Dzikir Setelah Sholat: Meraih Ketenangan dan Keberkahan
Pengantar: Mutiara Waktu Setelah Salam
Sholat adalah tiang agama, sebuah jembatan komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Momen-momen di dalamnya, mulai dari takbiratul ihram hingga salam, adalah saat-saat yang penuh kekhusyuan dan penghambaan. Namun, seringkali kita melupakan bahwa ada satu amalan berharga yang menjadi penyempurna sholat, yaitu dzikir setelah sholat. Momen berharga setelah kita mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri bukanlah akhir dari ibadah, melainkan sebuah gerbang untuk melanjutkan percakapan batin dengan Allah melalui untaian kalimat-kalimat mulia.
Dzikir setelah sholat bukanlah sekadar rutinitas tanpa makna. Ia adalah oase di tengah padang pasir kesibukan dunia, sebuah waktu jeda untuk menenangkan hati, merenungi kebesaran-Nya, dan memohon ampunan atas segala kekurangan dalam sholat dan kehidupan kita. Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, teladan terbaik bagi seluruh umat manusia, tidak pernah meninggalkan amalan ini. Beliau senantiasa meluangkan waktu sejenak setelah sholat fardhu untuk berdzikir, mengajarkan kepada kita betapa penting dan utamanya amalan ini. Ini adalah sunnah yang seringkali terabaikan karena tergesa-gesa untuk kembali kepada urusan duniawi. Padahal, di dalamnya tersimpan kunci ketenangan jiwa, penghapusan dosa, dan limpahan pahala yang tak terhingga. Artikel ini akan mengupas tuntas panduan dzikir setelah sholat fardhu, mulai dari bacaan yang sesuai dengan tuntunan sunnah, pemaknaan mendalam setiap kalimatnya, hingga keutamaan-keutamaan agung yang dijanjikan bagi mereka yang istiqamah mengamalkannya.
Landasan Syariat: Perintah dan Anjuran Berdzikir
Amalan dzikir setelah sholat memiliki landasan yang sangat kuat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah SWT sendiri yang memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa mengingat-Nya, terutama setelah menunaikan ibadah sholat.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ
"Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring." (QS. An-Nisa: 103)
Ayat ini secara jelas memberikan arahan bahwa setelah kewajiban sholat ditunaikan, aktivitas selanjutnya yang sangat dianjurkan adalah melanjutkan mengingat Allah (dzikrullah) dalam berbagai keadaan. Ini menunjukkan bahwa hubungan seorang hamba dengan Tuhannya tidak terputus seiring dengan selesainya sholat. Justru, sholat menjadi pemantik untuk terus menyambungkan hati kepada-Nya.
Landasan dari sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam juga sangat banyak dan beragam. Para sahabat meriwayatkan kebiasaan Rasulullah yang mulia ini. Tsauban radhiyallahu 'anhu, seorang pelayan Rasulullah, berkata:
"Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai sholat, beliau beristighfar tiga kali, lalu mengucapkan: 'ALLAHUMMA ANTAS SALAAM WA MINKAS SALAAM TABAAROKTA YAA DZAL JALAALI WAL IKROOM'." (HR. Muslim)
Hadits ini menjadi salah satu dasar utama urutan dzikir yang kita kenal saat ini. Ia menunjukkan bahwa bacaan pertama yang dilafalkan oleh Nabi setelah salam adalah istighfar, sebuah permohonan ampun yang menyiratkan kerendahan hati seorang hamba, yang merasa sholatnya masih jauh dari sempurna. Kemudian diikuti dengan pujian yang mengagungkan Allah sebagai sumber segala kedamaian dan keselamatan.
Riwayat lain dari Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu juga memberikan gambaran lebih lanjut tentang dzikir yang dibaca Rasulullah:
"Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah sholat mengucapkan: 'LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI’IN QODIIR...'" (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits-hadits ini dan banyak lagi lainnya menegaskan bahwa dzikir setelah sholat adalah amalan yang memiliki dasar yang kokoh, dicontohkan langsung oleh Rasulullah, dan diwariskan secara turun-temurun oleh para ulama. Mengamalkannya berarti kita mengikuti jejak langkah manusia paling mulia, sebuah tindakan cinta dan ketaatan yang akan membawa keberkahan dalam hidup kita.
Urutan Bacaan Dzikir Sesuai Tuntunan Sunnah
Berikut adalah urutan bacaan dzikir setelah sholat fardhu yang umum diamalkan, disarikan dari berbagai hadits shahih. Urutan ini adalah panduan yang sangat baik untuk dihafal dan diamalkan secara rutin.
