Doa Qunut Bisa Diganti Dengan Apa? Panduan Lengkap

Ilustrasi tangan menengadah berdoa

Memahami Akar Permasalahan: Apa Itu Doa Qunut?

Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam pembahasan tentang "doa qunut bisa diganti dengan apa," sangat penting untuk membangun fondasi pemahaman yang kokoh mengenai doa qunut itu sendiri. Qunut, secara etimologis (bahasa), berasal dari kata Arab qanata-yaqnutu-qunutan yang memiliki beberapa makna, di antaranya adalah ketaatan, diam, berdiri lama, dan doa. Dalam konteks syariat Islam, Qunut adalah doa khusus yang dibaca di dalam shalat pada waktu-waktu tertentu, dengan posisi berdiri setelah ruku' pada rakaat terakhir, atau terkadang sebelum ruku'.

Doa ini menjadi salah satu topik diskusi yang hangat di kalangan ulama fikih selama berabad-abad. Perbedaan pandangan mengenai hukum, waktu pelaksanaan, dan bahkan keharusan membacanya telah melahirkan keragaman praktik di tengah umat Islam. Pemahaman yang mendalam terhadap keragaman ini adalah kunci untuk bersikap bijaksana dan lapang dada dalam menyikapi perbedaan di masyarakat. Oleh karena itu, pertanyaan mengenai pengganti doa qunut tidak bisa dijawab dengan sederhana, melainkan harus diurai dari akar hukum dan praktiknya.

Jenis-jenis Doa Qunut dalam Fikih Islam

Secara umum, para ulama mengklasifikasikan Qunut menjadi tiga jenis utama, yang masing-masing memiliki dasar hukum dan waktu pelaksanaan yang berbeda.

  1. Qunut Subuh: Ini adalah jenis qunut yang paling sering menjadi bahan diskusi. Qunut Subuh adalah doa yang dibaca secara rutin pada rakaat kedua shalat Subuh, setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Praktik ini sangat dianjurkan dan dianggap sebagai sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat ditekankan) dalam madzhab Syafi'i dan Maliki.
  2. Qunut Witir: Doa ini dibaca pada rakaat terakhir shalat Witir. Terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan waktu pelaksanaannya. Sebagian ulama berpendapat qunut witir dilakukan sepanjang tahun, sementara yang lain berpendapat hanya dilakukan pada separuh terakhir bulan Ramadan. Mengenai posisinya, ada yang melakukannya sebelum ruku' (seperti madzhab Hanafi) dan ada yang setelah ruku' (seperti madzhab Syafi'i).
  3. Qunut Nazilah: Ini adalah qunut yang bersifat insidental atau temporer. Qunut Nazilah dibaca ketika umat Islam sedang menghadapi musibah besar, bencana alam, peperangan, penindasan, atau malapetaka lainnya. Doa ini dipanjatkan untuk memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT. Qunut Nazilah dapat dilakukan pada setiap shalat fardhu lima waktu, dan hampir semua madzhab sepakat akan kesunnahannya dalam kondisi darurat seperti ini.

Perbedaan Pandangan Ulama Madzhab Mengenai Hukum Qunut Subuh

Inti dari pertanyaan "doa qunut bisa diganti dengan apa" sebenarnya berakar pada perbedaan status hukum doa qunut itu sendiri, terutama Qunut Subuh. Jika sesuatu tidak wajib, maka meninggalkannya tidak memerlukan pengganti. Jika sesuatu dianggap sunnah yang jika ditinggalkan perlu "ditambal", maka "penggantinya" adalah amalan penambal tersebut. Mari kita telaah pandangan empat madzhab besar dalam Islam.

1. Pandangan Madzhab Syafi'i: Sunnah Ab'adh

Dalam madzhab Syafi'i, yang banyak dianut di Indonesia dan Asia Tenggara, hukum membaca doa Qunut pada shalat Subuh adalah Sunnah Ab'adh. Apa artinya? Sunnah Ab'adh adalah amalan sunnah yang jika sengaja atau tidak sengaja ditinggalkan, dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi (sujud karena lupa) sebelum salam.

