Panduan Terlengkap Cara Sujud Sahwi
Sujud Sahwi adalah bentuk kasih sayang Allah bagi hamba-Nya yang lupa.
Memahami Makna dan Pentingnya Sujud Sahwi
Shalat adalah tiang agama, sebuah momen sakral di mana seorang hamba berdialog langsung dengan Tuhannya, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalam upaya kita untuk melaksanakan ibadah ini dengan sesempurna mungkin, kita dituntut untuk menjaga kekhusyukan, konsentrasi, serta ketepatan dalam setiap gerakan dan bacaan. Namun, sebagai manusia biasa, kita tidak luput dari sifat lupa dan salah. Terkadang, di tengah shalat, pikiran kita melayang, konsentrasi buyar, yang bisa mengakibatkan kita ragu-ragu, menambah, atau mengurangi rukun dan wajib shalat.
Di sinilah letak keindahan dan kemudahan dalam syariat Islam. Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan solusi atas kekurangan manusiawi ini melalui sebuah amalan yang disebut Sujud Sahwi. Secara harfiah, "sahwi" berarti lupa atau lalai. Jadi, Sujud Sahwi adalah dua sujud yang dilakukan oleh seorang Muslim untuk menambal atau memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam shalat akibat lupa.
Sujud Sahwi bukanlah tanda shalat yang gagal, melainkan sebuah rahmat dan karunia. Ia adalah bukti bahwa Islam adalah agama yang realistis, yang memahami hakikat manusia. Ia mengajarkan kita bahwa ketika kita melakukan kesalahan dalam ibadah, pintu perbaikan selalu terbuka. Pelaksanaan sujud sahwi merupakan bentuk pengakuan atas kelemahan diri di hadapan keagungan Allah, sekaligus menjadi sarana untuk menyempurnakan kembali ibadah yang sempat tercoreng oleh kelalaian. Dengan memahami cara sujud sahwi yang benar, kita dapat menjaga kualitas shalat kita dan meraih ketenangan batin, karena kita tahu bahwa ada jalan keluar untuk setiap kekhilafan.
Landasan Hukum Pelaksanaan Sujud Sahwi
Pelaksanaan Sujud Sahwi bukanlah amalan yang dibuat-buat, melainkan memiliki dasar yang kuat dari Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terdapat beberapa hadits shahih yang menjadi landasan utama disyariatkannya sujud ini. Memahami dalil-dalil ini penting untuk menguatkan keyakinan kita dalam melaksanakannya.
Salah satu hadits yang paling terkenal dan sering menjadi rujukan utama adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, yang dikenal dengan kisah "Dzul Yadain".
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur atau ‘Ashar bersama kami, namun beliau hanya shalat dua rakaat lalu salam. Seseorang yang dijuluki Dzul Yadain berdiri dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah shalat telah dipersingkat ataukah engkau lupa?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Aku tidak mempersingkatnya dan aku tidak lupa.’ Beliau kemudian bertanya kepada para sahabat, ‘Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maju ke depan, menyempurnakan rakaat yang kurang, lalu salam. Setelah itu, beliau melakukan sujud dua kali (sujud sahwi), kemudian salam kembali.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kisah ini memberikan pelajaran yang sangat berharga. Bahkan seorang Rasulullah, manusia paling mulia dan paling khusyuk shalatnya, bisa mengalami lupa. Ini menunjukkan bahwa lupa adalah fitrah manusia. Yang terpenting adalah bagaimana kita memperbaikinya. Hadits ini secara jelas menunjukkan cara sujud sahwi ketika terjadi kekurangan jumlah rakaat, yaitu dengan menyempurnakan kekurangan tersebut terlebih dahulu, baru kemudian ditutup dengan dua sujud sahwi setelah salam.