1. Istighfar (3 kali)
Langkah pertama setelah salam adalah memohon ampunan kepada Allah sebanyak tiga kali. Ini adalah bentuk pengakuan atas segala kelalaian dan kekurangan dalam sholat yang baru saja kita kerjakan.
أَسْتَغْفِرُ اللهَ
Astaghfirullah.
"Aku memohon ampun kepada Allah."
2. Doa Pujian untuk Allah
Setelah beristighfar, dilanjutkan dengan doa yang memuji Allah sebagai sumber kedamaian dan keberkahan.
اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom.
"Ya Allah, Engkau adalah As-Salaam (Maha Pemberi Keselamatan) dan dari-Mulah keselamatan. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia."
3. Kalimat Tauhid
Dilanjutkan dengan mengikrarkan kalimat tauhid yang menegaskan keesaan dan kekuasaan mutlak Allah SWT.
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، اَللّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qodiir. Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.
"Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Tidaklah bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (untuk menyelamatkan diri dari siksa-Mu)."
4. Membaca Ayat Kursi
Ayat Kursi (QS. Al-Baqarah: 255) adalah ayat yang sangat agung. Rasulullah menganjurkan untuk membacanya setiap selesai sholat fardhu karena keutamaannya yang luar biasa.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّmāwāti wal-arḍa, wa lā yaʾūduhū ḥifẓuhumā, wa huwal-ʿaliyyul-ʿaẓīm.مَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa nauum, lahuu maa fissamaawaati wamaa fil ardh, man dzalladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa bi idznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa khalfahum, walaa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’, wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardh, walaa ya’uuduhuu hifdzuhumaa, wa huwal ‘aliyyul ‘azhiim.
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."
5. Tasbih, Tahmid, dan Takbir (Masing-masing 33 kali)
Ini adalah bagian inti dari dzikir yang sangat masyhur, dikenal juga sebagai "Tasbih Fatimah".
سُبْحَانَ اللهِ
Subhanallah (33 kali)
"Maha Suci Allah."
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
Alhamdulillah (33 kali)
"Segala puji bagi Allah."
اَللهُ أَكْبَرُ
Allahu Akbar (33 kali)
"Allah Maha Besar."
6. Penutup (Menggenapkan menjadi 100)
Setelah membaca rangkaian Tasbih, Tahmid, dan Takbir, bacaan ini dilafalkan untuk menggenapkan hitungan menjadi seratus.
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qodiir.
"Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Menyelami Samudra Makna di Balik Setiap Lafal Dzikir
Membaca dzikir bukan hanya soal menggerakkan lisan, tetapi juga menggetarkan hati dengan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Ketika kita meresapi setiap kata, dzikir akan berubah dari rutinitas menjadi sebuah dialog spiritual yang mendalam.
Makna Mendalam Istighfar (أَسْتَغْفِرُ اللهَ)
Mengapa kita memulai dzikir dengan istighfar, padahal kita baru saja menyelesaikan sholat, sebuah ibadah yang agung? Inilah cerminan adab seorang hamba. Istighfar adalah pengakuan. Pengakuan bahwa sholat kita, sehebat apapun usaha kita untuk khusyuk, pasti memiliki kekurangan. Pikiran kita mungkin melayang, bacaan kita mungkin kurang fasih, atau hati kita mungkin tidak sepenuhnya hadir. Dengan mengucapkan "Astaghfirullah," kita menundukkan kepala, mengakui kelemahan diri di hadapan kesempurnaan Allah.
Lebih dari itu, istighfar adalah pemurnian. Ia membersihkan sisa-sisa kelalaian yang mungkin menempel selama sholat. Bagaikan mencuci wadah sebelum diisi dengan air yang jernih, kita membersihkan hati kita dengan istighfar sebelum mengisinya dengan pujian-pujian agung kepada Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak pernah merasa puas dengan ibadah kita, untuk selalu merasa butuh akan ampunan dan rahmat-Nya. Istighfar di awal adalah kunci kerendahan hati yang membuka pintu-pintu keberkahan selanjutnya.
Makna Agung Ayat Kursi
Ayat Kursi adalah ayat teragung dalam Al-Qur'an, dan bukan tanpa alasan. Ayat ini adalah sebuah deklarasi komprehensif tentang keesaan, kekuasaan, dan ilmu Allah yang tak terbatas. Ketika kita membacanya, kita sedang melakukan perjalanan intelektual dan spiritual untuk memahami siapa Tuhan yang kita sembah.
