Ilustrasi sederhana kapasitas pernapasan.
Menahan napas, atau yang dalam istilah ilmiah dikenal sebagai Apnea, adalah praktik kuno yang melintasi batas-batas budaya, olahraga ekstrem, dan meditasi. Dari para penyelam mutiara kuno yang menggantungkan hidup mereka pada kapasitas paru-paru, hingga atlet modern yang berkompetisi untuk memecahkan rekor dunia di kedalaman lautan, kemampuan menahan napas selalu menjadi misteri sekaligus capaian tertinggi dari kontrol diri dan fisiologi manusia. Namun, bagi sebagian besar orang, menahan napas adalah tindakan refleks yang terjadi saat kita menyelam sebentar atau terkejut. Mempelajari seni menahan napas adalah sebuah perjalanan mendalam ke dalam biologi primal kita, memaksa kita untuk berdialog dengan naluri bertahan hidup yang paling mendasar.
Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek menahan napas: mulai dari mekanisme biologis yang membuat tubuh kita bereaksi, teknik pelatihan yang digunakan para atlet elit, hingga risiko kritis dan protokol keselamatan yang harus dipatuhi. Tujuannya adalah memberikan panduan komprehensif yang memberdayakan pembaca dengan pengetahuan mendalam mengenai batasan dan potensi luar biasa dari paru-paru dan pikiran manusia.
Saat kita mulai menahan napas, sebuah rangkaian reaksi kompleks segera dimulai di dalam tubuh. Ini bukan hanya tentang berapa lama kita bisa bertahan tanpa menghirup udara; ini adalah pertarungan halus antara konsumsi oksigen (O2) dan penumpukan karbon dioksida (CO2).
Kesalahpahaman umum adalah bahwa kita merasa ingin bernapas karena kekurangan oksigen. Padahal, dorongan tak tertahankan untuk menghirup udara diatur terutama oleh peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) dalam darah. CO2 bersifat asam, dan ketika kadarnya meningkat, pH darah turun. Reseptor kimia (chemoreceptors) yang terletak di aorta dan arteri karotis mendeteksi perubahan keasaman ini dan mengirimkan sinyal darurat ke batang otak, yang kemudian memicu kontraksi diafragma – sensasi 'lapar udara' yang kita rasakan. Kunci untuk menahan napas lebih lama terletak pada kemampuan untuk mengelola atau mengabaikan sinyal CO2 ini, bukan semata-mata memaksimalkan O2 awal.
Manusia, seperti mamalia laut lainnya (lumba-lumba, anjing laut), memiliki warisan evolusioner yang disebut Refleks Menyelam Mamalia. Refleks ini diaktifkan ketika wajah, khususnya daerah sekitar hidung dan mata, bersentuhan dengan air dingin, meskipun refleks yang sama juga dapat dipicu melalui pelatihan intensif atau saat menahan napas secara sadar. MDR terdiri dari tiga komponen kritis yang bekerja untuk melindungi organ vital saat terjadi kekurangan O2:
Pemahaman mendalam tentang MDR sangat penting karena ini adalah alat biologis yang memungkinkan durasi menahan napas yang luar biasa. Melalui pelatihan yang konsisten, kita dapat meningkatkan respons MDR ini, menjadikannya lebih cepat dan lebih kuat, sehingga efisiensi penggunaan O2 meningkat secara substansial.
Pelatihan menahan napas (apnea) biasanya terbagi menjadi tiga kategori utama: Apnea Statis (tahan napas tanpa bergerak), Apnea Dinamis (berenang horizontal sambil menahan napas), dan Apnea Kedalaman (menyelam vertikal). Fokus kita di sini adalah pada Apnea Statis, yang menjadi dasar bagi semua disiplin lainnya, dan hubungannya dengan Pranayama (teknik pernapasan yoga).
Dalam konteks keselamatan, hiperventilasi (bernapas cepat dan dangkal) sebelum menahan napas sangat dilarang. Meskipun hiperventilasi dapat mengeluarkan banyak CO2 dan menunda kontraksi diafragma, hal ini berbahaya karena menutupi sinyal peringatan tubuh. Atlet modern menggunakan teknik yang disebut Pernapasan Bersih atau Pernapasan Relaksasi. Tujuannya bukan untuk mengeluarkan CO2 secara berlebihan, melainkan untuk sepenuhnya merelaksasi tubuh dan mengisi paru-paru secara maksimal.
