Panduan Lengkap Cara Duduk di Antara Dua Sujud

Sholat adalah tiang agama, sebuah Rukun Islam yang menjadi pembeda utama antara seorang muslim dengan yang lainnya. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya memiliki makna dan hikmah yang mendalam, dirancang untuk menciptakan koneksi yang paling intim antara hamba dengan Sang Pencipta. Dari takbiratul ihram hingga salam, setiap detailnya merupakan cerminan dari sunnah Rasulullah ﷺ yang mulia. Salah satu rukun fi'li (rukun perbuatan) yang seringkali dianggap sepele namun memiliki bobot spiritual yang luar biasa adalah duduk di antara dua sujud. Gerakan ini, meskipun singkat, merupakan jeda krusial yang diisi dengan doa-doa paling komprehensif, mencakup segala hajat dunia dan akhirat.

Mengapa gerakan ini begitu penting? Karena ia adalah momen transisi antara dua puncak ketundukan seorang hamba, yaitu sujud. Dalam sujud, kita meletakkan bagian tubuh termulia, yaitu wajah, di tempat terendah, sebagai simbol penyerahan diri total kepada Allah SWT. Duduk di antara keduanya adalah momen untuk bangkit sejenak, mengambil napas, dan memohon dengan kerendahan hati sebelum kembali bersujud. Memahami tata cara, bacaan, dan filosofi di baliknya akan meningkatkan kualitas sholat kita secara signifikan, mengubahnya dari sekadar rutinitas menjadi sebuah dialog spiritual yang penuh makna.

Ilustrasi Posisi Duduk Iftirasy Gambar garis sederhana yang menunjukkan seseorang dalam posisi duduk di antara dua sujud (iftirasy), dengan kaki kiri diduduki dan kaki kanan tegak.

Ilustrasi posisi duduk iftirasy di antara dua sujud dalam sholat.

Makna dan Kedudukan Duduk di Antara Dua Sujud

Dalam fiqih sholat, duduk di antara dua sujud (julus bainas sajdatain) termasuk dalam kategori rukun sholat. Rukun adalah pilar atau tiang penyangga. Artinya, jika rukun ini ditinggalkan dengan sengaja, maka sholatnya batal dan tidak sah. Jika terlupa, wajib baginya untuk mengulanginya dan melakukan sujud sahwi di akhir sholat. Hal ini menunjukkan betapa fundamentalnya posisi ini dalam struktur sholat.

Lebih dari sekadar kewajiban teknis, duduk ini memiliki makna spiritual yang dalam. Ia adalah sebuah jeda reflektif. Setelah merendahkan diri sepenuhnya dalam sujud pertama, kita diizinkan untuk bangkit, duduk tegak, dan memohon. Ini seolah-olah sebuah dialog: "Ya Allah, aku telah bersujud kepada-Mu, mengakui keagungan-Mu dan kehinaanku. Kini aku bangkit sejenak, memohon ampunan, rahmat, dan segala kebutuhanku kepada-Mu, sebelum aku kembali bersujud sebagai tanda ketaatan total." Jeda ini mengajarkan kita bahwa setelah puncak ketundukan, ada ruang untuk harapan dan permohonan. Islam bukanlah agama yang hanya menuntut kepasrahan buta, tetapi juga membuka pintu dialog dan permintaan seluas-luasnya bagi hamba-Nya.

Salah satu aspek terpenting dalam melakukan rukun ini, dan semua rukun sholat lainnya, adalah tuma'ninah. Tuma'ninah berarti tenang, diam sejenak hingga seluruh anggota badan dan persendian kembali ke posisinya semula dengan sempurna. Rasulullah ﷺ sangat menekankan pentingnya tuma'ninah, sebagaimana dalam hadits yang terkenal tentang "orang yang buruk sholatnya" (al-musii'u shalatuhu). Beliau berulang kali menyuruh orang tersebut untuk mengulangi sholatnya karena tidak melakukannya dengan tuma'ninah. Beliau bersabda:

"...kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau duduk dengan tenang (tuma'ninah)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, duduk di antara dua sujud tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa, seperti gerakan mematuk seekor ayam. Seseorang harus benar-benar duduk dengan tenang, punggung tegak, dan memberikan waktu yang cukup untuk membaca doa yang disunnahkan dengan penghayatan penuh. Inilah esensi dari sholat yang khusyuk.

