Memahami Doa Qunut: Bacaan Arab, Latin, dan Makna Mendalamnya
Doa qunut merupakan salah satu amalan yang sering didengar dalam praktik ibadah umat Islam, khususnya dalam shalat Subuh. Kata "qunut" sendiri berasal dari bahasa Arab (القنوت) yang memiliki beragam makna, di antaranya berdiri lama, diam, taat, tunduk, dan doa. Dalam konteks istilah syar'i, qunut adalah doa khusus yang dibaca pada waktu tertentu di dalam shalat, tepatnya saat i'tidal atau berdiri setelah ruku' pada rakaat terakhir.
Membaca doa qunut bukan sekadar rutinitas, tetapi sebuah momen spiritual yang mendalam di mana seorang hamba menengadahkan tangan, memohon secara khusyuk kepada Sang Pencipta. Isi dari doa qunut mencakup permohonan yang sangat komprehensif, mulai dari permintaan petunjuk, kesehatan, perlindungan, keberkahan, hingga penjagaan dari takdir yang buruk. Memahami setiap lafaznya akan membuka pintu kekhusyukan dan penghayatan yang lebih dalam saat melaksanakannya.
Pengertian dan Landasan Hukum Doa Qunut
Secara bahasa, qunut memiliki beberapa arti yang saling berkaitan. Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab menjelaskan bahwa qunut berarti ketaatan dan ibadah. Al-Qur'an juga menggunakan kata ini dalam berbagai konteks, seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 238, "Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk (qanitin)." Di sini, kata 'qanitin' (bentuk jamak dari qanit) diartikan sebagai orang yang khusyuk dan taat.
Dalam terminologi fiqih, doa qunut adalah zikir-zikir khusus yang mencakup doa dan pujian, yang dibaca pada saat berdiri dalam shalat. Praktik ini didasarkan pada hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadis yang menjadi dasar utama adalah riwayat dari Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhu, cucu Rasulullah SAW, ia berkata:
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan dalam shalat Witir: (yakni doa qunut yang akan kita bahas)..." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Meskipun hadis ini secara spesifik menyebutkan shalat Witir, para ulama, khususnya dari mazhab Syafi'i, menganalogikannya dengan shalat Subuh berdasarkan riwayat lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan qunut pada shalat Subuh hingga beliau wafat. Perbedaan pandangan mengenai hukum qunut Subuh di kalangan para ulama adalah sebuah rahmat dan menunjukkan keluasan dalam khazanah fiqih Islam.
Perbedaan Pandangan Ulama (Mazhab)
Penting untuk diketahui bahwa terdapat perbedaan pendapat di antara para imam mazhab mengenai hukum melaksanakan doa qunut, terutama pada shalat Subuh secara rutin. Memahami perbedaan ini akan menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghargai.
- Mazhab Syafi'i dan Maliki: Kedua mazhab ini berpandangan bahwa membaca doa qunut pada rakaat kedua shalat Subuh hukumnya adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika sengaja ditinggalkan, shalat tetap sah, namun dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi. Landasan mereka adalah hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu yang menyatakan, "Senantiasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada shalat Subuh sampai beliau meninggal dunia." (HR. Ahmad).
- Mazhab Hanafi dan Hanbali: Mazhab Hanafi berpendapat bahwa qunut disyariatkan hanya pada shalat Witir, bukan pada shalat fardhu lainnya kecuali saat terjadi musibah besar (nazilah). Sementara itu, Mazhab Hanbali memandang qunut pada shalat Subuh tidak disunnahkan secara rutin. Mereka berpegang pada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW meninggalkan qunut Subuh setelah periode tertentu. Mereka menafsirkan qunut yang dilakukan Nabi adalah qunut nazilah yang bersifat temporer.
Perbedaan ini bersumber dari perbedaan dalam metode memahami dan menilai kekuatan hadis yang ada. Bagi umat Islam di Indonesia yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi'i, praktik qunut Subuh adalah hal yang lazim dan dianjurkan sebagai bagian dari kesempurnaan ibadah shalat Subuh.
