahkan untuk porsi kecil.
Pada suhu rendah (sekitar 100°C hingga 120°C), pelepasan air dari bawang terjadi secara bertahap. Air yang dilepaskan ini penting karena mencegah minyak menjadi terlalu panas dan berfungsi sebagai medium pelarut yang merata. Hanya setelah semua kelembapan menguap (sekitar 15-20 menit pertama), barulah gula alami (fruktosa, glukosa, dan sukrosa) mulai terkonsentrasi dan mengalami reaksi Maillard dengan asam amino, menghasilkan ratusan senyawa rasa baru yang kompleks dan gurih. Inilah momen puncak menggetah bawang.
Panci yang digunakan haruslah panci dengan dasar tebal (heavy-bottomed pan), seperti panci besi cor atau stainless steel dengan inti tembaga. Panci tipis menghasilkan titik panas (hot spots) yang tidak terkontrol, menggagalkan proses penggetahan yang merata.
Pemilihan lemak juga krusial. Mentega mengandung padatan susu yang cenderung cepat gosong, sehingga disarankan menggunakan minyak netral (seperti minyak sayur atau kanola) atau minyak zaitun ringan. Penggunaan lemak harus cukup untuk melapisi semua potongan bawang tanpa membuatnya ‘berenang’. Terlalu banyak minyak akan memperlambat penguapan air, sementara terlalu sedikit akan menyebabkan bawang menempel dan gosong.
Proses menggetah bawang hingga karamelisasi dapat dibagi menjadi tiga fase kritis:
Kunci dari karamelisasi yang sukses adalah kesabaran; proses ini tidak dapat dipercepat tanpa mengorbankan kualitas getah.
Bawang goreng adalah salah satu aplikasi paling populer dari menggetah bawang di Indonesia. Tujuan utamanya adalah kerenyahan yang tahan lama, warna emas yang merata, dan pengurangan rasa pedas yang berlebihan. Ini memerlukan teknik yang sangat berbeda dari karamelisasi basah.
Setelah diiris super tipis dan dicuci (metode perendaman air garam), langkah penting untuk menggetah bawang goreng adalah pengeringan total, diikuti dengan pelapisan tipis menggunakan tepung beras atau pati jagung. Pati memiliki peran ganda:
Tepung yang ideal adalah tepung beras karena menghasilkan tekstur yang lebih ringan dan renyah dibandingkan tepung terigu.
Menggetah bawang untuk bawang goreng memerlukan penggorengan suhu rendah dan lambat. Suhu minyak idealnya dimulai pada 130°C hingga 140°C. Memasukkan bawang saat minyak terlalu panas akan menyebabkan ia cepat cokelat di luar (karamelisasi permukaan) namun lembek dan pedas di dalam.
Penggorengan harus dilakukan secara bertahap, sering diaduk, hingga bawang mencapai warna kuning pucat keemasan. Ini adalah Tahap I, di mana kelembapan internal dikeluarkan. Bawang harus diangkat SEBELUM mencapai warna cokelat penuh, karena proses memasak akan berlanjut (carry-over cooking) setelah diangkat dari minyak panas. Panas residu inilah yang menyelesaikan proses menggetah bawang, mengubahnya dari kuning pucat menjadi emas sempurna saat didinginkan.
Tidak semua bawang diciptakan sama. Efektivitas teknik menggetah bawang sangat bergantung pada varietas yang digunakan, karena kandungan gula dan sulfur mereka sangat bervariasi.
Bawang merah lokal Indonesia umumnya memiliki kadar air yang lebih rendah, kandungan sulfur yang tinggi, dan ukuran yang lebih kecil. Karena tingkat kepedasannya yang tinggi, proses menggetah bawang mentah (perendaman) menjadi sangat penting. Untuk karamelisasi, bawang merah lokal cepat menjadi cokelat karena ukurannya, sehingga membutuhkan kontrol suhu yang lebih ketat dan pengadukan yang konstan. Ideal untuk base bumbu (bumbu dasar) karena cepat melunak.
