Bulan Ramadan adalah samudra rahmat dan ampunan yang terbentang luas. Setiap detiknya berharga, setiap ibadahnya dilipatgandakan pahalanya. Salah satu ibadah paling ikonik yang menghiasi malam-malam Ramadan adalah sholat Tarawih. Sholat sunnah ini menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah, merenungi ayat-ayat suci Al-Qur'an, dan mengisi malam dengan ketaatan.
Namun, ibadah tidak berhenti saat salam terakhir diucapkan. Momen setelah sholat adalah salah satu waktu paling mustajab untuk berdoa. Saat itu, hati sedang lembut, jiwa sedang tunduk, dan hubungan dengan Sang Pencipta terasa begitu dekat setelah bermunajat dalam sholat. Oleh karena itu, memanjatkan doa setelah sholat Tarawih menjadi sebuah tradisi spiritual yang sangat dianjurkan, melengkapi kesempurnaan ibadah malam kita.
Doa yang dipanjatkan bukan sekadar rangkaian kata, melainkan ekspresi kerendahan hati, pengakuan atas kelemahan diri, serta harapan besar akan kasih sayang dan ampunan Ilahi. Salah satu doa yang populer dan sering dibaca oleh para imam dan jamaah setelah sholat Tarawih adalah "Doa Kamilin". Doa ini memiliki kandungan makna yang luar biasa dalam, mencakup permohonan untuk kesempurnaan iman, penjagaan ibadah, rezeki yang halal, hingga perlindungan dari segala fitnah dunia dan akhirat.
Teks Lengkap Doa Kamilin Setelah Sholat Tarawih
Berikut adalah bacaan lengkap doa yang masyhur dibaca setelah rangkaian sholat Tarawih dan Witir, yang dikenal dengan sebutan Doa Kamilin. Disajikan dalam bentuk teks Arab, transliterasi Latin untuk kemudahan membaca, dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia untuk perenungan makna.
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَبِحُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ، بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِّنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا فِي هٰذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُบَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِه وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Allâhummaj‘alnâ bil îmâni kâmilîn, wa lil farâidli muaddîn, wa lish-shalâti hâfidhîn, wa liz-zakâti fâ‘ilîn, wa limâ ‘indaka thâlibîn, wa li ‘afwika râjîn, wa bil-hudâ mutamassikîn, wa ‘anil laghwi mu‘ridlîn, wa fid-dunyâ zâhidîn, wa fil âkhirati râghibîn, wa bil-qadlâ’i râdlîn, wa lin na‘mâ’i syâkirîn, wa ‘alal balâ’i shâbirîn, wa tahta liwâ’i sayyidinâ muhammadin shallallâhu ‘alaihi wa sallama yaumal qiyâmati sâ’irîn, wa alal haudli wâridîn, wa ilal jannati dâkhilîn, wa minan nâri nâjîn, wa ‘alâ sarîril karâmati qâ‘idîn, wa bi hûrin ‘înim mutazawwijîn, wa min sundusin wa istabraqin wa dîbâjin mutalabbisîn, wa min tha‘âmil jannati âkilîn, wa min labanin wa ‘asalim mushaffan syâribîn, bi akwâbin wa abârîqa wa ka’sim mim ma‘în, ma‘al ladzîna an‘amta ‘alaihim minan nabiyyîna wash shiddîqîna wasy syuhadâ’i wash shâlihîna wa hasuna ulâ’ika rafîqâ, dzâlikal fadl-lu minallâhi wa kafâ billâhi ‘alîmâ. Allâhummaj‘alnâ fî hâdzihil lailatisy syahrisy syarîfatil mubârakati minas su‘adâ’il maqbûlîn, wa lâ taj‘alnâ minal asyqiyâ’il mardûdîn. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin wa âlihî wa shahbihî ajma‘în, bi rahmatika yâ arhamar râhimîn, wal hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn.
Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang dapat menunaikan kewajiban-kewajiban, yang memelihara sholat, yang menunaikan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang teguh pada petunjuk, yang berpaling dari hal-hal yang sia-sia, yang zuhud terhadap dunia, yang bersemangat terhadap akhirat, yang ridha dengan takdir-Mu, yang mensyukuri nikmat-nikmat, yang sabar atas cobaan, dan kelak di hari kiamat berjalan di bawah panji junjungan kami Nabi Muhammad SAW, dapat mendatangi telaga (Al-Kautsar), dapat masuk ke dalam surga, diselamatkan dari api neraka, duduk di atas dipan kemuliaan, menikah dengan bidadari-bidadari yang jelita, mengenakan pakaian dari sutra halus dan tebal, memakan makanan surga, meminum dari susu dan madu yang murni dengan gelas, cerek, dan piala dari sumber yang mengalir, bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam yang mulia dan penuh berkah ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Muhammad, serta seluruh keluarga dan sahabatnya. Berkat rahmat-Mu, wahai Yang Paling Penyayang di antara semua penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Membedah Makna Doa Kamilin: Permohonan Mendalam di Malam Ramadan
Doa ini bukanlah sekadar permintaan biasa. Setiap kalimatnya mengandung permohonan yang fundamental bagi kehidupan seorang Muslim, baik di dunia maupun di akhirat. Mari kita selami lebih dalam makna yang terkandung di setiap frasanya.
1. Fondasi Spiritual: Iman yang Sempurna (بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ)
Permohonan pertama dan utama adalah untuk "iman yang sempurna". Iman adalah akar dari segala amal. Tanpa iman yang kokoh, ibadah hanyalah gerakan fisik tanpa ruh. Meminta iman yang "kamil" atau sempurna bukan berarti kita merasa bisa mencapai kesempurnaan mutlak, melainkan sebuah ikrar untuk terus-menerus berusaha menyempurnakan keimanan kita. Ini adalah pengakuan bahwa iman manusia bisa naik dan turun. Di bulan Ramadan, melalui puasa, tarawih, dan tadarus, kita merasakan iman kita menguat. Doa ini adalah permohonan agar kekuatan iman tersebut tidak hanya bertahan selama Ramadan, tetapi terus tumbuh dan terjaga selamanya.
Iman yang sempurna mencakup keyakinan yang tertanam kuat di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan melalui perbuatan. Ia adalah keyakinan yang tidak goyah oleh cobaan, tidak luntur oleh godaan, dan tidak pudar oleh waktu. Dengan memohon ini, kita meminta Allah untuk menjaga hati kita dari keraguan, lisan kita dari ucapan kufur, dan anggota badan kita dari perbuatan maksiat.
2. Tanggung Jawab Hamba: Menunaikan Kewajiban (وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ)
Setelah iman, doa ini langsung beralih ke permohonan untuk dapat menunaikan faraidh atau kewajiban-kewajiban. Ini adalah cerminan pemahaman bahwa iman harus berbuah amal. Sholat Tarawih yang merupakan ibadah sunnah menjadi pengingat dan pendorong untuk lebih giat dalam melaksanakan yang wajib, seperti sholat lima waktu. Permohonan ini menunjukkan kesadaran bahwa menjadi seorang hamba berarti memiliki tanggung jawab. Kita meminta kekuatan dari Allah agar tidak lalai, tidak menunda-nunda, dan tidak meremehkan setiap perintah-Nya, mulai dari sholat, puasa, zakat, hingga kewajiban lainnya dalam kehidupan.
3. Tiang Agama: Memelihara Sholat (وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ)
Sholat disebut secara khusus dalam doa ini. Diminta bukan hanya sebagai "pelaksana" sholat, tetapi sebagai hafizhin atau "pemelihara" sholat. Ini memiliki makna yang lebih dalam. Memelihara sholat berarti melaksanakannya tepat waktu, menyempurnakan rukun dan sunnahnya, menjaga kekhusyuannya, dan yang terpenting, membiarkan sholat tersebut memelihara diri kita dari perbuatan keji dan mungkar. Sholat adalah tiang agama, dan dengan memohon untuk menjadi pemeliharanya, kita meminta agar fondasi agama dalam diri kita senantiasa kokoh dan terjaga.