Tata Cara Duduk di Antara Dua Sujud yang Sesuai Sunnah

Berdasarkan hadits-hadits shahih yang menjelaskan sifat sholat Nabi ﷺ, terdapat dua cara utama dalam melakukan duduk di antara dua sujud. Cara yang paling masyhur dan paling sering dipraktikkan oleh Rasulullah ﷺ adalah duduk iftirasy. Namun, ada juga riwayat lain yang menunjukkan cara duduk iq'a.

1. Duduk Iftirasy (Cara yang Paling Utama)

Duduk iftirasy adalah posisi standar untuk duduk di antara dua sujud dan duduk tasyahud awal. Kata "iftirasy" berasal dari bahasa Arab yang berarti "menghamparkan" atau "menjadikan alas". Ini merujuk pada tindakan menjadikan kaki kiri sebagai alas untuk duduk. Deskripsi detail mengenai cara duduk iftirasy adalah sebagai berikut:

Posisi ini diriwayatkan dalam banyak hadits, salah satunya adalah hadits dari Abu Humaid As-Sa'idi yang menceritakan sifat sholat Nabi ﷺ di hadapan para sahabat:

"Kemudian beliau melipat kaki kirinya dan duduk di atasnya, lalu beliau kembali tegak lurus hingga setiap tulang kembali pada tempatnya..." (HR. Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan shahih).

Praktik inilah yang menjadi pegangan mayoritas ulama dan dipraktikkan oleh umat Islam di seluruh dunia sebagai cara duduk di antara dua sujud.

2. Duduk Iq'a (Cara Alternatif yang Juga Sah)

Selain duduk iftirasy, terkadang Rasulullah ﷺ juga melakukan duduk dengan cara iq'a. Penting untuk membedakan antara iq'a yang disunnahkan dengan iq'a yang dilarang. Iq'a yang disunnahkan adalah duduk di atas kedua tumit dengan kedua telapak kaki ditegakkan.

Deskripsi duduk iq'a yang disunnahkan adalah:

Praktik ini didasarkan pada riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma yang berkata, "Duduk di atas kedua tumit (iq'a) adalah sunnah." Ketika ditanya, beliau menjawab, "Itu adalah sunnah Nabimu ﷺ." (HR. Muslim). Beberapa ulama seperti Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa duduk iq'a ini terkadang dilakukan oleh Nabi untuk menunjukkan bahwa hal tersebut juga diperbolehkan. Meskipun demikian, duduk iftirasy tetaplah cara yang lebih sering dilakukan dan dianggap lebih utama.

Adapun iq'a yang dilarang adalah duduk seperti anjing, yaitu dengan menegakkan kedua betis dan paha, lalu meletakkan pantat langsung ke lantai sambil menempelkan kedua tangan di lantai. Posisi ini jelas dilarang dalam hadits.

Bacaan Doa Ketika Duduk di Antara Dua Sujud

Momen duduk di antara dua sujud adalah waktu yang mustajab untuk berdoa. Bacaan yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ pada posisi ini sangatlah istimewa. Doa ini mengandung delapan permohonan komprehensif yang mencakup segala aspek kebaikan dunia dan akhirat. Terdapat beberapa versi doa, namun yang paling populer dan lengkap adalah sebagai berikut:

Rabbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa'aafinii, wa'fu 'annii.

Artinya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah kekuranganku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku, dan maafkanlah kesalahanku."

Doa ini begitu padat makna. Mari kita selami satu per satu permohonan yang terkandung di dalamnya untuk memahami betapa agungnya doa ini.

Makna Mendalam Setiap Permohonan

1. Rabbighfirlii (Ya Tuhanku, ampunilah aku)

Permohonan pertama dan utama adalah ampunan (maghfirah). Ini adalah pengakuan fundamental bahwa kita adalah makhluk yang penuh dengan dosa, kesalahan, dan kelalaian. Tidak ada satu hari pun terlewat tanpa kita melakukan dosa, baik yang disadari maupun tidak, yang besar maupun yang kecil. Memulai doa dengan meminta ampunan adalah bentuk adab tertinggi kepada Allah. Kita membersihkan diri terlebih dahulu sebelum meminta yang lain. Ini adalah pengakuan bahwa hubungan kita dengan Allah tidak akan pernah baik tanpa adanya ampunan dari-Nya. Ampunan Allah menutupi aib kita di dunia dan menyelamatkan kita dari azab di akhirat.