Bawang bombay memiliki kandungan air dan gula yang jauh lebih tinggi daripada bawang merah. Ini membuatnya menjadi pilihan utama untuk karamelisasi karena membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguap dan memiliki potensi manis yang lebih besar. Namun, kandungan airnya yang tinggi berarti waktu penggetahan (fase I penguapan) akan jauh lebih lama, seringkali 20-25 menit hanya untuk mengeringkan irisan sebelum Maillard terjadi.
Walaupun secara teknis bukan bawang, bawang putih juga memiliki esensi yang harus 'digetah'. Bawang putih memiliki senyawa sulfur yang lebih rentan terhadap suhu tinggi. Menggetah bawang putih berarti menghindari panas tinggi sama sekali. Ia harus dimasak di minyak hangat (bukan panas) dan dikeluarkan segera setelah mengeluarkan aroma, karena mudah gosong dan berubah pahit dalam sekejap.
Selain digunakan sebagai bumbu atau garnish, teknik menggetah bawang dapat diterapkan untuk membuat kaldu atau essence yang sangat terkonsentrasi. Ini adalah proses menggetah bawang secara cair (liquid extraction).
Memanggang bawang (bawang bombay atau bawang putih) utuh sebelum ditambahkan ke kaldu adalah teknik penggetahan yang luar biasa. Panas oven yang kering (dry heat) memecah struktur sel tanpa perlu minyak, memaksa gula dan senyawa umami terkonsentrasi. Ketika bawang yang telah dipanggang ini direbus dalam air, ia melepaskan getah rasa yang dalam, berasap, dan manis, yang tidak akan pernah bisa dicapai hanya dengan merebus bawang mentah.
Dalam dapur modern, teknik sous vide dapat digunakan untuk menggetah bawang secara terkontrol. Bawang dapat diiris, divakum, dan dimasak pada suhu yang sangat rendah (sekitar 80°C) dalam jangka waktu yang lama (4-6 jam). Proses ini mengeluarkan getah dan rasa manisnya tanpa memicu penguapan senyawa volatile sulfur, menghasilkan cairan yang sangat manis namun tidak pedas, ideal untuk saus dan marinasi.
Menggetah bawang adalah tentang menghindari kompromi. Kesalahan kecil dapat merusak seluruh profil rasa hidangan.
Masalah: Bawang gosong di luar, keras di dalam, dan pahit. Senyawa gula terbakar sebelum senyawa sulfur sempat menguap.
Solusi: Jauhkan api dari kontrol maksimum. Anggaplah proses menggetah bawang sebagai proses meditasi. Jika panci mengeluarkan bunyi mendesis yang keras, turunkan suhu. Jika mulai mengeluarkan asap, angkat panci dari api sebentar untuk menurunkan suhu termal panci (deglazing termal) sebelum melanjutkan.
Masalah: Jika panci terlalu penuh, suhu akan turun drastis, dan bawang akan mulai mengukus dirinya sendiri alih-alih menumis. Ini menghasilkan bawang yang lembek dan abu-abu, bukan karamelisasi emas.
Solusi: Masak bawang dalam batch kecil. Berikan ruang yang cukup agar setiap potongan dapat bersentuhan langsung dengan permukaan panas panci. Ini adalah langkah wajib dalam menggetah bawang yang efisien.
Masalah: Garam adalah sahabat menggetah bawang. Jika garam tidak ditambahkan di awal (saat menumis), bawang akan cenderung menahan air. Garam membantu menarik keluar kelembapan lebih cepat melalui osmosis, mempersingkat fase penguapan dan mempercepat mulainya reaksi Maillard.
Solusi: Selalu tambahkan sedikit garam di menit pertama setelah bawang masuk ke panci. Ingat, penambahan garam harus sedikit demi sedikit, agar tidak terlalu asin pada akhirnya.
Untuk benar-benar menguasai seni menggetah bawang, kita harus memahami secara kimiawi mengapa transformasi rasa ini terjadi. Reaksi Maillard adalah kunci, dan ia jauh lebih kompleks daripada sekadar "pencoklatan."
Bawang secara alami kaya akan senyawa gula (terutama fruktosa, yang bereaksi paling cepat) dan memiliki asam amino. Ketika suhu di atas 140°C tercapai, gula dan asam amino berinteraksi, menciptakan molekul-molekul baru yang disebut melanoidin—senyawa inilah yang memberikan warna cokelat, aroma gurih (seperti daging panggang), dan kedalaman rasa umami. Bawang yang berhasil menggetah bawang melalui Maillard adalah bawang yang memiliki kompleksitas rasa yang berlapis.
