Mengupas Tuntas Doa Al Waqiah untuk Rezeki dan Keberkahan

Ilustrasi Al-Qur'an dan Tunas Rezeki Ilustrasi Al-Qur'an terbuka dengan tunas tanaman melambangkan rezeki yang tumbuh dari doa Al Waqiah.

Dalam perjalanan hidup, setiap insan mendambakan kelapangan rezeki dan keberkahan dari Allah SWT. Salah satu wasilah atau perantara spiritual yang diyakini memiliki fadhilah luar biasa dalam membuka pintu-pintu rezeki adalah dengan merutinkan bacaan Surat Al-Waqiah. Surat ke-56 dalam Al-Qur'an ini bukan sekadar rangkaian ayat, melainkan sebuah penegasan tentang kekuasaan Allah, kepastian hari kiamat, dan jaminan bagi hamba-hamba-Nya yang bertakwa.

Mengamalkan doa Al Waqiah untuk rezeki telah menjadi tradisi spiritual yang diwariskan turun-temurun. Banyak yang merasakan perubahan signifikan dalam kehidupan finansial dan ketenangan batin setelah istiqomah membacanya. Namun, penting untuk memahami bahwa Al-Waqiah bukanlah "mantra" instan. Ia adalah doa, zikir, dan tadabbur yang harus diiringi dengan keyakinan penuh (tawakal) dan usaha nyata (ikhtiar).

Artikel ini akan mengupas secara mendalam segala hal yang berkaitan dengan amalan Surat Al-Waqiah sebagai pengetuk pintu rezeki. Mulai dari keutamaan yang terkandung di dalamnya, cara mengamalkannya dengan benar, waktu-waktu terbaik untuk membacanya, hingga doa pelengkap yang dapat dipanjatkan setelahnya. Tujuannya adalah agar kita tidak hanya membaca, tetapi juga memahami, meresapi, dan mengaplikasikan pesan-pesan agungnya dalam kehidupan sehari-hari.

Mengenal Surat Al-Waqiah: Surat Kekayaan dan Jaminan dari Kefakiran

Surat Al-Waqiah (الواقعة) yang berarti "Hari Kiamat" terdiri dari 96 ayat dan tergolong sebagai surat Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Meskipun tema utamanya adalah tentang dahsyatnya hari akhir, penggambaran balasan bagi golongan kanan (Ashabul Yamin) yang penuh kenikmatan surga dan golongan kiri (Ashabul Syimal) yang penuh siksa neraka, surat ini secara tersirat memberikan pelajaran berharga tentang konsep rezeki.

Surat ini menegaskan bahwa segala nikmat, termasuk rezeki di dunia dan di surga, bersumber mutlak dari Allah SWT. Ayat-ayatnya mengajak kita merenungkan ciptaan-Nya—air yang kita minum, tanaman yang kita tanam, hingga api yang kita nyalakan. Renungan ini menuntun pada kesadaran bahwa manusia tidak memiliki daya apa pun tanpa kehendak-Nya. Kesadaran inilah yang menjadi kunci utama dalam menjemput rezeki yang berkah: pengakuan total akan keMaha Pemurahan Allah.

Salah satu hadits yang paling populer mengenai keutamaan surat ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud, "Barangsiapa membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya." (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman).

Hadits inilah yang menjadi landasan utama mengapa Surat Al-Waqiah dijuluki sebagai "surat kekayaan" atau "penangkal kefakiran". "Kemiskinan" dalam konteks ini tidak hanya dimaknai sebagai miskin harta, tetapi juga miskin hati, miskin iman, dan miskin rasa syukur. Dengan merutinkannya, seorang hamba senantiasa diingatkan akan kekuasaan Allah, sehingga hatinya menjadi kaya dengan tawakal dan terhindar dari keluh kesah yang menjerumuskan pada kefakiran batin.

Keutamaan dan Fadhilah Mengamalkan Surat Al-Waqiah

Membaca Al-Qur'an seluruhnya adalah ibadah yang mulia, namun beberapa surat memiliki keistimewaan khusus yang disebutkan dalam hadits, termasuk Surat Al-Waqiah. Berikut adalah beberapa keutamaan utama yang diyakini akan didapatkan oleh mereka yang istiqomah mengamalkannya:

1. Pelindung dari Kemiskinan dan Kefakiran

Ini adalah fadhilah yang paling dikenal luas. Dengan izin Allah, amalan membaca Al-Waqiah setiap malam menjadi benteng spiritual yang melindungi seseorang dari jurang kemiskinan. Rezeki akan datang dari arah yang tidak disangka-sangka, kebutuhan akan tercukupi, dan hati akan dijauhkan dari rasa takut akan kekurangan.