Dasar dari pandangan ini adalah hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, yang menyatakan:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh sampai beliau meninggal dunia." (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi).

Meskipun para ahli hadis memperdebatkan status kesahihan hadis ini, ulama Syafi'iyah menganggapnya sebagai dalil yang kuat. Karena statusnya adalah Sunnah Ab'adh, maka dalam perspektif madzhab ini, jika seorang Muslim tidak hafal doa qunut atau lupa membacanya, maka ia tidak perlu menggantinya dengan doa lain. "Pengganti" dari kelalaian tersebut adalah dengan melakukan sujud sahwi. Jadi, jawaban langsung untuk pertanyaan "doa qunut bisa diganti dengan apa?" menurut madzhab Syafi'i adalah: tidak diganti dengan doa lain, tetapi disunnahkan melakukan sujud sahwi jika terlupa.

Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud seperti sujud biasa, diapit dengan duduk di antara dua sujud, dan dilakukan sebelum salam. Bacaan saat sujud sahwi adalah:

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو
Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huu.
Artinya: "Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa."

Penting untuk dicatat, jika seseorang sengaja meninggalkan qunut Subuh dalam madzhab ini, shalatnya tetap dianggap sah, namun ia kehilangan keutamaan sunnah tersebut dan dianjurkan untuk tetap melakukan sujud sahwi.

2. Pandangan Madzhab Maliki: Sunnah dan Dianjurkan

Madzhab Maliki memiliki pandangan yang mirip dengan madzhab Syafi'i. Mereka juga menganggap Qunut Subuh sebagai amalan yang dianjurkan (mandub atau mustahab). Namun, mereka memiliki ciri khas tersendiri, yaitu menganjurkan agar doa qunut dibaca dengan suara pelan (sirr), bahkan ketika shalat berjamaah.

Sama seperti Syafi'iyah, mereka juga tidak menetapkan adanya doa pengganti spesifik jika qunut tidak dibaca. Meninggalkan qunut tidak membatalkan shalat. Namun, kesunnahannya tetap ditekankan. Bagi mereka, esensinya adalah munajat kepada Allah di waktu fajar yang penuh berkah, sehingga meninggalkan doa ini adalah sebuah kerugian.

3. Pandangan Madzhab Hanafi: Tidak Disunnahkan, Bahkan Makruh

Madzhab Hanafi mengambil posisi yang berbeda secara signifikan. Menurut mereka, melakukan qunut secara rutin pada shalat Subuh hukumnya tidak disunnahkan, bahkan sebagian ulama mereka menganggapnya makruh atau bid'ah (sesuatu yang diada-adakan). Mereka hanya mensyariatkan qunut untuk shalat Witir (sebelum ruku') dan Qunut Nazilah saat ada musibah.

Dalil yang mereka gunakan adalah hadis dari Abu Malik Al-Asyja'i yang bertanya kepada ayahnya: "Wahai ayahku, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali di sini, di Kufah, selama sekitar lima tahun. Apakah mereka melakukan qunut (di shalat Subuh)?" Ayahnya menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (bid'ah)." (HR. Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Selain itu, mereka juga berargumen dengan hadis lain yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan qunut selama sebulan untuk mendoakan keburukan bagi suatu kaum, kemudian beliau meninggalkannya. Bagi Hanafiyah, ini menunjukkan bahwa qunut Subuh bersifat temporer (sebagai Qunut Nazilah) dan telah ditinggalkan (mansukh).

Berdasarkan pandangan ini, pertanyaan "doa qunut bisa diganti dengan apa?" menjadi tidak relevan. Karena amalan itu sendiri tidak dianjurkan, maka meninggalkannya adalah hal yang seharusnya dilakukan. Tidak ada yang perlu diganti atau ditambal dengan sujud sahwi. Seseorang yang shalat Subuh tanpa qunut, menurut madzhab Hanafi, telah melaksanakan shalat dengan sempurna.

