Panduan Esensial untuk Memahami Hukum Permainan FIFA
Sepak bola, yang dikenal sebagai olahraga paling populer di dunia, tidak hanya sekadar pertunjukan keterampilan atletik, tetapi juga sebuah sistem yang diatur secara ketat oleh serangkaian hukum. Hukum-hukum ini, yang dikenal sebagai Laws of the Game, dikelola oleh International Football Association Board (IFAB). Memahami peraturan ini adalah kunci untuk menghargai kompleksitas dan keindahan strategis yang melekat dalam setiap pertandingan.
Meskipun secara resmi terdapat 17 hukum permainan yang rinci, kami telah merangkum inti dari aturan-aturan tersebut menjadi 10 pilar utama yang paling sering menentukan alur, hasil, dan disiplin dalam sebuah pertandingan. Eksplorasi mendalam ini akan mengupas tuntas detail prosedural, interpretasi modern, dan filosofi di balik setiap peraturan, memberikan pemahaman komprehensif bagi penggemar, pemain, maupun wasit.
Peraturan ini menggabungkan tiga hukum awal yang mengatur lingkungan fisik pertandingan: Lapangan (Law 1), Bola (Law 2), dan Perlengkapan Pemain (Law 4). Ketiganya memastikan konsistensi dan keamanan mutlak sebelum permainan dapat dimulai. Tanpa lapangan yang standar, bola yang sesuai, dan perlengkapan yang aman, keadilan kompetisi akan terganggu secara fundamental.
Lapangan harus berbentuk persegi panjang. Untuk pertandingan internasional, panjang lapangan harus berkisar antara 100 hingga 110 meter, dan lebarnya antara 64 hingga 75 meter. Standarisasi ini penting karena memengaruhi strategi tim, mulai dari seberapa efektifnya taktik garis tinggi hingga seberapa cepat bola dapat ditransfer dari satu sisi ke sisi lain. Lapangan yang terlalu sempit akan menguntungkan tim yang mengandalkan umpan silang dan fisik, sementara lapangan yang terlalu lebar akan menuntut daya tahan fisik yang ekstrem dari para pemain sayap.
Setiap garis lapangan harus memiliki lebar yang sama, tidak melebihi 12 cm. Garis-garis ini merupakan bagian dari area yang mereka batasi; sebagai contoh, bola yang menyentuh garis batas lapangan (garis gawang atau garis sentuh) masih dianggap dalam permainan. Ini adalah detail penting yang sering disalahpahami oleh penonton. Area penalti, yang berjarak 16,5 meter dari tiang gawang, adalah zona paling krusial. Pelanggaran yang dilakukan di area ini akan diganjar dengan tendangan penalti, sebuah hukuman yang memiliki probabilitas gol tertinggi dalam sepak bola. Oleh karena itu, semua pemain bertahan dilatih secara intensif untuk menghindari kontak ilegal di zona sensitif ini.
Peraturan mengenai bola sangat ketat demi menjaga integritas permainan. Bola harus terbuat dari bahan yang sesuai, memiliki lingkar antara 68 hingga 70 cm, dan berat antara 410 hingga 450 gram pada awal pertandingan. Tekanan udara internal juga harus berada dalam kisaran yang ditentukan. Perubahan kecil pada spesifikasi bola, seperti yang terjadi pada turnamen besar (misalnya, Jabulani pada 2010), sering memicu kontroversi karena dapat mengubah dinamika tendangan, putaran, dan pantulan bola, yang secara langsung memengaruhi kinerja kiper dan penendang jarak jauh.
Perlengkapan pemain diatur terutama untuk keamanan. Perlengkapan dasar yang wajib adalah kaus (jersey), celana pendek, kaus kaki, pelindung tulang kering (shin guard), dan sepatu. Pelindung tulang kering adalah komponen keselamatan yang wajib, dan harus tertutup sepenuhnya oleh kaus kaki. Tanpa pelindung ini, pemain dilarang berpartisipasi. Wasit memiliki hak mutlak untuk memeriksa perlengkapan pemain sebelum memasuki lapangan.