2. Pembuka Pintu Rezeki yang Luas

Surat ini bekerja seperti doa yang mengetuk pintu langit. Dengan membacanya secara rutin, seorang hamba seolah-olah sedang mempresentasikan kebutuhannya kepada Sang Maha Pemberi Rezeki. Ayat-ayat yang menjelaskan nikmat surga bagi orang-orang beriman menjadi motivasi sekaligus doa agar kita dianugerahi sebagian kecil dari kenikmatan itu di dunia dalam bentuk rezeki yang halal dan barokah.

3. Menguatkan Iman dan Tauhid

Tema utama Al-Waqiah adalah tentang hari kiamat dan kekuasaan mutlak Allah. Merenungkan ayat-ayatnya setiap hari akan mengikis keraguan dalam hati, menguatkan keyakinan akan adanya hari pembalasan, dan mempertebal tauhid. Hati yang kokoh imannya adalah magnet bagi keberkahan, karena ia tidak akan bergantung kepada selain Allah.

4. Memberikan Ketenangan Jiwa

Kegelisahan seringkali berakar dari kekhawatiran akan masa depan, terutama masalah finansial. Al-Waqiah memberikan terapi spiritual. Dengan pasrah dan menyerahkan urusan rezeki kepada Allah setelah berusaha, hati akan menjadi lebih tenang dan damai. Ketenangan ini sendiri merupakan salah satu bentuk rezeki yang tak ternilai harganya.

5. Mempermudah Sakaratul Maut

Beberapa ulama menyebutkan bahwa membaca Surat Al-Waqiah dapat mempermudah proses sakaratul maut. Dengan terbiasa mengingat hari akhir melalui surat ini, seseorang akan lebih siap menghadapi kematian dan berharap dapat menjadi bagian dari golongan kanan (Ashabul Yamin) yang disambut dengan damai oleh para malaikat.

Teks Lengkap Surat Al-Waqiah: Arab, Latin, dan Terjemahan

Berikut adalah bacaan lengkap Surat Al-Waqiah beserta transliterasi latin dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman maknanya.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ (١)

iżā waqa'atil-wāqi'ah.

1. Apabila terjadi hari Kiamat,

لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ ۘ (٢)

laisa liwaq'atihā kāżibah.

2. terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal).

خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ ۙ (٣)

khāfiḍatur rāfi'ah.

3. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).

اِذَا رُجَّتِ الْاَرْضُ رَجًّا ۙ (٤)

iżā rujjatil-arḍu rajjā.

4. Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya,

وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا ۙ (٥)

wa bussatil-jibālu bassā.

5. dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya,

فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّا ۙ (٦)

fa kānat habā'am mumbassā.

6. maka jadilah ia debu yang beterbangan,

وَّكُنْتُمْ اَزْوَاجًا ثَلٰثَةً ۗ (٧)

wa kuntum azwājan salāsah.

7. dan kamu menjadi tiga golongan.

فَاَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ۗ (٨)

fa aṣ-ḥābul-maimanati mā aṣ-ḥābul-maimanah.

8. Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.

وَاَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ۗ (٩)

wa aṣ-ḥābul-masy'amati mā aṣ-ḥābul-masy'amah.

9. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

وَالسّٰبِقُوْنَ السّٰبِقُوْنَۙ (١٠)

was-sābiqụnas-sābiqụn.

10. Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga).

اُولٰۤىِٕكَ الْمُقَرَّبُوْنَۚ (١١)

ulā'ikal-muqarrabụn.

11. Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah).

فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ (١٢)

fī jannātin-na'īm.

12. Berada dalam surga kenikmatan.

ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ (١٣)

sullatum minal-awwalīn.

13. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,

وَقَلِيْلٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ (١٤)

wa qalīlum minal-ākhirīn.

14. dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.

عَلٰى سُرُرٍ مَّوْضُوْنَةٍۙ (١٥)

'alā sururim mauḍụnah.

15. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata,

مُّتَّكِـِٕيْنَ عَلَيْهَا مُتَقٰبِلِيْنَ (١٦)

muttaki'īna 'alaihā mutaqābilīn.

16. mereka bersandar di atasnya berhadap-hadapan.

يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ (١٧)

yaṭụfu 'alaihim wildānum mukhalladụn.

17. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,

بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ (١٨)

bi'akwābiw wa abārīqa wa ka'sim mim ma'īn.

18. dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir,

لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ (١٩)

lā yuṣadda'ụna 'an-hā wa lā yunzifụn.

19. mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,

وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَۙ (٢٠)

wa fākihatim mimmā yatakhayyarụn.

20. dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,

وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَۗ (٢١)

wa laḥmi ṭairim mimmā yasytahụn.

21. dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.

وَحُوْرٌ عِيْنٌۙ (٢٢)

wa ḥụrun 'īn.

22. Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,

كَاَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِۚ (٢٣)

ka'amṡālil-lu'lu'il-maknụn.

23. laksana mutiara yang tersimpan baik.

جَزَاۤءًۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ (٢٤)

jazā'am bimā kānụ ya'malụn.

24. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.

لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا تَأْثِيْمًاۙ (٢٥)

lā yasma'ụna fīhā lagwaw wa lā ta'ṡīmā.

25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa,

اِلَّا قِيْلًا سَلٰمًا سَلٰمًا (٢٦)

illā qīlan salāman salāmā.

26. akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.

وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِيْنِۗ (٢٧)

wa aṣ-ḥābul-yamīni mā aṣ-ḥābul-yamīn.

27. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.

فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ (٢٨)

fī sidrim makhḍụd.

28. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,

وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ (٢٩)

wa ṭal-ḥim manḍụd.

29. dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),

وَّظِلٍّ مَّمْدُوْدٍۙ (٣٠)

wa ẓillim mamdụd.

30. dan naungan yang terbentang luas,

وَّمَاۤءٍ مَّسْكُوْبٍۙ (٣١)

wa mā'im maskụb.

31. dan air yang tercurah,

وَّفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍۙ (٣٢)

wa fākihah kaṡīrah.

32. dan buah-buahan yang banyak,

لَّا مَقْطُوْعَةٍ وَّلَا مَمْنُوْعَةٍۙ (٣٣)

lā maqṭụ'atiw wa lā mamnụ'ah.

33. yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya,

وَّفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍۗ (٣٤)

wa furusyim marfụ'ah.

34. dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.

اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ (٣٥)

innā ansya'nāhunna insyā'ā.

35. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung

فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ (٣٦)

fa ja'alnāhunna abkārā.

36. dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.

عُرُبًا اَتْرَابًاۙ (٣٧)

'uruban atrābā.

37. penuh cinta lagi sebaya umurnya,

لِّاَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ (٣٨)

li'aṣ-ḥābil-yamīn.

38. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,

ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ (٣٩)

sullatum minal-awwalīn.

39. (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,

وَثُلَّةٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ (٤٠)

wa sullatum minal-ākhirīn.

40. dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.

وَاَصْحٰبُ الشِّمَالِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الشِّمَالِۗ (٤١)

wa aṣ-ḥābusy-syimāli mā aṣ-ḥābusy-syimāl.

41. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

فِيْ سَمُوْمٍ وَّحَمِيْمٍۙ (٤٢)

fī samụmiw wa ḥamīm.

42. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih,

وَّظِلٍّ مِّنْ يَّحْمُوْمٍۙ (٤٣)

wa ẓillim miy yaḥmụm.

43. dan dalam naungan asap yang hitam.

لَّا بَارِدٍ وَّلَا كَرِيْمٍ (٤٤)

lā bāridiw wa lā karīm.

44. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.

اِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَۚ (٤٥)

innahum kānụ qabla żālika mutrafīn.

45. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.

وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِۚ (٤٦)

wa kānụ yuṣirrụna 'alal-ḥinṡil-'aẓīm.

46. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.

وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ ەۙ اَىِٕذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَۙ (٤٧)

wa kānụ yaqụlụna a'iżā mitnā wa kunnā turābaw wa 'iẓāman a'innā lamab'ụṡụn.

