Memahami Makna dan Keistimewaan Tarawih dan Witir
Bulan Ramadhan adalah anugerah terindah dari Allah SWT, sebuah lautan rahmat dan ampunan yang terhampar luas bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Di dalam bulan suci ini, setiap amal ibadah dilipatgandakan pahalanya, dan pintu-pintu surga dibuka selebar-lebarnya. Di antara amalan yang menjadi ciri khas dan permata Ramadhan adalah Sholat Tarawih dan Sholat Witir. Keduanya bukan sekadar rutinitas ibadah malam, melainkan sebuah perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq, membersihkan jiwa dari noda dosa, dan memanjatkan untaian doa penuh harap.
Sholat Tarawih, yang secara harfiah berarti 'istirahat', adalah sholat sunnah yang dikerjakan setelah Sholat Isya. Ia menjadi momen komunal yang mempererat ukhuwah Islamiyah, saat kaum muslimin berbondong-bondong memenuhi masjid, berdiri dalam shaf-shaf yang rapat, dan melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Di setiap jeda antar rakaatnya, ada waktu untuk beristirahat sejenak, merenung, dan berdzikir, mengingatkan kita bahwa ibadah adalah sumber ketenangan, bukan beban. Setelah Tarawih, ibadah malam ditutup dengan Sholat Witir, sholat ganjil yang menjadi penyempurna. Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkannya, bahkan saat dalam perjalanan sekalipun. Witir adalah segel bagi amalan malam kita, sebuah penegasan tauhid sebelum memejamkan mata.
Puncak dari rangkaian ibadah malam ini adalah momen berdoa. Doa setelah Sholat Tarawih dan Witir adalah saat paling mustajab, di mana seorang hamba menumpahkan segala isi hatinya kepada Rabb-nya. Doa-doa yang dipanjatkan, khususnya doa kamilin setelah tarawih dan doa setelah witir, bukanlah sekadar permintaan biasa. Ia adalah sebuah risalah komprehensif yang mencakup permohonan ampunan, kesempurnaan iman, penjagaan atas kewajiban, hingga perlindungan dari segala keburukan dunia dan akhirat. Memahami setiap kata dalam doa ini akan mengubah cara kita beribadah, dari sekadar gerakan fisik menjadi sebuah dialog batin yang khusyuk dan penuh makna. Artikel ini akan memandu Anda untuk menyelami kedalaman makna doa sholat tarawih dan witir, agar setiap permohonan yang terucap dari lisan selaras dengan getaran hati yang tulus.
Mengenal Sholat Tarawih: Ibadah Malam Penuh Berkah
Keutamaan Sholat Tarawih
Sholat Tarawih memiliki keutamaan yang luar biasa, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda: "Barangsiapa yang menunaikan sholat malam di bulan Ramadhan (Sholat Tarawih) dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini adalah jaminan ampunan yang sangat besar. Kata 'imanan' (dengan penuh keimanan) berarti kita melaksanakannya dengan keyakinan penuh akan janji Allah dan syariat-Nya. Sementara 'ihtisaban' (mengharap pahala) berarti kita melakukannya murni karena Allah, bukan karena riya' atau ingin dipuji orang lain. Kombinasi keduanya menjadi kunci untuk meraih maghfirah atau ampunan total dari Allah SWT atas dosa-dosa kecil yang pernah kita lakukan.
Selain pengampunan dosa, Sholat Tarawih juga menjadi sarana untuk melatih kesabaran, kedisiplinan, dan keistiqomahan. Berdiri dalam waktu yang relatif lama, mengikuti gerakan imam, dan menjaga kekhusyukan di tengah rasa lelah adalah bentuk tarbiyah (pendidikan) jiwa yang sangat efektif. Ibadah ini juga menghidupkan malam-malam Ramadhan, menjadikannya bercahaya dengan lantunan Al-Qur'an dan dzikir, serta menjauhkan kita dari perbuatan sia-sia. Dengan berjamaah di masjid, kita juga memperkuat tali silaturahmi dan merasakan indahnya kebersamaan dalam ketaatan.