4. Solidaritas Sosial: Menunaikan Zakat (وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ)
Ibadah dalam Islam tidak hanya berdimensi vertikal (kepada Allah), tetapi juga horizontal (kepada sesama manusia). Permohonan untuk menjadi orang yang "melakukan" atau menunaikan zakat adalah penegasan akan hal ini. Zakat membersihkan harta dan jiwa. Ia adalah hak kaum fakir miskin yang dititipkan Allah dalam rezeki kita. Dengan berdoa untuk menjadi pelaku zakat, kita memohon agar Allah menjauhkan kita dari sifat kikir, cinta dunia yang berlebihan, dan memberikan kita kepekaan sosial serta kemurahan hati untuk berbagi.
5. Orientasi Hidup: Mencari Ridha Allah (وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ)
Frasa ini mengubah paradigma hidup. "Mencari apa yang ada di sisi-Mu" adalah sebuah deklarasi bahwa tujuan akhir dari segala usaha kita bukanlah pujian manusia, kekayaan dunia, atau jabatan, melainkan pahala, rahmat, dan keridhaan Allah. Ini adalah doa untuk meluruskan niat. Agar setiap langkah, setiap pekerjaan, dan setiap ibadah yang kita lakukan semata-mata didasari oleh keinginan untuk mendapatkan balasan terbaik dari Allah. Ini adalah permohonan agar kita menjadi hamba yang ikhlas.
6. Harapan Tertinggi: Mengharap Ampunan-Nya (وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ)
Sebagai manusia, kita tidak pernah luput dari salah dan dosa. Pengakuan ini melahirkan harapan. "Mengharap ampunan-Mu" adalah sikap seorang hamba yang menyadari kekurangannya namun tidak pernah putus asa dari rahmat Tuhannya. Ramadan adalah bulan maghfirah (ampunan). Doa ini adalah puncak dari harapan kita di malam-malam Ramadan, memohon agar seluruh dosa kita, yang disengaja maupun tidak, yang besar maupun kecil, dihapuskan oleh Allah Yang Maha Pemaaf.
7. Kompas Kehidupan: Berpegang pada Petunjuk (وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ)
Hidup adalah perjalanan yang penuh dengan persimpangan jalan. "Berpegang teguh pada petunjuk (Al-Huda)" adalah permohonan untuk selalu berada di jalan yang lurus. Petunjuk itu adalah Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Di bulan diturunkannya Al-Qur'an, kita memohon agar kitab suci ini tidak hanya menjadi bacaan, tetapi benar-benar menjadi panduan hidup yang kita pegang erat dalam setiap keputusan dan tindakan, sehingga kita tidak tersesat dalam kegelapan.
8. Menjaga Lisan dan Waktu: Berpaling dari Kesia-siaan (وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ)
Al-Laghwu adalah segala sesuatu yang sia-sia, tidak bermanfaat, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun pemikiran. Puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari hal-hal yang tidak berguna. Doa ini adalah permohonan agar kita dianugerahi kemampuan untuk menjaga lisan, telinga, mata, dan pikiran dari hal-hal yang hanya membuang waktu dan berpotensi menimbulkan dosa. Kita meminta agar setiap detik hidup kita dipenuhi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
9. Perspektif Dunia: Zuhud (وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ)
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia dan menjadi miskin. Zuhud adalah kondisi hati yang tidak terikat oleh dunia. Dunia ada di genggaman tangan, bukan di dalam hati. Permohonan ini adalah agar kita diberikan kekuatan untuk memandang dunia sebagai sarana, bukan tujuan. Agar kita bisa memanfaatkan nikmat dunia untuk meraih kebahagiaan akhirat, tanpa menjadi budak dari gemerlapnya yang fana. Kita meminta agar hati kita tidak silau oleh materi dan tidak bersedih berlebihan atas kehilangannya.