47. Dan mereka selalu mengatakan: "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?

اَوَاٰبَاۤؤُنَا الْاَوَّلُوْنَ (٤٨)

a wa ābā'unal-awwalụn.

48. apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?"

قُلْ اِنَّ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاٰخِرِيْنَۙ (٤٩)

qul innal-awwalīna wal-ākhirīn.

49. Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian,

لَمَجْمُوْعُوْنَ اِلٰى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ (٥٠)

lamajmụ'ụna ilā mīqāti yaumim ma'lụm.

50. benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.

ثُمَّ اِنَّكُمْ اَيُّهَا الضَّاۤ لُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَۙ (٥١)

ṡumma innakum ayyuhaḍ-ḍāllụnal-mukażżibụn.

51. Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,

لَاٰكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِّنْ زَقُّوْمٍۙ (٥٢)

la'ākilụna min syajarim min zaqqụm.

52. benar-benar akan memakan pohon zaqqum,

فَمَالِـُٔوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَۚ (٥٣)

fa māli'ụna min-hal-buṭụn.

53. dan akan memenuhi perutmu dengannya.

فَشَارِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِۚ (٥٤)

fa syāribụna 'alaihi minal-ḥamīm.

54. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.

فَشَارِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِۗ (٥٥)

fa syāribụna syurbal-hīm.

55. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.

هٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِۗ (٥٦)

hāżā nuzuluhum yaumad-dīn.

56. Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan".

نَحْنُ خَلَقْنٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُوْنَ (٥٧)

naḥnu khalaqnākum falau lā tuṣaddiqụn.

57. Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?

اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَۗ (٥٨)

a fa ra'aitum mā tumnụn.

58. Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.

ءَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الْخَالِقُوْنَ (٥٩)

a antum takhluqụnahū am naḥnul-khāliqụn.

59. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ (٦٠)

naḥnu qaddarnā bainakumul-mauta wa mā naḥnu bimasbụqīn.

60. Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan,

عَلٰٓى اَنْ نُّبَدِّلَ اَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ (٦١)

'alā an nubaddila amṡālakum wa nunsyi'akum fī mā lā ta'lamụn.

61. untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْاَةَ الْاُوْلٰى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ (٦٢)

wa laqad 'alimtumun-nasy'atal-ụlā falau lā tażakkarụn.

62. Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)?

اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ (٦٣)

a fa ra'aitum mā taḥruṡụn.

63. Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.

ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزَّارِعُوْنَ (٦٤)

a antum tazra'ụnahū am naḥnuz-zāri'ụn.

64. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?

لَوْ نَشَاۤءُ لَجَعَلْنٰهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُوْنَ (٦٥)

lau nasyā'u laja'alnāhu huṭāman fa ẓaltum tafakkahụn.

65. Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang.

اِنَّا لَمُغْرَمُوْنَۙ (٦٦)

innā lamugramụn.

66. (sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,

بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ (٦٧)

bal naḥnu mahrụmụn.

67. bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa".

اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ (٦٨)

a fa ra'aitumul-mā'allażī tasyrabụn.

68. Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.

ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ (٦٩)

a antum anzaltumụhu minal-muzni am naḥnul-munzilụn.

69. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?

لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ (٧٠)

lau nasyā'u ja'alnāhu ujājan falau lā tasykurụn.

70. Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?

اَفَرَءَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَۗ (٧١)

a fa ra'aitumun-nārallatī tụrụn.

71. Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan.

ءَاَنْتُمْ اَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ اَمْ نَحْنُ الْمُنْشِـُٔوْنَ (٧٢)

a antum ansya'tum syajaratahā am naḥnul-munsyi'ụn.

72. Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?

نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَ (٧٣)

naḥnu ja'alnāhā tażkirataw wa matā'al lil-muqwīn.

73. Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ (٧٤)

fa sabbiḥ bismi rabbikal-'aẓīm.

74. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.

فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ (٧٥)

fa lā uqsimu bimawāqi'in-nujụm.

75. Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.

وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ (٧٦)

wa innahụ laqasamul lau ta'lamụna 'aẓīm.

76. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.

اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ (٧٧)

innahụ laqur'ānun karīm.

77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ (٧٨)

fī kitābim maknụn.