Niat Sholat Tarawih
Niat adalah rukun sholat yang bertempat di dalam hati. Namun, melafadzkannya (talaffudz) dianjurkan oleh sebagian ulama untuk membantu memantapkan hati. Berikut adalah lafadz niat Sholat Tarawih, baik sebagai imam, makmum, maupun saat sholat sendirian (munfarid). Niat ini diucapkan untuk setiap dua rakaat.
Niat sebagai Makmum (Mengikuti Imam)
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatat taraawiihi rak'ataini mustaqbilal qiblati ma'muuman lillaahi ta'aalaa.
"Aku niat sholat sunnah Tarawih dua rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta'ala."
Niat sebagai Imam (Memimpin Sholat)
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ إِمَامًا لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatat taraawiihi rak'ataini mustaqbilal qiblati imaaman lillaahi ta'aalaa.
"Aku niat sholat sunnah Tarawih dua rakaat menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta'ala."
Niat Sholat Sendirian (Munfarid)
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatat taraawiihi rak'ataini mustaqbilal qiblati lillaahi ta'aalaa.
"Aku niat sholat sunnah Tarawih dua rakaat menghadap kiblat karena Allah Ta'ala."
Doa Kamilin: Permohonan Sempurna Setelah Sholat Tarawih
Setelah menunaikan seluruh rakaat Sholat Tarawih, umat Islam dianjurkan untuk memanjatkan doa bersama-sama. Doa yang populer dibaca adalah "Doa Kamilin". Disebut 'Kamilin' karena di awal doa ini terdapat permohonan untuk dijadikan hamba yang memiliki iman yang 'kamil' atau sempurna. Doa ini sangat komprehensif, merangkum berbagai permohonan kebaikan di dunia dan akhirat.
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَبِحُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ، بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِّنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا فِي هٰذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِه وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Allahummaj'alnaa bil iimaani kaamiliin, wa lil faraa-idhi mu-addiin, wa lish-shalaati haafizhiin, wa liz-zakaati faa'iliin, wa limaa 'indaka thaalibiin, wa li'afwika raajiin, wa bil hudaa mutamassikiin, wa 'anil laghwi mu'ridhiin, wa fid-dunyaa zaahidiin, wa fil aakhirati raaghibiin, wa bil qadhaa-i raadhiin, wa lin na'maa-i syaakiriin, wa 'alal balaa-i shaabiriin, wa tahta liwaa-i sayyidinaa muhammadin shallallaahu 'alaihi wa sallama yaumal qiyaamati saa-iriin, wa 'alal hawdhi waaridiin, wa ilal jannati daakhiliin, wa minan naari naajiin, wa 'alaa sariiril karaamati qaa'idiin, wa bi huurin 'iinin mutazawwijiin, wa min sundusin wa istabraqin wa diibaajin mutalabbisiin, wa min tha'aamil jannati aakiliin, wa min labanin wa 'asalin mushaffan syaaribiin, bi akwaabin wa abaariiqa wa ka'sin min ma'iin, ma'al ladziina an'amta 'alaihim minan nabiyyiina wash shiddiiqiina wasy syuhadaa-i wash shaalihiin, wa hasuna ulaa-ika rafiiqaa, dzaalikal fadhlu minallaahi wa kafaa billaahi 'aliimaa. Allahummaj'alnaa fii haadzihil laylatisy syahrisy syariifatil mubaarakati minas su'adaa-il maqbuuliin, wa laa taj'alnaa minal asyqiyaa-il marduudiin. Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin wa aalihi wa shahbihi ajma'iin, birahmatika yaa arhamar raahimiin, wal hamdu lillaahi rabbil 'aalamiin.
"Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang menunaikan kewajiban-kewajiban, yang memelihara sholat, yang menunaikan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharap ampunan-Mu, yang berpegang teguh pada petunjuk, yang berpaling dari hal yang sia-sia, yang zuhud di dunia, yang berhasrat terhadap akhirat, yang ridha dengan ketetapan-Mu, yang mensyukuri nikmat, yang sabar atas cobaan, dan yang berjalan di bawah panji junjungan kami Nabi Muhammad SAW pada hari kiamat. Jadikanlah kami orang yang dapat mendatangi telaga (Al-Kautsar), yang masuk ke dalam surga, yang diselamatkan dari api neraka, yang duduk di atas dipan kemuliaan, yang menikah dengan bidadari, yang mengenakan pakaian dari sutra halus dan tebal, yang memakan makanan surga, yang meminum dari susu dan madu yang murni dengan gelas, cerek, dan piala dari sumber yang mengalir. Bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam bulan yang mulia dan penuh berkah ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Muhammad, serta seluruh keluarga dan sahabatnya. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."
Penjelasan Mendalam Makna Doa Kamilin
"Allahummaj'alnaa bil iimaani kaamiliin" (Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya)
Ini adalah permohonan pembuka yang menjadi pondasi dari seluruh doa. Iman yang kamil (sempurna) bukan hanya sekadar pengakuan di lisan, tetapi mencakup pembenaran dalam hati (tashdiq bil qalbi) dan pembuktian melalui perbuatan (amal bil arkan). Iman yang sempurna adalah iman yang kokoh, tidak goyah oleh godaan syahwat maupun syubhat. Ia adalah keyakinan yang mengakar kuat pada enam rukun iman: percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta qada dan qadar. Dengan iman yang sempurna, seseorang akan merasakan manisnya ibadah, tenang dalam menghadapi ujian, dan selalu optimis terhadap rahmat Allah. Permohonan ini sejatinya adalah permintaan agar Allah membimbing hati kita untuk senantiasa berada di jalan-Nya, menjadikan iman sebagai cahaya yang menerangi setiap langkah kehidupan kita.
"Wa lil faraa-idhi mu-addiin" (dan yang menunaikan kewajiban-kewajiban)
Setelah memohon kesempurnaan iman, permohonan selanjutnya adalah kekuatan untuk menerjemahkan iman tersebut ke dalam tindakan nyata. 'Faraidh' adalah bentuk jamak dari 'fardhu', yang berarti segala sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah, seperti sholat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, dan haji bagi yang mampu. Permohonan ini menunjukkan kesadaran kita sebagai hamba bahwa iman tanpa amal adalah hampa. Kita meminta kepada Allah agar diberi taufiq dan hidayah untuk tidak hanya mengerjakan kewajiban, tetapi mengerjakannya dengan sebaik-baiknya (ihsan), tepat waktu, dan sesuai dengan tuntunan syariat. Ini adalah komitmen untuk menjadi hamba yang taat dan disiplin, yang menjadikan perintah Allah sebagai prioritas utama dalam hidup.
"Wa lish-shalaati haafizhiin" (dan yang memelihara sholat)
Sholat disebut secara khusus setelah penyebutan kewajiban secara umum. Ini menunjukkan betapa agung dan pentingnya kedudukan sholat dalam Islam. Ia adalah tiang agama dan amalan pertama yang akan dihisab di hari kiamat. Kata 'haafizhiin' (orang-orang yang memelihara) memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar 'mengerjakan'. Memelihara sholat berarti menjaga waktunya, rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, serta kekhusyukannya. Orang yang memelihara sholat tidak akan meremehkan atau menunda-nundanya. Ia akan senantiasa berusaha agar sholatnya berkualitas, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Ini adalah doa agar kita diberi kemampuan untuk menjadikan sholat sebagai penyejuk hati (qurratu a'yun) dan sarana komunikasi terbaik dengan Allah SWT.