Langkah-langkah Pernapasan Bersih:
Fase menahan napas dibagi menjadi tiga periode psikologis dan fisiologis:
Peringatan Kritis: Latihan menahan napas statis, terutama yang ekstrem, TIDAK PERNAH boleh dilakukan sendirian (solo). Selalu ada pengawas terlatih (buddy) yang memantau Anda, bahkan di darat. Risiko kehilangan kesadaran (Blackout) selalu ada, dan pengawasan adalah satu-satunya cara untuk mencegah kematian.
Untuk meningkatkan durasi menahan napas, kita perlu melatih toleransi tubuh terhadap kadar CO2 yang tinggi dan efisiensi tubuh dalam menggunakan O2 yang rendah. Pelatihan ini distrukturkan melalui tabel, yang terdiri dari serangkaian penahanan napas pendek yang dipisahkan oleh periode pernapasan terkontrol. Tabel harus selalu dilakukan dalam kondisi yang sangat tenang dan aman.
Tujuan dari Tabel CO2 adalah memperpendek waktu istirahat antar penahanan napas. Hal ini menyebabkan tubuh memulai setiap sesi penahanan napas berikutnya dengan kadar CO2 yang sedikit lebih tinggi. Latihan ini meningkatkan toleransi mental dan fisik terhadap kontraksi diafragma.
Waktu Tahan Napas (HN) tetap konstan, waktu istirahat (IR) berkurang.
| Siklus | Waktu Tahan Napas (HN) | Waktu Istirahat (IR) | Keterangan |
|---|---|---|---|
| 1 | 2:00 | 3:00 | Relaksasi awal |
| 2 | 2:00 | 2:45 | Mengurangi waktu istirahat |
| 3 | 2:00 | 2:30 | Tingkat CO2 meningkat |
| 4 | 2:00 | 2:15 | Tingkat CO2 lebih tinggi |
| 5 | 2:00 | 2:00 | IR sama dengan HN |
| 6 | 2:00 | 1:45 | Tantangan signifikan |
| 7 | 2:00 | 1:30 | Puncak toleransi CO2 |
| 8 | Maksimum | 5:00 | Sesi HN maksimum (Opsional) |
Melakukan Tabel CO2 secara teratur mengajarkan sistem saraf Anda untuk tidak bereaksi panik terhadap sinyal CO2 yang tinggi. Ini membangun ketahanan mental yang diperlukan dalam setiap disiplin apnea.
Tujuan dari Tabel O2 adalah memperpanjang durasi penahanan napas sambil menjaga waktu istirahat tetap konstan atau panjang. Ini melatih tubuh untuk berfungsi secara efisien dengan kadar oksigen yang semakin rendah. Ini adalah latihan yang lebih sensitif dan harus dilakukan dengan hati-hati karena mendorong batas O2 tubuh.
Waktu Istirahat (IR) tetap konstan, waktu Tahan Napas (HN) bertambah.
| Siklus | Waktu Tahan Napas (HN) | Waktu Istirahat (IR) | Keterangan |
|---|---|---|---|
| 1 | 1:30 | 2:00 | Waktu dasar |
| 2 | 1:45 | 2:00 | Peningkatan durasi |
| 3 | 2:00 | 2:00 | Melatih efisiensi O2 |
| 4 | 2:15 | 2:00 | Oksigen semakin menipis |
| 5 | 2:30 | 2:00 | Memaksa adaptasi metabolik |
| 6 | 2:45 | 2:00 | Titik tantangan tinggi |
| 7 | 3:00 | 2:00 | Tantangan maksimal |
| 8 | Maksimum | 5:00 | Sesi HN maksimum (Opsional) |
Pengulangan siklus dalam Tabel O2 memaksa tubuh untuk lebih efisien dalam penggunaan energi dan mengaktifkan MDR lebih cepat. Ini adalah kunci untuk pencapaian waktu tahan napas yang jauh lebih lama.
Apnea 80% adalah mental, 20% adalah fisik. Setelah paru-paru terisi penuh dan MDR mulai bekerja, batas sejati bukanlah fisiologis, melainkan psikologis. Ketakutan, kepanikan, dan pikiran negatif adalah musuh utama menahan napas, karena semuanya meningkatkan metabolisme dan mempercepat konsumsi O2.