- "Allahu laa ilaaha illaa Huwa": Ini adalah pondasi tauhid. Penegasan bahwa tidak ada tuhan, tidak ada sandaran, tidak ada tujuan sejati selain Allah.
- "Al-Hayyul Qayyum": Dia Maha Hidup, tidak bergantung pada apapun, dan justru segala sesuatu bergantung pada-Nya untuk terus ada. Kehidupan kita, alam semesta, semuanya diurus oleh-Nya tanpa henti.
- "Laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa nauum": Penegasan kesempurnaan-Nya. Dia tidak pernah lalai, tidak pernah lelah, tidak pernah lengah sedetik pun dalam mengawasi dan mengurus ciptaan-Nya. Ini memberikan rasa aman yang luar biasa.
- "Lahuu maa fissamaawaati wamaa fil ardh": Pengakuan bahwa kepemilikan mutlak hanyalah milik Allah. Apa yang kita miliki hanyalah titipan. Ini menumbuhkan sifat zuhud dan melepaskan ketergantungan pada dunia.
- "Wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardh": Sebuah gambaran tentang kebesaran kekuasaan-Nya yang tak terbayangkan. 'Kursi' (kekuasaan dan ilmu-Nya) meliputi seluruh langit dan bumi. Ini membuat kita merasa sangat kecil dan menumbuhkan rasa takjub serta pengagungan yang mendalam.
Membaca Ayat Kursi setelah sholat adalah cara kita memperbarui pemahaman tauhid kita, mengingatkan diri tentang siapa Allah, dan meletakkan segala urusan kita di bawah penjagaan-Nya yang sempurna.
Trilogi Penyucian: Tasbih, Tahmid, dan Takbir
Rangkaian dzikir ini, yang dibaca masing-masing 33 kali, merupakan pilar dari dzikir setelah sholat. Ketiganya memiliki makna yang saling melengkapi dalam proses pengagungan Allah.
1. Tasbih (سُبْحَانَ اللهِ - Subhanallah): Konsep Penyucian
Kata "Subhanallah" berasal dari kata "sabaha" yang berarti menjauh. Secara istilah, tasbih berarti menyucikan Allah dari segala bentuk kekurangan, kelemahan, dan dari segala sifat yang tidak layak bagi kebesaran-Nya. Ketika kita mengucapkan "Subhanallah," kita sedang mendeklarasikan:
- Ya Allah, Engkau Maha Suci dari sifat lelah, mengantuk, atau lupa.
- Ya Allah, Engkau Maha Suci dari memiliki anak, sekutu, atau tandingan.
- Ya Allah, Engkau Maha Suci dari segala prasangka buruk yang mungkin terlintas di benak hamba-Mu.
- Ya Allah, Engkau Maha Suci dari ketidakadilan dan kezaliman.
Tasbih adalah proses "takhliyah" atau pengosongan. Kita mengosongkan pikiran dan hati kita dari gambaran-gambar yang salah tentang Allah. Ini adalah fondasi pertama dalam mengenal Allah: membersihkan konsep kita tentang Dia dari segala hal yang negatif. Mengucapkannya 33 kali adalah latihan untuk terus-menerus memurnikan akidah kita.
2. Tahmid (اَلْحَمْدُ لِلَّهِ - Alhamdulillah): Konsep Pengakuan Penuh Syukur
Setelah menyucikan Allah dari segala kekurangan (Tasbih), kita beralih ke tahap "tahliyah" atau pengisian. Kita mengisi hati kita dengan pujian. "Alhamdulillah" bukan sekadar "terima kasih." Awalan "Al" pada kata "Al-hamdu" menunjukkan makna generalisasi, yang berarti "segala bentuk pujian yang sempurna hanya milik Allah." Ketika kita mengucapkan "Alhamdulillah," kita sedang mengakui:
- Segala puji atas nikmat iman dan Islam yang baru saja kami wujudkan dalam sholat.
- Segala puji atas nikmat nafas, detak jantung, dan kesehatan yang memungkinkan kami untuk bersujud.
- Segala puji atas segala nikmat yang kami sadari maupun yang tidak kami sadari.
- Segala puji atas setiap takdir, baik yang terasa manis maupun pahit, karena kami yakin ada hikmah di baliknya.