"Wa liz-zakaati faa'iliin" (dan yang menunaikan zakat)
Setelah sholat (ibadah vertikal), doa ini langsung menyambung dengan zakat (ibadah sosial). Ini adalah cerminan dari keseimbangan ajaran Islam. Iman yang sempurna tidak hanya melahirkan kesalehan individual, tetapi juga kepedulian sosial. Zakat adalah hak bagi fakir miskin yang dititipkan Allah pada harta orang-orang kaya. Dengan memohon agar menjadi 'faa'iliin' (orang-orang yang mengerjakan) zakat, kita meminta agar Allah membersihkan hati kita dari sifat kikir, cinta dunia yang berlebihan, dan menumbuhkan rasa empati terhadap sesama. Ini adalah permohonan agar kita dijadikan sebagai instrumen keberkahan bagi orang lain, menyebarkan manfaat dan meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan.
"Wa limaa 'indaka thaalibiin" (dan yang mencari apa yang ada di sisi-Mu)
Permohonan ini mengubah orientasi hidup kita. Kita meminta agar Allah menjadikan tujuan akhir dari setiap usaha kita adalah ridha dan pahala di sisi-Nya, bukan sekadar pencapaian materi atau pujian manusia. "Apa yang ada di sisi-Mu" ('indaka) adalah surga, ampunan, rahmat, dan keridhaan Allah. Ini adalah doa agar kita tidak terjebak dalam pesona dunia yang fana. Kita memohon agar setiap keringat yang menetes, setiap pikiran yang kita curahkan, dan setiap langkah yang kita ambil, semuanya bermuara pada satu tujuan: mencari wajah Allah (wajhullah). Ini adalah inti dari keikhlasan.
"Wa li'afwika raajiin" (dan yang mengharap ampunan-Mu)
Ini adalah pengakuan atas kelemahan dan kekurangan diri. Sebanyak apapun amal yang kita lakukan, kita sadar bahwa itu semua tidak akan cukup untuk 'membeli' surga Allah. Kita juga sadar bahwa dosa dan kelalaian senantiasa mengiringi hari-hari kita. Oleh karena itu, harapan terbesar kita adalah 'afwu' atau ampunan Allah. 'Afwu' lebih tinggi maknanya dari 'maghfirah'. Jika maghfirah berarti menutupi dosa, maka 'afwu' berarti menghapus dosa hingga tak bersisa, seolah-olah tidak pernah terjadi. Kita memohon dengan penuh harap agar Allah menghapuskan segala kesalahan kita, karena hanya dengan ampunan-Nya kita bisa selamat.
"Wa bil hudaa mutamassikiin" (dan yang berpegang teguh pada petunjuk)
'Al-Hudaa' adalah petunjuk, yang sumber utamanya adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. 'Mutamassikiin' berarti berpegang dengan sangat erat, seperti orang yang memegang tali dengan sekuat tenaga agar tidak jatuh. Ini adalah doa agar kita diberikan keistiqomahan untuk selalu menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai panduan hidup. Di tengah derasnya arus informasi dan ideologi yang menyimpang, kita memohon agar Allah menjaga kita untuk tetap berada di atas jalan yang lurus (shiratal mustaqim) dan tidak tergelincir ke dalam kesesatan.
"Wa 'anil laghwi mu'ridhiin" (dan yang berpaling dari hal yang sia-sia)
'Laghwun' adalah segala perkataan, perbuatan, atau pikiran yang tidak ada manfaatnya, baik untuk dunia maupun akhirat. Ini mencakup gosip, perdebatan kusir, hiburan yang melalaikan, dan segala aktivitas yang membuang-buang waktu. Dengan doa ini, kita memohon agar Allah menjadikan waktu kita berharga dan produktif. Kita meminta agar dijauhkan dari majelis-majelis yang sia-sia dan diberi kemampuan untuk mengisi hidup dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti berdzikir, menuntut ilmu, atau membantu sesama. Ini adalah ciri orang beriman yang disebutkan dalam Al-Qur'an (QS. Al-Mu'minun: 3).