Pada fase kontraksi, pikiran akan mulai berteriak: "Bernapas! Anda kehabisan udara!" Mengelola suara internal ini sangat penting. Teknik yang digunakan atlet apnea adalah: **Penerimaan tanpa Penghakiman**. Kontraksi diterima sebagai sinyal CO2 yang normal, bukan sebagai tanda bahaya yang memerlukan respons segera. Ini adalah esensi dari meditasi yang diterapkan pada situasi fisik ekstrem.
Banyak freediver profesional menggunakan visualisasi selama menahan napas statis. Mereka memvisualisasikan diri mereka berada di tempat yang tenang, seperti berbaring di pantai atau mengambang di luar angkasa, atau bahkan melakukan 'Body Scan' yang mendetail—secara mental memeriksa setiap bagian tubuh untuk memastikan tidak ada ketegangan yang tidak perlu. Ketegangan otot sekecil apa pun akan membakar oksigen berharga. Fokus pada relaksasi total adalah meditasi aktif. Dengan visualisasi, waktu terasa melambat, dan penderitaan fisik menjadi latar belakang yang samar.
Keberhasilan dalam apnea sangat bergantung pada rutinitas yang ketat. Sebelum setiap sesi tahan napas maksimal, atlet melalui urutan persiapan yang sama persis: posisi, jenis pernapasan relaksasi, waktu pernapasan, dan bahkan urutan mental. Ritme ini menenangkan otak, meyakinkannya bahwa situasi berada dalam kendali, mengurangi pelepasan hormon stres (adrenalin), dan memaksimalkan efisiensi istirahat metabolik.
Ketenangan dan visualisasi adalah kunci untuk menahan napas dalam waktu lama.
Meskipun menahan napas adalah keterampilan alami, mendorong batasnya adalah kegiatan yang berpotensi mematikan. Keselamatan mutlak harus diutamakan di atas setiap rekor pribadi. Risiko utama yang dihadapi adalah Sinkop (kehilangan kesadaran, atau Blackout).
Sinkop terjadi ketika kadar oksigen dalam darah turun di bawah ambang batas yang dapat mempertahankan fungsi otak. Kehilangan kesadaran terjadi tanpa peringatan yang berarti. Jika ini terjadi di dalam air tanpa pengawasan, hasilnya hampir selalu fatal (tenggelam).
Penyebab utama blackout meliputi:
Setiap sesi latihan apnea harus melibatkan sistem buddy yang berfungsi penuh. Tugas buddy adalah:
Aturan Emas: Jangan pernah, dalam kondisi apa pun, menahan napas sendirian saat berada di air. Selalu pastikan ada setidaknya satu pengawas yang fokus 100% pada Anda.
Jauh sebelum apnea menjadi olahraga kompetitif, praktik menahan napas adalah inti dari tradisi yoga India yang dikenal sebagai Pranayama (kontrol energi vital atau napas). Teknik Pranayama bertujuan untuk memperpanjang 'Kumbhaka' (periode penahanan napas) demi mencapai keadaan meditasi yang lebih dalam dan kontrol kesadaran.
Dalam yoga, menahan napas bukan sekadar latihan fisik, melainkan jembatan menuju meditasi (Dhyana). Dipercaya bahwa menenangkan napas akan menenangkan pikiran. Ada dua jenis Kumbhaka:
Bahya Kumbhaka, yang dilakukan setelah pengeluaran napas, secara fisiologis mirip dengan Tabel CO2 karena segera meningkatkan kadar CO2, menciptakan intensitas ketidaknyamanan yang harus diatasi dengan fokus mental dan relaksasi yang ekstrem. Praktisi Pranayama menggunakannya untuk membersihkan jalur energi dan mencapai keadaan 'Pratyahara' (penarikan indra).
Meskipun yoga tidak mendorong menahan napas hingga batas blackout, filosofi kontrol napas dan penggunaan diafragma sebagai pusat relaksasi adalah prinsip fundamental yang diadopsi sepenuhnya oleh atlet apnea modern dalam sesi persiapan mereka.
Untuk benar-benar menguasai menahan napas, kita harus menghargai bagaimana tubuh beradaptasi pada tingkat seluler dan sistemik. Ini melampaui MDR dan melibatkan perubahan metabolisme dan aliran darah.