10. Visi Masa Depan: Semangat Meraih Akhirat (وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ)
Ini adalah pasangan dari zuhud terhadap dunia. Ketika hati tidak lagi terikat pada dunia, orientasinya akan beralih ke akhirat. "Bersemangat terhadap akhirat" adalah doa agar kita menjadi orang yang memiliki visi jauh ke depan. Motivasi terbesar kita dalam beramal adalah harapan akan surga dan ketakutan akan neraka. Permohonan ini adalah agar kita selalu antusias dalam beribadah, beramal saleh, dan mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan yang abadi.
11. Sikap terhadap Takdir: Ridha (وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ)
Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Ada suka, ada duka. Ada nikmat, ada ujian. Ridha terhadap qadha' atau ketetapan Allah adalah puncak dari keimanan. Ini adalah permohonan agar hati kita dilapangkan untuk menerima segala takdir-Nya, baik yang kita sukai maupun yang tidak. Ridha bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi menerima hasil akhir dengan lapang dada setelah berusaha maksimal, dengan keyakinan penuh bahwa ketetapan Allah adalah yang terbaik.
12. Respon terhadap Nikmat: Syukur (وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ)
Jika ridha adalah sikap terhadap takdir yang kurang menyenangkan, maka syukur adalah sikap terhadap nikmat. Kita memohon untuk menjadi hamba yang "mensyukuri nikmat-nikmat". Syukur bukan hanya ucapan "Alhamdulillah", tetapi juga menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah. Nikmat sehat digunakan untuk beribadah, nikmat harta digunakan untuk bersedekah, nikmat ilmu digunakan untuk berdakwah. Syukur adalah kunci untuk menambah dan memberkahi nikmat.
13. Kekuatan di Masa Sulit: Sabar (وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ)
Ujian dan cobaan (bala') adalah keniscayaan dalam hidup. Sabar adalah perisainya. Dengan doa ini, kita memohon kekuatan dari Allah untuk tegar dan tabah saat diuji. Sabar bukan berarti diam dan tidak melakukan apa-apa. Sabar adalah keteguhan hati untuk tidak berkeluh kesah, menjaga lisan dari umpatan, dan menjaga anggota badan dari perbuatan yang menunjukkan keputusasaan, sambil terus berusaha mencari solusi dan jalan keluar.
14. Harapan di Hari Kiamat: Di Bawah Panji Rasulullah SAW
Doa kemudian beralih ke permohonan-permohonan di hari akhir. Permohonan pertama adalah untuk dapat berjalan di bawah panji (liwa') Nabi Muhammad SAW. Ini adalah sebuah harapan besar untuk diakui sebagai umat beliau, mendapatkan syafaatnya, dan berkumpul bersamanya di hari yang sangat dahsyat. Ini adalah ekspresi cinta dan kerinduan kepada Sang Rasul.
15. Rangkaian Kenikmatan Surga
Setelah itu, doa ini merinci serangkaian kenikmatan surga yang menjadi dambaan setiap mukmin:
- Mendatangi telaga Al-Kautsar (وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ): Telaga milik Rasulullah SAW yang airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Siapa pun yang meminumnya tidak akan pernah haus selamanya.
- Masuk ke dalam surga (وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ): Tujuan akhir dari perjalanan hidup seorang mukmin.
- Selamat dari api neraka (وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ): Permohonan perlindungan dari siksa yang paling pedih.
- Duduk di dipan kemuliaan (وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَAMAHِ قَاعِدِيْنَ): Menggambarkan posisi terhormat dan penuh kenyamanan di surga.
- Menikah dengan bidadari (وَبِحُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ): Salah satu bentuk balasan kenikmatan bagi penghuni surga.
- Mengenakan pakaian sutra (وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ ... مُتَلَبِّسِيْنَ): Pakaian mewah dan indah yang diharamkan bagi laki-laki di dunia namun dihalalkan sebagai bentuk kemuliaan di akhirat.