Hadits lain yang menjadi landasan adalah riwayat dari Abdullah bin Buhainah radhiyallahu ‘anhu:
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur, namun beliau langsung berdiri setelah rakaat kedua (tanpa duduk tasyahud awal). Ketika beliau telah menyempurnakan shalatnya, para jamaah menunggu beliau salam, namun beliau bertakbir dalam keadaan duduk, lalu sujud dua kali sebelum salam, kemudian beliau baru mengucapkan salam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini memberikan contoh lain, yaitu ketika seseorang lupa melakukan salah satu wajib shalat (dalam hal ini tasyahud awal). Solusinya bukanlah mengulang rakaat, melainkan cukup dengan melakukan dua sujud sahwi sebelum salam. Ini menunjukkan adanya fleksibilitas dalam tata cara sujud sahwi, yang bisa dilakukan sebelum atau sesudah salam, tergantung pada jenis kesalahannya.
Berdasarkan dalil-dalil ini dan dalil lainnya, para ulama sepakat bahwa sujud sahwi disyariatkan. Mayoritas ulama (jumhur) menghukuminya sebagai Sunnah Mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), bahkan sebagian ulama dari madzhab Hanafi menganggapnya wajib jika terjadi sebab yang mengharuskannya. Intinya, meninggalkan sujud sahwi ketika ada sebabnya dapat mengurangi kesempurnaan shalat, sehingga sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya.
Sebab-Sebab yang Mengharuskan Sujud Sahwi
Secara umum, para ulama mengklasifikasikan sebab-sebab dilakukannya sujud sahwi ke dalam tiga kategori utama: At-Tarku (meninggalkan/mengurangi), Az-Ziyadah (menambah), dan Asy-Syak (ragu-ragu). Memahami ketiga kategori ini adalah kunci untuk mengetahui kapan dan bagaimana cara sujud sahwi harus dilakukan.
1. Az-Ziyadah (Penambahan dalam Shalat)
Penambahan dalam shalat bisa terjadi secara tidak sengaja, baik penambahan gerakan (rukun fi'li) maupun penambahan rakaat. Jika penambahan ini dilakukan karena lupa, maka shalatnya tetap sah dan ditutup dengan sujud sahwi.
- Menambah Rakaat: Contoh paling umum adalah seseorang shalat Zhuhur lima rakaat karena lupa. Jika ia baru sadar setelah menyelesaikan rakaat kelima, maka shalatnya tetap dianggap sah, dan ia cukup melakukan sujud sahwi setelah salam. Jika ia sadar di tengah-tengah rakaat kelima, ia harus segera duduk tasyahud saat itu juga, lalu menyelesaikan shalatnya dan melakukan sujud sahwi setelah salam.
- Menambah Gerakan: Misalnya, seseorang melakukan ruku' dua kali dalam satu rakaat karena lupa, atau sujud tiga kali. Selama penambahan ini dilakukan karena lupa, shalatnya tidak batal. Ia hanya perlu menyempurnakan shalatnya dan melakukan sujud sahwi. Menurut pendapat yang lebih kuat, sujud sahwi untuk penambahan dilakukan setelah salam.
- Salam Sebelum Selesai Shalat: Seperti dalam hadits Dzul Yadain, jika seseorang salam padahal shalatnya belum selesai (misalnya salam di rakaat kedua pada shalat empat rakaat), ini termasuk dalam kategori penambahan (menambah salam di tengah shalat). Jika ia teringat dalam waktu yang tidak terlalu lama dan belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalat (seperti banyak bicara atau bergerak), ia harus segera berdiri untuk menyempurnakan sisa rakaatnya, lalu melakukan sujud sahwi setelah salam.
2. At-Tarku (Pengurangan dalam Shalat)
Pengurangan dalam shalat juga merupakan sebab umum yang memerlukan sujud sahwi. Namun, hukumnya berbeda tergantung pada apa yang dikurangi: apakah itu rukun shalat atau wajib shalat.