Salah satu penemuan paling menarik dalam fisiologi freediving adalah peran limpa. Limpa berfungsi sebagai 'bank darah' yang menyimpan cadangan sel darah merah. Ketika MDR diaktifkan atau tubuh mengalami kekurangan oksigen, limpa berkontraksi. Kontraksi ini melepaskan sel darah merah tambahan ke dalam aliran darah, secara artifisial meningkatkan HCT (hematokrit) tubuh. Karena sel darah merah membawa O2, peningkatan ini secara efektif meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen darah yang bersirkulasi ke otak dan organ vital.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang berlatih apnea secara teratur memiliki respons kontraksi limpa yang lebih cepat dan kuat. Ini adalah adaptasi fisiologis yang dapat dilatih dan ditingkatkan, memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan dalam hal durasi menahan napas.
Saat tubuh kekurangan oksigen, ia harus beralih dari metabolisme aerobik (menggunakan O2) ke metabolisme anaerobik (tanpa O2). Proses anaerobik jauh kurang efisien dan menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingan. Otot yang aktif menjadi asam dengan cepat, itulah sebabnya atlet apnea statis berjuang untuk mempertahankan keheningan total; mereka berusaha menghindari aktivitas otot sekecil apa pun yang akan memicu produksi asam laktat dan membakar cadangan O2 dengan kecepatan yang tidak berkelanjutan.
Dalam kondisi Apnea Statis, tujuan utama adalah mencapai tingkat relaksasi di mana metabolisme menurun ke tingkat istirahat basal yang paling minimal, seringkali setara dengan tidur nyenyak. Keadaan hipometabolik ini adalah tujuan akhir dari latihan fisik dan mental yang ketat.
Pelepasan Nitrous Oxide (NO) juga memainkan peran saat kita menahan napas dan berada di bawah tekanan. NO adalah vasodilator—senyawa yang membantu melebarkan pembuluh darah. Meskipun tampaknya kontradiktif dengan vasokonstriksi perifer MDR, NO penting dalam menjaga elastisitas pembuluh darah paru-paru dan membantu transisi gas saat penyelam berada di kedalaman, melindungi jaringan dari tekanan ekstrem. Pelatihan pernapasan tertentu (seperti pernapasan hidung lambat) terbukti meningkatkan produksi NO, yang menambah manfaat relaksasi dan efisiensi gas.
Setelah menguasai Tabel CO2 dan O2 dasar, atlet dapat beralih ke metode pelatihan yang lebih kompleks. Pelatihan ini seringkali disesuaikan dengan kebutuhan spesifik disiplin apnea, seperti meningkatkan efisiensi bergerak (untuk dinamik) atau mempersiapkan tekanan barik (untuk kedalaman).
Salah satu tantangan menahan napas adalah memaksimalkan volume paru-paru tanpa menyebabkan ketidaknyamanan segera. Latihan ini melibatkan serangkaian hirupan pendek yang diikuti oleh hirupan penuh yang berkelanjutan, bertujuan untuk memastikan alveoli terisi penuh. Teknik packing, atau 'gula', adalah teknik lanjutan di mana udara tambahan dipaksa masuk ke paru-paru, meningkatkan volume udara hingga 20-30% di atas Kapasitas Paru Total (TLC). Meskipun ini memberikan cadangan O2 yang lebih besar, ini sangat berisiko dan harus dipelajari dari instruktur bersertifikat, karena dapat menyebabkan barotrauma (cedera tekanan) pada paru-paru jika dilakukan dengan tidak benar.
Untuk pelatihan yang lebih komprehensif, atlet menggabungkan prinsip Tabel CO2 dan Tabel O2 dalam satu sesi. Misalnya, mereka dapat memulai dengan 4 siklus CO2 (mengurangi IR) untuk meningkatkan toleransi kontraksi, diikuti oleh 4 siklus O2 (meningkatkan HN) untuk mendorong efisiensi O2. Pendekatan ini memastikan atlet melatih kedua sistem kontrol fisiologis secara seimbang, mempersiapkan mereka untuk kondisi nyata di mana penumpukan CO2 dan penipisan O2 terjadi secara simultan.
Bagi penyelam kedalaman, menahan napas di darat adalah persiapan mental yang penting, tetapi mereka juga harus mempersiapkan tubuh untuk tekanan. Meskipun tekanan tidak dapat disimulasikan di darat, berlatih relaksasi ekstrem dan fokus setelah sesi packing membantu mentalitas penyelam kedalaman. Mereka juga sering berlatih teknik equalization (penyetaraan tekanan) di darat, menggunakan udara di paru-paru untuk membersihkan telinga tengah dan sinus, karena kegagalan equalization adalah salah satu batas kedalaman yang paling umum.