Peraturan juga melarang penggunaan perhiasan (kalung, anting, gelang) dan segala jenis benda yang dinilai berbahaya bagi diri sendiri atau pemain lain. Ini mencerminkan filosofi IFAB bahwa keselamatan pemain adalah prioritas utama. Bahkan pita perekat atau plester yang digunakan harus memiliki warna yang sama dengan kaus kaki atau kaus, menunjukkan tingkat detail yang ekstrem dalam memastikan tidak ada elemen yang mengalihkan perhatian atau melanggar estetika keseragaman tim. Pelanggaran terhadap peraturan perlengkapan sering kali mengakibatkan pemain harus meninggalkan lapangan untuk menyesuaikan perlengkapannya, yang berpotensi merugikan timnya secara taktis.
Pentingnya konsistensi dalam Lapangan, Bola, dan Perlengkapan tidak dapat diabaikan. Ketiga elemen ini adalah fondasi fisik yang memungkinkan miliaran orang di seluruh dunia memainkan olahraga yang sama dengan aturan yang seragam. Setiap penyimpangan sekecil apapun dari standar ini dapat membuka peluang bagi ketidakadilan dan cedera, itulah sebabnya Law 1, 2, dan 4 harus dipatuhi dengan sangat serius oleh setiap asosiasi sepak bola, dari tingkat amatir hingga profesional tertinggi. Wasit bertindak sebagai penjaga gerbang untuk memastikan lingkungan permainan yang ideal dan adil secara fisik.
Peraturan ini (Law 3) mengatur mengenai komposisi tim dan dinamika pergantian pemain. Setiap pertandingan harus dimainkan oleh dua tim, masing-masing tidak boleh lebih dari sebelas pemain, termasuk satu penjaga gawang. Ini adalah komposisi standar yang telah menjadi ciri khas sepak bola modern sejak awal abad ke-20. Jika sebuah tim memiliki kurang dari tujuh pemain, pertandingan harus dihentikan atau tidak boleh dimulai. Batasan minimal ini penting untuk menjaga keseimbangan kompetitif dan mencegah tim sengaja melemahkan diri mereka.
Secara historis, jumlah substitusi sangat terbatas. Namun, dalam era modern, terutama setelah adanya penyesuaian terkait pandemi, jumlah pergantian pemain yang diperbolehkan dalam pertandingan kompetitif telah meningkat dari tiga menjadi lima pemain per tim. Perubahan ini dilakukan untuk mengurangi risiko cedera yang disebabkan oleh jadwal padat dan untuk menjaga kesejahteraan pemain. Namun, perlu dicatat bahwa lima pergantian ini harus dilakukan dalam maksimal tiga ‘slot’ waktu, tidak termasuk pergantian yang dilakukan saat jeda babak. Aturan ‘tiga slot’ ini dibuat untuk mencegah pemborosan waktu yang berlebihan dan menjaga ritme permainan tetap dinamis.
Substitusi bukanlah proses yang sembarangan. Seorang pemain pengganti hanya boleh memasuki lapangan setelah pemain yang diganti meninggalkan lapangan, dan hanya setelah mendapatkan izin dari wasit. Masuknya pemain harus dilakukan dari garis tengah (garis sentuh), bukan dari sudut lapangan, untuk menjaga ketertiban. Pelanggaran terhadap prosedur ini, misalnya jika pemain yang diganti menolak keluar, dapat menghasilkan kartu kuning. Jika pemain pengganti masuk tanpa izin, permainan dihentikan, pemain tersebut akan mendapat kartu kuning, dan permainan dilanjutkan dengan tendangan bebas tidak langsung di tempat pemain pengganti tersebut masuk.
Peraturan ini juga secara eksplisit menyoroti peran penjaga gawang. Jika penjaga gawang cedera atau dikeluarkan, ia harus diganti oleh salah satu pemain yang ada di lapangan atau oleh pemain pengganti yang sah. Jika seorang pemain di lapangan mengambil alih posisi kiper, ia harus mengenakan seragam kiper yang berbeda warnanya dari rekan setimnya dan tim lawan. Perubahan posisi ini harus diinformasikan kepada wasit, yang akan memastikan keabsahannya. Mengubah kiper tanpa memberi tahu wasit dapat mengakibatkan sanksi disipliner di kemudian hari.