78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ (٧٩)

lā yamassuhū illal-muṭahharụn.

79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.

تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ (٨٠)

tanzīlum mir rabbil-'ālamīn.

80. Diturunkan dari Rabbil 'Alamin.

اَفَبِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَنْتُمْ مُّدْهِنُوْنَ (٨١)

a fa bihāżal-ḥadīṡi antum mud-hinụn.

81. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini?

وَتَجْعَلُوْنَ رِزْقَكُمْ اَنَّكُمْ تُكَذِّبُوْنَ (٨٢)

wa taj'alụna rizqakum annakum tukażżibụn.

82. kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah).

فَلَوْلَآ اِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَۙ (٨٣)

falau lā iżā balagatil-ḥulqụm.

83. Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,

وَاَنْتُمْ حِيْنَىِٕذٍ تَنْظُرُوْنَۙ (٨٤)

wa antum ḥīna'iżin tanẓurụn.

84. padahal kamu ketika itu melihat,

وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُبْصِرُوْنَ (٨٥)

wa naḥnu aqrabu ilaihi mingkum wa lākil lā tubṣirụn.

85. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat,

فَلَوْلَآ اِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَۙ (٨٦)

falau lā ing kuntum gaira madīnīn.

86. maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?

تَرْجِعُوْنَهَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ (٨٧)

tarji'ụnahā ing kuntum ṣādiqīn.

87. Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?

فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ (٨٨)

fa ammā ing kāna minal-muqarrabīn.

88. adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),

فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ (٨٩)

fa rauḥuw wa raiḥānuw wa jannatu na'īm.

89. maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan.

وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۙ (٩٠)

wa ammā ing kāna min aṣ-ḥābil-yamīn.

90. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,

فَسَلٰمٌ لَّكَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ (٩١)

fa salāmul laka min aṣ-ḥābil-yamīn.

91. maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.

وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّاۤلِّيْنَۙ (٩٢)

wa ammā ing kāna minal-mukażżibīnaḍ-ḍāllīn.

92. Dan adapun jika dia termasuk orang-orang yang mendustakan lagi sesat,

فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيْمٍۙ (٩٣)

fa nuzulum min ḥamīm.

93. maka dia mendapat hidangan air yang mendidih,

وَّتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ (٩٤)

wa taṣliyatu jaḥīm.

94. dan dibakar di dalam neraka.

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِۚ (٩٥)

inna hāżā lahuwa ḥaqqul-yaqīn.

95. Sesungguhnya (yang disebutkan) ini adalah suatu keyakinan yang benar.

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ (٩٦)

fa sabbiḥ bismi rabbikal-'aẓīm.

96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha Besar.

Panduan Mengamalkan Doa Al Waqiah untuk Rezeki

Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari amalan ini, ada beberapa panduan yang bisa diikuti. Ingatlah bahwa niat yang tulus karena Allah adalah pondasi dari setiap amalan.

Waktu Terbaik Membaca Al-Waqiah

Meskipun bisa dibaca kapan saja, ada beberapa waktu yang dianggap lebih mustajab:

  • Setelah Shalat Subuh: Memulai hari dengan lantunan ayat suci akan membuka pintu keberkahan sepanjang hari. Udara pagi yang segar dan pikiran yang masih jernih membuat bacaan lebih khusyuk.
  • Setelah Shalat Ashar: Di waktu sore hari, membaca Al-Waqiah bisa menjadi penutup aktivitas harian seraya berserah diri kepada Allah untuk urusan rezeki esok hari.
  • Setelah Shalat Maghrib atau Isya: Ini adalah waktu yang paling umum dianjurkan, sejalan dengan anjuran dalam hadits untuk membacanya "setiap malam". Suasana malam yang tenang membantu meningkatkan konsentrasi dan kekhusyukan.
  • Di Sepertiga Malam Terakhir: Waktu paling mustajab untuk berdoa adalah di sepertiga malam terakhir, saat Allah turun ke langit dunia. Mengiringi shalat tahajud dengan bacaan Al-Waqiah dan doa adalah kombinasi amalan yang sangat kuat.