Proses ini memerlukan lingkungan kering yang terkontrol. Kehadiran air menstabilkan suhu pada 100°C, yang terlalu rendah untuk Maillard. Oleh karena itu, dedikasi pada fase pengeringan awal adalah prasyarat mutlak untuk menggetah bawang yang sukses.
Di akhir reaksi Maillard, terjadi degradasi Strecker, yang menghasilkan aldehida dan pirazin. Pirazin adalah senyawa aromatik yang sangat kuat, sering digambarkan memiliki aroma ‘roti panggang’, ‘kacang’, atau ‘cokelat’. Ketika bawang mencapai titik karamelisasi emas gelap, jumlah pirazin meningkat secara eksponensial. Ini adalah bukti fisik bahwa esensi (getah) bawang telah diubah sepenuhnya dari sifat pedas, menjadi sifat gurih. Seorang koki yang terampil tahu bahwa warna cokelat saja tidak cukup; yang dicari adalah aroma pirazin yang kaya, menunjukkan bahwa menggetah bawang telah berhasil.
Dalam kuliner tradisional Indonesia, teknik menggetah bawang sering tersamar dalam langkah-langkah bumbu, namun perannya sangat sentral.
Proses membuat bumbu dasar—baik Kuning, Merah, maupun Putih—selalu melibatkan penumisan bawang (dan bumbu lain) dalam waktu yang lama. Ini bukan sekadar memasak hingga matang, melainkan proses menggetah bawang (dan rempah lainnya) secara total. Tujuannya adalah menghilangkan senyawa volatile air dari bumbu, menyisakan minyak atsiri dan rasa yang terkonsentrasi. Bumbu yang telah digetah dengan sempurna akan memiliki daya simpan yang lebih lama dan rasa yang jauh lebih dalam ketika digunakan dalam hidangan kari, soto, atau rendang.
Pada sambal mentah (seperti Sambal Matah atau Sambal Dabu-dabu), menggetah bawang dilakukan secara mekanis. Tekanan ulekan atau pisau merobek sel-sel, segera melepaskan senyawa sulfur dan getah pedas. Dalam konteks ini, minyak panas atau jeruk nipis bertindak cepat untuk ‘mematikan’ reaksi tersebut pada titik pedas yang optimal, menghasilkan rasa pedas yang tajam namun memiliki tekstur yang masih segar dan renyah.
Meskipun metode tradisional bergantung pada pisau tajam dan wajan besi, teknologi modern dapat membantu meningkatkan presisi dalam menggetah bawang.
Untuk mencapai konsistensi potongan irisan super tipis yang sangat vital untuk bawang goreng (yang harus digetah merata), mandoline slicer adalah investasi terbaik. Mandoline memastikan setiap irisan memiliki ketebalan mikroskopis yang identik, menghilangkan risiko bagian tipis gosong sementara bagian tebal masih mentah. Keseragaman ini adalah prasyarat untuk menggetah bawang secara massal dan efisien.
Oven konveksi sangat berguna untuk menggetah bawang dengan cara dipanggang (roasting). Oven konveksi mendistribusikan panas secara merata, menghasilkan karamelisasi permukaan yang kering dan konsisten, ideal untuk membuat topping atau bahan dasar kaldu tanpa risiko titik panas yang menyebabkan kepahitan.
***
Proses menggetah bawang tidak selalu memerlukan panas yang tinggi. Ada teknik di mana bawang dimasak dalam medium cair, di mana getahnya larut perlahan, meninggalkan rasa yang lebih lembut dan tekstur yang sangat halus.
Confit adalah teknik memasak bawang dalam jumlah besar minyak (atau lemak hewani) pada suhu yang sangat rendah—biasanya antara 90°C hingga 105°C—dalam jangka waktu lama (1,5 hingga 3 jam). Pada suhu ini, senyawa sulfur yang pedas tidak menguap, tetapi larut perlahan ke dalam minyak. Sementara itu, gula dan air yang tersisa di dalam bawang diubah menjadi tekstur seperti selai yang lembut. Minyak hasil confit ini adalah ‘getah’ cair yang kaya aroma bawang, dan bawang confit itu sendiri menjadi komponen rasa umami yang intens.