2. Warhamnii (Dan rahmatilah aku)

Setelah memohon ampunan, kita meminta rahmat (rahmah). Rahmat adalah kasih sayang Allah yang tak terbatas. Jika ampunan menghapus dosa dan akibat buruknya, maka rahmat adalah curahan kebaikan dan anugerah setelahnya. Dengan rahmat-Nya, kita bisa beribadah. Dengan rahmat-Nya, kita diberi nikmat. Dengan rahmat-Nya, kita akan dimasukkan ke dalam surga. Bahkan amal ibadah kita tidak cukup untuk membeli surga; kita masuk surga semata-mata karena rahmat Allah. Meminta rahmat adalah meminta agar seluruh hidup kita diliputi oleh kasih sayang dan pertolongan-Nya.

3. Wajburnii (Dan cukupkanlah kekuranganku / perbaikilah keadaanku)

Kata "jabr" memiliki makna yang sangat kaya. Ia berarti menambal yang retak, memperbaiki yang rusak, mencukupkan yang kurang, dan mengobati yang sakit. Dalam permohonan ini, kita meminta Allah untuk memperbaiki segala aspek kehidupan kita. Kita meminta agar Allah menutupi kekurangan kita, baik dalam hal iman, amal, harta, maupun kesehatan. Kita memohon agar Allah "memaksa" kita ke jalan yang benar ketika kita lemah. Ini adalah doa penyerahan diri, mengakui bahwa diri kita ini rapuh dan penuh kekurangan, dan hanya Allah, Sang Al-Jabbar (Yang Maha Perkasa, Yang Memperbaiki), yang bisa menyempurnakannya.

4. Warfa'nii (Dan angkatlah derajatku)

Permohonan ini adalah untuk meminta peningkatan kualitas dan derajat. Bukan hanya derajat di mata manusia, seperti pangkat atau jabatan, tetapi yang lebih penting adalah derajat di sisi Allah SWT. Kita memohon agar Allah mengangkat derajat kita melalui ilmu yang bermanfaat, iman yang kokoh, amal yang diterima, dan akhlak yang mulia. Dengan diangkatnya derajat kita di sisi-Nya, maka kita akan menjadi mulia di dunia dan di akhirat. Ini adalah doa untuk kemajuan spiritual dan kehormatan sejati.

5. Warzuqnii (Dan berilah aku rezeki)

Rezeki (rizq) seringkali disalahartikan hanya sebatas uang atau harta. Padahal, konsep rezeki dalam Islam sangat luas. Rezeki adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi kita. Kesehatan adalah rezeki, keluarga yang harmonis adalah rezeki, teman yang saleh adalah rezeki, ilmu adalah rezeki, rasa aman adalah rezeki, dan puncaknya adalah iman dan hidayah. Dengan memohon "warzuqnii", kita meminta kepada Allah, Sang Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki), untuk mencurahkan segala bentuk kebaikan yang kita butuhkan untuk hidup di dunia dan meraih kebahagiaan di akhirat, terutama rezeki yang halal dan berkah.

6. Wahdinii (Dan berilah aku petunjuk)

Hidayah atau petunjuk adalah nikmat terbesar yang bisa diterima oleh seorang manusia. Tanpa hidayah, kita akan tersesat. Kita meminta hidayah dalam doa ini dalam dua bentuk: petunjuk menuju kebenaran (hidayah al-irsyad) dan petunjuk untuk bisa mengamalkan kebenaran tersebut (hidayah at-taufiq). Kita butuh petunjuk dalam setiap keputusan hidup, dalam setiap langkah yang kita ambil. Permohonan ini adalah pengakuan bahwa akal dan logika kita terbatas, dan kita senantiasa membutuhkan bimbingan ilahi agar tidak tergelincir dari jalan yang lurus (ash-shirathal mustaqim).