-
Meninggalkan Rukun Shalat: Rukun adalah tiang penyangga shalat (seperti takbiratul ihram, berdiri bagi yang mampu, membaca Al-Fatihah, ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan tasyahud akhir). Jika seseorang lupa meninggalkan salah satu rukun, shalatnya tidak bisa ditambal hanya dengan sujud sahwi. Ia wajib kembali untuk mengerjakan rukun yang tertinggal tersebut dan semua gerakan setelahnya, lalu di akhir shalat ia melakukan sujud sahwi.
Contoh: Seseorang lupa ruku' di rakaat kedua dan langsung sujud. Ketika ia teringat (misalnya saat sujud atau setelahnya), ia harus segera kembali ke posisi berdiri, melakukan ruku', i'tidal, dan mengulangi sujudnya. Rakaat yang ia kerjakan setelah itu baru dianggap sah. Jika ia baru teringat setelah masuk ke rakaat berikutnya, maka rakaat yang di dalamnya terdapat rukun yang tertinggal itu dianggap batal dan tidak dihitung. Ia harus menggantinya dengan satu rakaat penuh di akhir shalatnya, lalu ditutup dengan sujud sahwi sebelum salam. -
Meninggalkan Wajib Shalat: Wajib shalat adalah amalan-amalan yang jika sengaja ditinggalkan membatalkan shalat, namun jika lupa ditinggalkan bisa diganti dengan sujud sahwi. Contoh wajib shalat antara lain: takbir intiqal (takbir perpindahan gerakan), bacaan "Sami'allahu liman hamidah" bagi imam dan munfarid, bacaan "Rabbana wa lakal hamd", bacaan tasbih saat ruku' dan sujud, dan duduk tasyahud awal.
Contoh Klasik: Seseorang lupa melakukan tasyahud awal dan langsung berdiri untuk rakaat ketiga. Jika ia teringat sebelum benar-benar tegak berdiri, ia dianjurkan untuk kembali duduk dan melakukan tasyahud awal. Namun, jika ia sudah terlanjur sempurna berdiri, maka ia tidak boleh kembali duduk. Ia harus melanjutkan shalatnya dan nanti di akhir shalat, sebelum salam, ia melakukan sujud sahwi. Inilah yang dicontohkan dalam hadits Abdullah bin Buhainah.
3. Asy-Syak (Ragu-Ragu dalam Shalat)
Keraguan adalah kondisi di mana seseorang tidak yakin mengenai jumlah rakaat atau gerakan yang telah ia kerjakan. Islam memberikan panduan yang jelas untuk mengatasi keraguan ini.
-
Ragu Jumlah Rakaat dan Tidak Ada Kecenderungan Kuat: Misalnya, seseorang ragu apakah ia sudah shalat tiga rakaat atau empat rakaat, dan ia tidak bisa memastikan mana yang lebih mungkin.
Solusinya: Ia harus mengambil jumlah yang paling sedikit (yang paling ia yakini), yaitu tiga rakaat. Kemudian, ia menambah satu rakaat lagi untuk menggenapkannya menjadi empat. Setelah itu, sebelum salam, ia melakukan sujud sahwi. Kaidah ini didasarkan pada prinsip "Al-Yaqinu la yazulu bisy syak" (Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan). Jumlah yang lebih sedikit adalah yang lebih meyakinkan. -
Ragu Jumlah Rakaat dengan Kecenderungan Kuat (Ghalabatuz Zhan): Misalnya, seseorang ragu antara tiga atau empat rakaat, tetapi ia merasa sangat yakin (sekitar 70-90%) bahwa ia sudah mengerjakan empat rakaat.