Salah satu skenario kritis yang diatur dalam Law 3 adalah keberadaan orang tambahan di lapangan. Jika pemain tambahan, baik pemain pengganti, pemain yang dikeluarkan, atau ofisial tim, masuk ke lapangan dan mengintervensi permainan atau gol dicetak saat mereka berada di lapangan, gol tersebut mungkin dianulir, dan sanksi disipliner yang berat akan diberikan. Hukum ini dirancang untuk memastikan bahwa hanya 22 pemain yang berhak yang secara aktif memengaruhi hasil pertandingan.
Tingkat detail dalam Law 3 ini mencerminkan komitmen terhadap keadilan numerik dan manajemen pergantian pemain yang efisien. Dalam sepak bola modern, di mana kedalaman skuat sangat krusial, manajemen substitusi oleh pelatih menjadi sebuah seni taktis yang diatur secara ketat oleh regulasi IFAB. Kegagalan mematuhi prosedur penggantian dapat merusak keuntungan taktis yang ingin dicapai pelatih dan berujung pada kerugian waktu dan sanksi yang tidak perlu.
Wasit (Law 5) adalah otoritas tertinggi di lapangan, dan keputusannya mengenai fakta yang berkaitan dengan permainan, termasuk apakah gol dicetak dan hasil pertandingan, bersifat final. Kekuasaan ini adalah pilar utama yang menjaga ketertiban dalam olahraga yang penuh gairah dan kecepatan tinggi ini. Wasit adalah pelaksana hukum permainan dan memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap aspek pertandingan dimainkan sesuai dengan regulasi.
Tugas utama wasit mencakup menghentikan, menunda, atau mengakhiri pertandingan karena pelanggaran terhadap Hukum, karena gangguan eksternal, atau karena kondisi lapangan yang berbahaya (misalnya, hujan lebat atau penerangan yang buruk). Wasit juga wajib memelihara catatan waktu permainan dan memastikan bahwa setiap babak berlangsung sesuai durasi yang ditentukan.
Wasit memiliki kekuatan diskresioner yang sangat luas. Misalnya, wasit dapat menerapkan Aturan Keuntungan (Advantage Rule), yang berarti jika pelanggaran terjadi tetapi memberi tendangan bebas akan merugikan tim yang dilanggar karena mereka memiliki peluang mencetak gol yang lebih baik, wasit dapat membiarkan permainan berlanjut. Keputusan ini memerlukan penilaian cepat dan akurat, serta pemahaman situasional yang mendalam. Penggunaan aturan keuntungan yang tepat adalah tanda wasit berkualitas tinggi, sedangkan penggunaan yang salah dapat memicu protes dan mengganggu alur pertandingan.
Salah satu aspek paling penting dari tugas wasit adalah mengendalikan disiplin pemain. Wasit memiliki hak untuk mengambil tindakan disipliner mulai dari saat ia memasuki lapangan untuk inspeksi pra-pertandingan hingga ia meninggalkan lapangan setelah peluit akhir. Tindakan disipliner ini mencakup pemberian peringatan (kartu kuning) atau pengusiran (kartu merah) kepada pemain dan ofisial tim. Pengusiran harus dilakukan untuk pelanggaran berat seperti kekerasan, meludahi lawan, atau mencegah peluang mencetak gol yang jelas dan nyata (DOGSO) melalui pelanggaran yang tidak dapat dimainkan bola.
Wasit harus mampu menjelaskan, jika diminta oleh otoritas kompetisi, alasan di balik keputusan disipliner yang diberikan. Kekuatan kartu merah, khususnya, adalah demonstrasi kekuasaan wasit yang paling nyata, dan ini secara instan mengubah dinamika strategis pertandingan, memaksa tim yang dihukum untuk bermain dengan 10 pemain atau kurang.
Wasit dibantu oleh Asisten Wasit (AW) atau hakim garis, yang tugas utamanya adalah mengindikasikan ketika bola telah keluar dari permainan, tim mana yang berhak atas tendangan sudut, tendangan gawang, atau lemparan ke dalam, dan yang paling krusial, membantu menentukan posisi offside. Dalam pertandingan tingkat tinggi, juga ada Asisten Wasit Keempat dan asisten tambahan di dekat gawang.