Bacaan Doa Qunut Subuh: Arab, Latin, dan Terjemahan
Berikut adalah bacaan doa qunut yang paling umum dibaca saat shalat Subuh dan shalat Witir. Doa ini diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW kepada cucunya, Sayyidina Hasan bin Ali.
اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Allaahummahdinii fiiman hadaiit, wa 'aafinii fiiman 'aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik, wa innahuu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit, falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaiik, wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam.
"Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana Engkau telah berikan petunjuk (kepada hamba-hamba-Mu), berikanlah aku kesehatan sebagaimana Engkau telah berikan kesehatan (kepada mereka), dan berikanlah aku perlindungan sebagaimana Engkau telah berikan perlindungan (kepada mereka). Berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan. Jauhkanlah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang bisa menentukan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri perlindungan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, nabi yang ummi, beserta keluarga dan para sahabatnya."
Membedah Makna Setiap Lafaz Doa Qunut
Untuk meningkatkan kekhusyukan, marilah kita merenungkan makna mendalam yang terkandung dalam setiap kalimat doa qunut. Ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah dialog intim antara hamba dengan Tuhannya.
1. اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ (Allaahummahdinii fiiman hadaiit)
Artinya: "Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana Engkau telah berikan petunjuk (kepada mereka)."
Kalimat pembuka ini adalah permohonan paling fundamental bagi seorang manusia: hidayah atau petunjuk. Kita memohon untuk digolongkan bersama orang-orang yang telah Allah pilih untuk menerima petunjuk-Nya, yaitu para nabi, orang-orang shalih, dan para syuhada. Hidayah yang diminta di sini bersifat komprehensif, mencakup hidayah untuk mengetahui kebenaran (hidayah al-irsyad) dan hidayah untuk mampu mengamalkan kebenaran tersebut (hidayah at-taufiq). Ini adalah pengakuan bahwa tanpa petunjuk dari Allah, kita akan tersesat. Setiap hari kita memintanya, menandakan betapa krusialnya hidayah dalam setiap detik kehidupan kita.
2. وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ (Wa 'aafinii fiiman 'aafaiit)
Artinya: "Berikanlah aku 'afiyah (keselamatan dan kesehatan) sebagaimana Engkau telah berikan 'afiyah (kepada mereka)."
'Afiyah adalah sebuah kata yang maknanya sangat luas. Ia tidak hanya berarti kesehatan fisik dari penyakit, tetapi juga mencakup keselamatan dari segala macam musibah, bencana, fitnah dunia, siksa kubur, dan azab neraka. 'Afiyah juga berarti kesehatan rohani, yaitu terbebas dari penyakit hati seperti hasad, dengki, sombong, dan riya. Dengan memohon 'afiyah, kita meminta perlindungan total kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah permintaan untuk hidup yang seimbang, sehat jasmani dan suci rohani.
3. وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ (Wa tawallanii fiiman tawallaiit)
Artinya: "Dan uruslah aku (berilah aku perlindungan) sebagaimana Engkau telah mengurus (mereka)."
Kata 'tawallanii' berasal dari kata 'wali', yang berarti pelindung, penolong, dan pengurus. Dalam kalimat ini, kita menyerahkan seluruh urusan kita kepada Allah. Kita memohon agar Allah menjadi Al-Wali bagi kita, yang mengatur hidup kita, membimbing langkah kita, dan melindungi kita dari segala marabahaya. Ini adalah bentuk tawakal tingkat tertinggi, sebuah pengakuan bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan tidak memiliki daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Kita meminta untuk dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang dicintai dan dilindungi oleh-Nya.
4. وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ (Wa baarik lii fiimaa a'thaiit)
Artinya: "Berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan."
Permohonan ini adalah tentang keberkahan. Berkah (barakah) berarti bertambahnya kebaikan pada sesuatu. Kita tidak hanya meminta rezeki yang banyak, tetapi rezeki yang berkah. Harta yang berkah adalah harta yang sedikit namun mencukupi dan membawa kebaikan. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Waktu yang berkah adalah waktu yang dapat digunakan untuk ketaatan. Keluarga yang berkah adalah keluarga yang membawa ketenangan dan kebahagiaan. Dengan doa ini, kita memohon agar setiap nikmat yang Allah berikan kepada kita, baik kecil maupun besar, menjadi sumber kebaikan yang terus-menerus.
5. وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ (Wa qinii syarra maa qadhaiit)
Artinya: "Jauhkanlah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan."
Ini adalah permohonan perlindungan dari sisi buruk sebuah takdir (qadha'). Seorang mukmin wajib beriman kepada qadha' dan qadar, baik yang tampak baik maupun yang tampak buruk. Namun, kita tetap diperintahkan untuk berdoa memohon perlindungan dari dampak buruk takdir tersebut. Misalnya, takdir sakit adalah ketetapan Allah, tetapi kita memohon perlindungan dari rasa sakit yang tak tertahankan, dari keluh kesah yang membuat kita kufur, dan dari dampak buruk penyakit tersebut. Kalimat ini mengajarkan kita untuk berserah diri pada ketetapan Allah sambil terus berusaha dan berdoa memohon yang terbaik.
6. فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ (Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik)
Artinya: "Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang bisa menentukan atas-Mu."
Bagian ini adalah penegasan atas kekuasaan mutlak Allah. Allah adalah Sang Penentu segalanya. Kehendak-Nya pasti terjadi, dan tidak ada satu makhluk pun yang dapat menentang atau mengubah ketetapan-Nya. Kalimat ini menanamkan dalam hati kita keyakinan yang kokoh bahwa hanya Allah satu-satunya tempat bergantung dan memohon, karena hanya Dia yang memiliki kekuasaan absolut atas segala sesuatu.
7. وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ (Wa innahuu laa yadzillu man waalaiit)
Artinya: "Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri perlindungan."
Ini adalah deklarasi kemuliaan bagi orang-orang yang menjadikan Allah sebagai pelindungnya (wali). Siapapun yang berada di bawah naungan perlindungan Allah, maka ia tidak akan pernah terhina, meskipun seluruh penduduk bumi berusaha merendahkannya. Kemuliaan sejati datang dari Allah, bukan dari status sosial, harta, atau jabatan. Kalimat ini memberikan ketenangan dan kepercayaan diri yang luar biasa bagi seorang mukmin.
8. وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ (Wa laa ya'izzu man 'aadaiit)
Artinya: "Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi."
Ini adalah kebalikan dari kalimat sebelumnya. Siapapun yang menjadi musuh Allah, yaitu mereka yang ingkar dan menentang syariat-Nya, tidak akan pernah mendapatkan kemuliaan hakiki. Meskipun di dunia mereka tampak berkuasa, kaya, dan dihormati, kemuliaan mereka palsu dan sementara. Di hadapan Allah, mereka adalah orang-orang yang rendah dan hina. Kalimat ini menjadi pengingat agar kita selalu berada di jalan yang diridhai Allah dan tidak terpedaya oleh kemegahan duniawi orang-orang yang durhaka.
9. تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ (Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalaiit)
Artinya: "Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi."
Setelah rentetan permohonan dan pengakuan, doa ini ditutup dengan pujian dan pengagungan kepada Allah. 'Tabaarakta' berarti Maha Suci dan Maha Banyak Kebaikan-Nya. 'Ta'aalaita' berarti Maha Tinggi dari segala sifat kekurangan dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Ini adalah adab dalam berdoa, yaitu mengakhirinya dengan menyanjung Asma dan Sifat Allah yang Mulia.
10. فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ (Falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit)
Artinya: "Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan."
Ini adalah puncak dari keridhaan seorang hamba. Setelah memohon perlindungan dari takdir buruk, kita tetap memuji Allah atas segala takdir-Nya. Ini menunjukkan penerimaan dan kepasrahan total. Apapun yang Allah tetapkan, baik itu nikmat maupun ujian, semuanya pantas untuk dipuji, karena di baliknya pasti ada hikmah dan kebaikan yang terkadang tidak kita sadari. Ini adalah level keimanan yang tinggi.
11. أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ (Astaghfiruka wa atuubu ilaiik)
Artinya: "Aku memohon ampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu."