Solusinya: Dalam kasus ini, ia boleh mengikuti keyakinan atau prasangka kuatnya. Ia menganggap shalatnya sudah empat rakaat, lalu menyelesaikan tasyahud akhir dan salam. Setelah itu, ia melakukan sujud sahwi. Ini adalah pendapat yang kuat berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud, untuk "menghinakan" setan yang telah mengganggunya. - Ragu Setelah Selesai Shalat: Jika keraguan muncul setelah seseorang selesai shalat dan mengucapkan salam, maka keraguan ini tidak perlu dihiraukan, selama ia yakin telah menyelesaikan shalatnya dengan sempurna sebelumnya. Misalnya, setelah sampai di rumah, ia ragu apakah tadi shalat Ashar tiga atau empat rakaat. Selama saat shalat ia tidak ragu, maka shalatnya dianggap sah. Hal ini untuk menutup pintu was-was. Namun, jika ia benar-benar yakin telah kurang satu rakaat, maka ia wajib menyempurnakannya jika waktunya belum terlalu lama.
Tata Cara Pelaksanaan Sujud Sahwi yang Benar
Setelah mengetahui sebab-sebabnya, kini saatnya mempelajari cara sujud sahwi secara praktis. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai waktu pelaksanaannya: apakah sebelum salam atau sesudah salam. Kedua pendapat ini sama-sama memiliki dalil yang kuat dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berikut rincian dari kedua cara tersebut.
Cara Pertama: Sujud Sahwi Sebelum Salam (Qabla as-Salam)
Sujud sahwi yang dilakukan sebelum salam umumnya dianjurkan untuk kondisi kekurangan atau keraguan di mana seseorang membangun shalatnya di atas jumlah yang lebih sedikit (yakin).
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- Seseorang menyelesaikan bacaan tasyahud akhir secara lengkap (termasuk shalawat Ibrahimiyah dan doa perlindungan dari empat perkara) hingga selesai.
- Sebelum mengucapkan salam, ia langsung bertakbir ("Allahu Akbar") lalu sujud seperti sujud biasa dalam shalat.
- Saat sujud, ia membaca tasbih sujud biasa, yaitu "Subhaana Rabbiyal A'laa" sebanyak tiga kali. Dianjurkan juga membaca doa khusus sujud sahwi.
- Setelah itu, ia bertakbir ("Allahu Akbar") dan bangkit dari sujud untuk duduk iftirasy (duduk di antara dua sujud).
- Kemudian, ia bertakbir lagi ("Allahu Akbar") dan melakukan sujud yang kedua, dengan membaca bacaan yang sama.
- Setelah sujud kedua, ia bertakbir ("Allahu Akbar") dan bangkit untuk duduk tawarruk (posisi duduk tasyahud akhir).
- Tanpa mengulang tasyahud, ia langsung mengucapkan salam ke kanan ("Assalamu'alaikum wa rahmatullah") dan ke kiri ("Assalamu'alaikum wa rahmatullah") untuk mengakhiri shalat.
Kapan metode ini digunakan?
- Ketika meninggalkan wajib shalat, seperti lupa tasyahud awal (berdasarkan hadits Abdullah bin Buhainah).
- Ketika ragu jumlah rakaat dan mengambil jumlah yang lebih sedikit (lebih yakin). Misalnya, ragu antara 2 atau 3 rakaat, lalu mengambil 2 rakaat dan menambah 1 rakaat lagi. Maka sujud sahwinya dilakukan sebelum salam.
Cara Kedua: Sujud Sahwi Sesudah Salam (Ba'da as-Salam)
Sujud sahwi yang dilakukan sesudah salam umumnya dianjurkan untuk kondisi penambahan atau keraguan di mana seseorang membangun shalatnya berdasarkan prasangka kuatnya (ghalabatuz zhan).
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- Seseorang menyelesaikan shalatnya secara normal hingga mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.
- Setelah salam, dalam posisi masih duduk menghadap kiblat dan belum berbicara, ia bertakbir ("Allahu Akbar") lalu langsung sujud.
- Ia melakukan dua kali sujud, yang dipisahkan oleh duduk di antara dua sujud, sama persis seperti tata cara sujud sahwi sebelum salam.