"Wa fid-dunyaa zaahidiin" (dan yang zuhud di dunia)
Zuhud bukanlah berarti meninggalkan dunia atau hidup dalam kemiskinan. Zuhud adalah kondisi hati di mana dunia tidak menjadi tujuan utamanya. Orang yang zuhud boleh jadi kaya raya, tetapi kekayaannya ada di tangannya, bukan di hatinya. Hatinya tetap terpaut pada akhirat. Dengan doa ini, kita memohon agar Allah melepaskan hati kita dari belenggu cinta dunia (hubbud dunya) yang merupakan sumber dari banyak penyakit hati. Kita meminta agar dunia ini kita jadikan sebagai ladang untuk menanam amal kebaikan, bukan sebagai tujuan akhir yang membuat kita lupa pada kehidupan yang kekal.
"Wa fil aakhirati raaghibiin" (dan yang berhasrat terhadap akhirat)
Ini adalah kelanjutan logis dari sifat zuhud di dunia. Ketika hati sudah tidak lagi terikat pada dunia, maka ia akan secara otomatis merindukan dan berhasrat pada akhirat. 'Raaghibiin' berarti memiliki keinginan dan antusiasme yang besar. Kita memohon agar Allah menanamkan dalam hati kita kerinduan yang mendalam akan surga, pertemuan dengan-Nya, dan kebahagiaan abadi. Kerinduan inilah yang akan menjadi bahan bakar semangat kita untuk terus beribadah, beramal shalih, dan bersabar dalam menghadapi ujian di dunia.
"Wa bil qadhaa-i raadhiin" (dan yang ridha dengan ketetapan-Mu)
Ini adalah puncak dari ketenangan jiwa. Ridha terhadap qadha atau ketetapan Allah, baik yang manis maupun yang pahit, adalah tanda kesempurnaan iman seorang hamba. Kita memohon agar Allah menganugerahkan kepada kita hati yang lapang untuk menerima segala takdir-Nya. Kita yakin bahwa apa pun yang Allah tetapkan bagi kita adalah yang terbaik, meskipun terkadang akal kita tidak mampu memahaminya. Ridha bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi berusaha semaksimal mungkin dan kemudian menyerahkan hasilnya dengan ikhlas kepada Allah. Hati yang ridha akan selalu merasa damai dan jauh dari keluh kesah.
"Wa lin na'maa-i syaakiriin, wa 'alal balaa-i shaabiriin" (yang mensyukuri nikmat, dan yang sabar atas cobaan)
Dua sifat ini adalah dua sayap bagi seorang mukmin. Dengan keduanya, ia akan terbang menuju surga. Kita memohon agar dijadikan hamba yang pandai bersyukur saat diberi nikmat, dan tegar bersabar saat ditimpa musibah. Syukur bukan hanya ucapan 'Alhamdulillah', tetapi menggunakan nikmat tersebut dalam ketaatan kepada Allah. Sabar bukan hanya diam menahan sakit, tetapi menahan diri dari keluhan dan tetap berbaik sangka kepada Allah. Dengan syukur, nikmat akan bertambah. Dengan sabar, dosa akan berguguran. Ini adalah formula kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.
"Wa tahta liwaa-i sayyidinaa muhammadin ... saa-iriin" (dan yang berjalan di bawah panji junjungan kami Nabi Muhammad SAW pada hari kiamat)
Setelah permohonan kebaikan di dunia, doa ini beralih ke permohonan di hari kiamat. Panji (liwaa') Nabi Muhammad SAW adalah tempat berkumpulnya umat beliau di Padang Mahsyar, sebagai tanda kemuliaan dan keselamatan. Berada di bawah panji beliau berarti mendapatkan perlindungan dan syafaatnya. Ini adalah doa agar kita diakui sebagai umat beliau, yang selama hidupnya senantiasa berusaha mengikuti sunnah-sunnahnya, mencintainya, dan bershalawat kepadanya. Ini adalah sebuah cita-cita tertinggi setiap muslim.