4. Pandangan Madzhab Hanbali: Serupa dengan Hanafi

Madzhab Hanbali, yang didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, memiliki pandangan yang sejalan dengan madzhab Hanafi terkait Qunut Subuh. Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat Subuh kecuali jika terjadi Nazilah (bencana). Jika ada musibah besar yang menimpa kaum Muslimin, maka imam atau pemimpin dianjurkan untuk melakukan Qunut Nazilah di semua shalat wajib, termasuk Subuh.

Landasan mereka sama dengan Hanafiyah, yaitu riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa praktik qunut Subuh yang dilakukan Nabi bersifat temporer dan terkait dengan peristiwa tertentu. Setelah sebabnya hilang, praktik tersebut ditinggalkan.

Dengan demikian, bagi pengikut madzhab Hanbali, tidak ada istilah pengganti doa qunut Subuh dalam kondisi normal, karena memang tidak disyariatkan untuk dibaca. Justru, membacanya secara rutin tanpa ada sebab Nazilah dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan sunnah.

Solusi Praktis: Apa yang Harus Dilakukan Jika Tidak Hafal atau Terlupa?

Setelah memahami spektrum pandangan para ulama, kita bisa merumuskan solusi praktis yang lebih komprehensif. Jawaban atas pertanyaan "doa qunut bisa diganti dengan apa?" sangat bergantung pada keyakinan fikih yang Anda anut.

Bagi yang Meyakini Kesunnahan Qunut (Syafi'i & Maliki)

Jika Anda mengikuti pandangan yang menganggap Qunut Subuh adalah sunnah, berikut adalah beberapa langkah dan alternatif yang bisa dilakukan:

Bagi yang Meyakini Qunut Subuh Tidak Disunnahkan (Hanafi & Hanbali)

Bagi Anda yang menganut pandangan ini, situasinya jauh lebih sederhana.

Sikap Seorang Makmum dalam Shalat Berjamaah

Keragaman pandangan ini seringkali menimbulkan kebingungan saat shalat berjamaah. Bagaimana seharusnya sikap kita ketika imam melakukan sesuatu yang berbeda dengan keyakinan kita? Fikih Islam memberikan panduan yang sangat indah tentang etika mengikuti imam.

Jika Imam Melakukan Qunut, Sementara Anda Tidak Berqunut

Misalkan Anda mengikuti madzhab Hanafi atau Hanbali, dan shalat di masjid yang imamnya bermazhab Syafi'i. Ketika imam mengangkat tangan untuk membaca doa qunut setelah i'tidal, apa yang harus Anda lakukan?

Para ulama sepakat bahwa makmum wajib mengikuti gerakan imam. Prinsipnya adalah "Innamaa ju'ilal imaamu liyu'tamma bihi" (Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti).

Oleh karena itu, sikap yang paling tepat adalah:

  1. Tetap Berdiri Mengikuti Imam: Jangan langsung sujud mendahului imam. Ini akan merusak kesatuan jamaah dan bisa membatalkan shalat.
  2. Mengangkat Tangan dan Mengaminkan Doa Imam: Sikap yang paling dianjurkan adalah turut mengangkat tangan dan mengaminkan doa yang dibaca oleh imam. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap ijtihad imam dan menjaga keharmonisan shaf. Meskipun Anda meyakini qunut tidak sunnah, doa itu sendiri berisi kebaikan yang tidak ada salahnya untuk diaminkan.
  3. Tetap Berdiri Namun Diam: Jika Anda merasa sangat tidak nyaman untuk ikut berdoa, pilihan lainnya adalah tetap berdiri di belakang imam dalam posisi i'tidal, tanpa mengangkat tangan, dan diam menunggu imam selesai berdoa untuk kemudian sujud bersamanya. Pilihan pertama lebih diutamakan.