Tahmid adalah ekspresi syukur yang paling paripurna. Ia mengakui bahwa sumber segala kebaikan dan nikmat adalah Allah semata. Mengucapkannya 33 kali melatih jiwa kita untuk menjadi pribadi yang selalu bersyukur, yang fokus pada karunia, bukan pada keluhan.
3. Takbir (اَللهُ أَكْبَرُ - Allahu Akbar): Konsep Pengagungan Tertinggi
Setelah menyucikan (Tasbih) dan memuji (Tahmid), kita sampai pada puncak pengagungan: Takbir. "Allahu Akbar" berarti "Allah Maha Besar." Namun, maknanya jauh lebih dalam. Ini bukan sekadar perbandingan. Ini adalah sebuah pernyataan absolut bahwa kebesaran Allah tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Apapun yang kita anggap besar di dunia ini—masalah kita, kekuasaan manusia, kemegahan alam—semuanya menjadi kecil dan tidak berarti di hadapan kebesaran Allah. Ketika kita mengucapkan "Allahu Akbar," kita sedang menegaskan:
- Allah Maha Besar, lebih besar dari masalah dan kekhawatiran yang membebani pikiranku.
- Allah Maha Besar, lebih besar dari ambisi dan cita-citaku.
- Allah Maha Besar, lebih besar dari segala kekuatan di dunia yang aku takuti.
- Allah Maha Besar, lebih besar dari pemahamanku sendiri tentang kebesaran-Nya.
Takbir adalah sumber kekuatan. Ia melepaskan kita dari belenggu rasa takut, cemas, dan rendah diri. Mengucapkannya 33 kali setelah sholat adalah cara kita mengisi ulang energi spiritual, mengingatkan diri bahwa kita memiliki sandaran Yang Maha Besar, sehingga tidak ada alasan untuk merasa kecil atau lemah dalam menghadapi kehidupan.
Keutamaan Agung Mengamalkan Dzikir Setelah Sholat
Mengistiqamahkan dzikir setelah sholat fardhu akan mendatangkan berbagai keutamaan dan fadhilah yang luar biasa, baik di dunia maupun di akhirat. Janji-janji dari Allah dan Rasul-Nya ini seharusnya menjadi motivasi terbesar bagi kita untuk tidak pernah meninggalkannya.
1. Diampuni Dosa-dosa
Ini adalah salah satu keutamaan yang paling menakjubkan. Siapa di antara kita yang tidak memiliki dosa? Siapa yang tidak merindukan ampunan dari Rabb-nya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang berdzikir setelah selesai sholat dengan membaca subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, allahu akbar 33 kali, itu semua berjumlah 99, lalu ia menggenapkannya untuk yang keseratus dengan ‘Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qodiir’, maka akan diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim)
Bayangkan, sebuah amalan yang ringan di lisan, tidak memakan waktu lama, namun ganjarannya adalah penghapusan dosa sebanyak buih di lautan. Buih di lautan adalah perumpamaan untuk sesuatu yang sangat banyak dan tak terhitung. Ini menunjukkan betapa luasnya rahmat dan ampunan Allah bagi hamba-Nya yang mau meluangkan sedikit waktu untuk mengingat-Nya.
2. Jaminan Surga
Membaca Ayat Kursi secara rutin setelah sholat fardhu memiliki ganjaran yang tiada tara, yaitu surga. Sebuah hadits dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa membaca Ayat Kursi setiap selesai sholat fardhu, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian." (HR. An-Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Makna dari hadits ini sangatlah jelas dan tegas. Orang yang konsisten mengamalkannya, seolah-olah surga sudah menantinya di depan mata. Satu-satunya penghalang antara dia dan surga hanyalah sisa jatah hidupnya di dunia. Ketika kematian datang menjemput, maka terbukalah pintu surga baginya. Sungguh sebuah motivasi yang sangat kuat untuk tidak pernah melewatkan bacaan Ayat Kursi setelah sholat.
3. Mendatangkan Ketenangan Jiwa
Di tengah kehidupan modern yang penuh dengan tekanan, stres, dan kecemasan, dzikir adalah terapi terbaik untuk jiwa. Allah SWT berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Ayat ini adalah janji pasti dari Allah. Hati yang gelisah, pikiran yang kacau, dan jiwa yang resah akan menemukan ketenangannya dalam dzikir. Duduk sejenak setelah sholat, melepaskan sejenak beban dunia, dan membasahi lisan dengan asma Allah adalah cara paling efektif untuk mereset kondisi mental dan spiritual kita, memberikan kedamaian yang tidak bisa dibeli dengan materi.