Berikut adalah contoh modifikasi tabel untuk tujuan latihan ketahanan mental CO2 yang lebih ekstrem, di mana jeda antar sesi semakin pendek, memaksa subjek menoleransi ketidaknyamanan yang lebih besar dalam waktu yang lebih singkat:
| Siklus | HN (Konstan) | IR (Relaksasi) |
|---|---|---|
| 1 | 2:30 | 3:00 |
| 2 | 2:30 | 2:15 |
| 3 | 2:30 | 1:45 |
| 4 | 2:30 | 1:30 |
| 5 | 2:30 | 1:15 |
| 6 | 2:30 | 1:00 |
| 7 | 2:30 | Maks. Aman |
Pendekatan ini sangat menuntut. Setiap kali seseorang memulai penahanan napas berikutnya, tubuhnya sudah merintih karena CO2. Mengelola sesi-sesi ini membutuhkan disiplin mental yang luar biasa, melatih inti ketenangan yang merupakan ciri khas freediver elit.
Risiko Peningkatan Durasi: Dorongan yang agresif dalam tabel O2 dan CO2 harus selalu dilakukan di bawah pengawasan ketat. Saat durasi tahan napas melebihi 4-5 menit, risiko blackout meningkat secara eksponensial. Kesadaran dan pemulihan setelah sesi yang panjang sangat krusial.
Pemulihan setelah menahan napas (Recovery Breathing) sama pentingnya dengan persiapan itu sendiri. Setelah penahanan napas yang panjang, O2 di dalam tubuh berada pada titik terendah, dan CO2 berada pada titik tertinggi. Jika pemulihan dilakukan dengan tidak benar, ini dapat memicu blackout pasca-tahanan napas.
Begitu sesi tahan napas selesai, jangan segera mengambil napas penuh dan dalam secara normal, yang dapat menyebabkan 'tarikan' darah kaya O2 kembali ke ekstremitas dan memicu blackout karena otak tiba-tiba kekurangan O2 (Shallow Water Blackout versi darat).
Prosedur yang benar (Hook Breathing):
Hook Breathing memastikan bahwa oksigen baru segera mencapai otak tanpa mengganggu tekanan darah dan menghindari risiko sinkop pasca-latihan.
Hidrasi memainkan peran penting dalam kapasitas menahan napas. Paru-paru yang terhidrasi dengan baik berfungsi lebih baik, dan darah yang lebih encer (akibat hidrasi) dapat mengalir lebih efisien. Dehidrasi, bahkan ringan, dapat mengurangi respons MDR dan meningkatkan risiko hipoksia. Diet yang kaya lemak sehat (untuk fungsi saraf) dan karbohidrat yang stabil (untuk energi basal) sangat dianjurkan, sementara kafein dan minuman energi harus dihindari, karena mereka meningkatkan denyut jantung dan metabolisme, yang secara langsung bertentangan dengan tujuan relaksasi total.
Menahan napas adalah ekspresi dari kendali diri yang tertinggi. Untuk mencapai durasi maksimum dengan aman, seseorang harus menginternalisasi prinsip-prinsip berikut:
Perjalanan menguasai seni menahan napas adalah perjalanan penemuan diri, di mana batas fisik seringkali jauh melampaui apa yang kita yakini mungkin. Dengan disiplin, rasa hormat terhadap batas-batas fisiologis, dan protokol keselamatan yang ketat, siapa pun dapat memperdalam kemampuan apnea mereka dan menemukan ketenangan yang ada di bawah gelombang kekacauan internal.
Kontrol napas adalah kontrol atas kehidupan itu sendiri; sebuah dialog kuno yang terus berlanjut antara manusia dan elemen primal di dalam dirinya.
Mengembangkan kapasitas menahan napas melebihi 6-8 menit memerlukan dedikasi yang intens terhadap detail. Fisiologi di balik rekor dunia menuntut adaptasi tubuh yang melampaui pelatihan dasar. Ini melibatkan manipulasi nutrisi, waktu latihan, dan bahkan suhu lingkungan.