Adab dan Tata Cara Membaca

Seperti membaca Al-Qur'an pada umumnya, ada adab yang perlu diperhatikan:

  1. Bersuci: Pastikan dalam keadaan suci dari hadas kecil (dengan berwudhu) dan hadas besar.
  2. Menghadap Kiblat: Duduk dengan sopan menghadap arah kiblat untuk menambah kekhusyukan.
  3. Niat yang Ikhlas: Niatkan membaca Al-Waqiah semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengharap ridha-Nya. Permohonan rezeki adalah bagian dari doa yang menyertainya.
  4. Membaca Ta'awudz dan Basmalah: Awali dengan membaca "A'udzu billahi minasy syaithanir rajim" dan "Bismillahirrahmanirrahim".
  5. Membaca dengan Tartil: Bacalah dengan perlahan, jelas, dan sesuai kaidah tajwid. Jangan terburu-buru. Resapi setiap ayat yang dibaca.
  6. Memahami Makna: Akan lebih baik jika setelah membaca, kita juga merenungkan terjemahan dan maknanya. Pemahaman inilah yang akan menumbuhkan keyakinan dalam hati.
  7. Istiqomah: Kunci utama dari amalan ini adalah konsistensi. Lebih baik membaca sekali setiap hari secara rutin daripada membaca seratus kali tapi hanya sekali seumur hidup.

Doa Khusus Setelah Membaca Surat Al-Waqiah

Setelah selesai membaca 96 ayat Surat Al-Waqiah, dianjurkan untuk menyempurnakannya dengan memanjatkan doa. Doa ini berfungsi sebagai penegas permohonan kita kepada Allah SWT. Ada beberapa versi doa yang masyhur, salah satunya adalah sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ سُوْرَةِ الْوَاقِعَةِ وَأَسْرَارِهَا، أَنْ تُيَسِّرَ لِيْ رِزْقِي كَمَا يَسَّرْتَهُ لِكَثِيْرٍ مِنْ خَلْقِكَ، يَا اَللهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صُنْ وُجُوْهَنَا بِالْيَسَارِ وَلَا تُوهِنَّا بِالْإِقْتَارِ فَنَسْتَرْزِقَ طَالِبِي رِزْقِكَ وَنَسْتَعْطِفَ شِرَارَ خَلْقِكَ وَنَشْتَغِلَ بِحَمْدِ مَنْ أَعْطَانَا وَنُبْتَلَى بِذَمِّ مَنْ مَنَعَنَا وَأَنْتَ مِنْ وَرَاءِ ذَلِكَ كُلِّهِ أَهْلُ الْعَطَاءِ وَالْمَنْعِ. اَللَّهُمَّ كَمَا صُنْتَ وُجُوْهَنَا عَنِ السُّجُوْدِ إِلَّا لَكَ فَصُنَّا عَنِ الْحَاجَاتِ إِلَّا إِلَيْكَ بِجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ وَفَضْلِكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

Allahumma inni as'aluka bihaqqi suuratil waaqi'ati wa asraarihaa, an tuyassira lii rizqii kamaa yassartahu li katsiirin min khalqika, yaa Allahu yaa Rabbal 'aalamiin. Allahumma shun wujuuhanaa bil yasaari wa laa tuuhinnaa bil iqtaari fanastarziqa thaalibii rizqika wa nasta'thifa syiraara khalqika wa nasytaghila bihamdi man a'thaanaa wa nubtalaa bidzammi man mana'anaa wa anta min waraa'i dzaalika kullihi ahlul 'athaa'i wal man'i. Allahumma kamaa shunta wujuuhanaa 'anis sujuudi illaa laka fashunnaa 'anil haajaati illaa ilaika bijuudika wa karamika wa fadhlika, yaa Arhamar Raahimiin.

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan hak Surat Al-Waqiah dan rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya, agar Engkau memudahkan rezekiku sebagaimana Engkau memudahkannya untuk kebanyakan makhluk-Mu, ya Allah, ya Tuhan semesta alam. Ya Allah, jagalah wajah kami dengan kekayaan, dan jangan hinakan kami dengan kemiskinan sehingga kami harus mencari rezeki dari para pencari rezeki-Mu, dan meminta belas kasihan kepada makhluk-Mu yang jahat, dan kami menjadi sibuk dengan memuji orang yang memberi kami dan diuji dengan mencela orang yang mencegah (memberi) kami, padahal Engkau di balik semua itu adalah yang berhak memberi dan mencegah. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menjaga wajah kami dari sujud kecuali kepada-Mu, maka jagalah kami dari kebutuhan (meminta-minta) kecuali kepada-Mu, dengan kedermawanan-Mu, kemuliaan-Mu, dan karunia-Mu, wahai Yang Maha Paling Penyayang di antara para penyayang."