"Wa 'alal hawdhi waaridiin ... wa ilal jannati daakhiliin, wa minan naari naajiin" (yang dapat mendatangi telaga, yang masuk ke dalam surga, yang diselamatkan dari api neraka)
Ini adalah tiga permohonan keselamatan akhirat yang berurutan. Pertama, 'hawdh' atau telaga Al-Kautsar milik Nabi Muhammad SAW. Siapa pun yang meminum airnya seteguk saja, tidak akan pernah merasa haus selamanya. Kedua, masuk surga ('ilal jannati daakhiliin'), tujuan akhir dari perjalanan hidup seorang mukmin. Ketiga, dan ini yang paling penting sebagai prasyarat, adalah diselamatkan dari api neraka ('minan naari naajiin'). Kita memohon dengan sangat agar Allah menjauhkan kita dari siksa neraka yang dahsyat dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya yang penuh kenikmatan.
"Wa 'alaa sariiril karaamati qaa'idiin..." (yang duduk di atas dipan kemuliaan...) hingga akhir.
Bagian akhir doa ini adalah deskripsi detail tentang kenikmatan surga yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur'an. Ini bukan sekadar angan-angan, tetapi sebuah cara untuk memotivasi diri. Dengan membayangkan kenikmatan-kenikmatan ini—duduk di dipan kemuliaan, menikah dengan bidadari, memakai pakaian sutra, menyantap makanan dan minuman surga—kita memohon agar semua itu benar-benar menjadi bagian kita. Ini juga merupakan bentuk pengakuan bahwa hanya Allah yang mampu memberikan kenikmatan tersebut, dan hanya kepada-Nya kita berharap. Doa ini ditutup dengan permohonan agar kita dikumpulkan bersama para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih, karena mereka adalah sebaik-baik teman. Lalu diakhiri dengan pujian kepada Allah, Tuhan semesta alam.
Sholat Witir: Penutup Malam yang Disempurnakan
Sholat Witir adalah sholat sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) yang dikerjakan pada malam hari dengan jumlah rakaat ganjil. Ia berfungsi sebagai penutup rangkaian sholat malam, termasuk Sholat Tarawih. Rasulullah SAW bersabda, "Jadikanlah akhir sholat malam kalian adalah sholat witir." (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan betapa pentingnya posisi Sholat Witir sebagai penyempurna ibadah di malam hari.
Keutamaan Sholat Witir
Keutamaan Sholat Witir sangatlah besar. Rasulullah SAW sangat menjaganya, bahkan ketika beliau sedang dalam perjalanan (safar). Dalam sebuah hadits, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Witir (Maha Ganjil) dan Dia mencintai yang ganjil." (HR. Muslim). Melaksanakan sholat ini adalah bentuk meneladani sifat Allah dan kecintaan-Nya. Ibadah ini juga menjadi saksi bagi kita di hadapan Allah, bahwa kita telah berusaha menghidupkan malam kita dengan ibadah dan menutupnya dengan ketaatan kepada-Nya. Para ulama menyebutkan bahwa orang yang konsisten menjaga Sholat Witir akan mendapatkan cahaya di dalam hatinya, di alam kuburnya, dan saat melewati jembatan shirath.
Niat Sholat Witir
Sholat Witir umumnya dikerjakan sebanyak tiga rakaat. Bisa dilakukan dengan dua rakaat salam, lalu ditambah satu rakaat salam, atau langsung tiga rakaat dengan satu tasyahud akhir dan satu salam. Berikut lafadz niatnya.
Niat Sholat Witir 3 Rakaat (Sebagai Makmum)
أُصَلِّى سُنَّةً مِنَ الْوِتْرِ ثَلَاثَ رَكْعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan minal witri tsalaatsa raka'aatin mustaqbilal qiblati ma'muuman lillaahi ta'aalaa.
"Aku niat sholat sunnah Witir tiga rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta'ala."
Niat Sholat Witir 1 Rakaat (Sebagai Makmum)
Jika witir dikerjakan terpisah (2 rakaat lalu 1 rakaat), maka niat untuk satu rakaat terakhir adalah:
أُصَلِّى سُنَّةً مِنَ الْوِتْرِ رَكْعَةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatan minal witri rak'atan mustaqbilal qiblati ma'muuman lillaahi ta'aalaa.