- Setelah sujud kedua dan bangkit duduk, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian berpendapat ia harus membaca tasyahud lagi secara singkat, sementara pendapat yang lebih kuat menyatakan ia tidak perlu tasyahud lagi.
- Langkah terakhir, ia mengucapkan salam lagi ke kanan dan ke kiri untuk benar-benar menutup rangkaian ibadahnya.
Kapan metode ini digunakan?
- Ketika terjadi penambahan rakaat, misalnya shalat Zhuhur 5 rakaat karena lupa (berdasarkan hadits Dzul Yadain, di mana Nabi menyempurnakan shalat lalu sujud sahwi setelah salam).
- Ketika salam sebelum shalatnya selesai, lalu teringat dan menyempurnakannya.
- Ketika ragu jumlah rakaat, namun memiliki prasangka kuat akan jumlah yang benar, lalu ia mengikuti prasangka kuat tersebut.
Bacaan Saat Sujud Sahwi
Bacaan yang dibaca saat melakukan sujud sahwi pada dasarnya sama dengan bacaan sujud dalam shalat biasa, yaitu:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى
Subhaana Rabbiyal A'laa
(Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi)
Dibaca sebanyak tiga kali. Selain bacaan tersebut, terdapat doa yang dianjurkan oleh sebagian ulama untuk dibaca, meskipun haditsnya tidak sekuat hadits-hadits tentang tata caranya. Doa ini mengandung makna yang sangat relevan dengan kondisi lupa:
سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو
Subhaana man laa yanaamu wa laa yashuu
(Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa)
Membaca doa ini dapat menjadi pengingat bagi kita akan kesempurnaan Allah dan kekurangan kita sebagai hamba. Namun, jika hanya mencukupkan dengan bacaan tasbih sujud yang biasa, itu sudah dianggap sah dan cukup.
Studi Kasus dan Permasalahan Seputar Sujud Sahwi
Untuk memperdalam pemahaman, mari kita bahas beberapa skenario yang sering terjadi dalam shalat berjamaah maupun shalat sendiri.
Bagaimana jika Ma'mum (Pengikut) yang Lupa?
Jika seorang ma'mum lupa dalam shalatnya (misalnya, lupa membaca tasbih ruku' atau ragu-ragu), ia tidak perlu melakukan sujud sahwi sendiri. Sujud sahwi imam sudah mencukupi untuk kesalahan yang dilakukan oleh ma'mum. Imam adalah penanggung jawab shalat jamaah. Selama ma'mum mengikuti imam dari awal, maka kesalahan kecilnya "ditanggung" oleh imam. Ia cukup mengikuti gerakan imam hingga selesai shalat.
Bagaimana jika Imam yang Lupa?
Jika imam yang melakukan kesalahan yang mengharuskan sujud sahwi, maka seluruh ma'mum wajib mengikuti imam dalam melakukan sujud sahwi, baik mereka sadar akan kesalahan imam maupun tidak. Misalnya, jika imam lupa tasyahud awal dan langsung berdiri, lalu di akhir shalat ia sujud sahwi sebelum salam, maka semua ma'mum harus ikut sujud sahwi bersamanya.
Jika ma'mum tidak mengikuti sujud sahwi imam, shalatnya bisa menjadi tidak sah menurut sebagian ulama, karena ia telah meninggalkan kewajiban mengikuti imam.
Kasus Ma'mum Masbuq (yang Terlambat)
Ini adalah situasi yang cukup sering terjadi. Seorang ma'mum masbuq bergabung dengan jamaah saat imam sudah berada di rakaat kedua atau setelahnya.
- Jika Imam Sujud Sahwi Sebelum Salam: Ma'mum masbuq tersebut wajib ikut sujud sahwi bersama imam. Setelah imam salam, ma'mum tersebut tidak ikut salam, melainkan langsung berdiri untuk menyempurnakan sisa rakaatnya yang tertinggal. Di akhir shalatnya nanti, ia tidak perlu mengulangi sujud sahwi.