- Menikmati hidangan dan minuman surga (... آكِلِيْنَ ... شَارِبِيْنَ): Gambaran akan kenikmatan tiada tara yang tidak pernah dirasakan di dunia.
Rincian ini bukan sekadar khayalan, melainkan untuk membangkitkan kerinduan dan motivasi agar kita semakin bersemangat dalam beribadah, dengan membayangkan balasan indah yang telah Allah janjikan.
16. Bersama Orang-Orang Terbaik (مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ...)
Puncak dari kenikmatan surga bukanlah pada makanan atau pakaiannya, melainkan pada siapa kita bertetangga. Doa ini ditutup dengan permohonan untuk bisa berkumpul bersama golongan terbaik: para Nabi, para Shiddiqin (orang-orang yang jujur dan membenarkan kebenaran), para Syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan para Shalihin (orang-orang saleh). Mereka adalah teman-teman terbaik, dan kebersamaan dengan mereka adalah sebuah anugerah yang luar biasa.
Adab dan Etika dalam Berdoa
Agar doa kita lebih berpeluang untuk dikabulkan, ada beberapa adab dan etika yang perlu diperhatikan. Momen setelah sholat Tarawih adalah waktu yang sangat tepat untuk mempraktikkan adab-adab ini.
- Ikhlas karena Allah: Pastikan niat berdoa semata-mata karena Allah, bukan untuk pamer atau tujuan duniawi lainnya.
- Memulai dengan Pujian dan Shalawat: Awali doa dengan memuji Allah (misalnya dengan membaca Alhamdulillah, Asmaul Husna) dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Doa ini sendiri diakhiri dengan shalawat dan hamdalah, yang merupakan struktur doa yang baik.
- Mengangkat Tangan: Mengangkat kedua tangan saat berdoa adalah sunnah yang menunjukkan kerendahan hati dan kebutuhan kita sebagai hamba.
- Menghadap Kiblat: Jika memungkinkan, berdoalah dengan menghadap kiblat karena ia adalah arah yang paling mulia.
- Yakin dan Berprasangka Baik: Berdoalah dengan keyakinan penuh bahwa Allah Maha Mendengar dan akan mengabulkan doa kita dengan cara yang terbaik menurut-Nya. Jangan ada keraguan sedikit pun.
- Mengakui Dosa dan Kelemahan: Selingi doa dengan istighfar. Mengakui dosa-dosa kita di hadapan Allah menunjukkan ketulusan dan penyesalan, yang menjadi salah satu pintu terkabulnya doa.
- Mengulang-ulang Permohonan: Jangan bosan untuk mengulang doa yang sama, terutama doa-doa yang sangat kita harapkan. Ini menunjukkan kesungguhan dan kebergantungan kita kepada Allah.
Penutup: Jadikan Setiap Malam Ramadan Momen Terbaik untuk Berdoa
Doa setelah sholat Tarawih, khususnya Doa Kamilin, adalah sebuah paket lengkap permohonan seorang hamba. Ia mencakup perbaikan hubungan dengan Allah (iman, sholat), hubungan dengan sesama (zakat), pembentukan karakter (zuhud, sabar, syukur), hingga visi dan harapan tertinggi di akhirat.
Membaca dan mengaminkan doa ini setiap malam di bulan Ramadan adalah sebuah latihan spiritual yang berharga. Ia tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga momen introspeksi. Setiap kalimatnya mengingatkan kita tentang apa yang seharusnya menjadi prioritas dalam hidup seorang Muslim. Jadikanlah momen setelah tarawih sebagai waktu berkualitas Anda dengan Allah. Ucapkanlah doa dengan lisan, resapi maknanya dengan hati, dan biarkan ia menjadi pemandu bagi amal perbuatan kita, tidak hanya di sisa malam Ramadan, tetapi juga untuk sebelas bulan berikutnya. Semoga Allah menerima segala ibadah dan mengabulkan setiap doa tulus kita.