Permohonan ampun (istighfar) dan taubat adalah penutup yang sangat penting. Kita menyadari bahwa dalam berdoa pun, mungkin ada kekurangan, kelalaian, atau ketidakhusyukan. Kita mengakui segala dosa dan kesalahan kita, lalu memohon ampunan dan berkomitmen untuk kembali ke jalan Allah. Ini adalah bentuk kerendahan hati di hadapan Sang Maha Pengampun.
12. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ... (Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin...)
Artinya: "Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad..."
Mengakhiri doa dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah salah satu adab yang dianjurkan agar doa lebih mudah diijabah oleh Allah SWT. Kita mengakui jasa beliau sebagai pembawa risalah dan teladan terbaik bagi seluruh umat manusia.
Jenis-Jenis Doa Qunut Lainnya
Selain qunut yang dibaca saat shalat Subuh dan Witir, terdapat jenis qunut lain yang disyariatkan dalam kondisi tertentu, yaitu Qunut Nazilah.
Qunut Nazilah
Qunut Nazilah adalah qunut yang dilakukan ketika umat Islam sedang menghadapi musibah besar, bencana alam, wabah penyakit, penindasan, atau peperangan. Qunut ini dibaca setelah i'tidal pada rakaat terakhir di setiap shalat fardhu lima waktu, tidak hanya pada shalat Subuh.
Sejarahnya bermula ketika terjadi tragedi Bi'r Ma'unah, di mana sekitar 70 sahabat penghafal Al-Qur'an (qurra') dibunuh secara khianat. Rasulullah SAW sangat bersedih dan beliau melakukan Qunut Nazilah selama sebulan penuh, mendoakan keburukan bagi suku-suku yang berkhianat tersebut. Bacaan Qunut Nazilah tidak terikat dengan teks tertentu. Isinya disesuaikan dengan kondisi musibah yang sedang terjadi, berisi permohonan pertolongan kepada Allah, kemenangan bagi kaum muslimin, dan kehancuran bagi pihak yang zalim.
Tata Cara Pelaksanaan Doa Qunut
Pelaksanaan doa qunut memiliki tata cara yang sederhana dan mudah diikuti. Berikut adalah langkah-langkahnya:
- Doa qunut dibaca pada rakaat terakhir sebuah shalat (misalnya rakaat kedua pada shalat Subuh atau rakaat terakhir pada shalat Witir).
- Setelah bangkit dari ruku' dan membaca bacaan i'tidal (Sami'allaahu liman hamidah, Rabbanaa lakal hamdu...), posisi masih dalam keadaan berdiri tegak (i'tidal).
- Kemudian mengangkat kedua tangan seperti posisi berdoa, menengadah ke langit.
- Membaca lafaz doa qunut yang telah disebutkan di atas.
- Jika shalat berjamaah, imam akan mengeraskan suara saat membaca doa qunut, dan makmum mengamini setiap akhir kalimat doa dengan mengucapkan "Aamiin". Pada bagian pujian (mulai dari "Fa innaka taqdhii..."), makmum dianjurkan untuk ikut membacanya dengan lirih atau diam mendengarkan.
- Setelah selesai membaca doa qunut, langsung melanjutkan gerakan shalat berikutnya, yaitu sujud, tanpa perlu mengusap wajah dengan tangan.
Bagaimana Jika Lupa Membaca Doa Qunut?
Dalam pandangan mazhab Syafi'i, karena hukum qunut Subuh adalah sunnah ab'adh (bagian dari sunnah yang sangat dianjurkan), maka jika seseorang lupa membacanya, baik sengaja maupun tidak, dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi sebelum salam. Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud seperti sujud biasa, diapit dengan duduk di antara dua sujud, setelah membaca tasyahud akhir dan sebelum mengucapkan salam.
Doa qunut adalah sebuah anugerah, sebuah jendela komunikasi langsung dengan Allah di salah satu waktu ibadah yang paling utama. Dengan memahami setiap katanya, menghayati setiap permohonannya, dan melaksanakannya dengan khusyuk, kita tidak hanya menjalankan sebuah sunnah, tetapi juga memperkuat ikatan spiritual kita dengan Sang Pencipta. Semoga Allah senantiasa memberikan kita hidayah, 'afiyah, dan perlindungan-Nya melalui doa-doa yang kita panjatkan.