4. Menjaga Ikatan dengan Allah
Dzikir adalah cara untuk menjaga api spiritualitas tetap menyala setelah sholat usai. Sholat adalah puncak komunikasi, dan dzikir adalah kelanjutannya. Tanpa dzikir, seringkali kita langsung "terputus" dari suasana ibadah dan terjun kembali ke dalam kelalaian dunia. Dzikir setelah sholat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan momen sakral sholat dengan aktivitas duniawi kita, sehingga nuansa ibadah dan kesadaran akan Allah tetap terbawa dalam setiap langkah kita.
5. Pahala yang Berat di Timbangan
Kalimat-kalimat dzikir, meskipun ringan diucapkan, memiliki bobot yang sangat berat di timbangan amal (mizan) pada hari kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dua kalimat yang dicintai Ar-Rahman, yaitu "Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil 'azhim". Begitu pula dengan rangkaian tasbih, tahmid, dan takbir. Setiap ucapan adalah investasi akhirat yang akan kita petik buahnya kelak, menjadi pemberat amal kebaikan kita di hari perhitungan.
Adab dan Etika dalam Berdzikir
Untuk memaksimalkan manfaat dan pahala dari berdzikir, ada beberapa adab atau etika yang perlu diperhatikan. Adab ini membantu kita untuk berdzikir tidak hanya dengan lisan, tetapi juga dengan hati dan seluruh jiwa raga.
- Khusyuk dan Menghadirkan Hati: Usahakan untuk fokus pada apa yang diucapkan. Jangan biarkan lisan bergerak tanpa diikuti oleh kesadaran hati. Renungkan makna dari setiap kalimat yang dilafalkan. Inilah inti dari dzikir yang berkualitas.
- Tidak Tergesa-gesa: Berikan hak setiap huruf dan kata. Lafalkan dengan tartil (perlahan dan jelas). Dzikir yang terburu-buru akan kehilangan ruh dan maknanya. Anggaplah waktu berdzikir ini sebagai waktu istimewa Anda bersama Allah, jangan terburu-buru untuk meninggalkannya.
- Memahami Makna: Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, memahami makna akan meningkatkan kualitas dzikir kita secara drastis. Luangkan waktu untuk mempelajari arti dari setiap bacaan agar dzikir menjadi lebih hidup dan berpengaruh pada jiwa.
- Menggunakan Jari Tangan Kanan: Sesuai dengan sunnah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung dzikirnya dengan ruas-ruas jari tangan kanan beliau. Ini adalah cara yang paling utama. Menggunakan alat bantu seperti tasbih (subhah) diperbolehkan oleh sebagian ulama sebagai sarana untuk membantu konsentrasi dan hitungan, selama tidak meyakini bahwa tasbih itu sendiri memiliki keutamaan khusus.
- Merendahkan Suara: Dzikir setelah sholat sebaiknya dilakukan dengan suara yang lirih (sirr), cukup terdengar oleh diri sendiri atau orang di sekitar tanpa mengganggu orang lain yang mungkin sedang sholat atau berdzikir juga. Berdzikir dengan suara keras secara berjamaah setelah sholat bukanlah kebiasaan yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya.
Penutup: Jadikan Dzikir Sebagai Kebiasaan yang Melekat
Dzikir setelah sholat adalah hadiah indah dari Allah yang menjadi penyempurna ibadah kita. Ia adalah kesempatan emas untuk meraih ampunan, meningkatkan derajat, menenangkan jiwa, dan memperberat timbangan amal. Namun, keutamaan-keutamaan ini hanya bisa diraih dengan satu kunci: istiqamah atau konsistensi.
Jadikanlah momen setelah salam sebagai waktu yang tidak bisa ditawar lagi. Lawanlah godaan untuk segera bangkit dan meraih ponsel atau bergegas kembali ke urusan dunia. Berikan beberapa menit saja untuk berdialog dengan Rabb-mu, untuk membersihkan hatimu, dan untuk mengisi ulang energi spiritualmu. Mulailah dengan perlahan, hafalkan satu per satu bacaannya, dan resapi maknanya. Insya Allah, seiring berjalannya waktu, dzikir setelah sholat akan menjadi sebuah kebiasaan yang dirindukan, sebuah kebutuhan jiwa yang tak tergantikan, dan sebuah sumber kekuatan yang akan menemani kita dalam mengarungi samudra kehidupan.