Pengaruh Suhu Air: Walaupun apnea statis sering dilakukan di darat, jika dilakukan di air, suhu air memiliki dampak besar. Air yang sedikit lebih dingin dari suhu tubuh (sekitar 18-24°C) mengoptimalkan MDR tanpa menyebabkan menggigil. Menggigil membakar O2 dengan cepat, tetapi air dingin yang mengenai wajah memaksimalkan bradikardia (perlambatan detak jantung) secara optimal. Atlet harus menyeimbangkan stimulasi MDR dengan menjaga kehangatan inti untuk mempertahankan metabolisme serendah mungkin.
Teknik Pembatasan Aliran Darah (Blood Flow Restriction - BFR): Beberapa atlet elit bereksperimen dengan BFR, melatih otot mereka dalam kondisi hipoksia (kekurangan O2) ringan. Ini bertujuan untuk meningkatkan mitokondria (pembangkit energi sel) dan kemampuan otot untuk bekerja secara anaerobik lebih lama. Walaupun ini adalah teknik pelatihan yang kontroversial dan harus dilakukan di bawah pengawasan medis, tujuannya adalah melatih tubuh agar tidak panik saat O2 rendah dan memanfaatkan cadangan glikogen dengan lebih efisien.
Modifikasi Siklus Tidur: Tidur yang berkualitas dan waktu yang tepat sangat penting. Durasi tidur yang optimal memungkinkan pemulihan sistem saraf parasimpatik sepenuhnya. Sesi apnea terbaik seringkali dilakukan di pagi hari, setelah istirahat malam yang panjang dan sebelum aktivitas intensif harian dimulai, karena kadar kortisol (hormon stres) berada pada tingkat terendah, yang mendukung relaksasi total.
Meskipun Apnea Statis (STA) adalah fondasi, disiplin lain menguji aspek yang berbeda dari ketahanan apnea:
Setiap disiplin ini memiliki persyaratan fisiologis dan mental yang berbeda, namun semuanya bermuara pada satu hal: manajemen ketenangan dalam menghadapi kekurangan napas yang ekstrim. Kontrol diri dan kemampuan untuk menerima rasa sakit yang diperkenalkan oleh akumulasi CO2 adalah benang merah yang menyatukan semua bentuk latihan menahan napas. Apnea adalah pengingat konstan bahwa batasan seringkali hanya ada di pikiran kita, dan bahwa tubuh manusia memiliki cadangan adaptasi yang luar biasa ketika dilatih dengan rasa hormat dan integritas.
Proses menjadi mahir dalam menahan napas memerlukan ribuan jam latihan yang berulang-ulang, pengamatan diri yang cermat, dan komitmen untuk tidak pernah melanggar protokol keselamatan yang ketat. Ini adalah perjalanan seumur hidup menuju ketenangan yang hanya dapat ditemukan di bawah permukaan, di mana satu-satunya suara adalah detak jantung yang melambat dan pikiran yang akhirnya diam.
Kontinuitas latihan, baik Tabel CO2 maupun O2, harus dijaga konsisten. Misalnya, seorang atlet mungkin memilih untuk melakukan Tabel CO2 dua kali seminggu dan Tabel O2 dua kali seminggu, selalu pada hari-hari non-berturut-turut untuk memungkinkan pemulihan penuh. Selama hari istirahat, fokus dialihkan ke latihan fleksibilitas paru-paru dan diafragma, menggunakan teknik seperti peregangan interkostal, yang membantu meningkatkan Kapasitas Paru Total (TLC) dan mengurangi risiko cedera tekanan saat di kedalaman.
Latihan kering (dry training) di darat, khususnya saat musim dingin atau saat kondisi air tidak memungkinkan, tetap merupakan komponen penting. Ini menghilangkan distraksi termal atau kebutuhan propulsi, dan memungkinkan fokus 100% pada aspek mental: mengatasi kontraksi dan mempertahankan ketenangan yang mendalam. Banyak atlet menggunakan latihan pernapasan yang berfokus pada pengeluaran napas yang lama (misalnya, 2 detik hirup, 10 detik hembus) untuk meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan tubuh dalam mengelola CO2 bahkan sebelum penahanan napas dimulai.
Akhirnya, memahami hubungan antara menahan napas dan kesehatan jantung adalah kunci. Apnea, ketika dilakukan dengan benar, dapat memperkuat sistem kardiovaskular melalui MDR. Namun, bagi individu dengan kondisi jantung yang sudah ada, apnea kompetitif atau ekstrem sangat dilarang. Konsultasi medis adalah langkah awal yang tak terhindarkan sebelum seseorang memutuskan untuk secara serius mendorong batas kemampuan menahan napas mereka di luar batas kasual.