Yang terpenting adalah tidak memisahkan diri dari gerakan imam dalam perkara-perkara yang masih berada dalam ranah khilafiyah (perbedaan pendapat yang dibenarkan).

Jika Imam Tidak Melakukan Qunut, Sementara Anda Berqunut

Sekarang, mari kita balik situasinya. Anda seorang penganut madzhab Syafi'i yang shalat di belakang imam yang tidak melakukan qunut. Setelah i'tidal, imam langsung turun untuk sujud.

Dalam kasus ini, Anda juga wajib mengikuti imam. Anda tidak diperkenankan untuk berhenti sejenak dan membaca doa qunut sendirian sementara imam sudah dalam posisi sujud. Melakukan hal ini akan membuat Anda tertinggal dari gerakan imam, yang bisa membatalkan shalat. Kewajiban mengikuti imam lebih utama daripada melaksanakan amalan sunnah individual.

Namun, karena Anda meyakini bahwa Anda telah "meninggalkan" sebuah Sunnah Ab'adh, apakah perlu sujud sahwi? Di sini ada sedikit rincian:

Bacaan Lengkap Doa Qunut dan Artinya

Bagi yang ingin menghafal dan mengamalkan, berikut adalah bacaan doa qunut yang paling umum diajarkan, berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhuma.

اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ
وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ
وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ
وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ
وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ
فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ
وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ
وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ
اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa 'aafinii fiiman 'aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit, fa lakal hamdu a'laa maa qadhaiit, astagfiruka wa atuubu ilaiik, wa shallallahu 'alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam.

Artinya:

"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku.

Dan peliharalah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menghukumi dan bukan yang dihukumi. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi.

Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya."

Kesimpulan: Menemukan Jawaban dalam Kelapangan Fikih

Dari pemaparan yang panjang ini, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting mengenai pertanyaan "doa qunut bisa diganti dengan apa?".

  1. Tidak Ada Doa Pengganti yang Spesifik: Tidak ada satu pun madzhab yang menetapkan adanya doa khusus sebagai "pengganti" doa qunut. Konsep penggantian ini perlu dipahami ulang.
  2. "Pengganti" adalah Tindakan Fikih: Bagi madzhab Syafi'i, "pengganti" dari meninggalkan qunut bukanlah doa lain, melainkan sebuah tindakan fikih yaitu sujud sahwi yang disunnahkan untuk menambal kekurangan dalam shalat.
  3. "Pengganti" adalah Pemahaman: Bagi madzhab Hanafi dan Hanbali, "pengganti" terbaik adalah pemahaman bahwa qunut Subuh memang tidak disyariatkan untuk dibaca rutin, sehingga meninggalkannya adalah bentuk pelaksanaan shalat yang sempurna menurut ijtihad mereka. Tidak ada yang perlu diganti.
  4. Fleksibilitas saat Tidak Hafal: Bagi yang berqunut namun tidak hafal, penggantinya adalah doa apa pun dari Al-Qur'an atau hadis yang berisi permohonan, bahkan yang paling singkat sekalipun. Esensinya adalah berdoa, bukan melafalkan teks tertentu secara kaku.
  5. Prioritas Utama adalah Persatuan Jamaah: Dalam konteks shalat berjamaah, kewajiban mengikuti imam mengalahkan pelaksanaan sunnah qunut. Hormati imam dan jaga keutuhan shaf. Inilah fikih prioritas (fiqh al-awlawiyyat) yang harus didahulukan.

Pada akhirnya, perbedaan pendapat mengenai doa qunut adalah rahmat dan bukti kekayaan intelektual dalam khazanah Islam. Ini mengajarkan kita untuk bersikap lapang dada, tidak mudah menyalahkan, dan fokus pada substansi ibadah, yaitu kekhusyukan dan ketundukan kepada Allah SWT. Memahami berbagai sudut pandang ini membuat kita lebih bijaksana dalam beragama dan lebih toleran terhadap praktik yang berbeda di sekitar kita.

🏠 Kembali ke Homepage