Dengan diperkenalkannya Video Assistant Referee (VAR), peran wasit utama kini diperluas untuk mencakup komunikasi dengan tim VAR. Meskipun VAR tidak menggantikan kekuasaan wasit di lapangan, ia berfungsi sebagai jaring pengaman untuk kesalahan yang jelas dan nyata (clear and obvious errors) atau insiden serius yang terlewatkan. VAR hanya dapat mengintervensi empat jenis keputusan: gol/tidak gol, penalti/tidak penalti, kartu merah langsung, dan kesalahan identitas pemain. Proses peninjauan VAR yang tepat harus memakan waktu minimal dan dilakukan dengan transparansi, menekankan bahwa keputusan final tetap ada di tangan wasit yang ada di lapangan setelah meninjau monitor (On-Field Review).
Law 7 menetapkan bahwa pertandingan standar terdiri dari dua babak, masing-masing berdurasi 45 menit. Di antara kedua babak tersebut, terdapat jeda istirahat yang tidak boleh melebihi 15 menit. Durasi yang ditetapkan ini adalah standar global yang memastikan bahwa kondisi fisik dan mental tim diuji secara merata dalam kerangka waktu yang universal.
Waktu 45 menit hanyalah waktu bermain bersih yang diharapkan. Kenyataannya, wasit memiliki kewajiban untuk "mengganti" waktu yang hilang karena insiden-insiden seperti substitusi, penilaian dan penanganan cedera pemain, membuang-buang waktu yang disengaja, sanksi disipliner (kartu), atau peninjauan VAR. Proses penambahan waktu ini dikenal sebagai Added Time atau waktu tambahan.
Secara tradisional, wasit sering kali hanya menambahkan waktu minimal. Namun, interpretasi modern, terutama yang ditekankan oleh IFAB baru-baru ini, menuntut akurasi yang lebih tinggi, di mana wasit harus secara cermat mencatat setiap detik yang hilang. Misalnya, setiap substitusi umumnya dihitung sebagai 30 detik waktu hilang. Perayaan gol, yang sering memakan waktu lama, juga harus sepenuhnya dihitung sebagai waktu hilang. Tujuannya adalah untuk meningkatkan persentase waktu bola dalam permainan dan mencegah tim yang unggul memanfaatkan pemborosan waktu secara strategis.
Ketika waktu normal 45 menit (ditambah waktu tambahan) berakhir, wasit meniup peluit akhir. Namun, ada satu pengecualian penting: jika tendangan penalti diberikan tepat sebelum waktu berakhir, waktu harus diperpanjang untuk memungkinkan tendangan tersebut diselesaikan. Artinya, tendangan penalti adalah satu-satunya tindakan permainan yang dapat terjadi setelah peluit akhir babak dibunyikan.
Dalam pertandingan sistem gugur (knockout), jika skor tetap imbang setelah waktu reguler, biasanya akan dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu (extra time). Perpanjangan waktu terdiri dari dua babak tambahan, masing-masing berdurasi 15 menit. Jika hasil masih imbang setelah perpanjangan waktu, pertandingan akan diselesaikan melalui adu penalti (Penalty Shoot-out), yang secara teknis bukan bagian dari pertandingan itu sendiri, tetapi merupakan metode untuk menentukan pemenang kompetisi.
Manajemen waktu yang efektif oleh wasit adalah fundamental. Pertandingan yang dihentikan terlalu dini atau terlalu lama akan menimbulkan kontroversi. Pemain dan pelatih sering kali protes keras terhadap waktu tambahan, karena ini dapat menjadi momen paling krusial di mana tim yang kelelahan kehilangan konsentrasi, memungkinkan gol penyama kedudukan atau gol kemenangan di menit-menit akhir. Law 7 memastikan bahwa total 90 menit bermain, ditambah kompensasi yang adil untuk waktu yang terbuang, adalah standar yang harus dipenuhi.
Peraturan ini, yang mencakup Law 8 dan Law 10 (Mencetak Gol), mengatur bagaimana pertandingan dimulai dan bagaimana permainan dilanjutkan setelah jeda, serta bagaimana gol yang sah didefinisikan. Kejelasan dalam prosedur memulai dan melanjutkan permainan sangat penting untuk memastikan tidak ada keuntungan yang tidak adil saat bola kembali dimainkan.