Teknik menggetah bawang confit sangat dihargai karena menghasilkan bawang yang tidak memiliki rasa tajam, juga tidak memiliki karakter panggang dari karamelisasi, melainkan rasa manis, buttery, dan sangat lembut di lidah. Ini adalah bentuk penggetahan yang mengutamakan tekstur dan kelembutan rasa.
Melanjutkan pembahasan tentang sous vide, teknik ini menawarkan kontrol yang mustahil dicapai di wajan. Ketika bawang diiris dan divakum bersama sedikit air atau kaldu, dan dimasak pada 85°C selama 4 jam, proses menggetah bawang terjadi tanpa oksidasi. Ini berarti warna bawang tetap cerah, dan rasa sulfur diubah menjadi senyawa manis tanpa adanya reaksi Maillard. Hasilnya adalah bawang yang rasanya sangat murni, manis alami, dan sangat lembut, ideal untuk puree atau saus yang membutuhkan rasa bawang yang bersih dan transparan.
Satu manfaat yang sering terlewatkan dari menggetah bawang yang tepat adalah dampaknya pada sistem pencernaan. Bawang mentah yang kaya senyawa Fructans seringkali sulit dicerna, menyebabkan kembung pada beberapa orang.
Fructans adalah jenis karbohidrat yang termasuk dalam kelompok FODMAPs (Fermentable Oligosaccharides, Disaccharides, Monosaccharides, and Polyols). Proses pemanasan dan menggetah bawang, terutama karamelisasi lambat, membantu memecah rantai Fructans menjadi gula sederhana yang lebih mudah dicerna. Dengan kata lain, bawang yang dimasak dengan sempurna melalui teknik penggetahan akan lebih ramah bagi perut sensitif dibandingkan bawang yang dimasak cepat atau mentah.
Teknik confit juga sangat efektif dalam hal ini, karena pemanasan suhu rendah dan jangka panjang (slow cooking) memaksimalkan pemecahan serat dan karbohidrat kompleks di dalam bawang.
Setelah karamelisasi (Maillard) berhasil dicapai, langkah lanjutan dalam menggetah bawang yang sering diabaikan adalah deglazing. Deglazing adalah kunci untuk mengumpulkan semua ‘getah’ yang telah menempel di dasar panci (fond).
Fond adalah lapisan cokelat gelap yang terbentuk di dasar panci selama proses Maillard. Fond ini adalah konsentrasi tertinggi dari senyawa umami dan karamel. Untuk menggetah bawang secara total, fond ini harus dilarutkan kembali ke dalam masakan.
Deglazing dilakukan dengan menuangkan sedikit cairan dingin (air, kaldu, anggur, atau cuka) ke dalam panci panas setelah bawang mencapai warna yang diinginkan. Cairan dingin akan menyebabkan fond terlepas dari dasar panci. Pengadukan yang cepat akan melarutkan fond tersebut, mendistribusikan kembali konsentrasi rasa ke seluruh bawang. Penggunaan cairan asam (seperti sedikit cuka balsamic) tidak hanya melarutkan fond tetapi juga menambahkan lapisan kompleksitas rasa baru yang sangat memuji rasa manis bawang karamel.
Proses menggetah bawang putih menuntut ketepatan yang lebih tinggi karena bawang putih memiliki sedikit gula tetapi kandungan senyawa sulfur yang sangat tinggi, yang cepat berubah pahit jika terlalu panas.
Cara terbaik untuk menggetah bawang putih adalah melalui infusi dingin ke hangat. Bawang putih diiris tipis atau dicincang, dimasukkan ke dalam minyak zaitun dingin, lalu api dinyalakan ke tingkat terendah. Tujuannya adalah membiarkan suhu minyak naik perlahan bersama dengan bawang putih. Proses ini memungkinkan senyawa rasa meresap ke dalam minyak sebelum bawang putih itu sendiri mulai memasak.