"Aku niat sholat sunnah Witir satu rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta'ala."
(Untuk niat sebagai imam, ganti kata 'ma'muuman' menjadi 'imaaman'. Untuk sholat sendiri, hilangkan kata tersebut).
Doa dan Dzikir Setelah Sholat Witir
Setelah selesai melaksanakan Sholat Witir, dianjurkan untuk membaca dzikir dan doa. Rangkaian ini merupakan penutup sempurna dari ibadah malam kita, berisi pujian, pengagungan, dan permohonan perlindungan kepada Allah SWT.
Bacaan Dzikir Setelah Witir
Setelah salam, disunnahkan membaca dzikir berikut sebanyak tiga kali, dan pada kali ketiga diucapkan dengan suara yang lebih keras dan panjang.
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
Subhaanal malikil qudduus.
"Maha Suci Raja Yang Maha Suci."
Doa Lengkap Setelah Sholat Witir
Setelah berdzikir, dilanjutkan dengan membaca doa berikut:
اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
Allahumma inni a'udzu biridhooka min sakhotik, wa bimu'aafaatika min 'uquubatik, wa a'udzu bika minka, laa uhshii tsanaa-an 'alaik, anta kamaa atsnaita 'alaa nafsik.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan ampunan-Mu dari siksaan-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari (siksa)-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjungkan kepada diri-Mu sendiri."
Menggali Makna Doa Setelah Witir
Kalimat Dzikir: "Subhaanal malikil qudduus" (Maha Suci Raja Yang Maha Suci)
Dzikir singkat ini memiliki makna yang sangat mendalam. 'Subhaan' adalah bentuk penyucian, menafikan segala bentuk kekurangan, aib, dan sifat yang tidak layak bagi Allah. 'Al-Malik' artinya Sang Raja, Pemilik mutlak seluruh alam semesta. Kekuasaan-Nya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. 'Al-Quddus' artinya Yang Maha Suci, bersih dari segala noda dan cela. Kesucian-Nya adalah kesucian yang absolut. Dengan menggabungkan ketiganya, kita mengakui bahwa Allah adalah Raja yang kekuasaan-Nya sempurna dan Dzat-Nya pun Maha Sempurna lagi Maha Suci. Mengulanginya tiga kali adalah penegasan yang kuat atas tauhid dan pengagungan kita kepada-Nya di penghujung malam.
"Allahumma inni a'udzu biridhooka min sakhotik" (Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu)
Ini adalah permohonan perlindungan yang sangat indah. Kita tidak berlindung menggunakan kekuatan atau amal kita, tetapi kita berlindung kepada salah satu sifat Allah (Ridha-Nya) dari sifat-Nya yang lain (Murka-Nya). Ini adalah puncak adab dalam berdoa. Ridha Allah adalah tujuan tertinggi seorang hamba, sementara murka-Nya adalah hal yang paling ditakuti. Dengan memohon ini, kita mengakui bahwa satu-satunya yang bisa menyelamatkan kita dari murka Allah adalah rahmat dan keridhaan-Nya sendiri. Kita seolah berkata, "Ya Allah, jangan hukum aku dengan keadilan-Mu, karena aku pasti binasa. Tetapi naungi aku dengan rahmat dan ridha-Mu, karena hanya itu harapanku."
"Wa bimu'aafaatika min 'uquubatik" (dan dengan ampunan-Mu dari siksaan-Mu)
Permohonan ini senada dengan yang sebelumnya, namun lebih spesifik. 'Mu'aafah' berarti pemaafan, pengampunan, dan keselamatan. 'Uquubah' berarti hukuman atau siksaan. Kita memohon agar Allah menyelamatkan kita dari hukuman-Nya, bukan karena kita pantas selamat, tetapi karena keluasan ampunan-Nya. Kita menyadari bahwa dosa-dosa kita layak mendapatkan hukuman, namun kita lebih berharap pada sifat pemaaf Allah yang jauh lebih besar daripada dosa-dosa kita. Ini adalah bentuk pengakuan dosa yang diiringi dengan optimisme tinggi terhadap ampunan Allah.