- Jika Imam Sujud Sahwi Sesudah Salam: Ma'mum masbuq tidak ikut sujud sahwi bersama imam. Setelah imam mengucapkan salam yang pertama (salam utama shalat), ma'mum masbuq langsung berdiri untuk menyempurnakan shalatnya. Ia tidak perlu menunggu imam selesai sujud sahwi.
Lupa Melakukan Sujud Sahwi Itu Sendiri
Bagaimana jika seseorang seharusnya melakukan sujud sahwi, namun ia lupa dan langsung salam?
- Jika ia teringat sesaat setelah salam, belum lama berlalu, dan belum melakukan aktivitas yang membatalkan shalat (seperti berbicara atau beranjak dari tempat shalat), maka ia bisa langsung melakukan sujud sahwi (dua kali sujud) lalu salam kembali.
- Namun, jika ia baru teringat setelah waktu yang lama atau setelah beranjak dari tempat shalatnya, maka ia tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Shalatnya tetap dianggap sah, meskipun kesempurnaannya berkurang karena tidak melakukan sujud sahwi.
Hikmah di Balik Syariat Sujud Sahwi
Setiap syariat dalam Islam pasti mengandung hikmah dan kebaikan yang mendalam. Begitu pula dengan disyariatkannya sujud sahwi. Ini bukan sekadar gerakan tambahan, melainkan sebuah pelajaran berharga bagi setiap Muslim.
- Menunjukkan Kasih Sayang Allah (Rahmat): Sujud Sahwi adalah bukti nyata bahwa Allah Maha Pengasih. Dia tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Dia tahu manusia adalah tempatnya salah dan lupa, sehingga Dia menyediakan cara yang mudah untuk memperbaiki kesalahan tersebut tanpa harus mengulang seluruh shalat.
- Mengajarkan Kerendahan Hati (Tawadhu'): Dengan bersujud, kita mengakui kelemahan dan kelalaian kita di hadapan Allah Yang Maha Sempurna. Ini menumbuhkan sifat rendah hati dan menjauhkan kita dari kesombongan, karena kita sadar bahwa ibadah kita pun tidak luput dari kekurangan.
- Menyempurnakan Ibadah Shalat: Fungsi utama sujud sahwi adalah sebagai "penambal" (jabran) kekurangan dalam shalat. Dengan melakukannya, shalat kita yang tadinya cacat karena lupa menjadi sempurna kembali di sisi Allah.
- Menghinakan Setan: Salah satu tujuan utama setan adalah mengganggu konsentrasi manusia dalam shalat. Ketika kita lupa dan kemudian memperbaikinya dengan sujud sahwi, kita pada hakikatnya telah menggagalkan usaha setan tersebut. Sujud ini menjadi tanda kemenangan kita atas bisikan dan gangguan setan, sehingga membuatnya kecewa dan hina.
- Meningkatkan Kewaspadaan: Mengetahui adanya mekanisme sujud sahwi membuat kita lebih waspada dan berusaha lebih keras untuk fokus dalam shalat. Kita menjadi lebih sadar akan setiap gerakan dan bacaan, karena kita tahu konsekuensi dari kelalaian.
Kesimpulannya, cara sujud sahwi adalah pengetahuan fikih yang sangat penting dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim. Ia adalah jaring pengaman bagi ibadah shalat kita. Dengan memahaminya secara mendalam, mulai dari sebab, hukum, hingga tata cara pelaksanaannya, kita dapat melaksanakan shalat dengan lebih tenang dan percaya diri. Kita beribadah dengan kesadaran penuh akan fitrah kita sebagai manusia yang bisa lupa, sekaligus dengan keyakinan penuh akan rahmat Allah yang tak terbatas, yang selalu memberikan jalan keluar dan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya yang tulus.