Doa ini mengandung makna penyerahan diri yang mendalam. Kita memohon agar Allah memudahkan rezeki, sekaligus menjaga kehormatan diri kita agar tidak bergantung dan meminta-minta kepada selain-Nya. Ini adalah esensi dari rezeki yang berkah, yaitu rezeki yang datang dengan tetap menjaga kemuliaan seorang hamba.

Menyeimbangkan Ikhtiar dan Tawakal: Al-Waqiah Bukan Jalan Kemalasan

Sangat penting untuk meluruskan pemahaman bahwa mengamalkan doa Al Waqiah untuk rezeki bukanlah alasan untuk bermalas-malasan dan berhenti berusaha. Islam adalah agama yang sangat menekankan keseimbangan antara usaha lahiriah (ikhtiar) dan kepasrahan batiniah (tawakal).

Membaca Al-Waqiah adalah bagian dari ikhtiar langit, yaitu usaha spiritual untuk mengetuk rahmat Allah. Namun, ikhtiar ini harus disempurnakan dengan ikhtiar bumi, yaitu bekerja, belajar, berdagang, bersilaturahmi, dan melakukan segala usaha halal lainnya untuk menjemput rezeki. Allah berfirman dalam Surat Ar-Ra'd ayat 11, "...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri."

Bayangkan seorang petani. Ia melakukan ikhtiar langit dengan berdoa memohon hujan dan hasil panen yang melimpah. Namun, ia juga harus melakukan ikhtiar bumi: mencangkul tanah, menanam benih, memberi pupuk, dan menyiangi gulma. Keduanya harus berjalan beriringan. Membaca Al-Waqiah tanpa bekerja adalah seperti berdoa memohon panen tanpa pernah menanam. Sebaliknya, bekerja keras tanpa berdoa adalah wujud kesombongan, seolah-olah hasil usahanya murni karena kehebatannya sendiri.

Kombinasi yang ideal adalah:

  • Bekerja dengan Sungguh-sungguh: Lakukan pekerjaan atau usaha Anda dengan profesional, jujur, dan penuh dedikasi.
  • Berdoa dengan Khusyuk: Iringi usaha Anda dengan doa, salah satunya dengan merutinkan bacaan Al-Waqiah.
  • Tawakal Sepenuhnya: Setelah berusaha dan berdoa secara maksimal, serahkan hasilnya kepada Allah. Apapun hasilnya, yakinilah itu yang terbaik.
  • Bersyukur Selalu: Syukuri setiap rezeki yang diterima, sekecil apapun itu. Syukur akan mengundang nikmat yang lebih besar.
  • Bersedekah: Membersihkan harta dengan sedekah adalah cara ampuh lain untuk melapangkan rezeki.

Kesimpulan: Meraih Berkah Rezeki Melalui Kalam Ilahi

Surat Al-Waqiah adalah anugerah agung dari Allah SWT yang sarat dengan pelajaran dan keberkahan. Mengamalkannya sebagai wasilah untuk memohon kelapangan rezeki adalah praktik yang berlandaskan dalil dan telah dibuktikan oleh pengalaman banyak orang. Namun, kuncinya terletak pada niat yang lurus, pemahaman yang benar, dan amalan yang konsisten (istiqomah).

Jadikanlah amalan membaca Surat Al-Waqiah sebagai bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian Anda. Lakukan dengan penuh keyakinan, iringi dengan doa yang tulus, dan sempurnakan dengan usaha yang gigih. Insya Allah, pintu-pintu rezeki akan terbuka dari arah yang tidak pernah kita duga, hati akan dipenuhi ketenangan, dan kehidupan akan dilimpahi keberkahan.

Ingatlah selalu bahwa rezeki bukan hanya tentang materi, tetapi juga kesehatan, keluarga yang harmonis, ilmu yang bermanfaat, dan iman yang terjaga. Semoga dengan wasilah Surat Al-Waqiah, Allah menganugerahkan kita semua bentuk rezeki tersebut, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

🏠 Kembali ke Homepage