"Wa a'udzu bika minka" (dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu)
Ini adalah ungkapan tauhid yang paling murni dan paling dalam. Kalimat ini mengandung makna bahwa tidak ada tempat berlari dan berlindung dari Allah kecuali kembali kepada Allah itu sendiri. Jika Allah menimpakan sebuah ujian atau murka, tidak ada satu makhluk pun di langit dan di bumi yang bisa menolong. Satu-satunya jalan adalah kembali memohon, merengek, dan berlindung kepada-Nya. Ini adalah kesadaran total bahwa segala kekuatan, baik yang mendatangkan manfaat maupun mudharat, bersumber dari Allah. Maka, kita berlindung kepada Sifat Rahmat-Nya dari Sifat Keadilan-Nya yang bisa berujung pada siksa.
"Laa uhshii tsanaa-an 'alaik, anta kamaa atsnaita 'alaa nafsik" (Aku tidak mampu menghitung pujian kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjungkan kepada diri-Mu sendiri)
Ini adalah puncak pengakuan atas kelemahan seorang hamba di hadapan keagungan Rabb-nya. Setelah mencoba memuji-Nya, kita sampai pada satu titik kesadaran: seberapa pun banyak dan indahnya pujian yang kita rangkai, itu semua tidak akan pernah bisa setara dengan keagungan Allah yang sebenarnya. Lisan dan akal kita terlalu terbatas untuk bisa mencakup seluruh kesempurnaan-Nya. Maka, cara terbaik untuk memuji-Nya adalah dengan mengembalikan pujian itu kepada-Nya. Kita mengakui bahwa pujian yang paling sempurna adalah pujian Allah terhadap Diri-Nya sendiri di dalam Al-Qur'an atau melalui lisan Nabi-Nya. Ini adalah adab tertinggi dalam memuji, yaitu mengakui ketidakmampuan diri dan menyerahkan kesempurnaan pujian hanya kepada Allah SWT.
Menyempurnakan Ibadah dengan Adab Berdoa yang Benar
Doa adalah inti dari ibadah. Agar doa-doa kita, terutama setelah Tarawih dan Witir, lebih berkualitas dan berpeluang besar untuk diijabah, hendaknya kita memperhatikan adab-adabnya. Adab ini bukan sekadar formalitas, melainkan cerminan dari penghambaan dan pengagungan kita kepada Allah SWT.
Pertama, mulailah doa dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Jangan tergesa-gesa langsung menyampaikan hajat. Sanjunglah Allah dengan nama-nama-Nya yang indah (Asmaul Husna) dan sifat-sifat-Nya yang luhur. Kemudian, basahi lisan dengan shalawat, karena shalawat adalah kunci pembuka pintu langit dan penyebab terangkatnya sebuah doa.
Kedua, berdoalah dengan penuh keyakinan (yaqin) bahwa Allah akan mengabulkannya. Hindari keraguan atau perasaan 'apakah doaku akan dikabulkan?'. Yakinlah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Pemurah, dan tidak akan menyia-nyiakan doa hamba-Nya. Rasulullah SAW bersabda, "Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan." (HR. Tirmidzi).
Ketiga, hadirkan hati saat berdoa. Jangan sampai lisan kita berkomat-kamit, namun pikiran kita melayang ke mana-mana. Fokuskan hati dan pikiran, rasakan setiap kata yang terucap. Inilah yang disebut dengan kekhusyukan. Semakin khusyuk dan tulus sebuah doa, semakin cepat ia mengetuk pintu rahmat Allah.
Keempat, merendahkan diri dan mengakui dosa. Tunjukkan betapa kita adalah makhluk yang lemah, fakir, dan sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Iringi doa dengan istighfar, mengakui segala kesalahan dan kelalaian. Pengakuan dosa adalah salah satu cara terbaik untuk meluluhkan hati dan mengundang rahmat Ilahi.