7. Wa'aafinii (Dan sehatkanlah aku / berilah aku 'afiyah)

Kata 'afiyah memiliki makna yang lebih luas dari sekadar "sehat". 'Afiyah adalah perlindungan total dari Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Ia mencakup kesehatan fisik dari penyakit, keselamatan dari segala musibah dan bencana, kesehatan rohani dari penyakit hati (seperti iri, dengki, dan sombong), serta keselamatan dari fitnah dan azab neraka. Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa setelah keyakinan (iman), tidak ada anugerah yang lebih baik daripada 'afiyah. Ini adalah doa untuk kesejahteraan dan keamanan yang paripurna.

8. Wa'fu 'annii (Dan maafkanlah kesalahanku)

Mungkin ada yang bertanya, apa bedanya dengan "ghfirlii" (ampunilah aku) di awal doa? Para ulama menjelaskan bahwa 'afw (maaf) memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari maghfirah (ampunan). Maghfirah berarti menutupi dosa sehingga tidak dihukum. Sedangkan 'afw berarti menghapus dosa itu seluruhnya dari catatan amal, seolah-olah dosa itu tidak pernah terjadi. Ini adalah puncak dari permohonan ampunan. Kita tidak hanya ingin dosa kita ditutupi, tetapi kita berharap dosa itu dihapus bersih tanpa jejak. Doa ini ditutup dengan permohonan maaf yang paling tinggi, sebagai puncak kerendahan hati seorang hamba.

Kesalahan-Kesalahan Umum yang Perlu Dihindari

Dalam mempraktikkan cara duduk di antara dua sujud, terdapat beberapa kesalahan umum yang sering terjadi, baik disadari maupun tidak. Menghindarinya akan menyempurnakan sholat kita.

  1. Tidak Tuma'ninah (Terlalu Cepat): Ini adalah kesalahan yang paling fatal karena dapat membatalkan sholat. Banyak orang bangkit dari sujud dan langsung turun untuk sujud lagi tanpa jeda yang cukup, tanpa menegakkan punggung dengan sempurna. Pastikan untuk duduk dengan tenang, punggung lurus, dan berdiam sejenak sebelum membaca doa dan melanjutkan ke sujud berikutnya.
  2. Posisi Kaki yang Salah: Kesalahan yang sering terjadi adalah tidak menegakkan kaki kanan dengan jari-jari menghadap kiblat, atau menduduki kedua kaki (bukan hanya kaki kiri). Memperhatikan detail posisi kaki ini adalah bagian dari meneladani sunnah Nabi ﷺ.
  3. Punggung Membungkuk: Saat duduk, punggung harus dalam posisi tegak lurus. Membungkuk saat duduk mengurangi kesempurnaan postur dan menunjukkan sikap yang kurang hormat.
  4. Tidak Membaca Doa: Sebagian orang mungkin hanya diam saat duduk di antara dua sujud. Meskipun sholatnya tetap sah selama ada tuma'ninah, ia telah kehilangan kesempatan emas untuk memanjatkan salah satu doa terbaik yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Dianjurkan untuk menghafal dan meresapi makna doa tersebut.
  5. Membaca Doa Terlalu Cepat: Membaca doa seperti komat-kamit tanpa jeda dan penghayatan akan mengurangi kualitas spiritualnya. Bacalah dengan tartil, lafal yang jelas, dan sambil merenungkan setiap permohonan yang kita panjatkan.

Kesimpulan: Momen Emas untuk Refleksi dan Doa

Duduk di antara dua sujud bukanlah sekadar jeda atau gerakan transisi biasa. Ia adalah rukun sholat yang agung, sebuah momen emas yang sarat dengan pelajaran tentang kerendahan hati, harapan, dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Dari postur iftirasy yang penuh adab, hingga untaian doa komprehensif yang mencakup seluruh hajat dunia dan akhirat, setiap detailnya dirancang untuk memperdalam hubungan spiritual kita.

Dengan memahami dan mempraktikkan cara duduk di antara dua sujud yang benar, lengkap dengan tuma'ninah dan penghayatan doa, kita tidak hanya menyempurnakan sholat kita secara fiqih, tetapi juga membuka pintu dialog yang lebih intim dengan Rabb semesta alam. Mari kita jadikan setiap momen duduk di antara dua sujud sebagai kesempatan untuk mengisi kembali bejana spiritual kita, memohon segala kebaikan, dan merasakan ketenangan yang hanya bisa didapat dari sholat yang khusyuk.

🏠 Kembali ke Homepage