Ketika gelembung kecil mulai muncul di sekitar bawang putih, itu adalah saat yang tepat untuk mematikan api. Panas residu akan menyelesaikan prosesnya, menghasilkan bawang putih yang lembut dan harum, serta minyak yang diinfus dengan getah bawang putih yang manis dan tidak pedas. Teknik ini adalah jantung dari saus Italia seperti Aglio e Olio, di mana menggetah bawang putih secara lembut adalah segalanya.
Jika tujuannya adalah puree bawang putih yang manis dan seperti mentega, menggetah bawang putih dilakukan dengan cara dipanggang utuh. Memotong bagian atas bonggol, membubuhinya dengan minyak zaitun, dan memanggangnya hingga lunak. Panas yang merata dan tertutup menyebabkan senyawa sulfur diubah sepenuhnya menjadi senyawa gula. Getah yang dihasilkan sangat creamy, lembut, dan bisa dioleskan layaknya mentega.
Kelembapan adalah faktor yang paling sulit dikontrol saat menggetah bawang, terutama saat karamelisasi. Bawang mengandung sekitar 89% air, dan pengelolaan air ini adalah inti dari keberhasilan.
Pada 15 menit pertama menumis, fokus utama adalah penguapan. Untuk mencapai karamelisasi, kita harus memastikan panci tidak tertutup. Uap harus dibiarkan lepas. Jika panci ditutup, uap akan kembali menjadi air, mendinginkan bawang, dan mengubah proses menggetah bawang dari karamelisasi (Maillard) menjadi pengukusan (stewing).
Beberapa koki menggunakan teknik ini untuk mempercepat proses. Bawang ditumis dengan sedikit minyak hingga hampir semua airnya menguap. Kemudian, sedikit air atau kaldu ditambahkan (deglazing parsial) untuk menciptakan uap, yang melunakkan bawang lebih cepat. Setelah cairan ini menguap lagi, suhu panci akan melonjak, memulai Maillard. Teknik ini memerlukan perhatian penuh tetapi dapat memangkas waktu penggetahan karamelisasi hingga 10-15 menit.
***
Menggetah bawang dapat juga merujuk pada pemrosesan yang menghasilkan cairan murni (jus atau essence) untuk digunakan dalam gastronomi molekuler atau masakan modern yang sangat halus.
Jus bawang murni dihasilkan dengan memblender bawang mentah dan kemudian menyaringnya melalui kain kasa halus atau sentrifugasi. Jus yang sangat pedas ini dapat digunakan dalam marinasi untuk mengempukkan daging (karena enzim proteolitik dalam bawang) atau sebagai komponen rasa yang sangat intens. Namun, karena tingkat sulfur yang tinggi, jus ini harus digunakan segera atau dipanaskan sebentar (blanching) untuk menstabilkan enzim dan mengurangi agresivitas pedasnya.
Menggetah bawang juga mencakup proses pengeringan. Bawang yang diiris tipis dikeringkan pada suhu rendah hingga menjadi keripik. Bubuk dari bawang kering ini (onion powder) adalah bentuk getah yang sangat terkonsentrasi, karena air telah sepenuhnya hilang, menyisakan gula, serat, dan senyawa sulfur dalam bentuk yang stabil. Bubuk bawang ini memberikan rasa yang berbeda—lebih manis dan umami—dibandingkan dengan bawang segar.
Seni menggetah bawang adalah pemahaman bahwa bumbu yang paling sederhana sekalipun menuntut teknik yang canggih. Entah Anda bertujuan untuk bawang goreng yang renyah dan bersih, karamelisasi yang gelap dan manis, atau bawang mentah yang lembut dan tidak pedas, keberhasilan hidangan Anda berakar pada penguasaan terhadap reaksi kimia internal bawang.
Menggetah bawang adalah tindakan pengawasan, kesabaran, dan penghormatan terhadap bahan. Proses ini mentransformasi bawang dari sekadar sumber rasa pedas menjadi inti dari kedalaman rasa—sebuah fondasi umami yang mampu mengangkat masakan sederhana menjadi mahakarya kuliner yang kompleks. Dengan menerapkan teknik-teknik yang telah diuraikan, Anda tidak hanya memasak dengan bawang, tetapi Anda melepaskan jiwa rasa yang sebenarnya.