Pertandingan dimulai dengan kick-off. Sebelum pertandingan, diadakan undian koin; tim yang menang berhak memilih gawang mana yang akan diserang di babak pertama, sementara tim yang kalah melakukan kick-off. Di babak kedua, tim bertukar gawang dan tim yang memilih gawang di babak pertama kini melakukan kick-off.
Untuk kick-off, semua pemain harus berada di setengah lapangan mereka sendiri, dan lawan dari tim yang melakukan kick-off harus berada setidaknya 9,15 meter (10 yard) dari bola, sampai bola berada dalam permainan (yaitu, telah ditendang dan bergerak dengan jelas). Bola harus berada di titik tengah. Aturan modern mengizinkan bola ditendang ke depan, belakang, atau samping, dan gol dapat dicetak langsung dari kick-off ke gawang lawan, meskipun ini jarang terjadi.
Jika permainan dihentikan karena suatu alasan yang tidak dicakup oleh aturan, seperti cedera serius atau gangguan eksternal, permainan akan dilanjutkan dengan Drop Ball. Aturan drop ball telah mengalami perubahan signifikan untuk menghilangkan sifat 'kompetitif' dan membuatnya lebih adil. Saat ini, drop ball hanya diberikan kepada satu pemain dari tim yang terakhir kali menyentuh bola di titik tempat bola disentuh. Semua pemain lain, termasuk pemain lawan, harus berada setidaknya 4 meter jauhnya. Jika permainan dihentikan di dalam area penalti, drop ball selalu diberikan kepada penjaga gawang.
Gol yang sah (Law 10) adalah esensi dari permainan. Gol dicetak ketika seluruh bola melewati garis gawang, antara tiang gawang dan di bawah mistar gawang, asalkan tim penyerang tidak melanggar Laws of the Game saat atau segera sebelum mencetak gol. Frasa "seluruh bola melewati garis" sangat penting, dan inilah mengapa teknologi garis gawang (Goal-Line Technology) diadopsi di liga-liga profesional; untuk mengatasi keraguan sekecil apapun mengenai apakah bola telah sepenuhnya melewati garis. Jika hanya sebagian kecil bola yang berada di atas garis, gol tidak dihitung.
Law 10 juga secara tidak langsung mengacu pada validitas gol terkait pelanggaran. Jika gol dicetak, tetapi wasit menemukan bahwa ada pemain cadangan yang tidak sah masuk ke lapangan dan mengintervensi, atau pemain melakukan pelanggaran yang menghasilkan kartu merah sesaat sebelum gol, gol tersebut dapat dianulir, dan permainan dilanjutkan dengan tendangan bebas atau penalti sesuai dengan sifat pelanggaran.
Memulai kembali permainan dengan benar sangat penting. Kesalahan prosedural, seperti pemain yang terlalu dekat saat kick-off atau wasit memberikan drop ball yang salah, dapat menyebabkan pengulangan proses. Integritas hasil pertandingan sangat bergantung pada kepatuhan yang ketat terhadap Law 8 dan 10.
Law 9 adalah salah satu hukum paling singkat, namun dampaknya sangat besar terhadap ritme permainan. Aturan ini mendefinisikan secara pasti kapan bola dianggap "keluar dari permainan" dan kapan ia "dalam permainan." Sepak bola adalah olahraga yang kontinu, dan periode ketika bola keluar dari permainan sering kali digunakan oleh tim untuk mengatur ulang pertahanan atau merencanakan serangan berikutnya.
Bola dianggap keluar dari permainan (Bola Mati) hanya dalam dua kondisi:
Perhatikan kembali frasa "seluruh bola." Jika bola berada di udara tetapi bayangan bolanya masih menyentuh garis, bola masih dalam permainan. Keputusan ini sering kali menjadi momen kritis di dekat gawang atau saat lemparan ke dalam. Asisten wasit bertugas untuk memantau garis batas ini dengan ketelitian ekstrem.
Sebaliknya, bola dianggap dalam permainan (Bola Hidup) di semua waktu lain, termasuk ketika:
Modifikasi terbaru mengenai kontak bola dengan wasit sangat penting. Dulu, wasit dianggap sebagai "tiang gawang hidup," dan kontak bola dengannya tidak memengaruhi status permainan. Namun, jika bola memantul dari wasit dan langsung menghasilkan gol atau memulai serangan berbahaya bagi tim lawan, Law 9 sekarang menuntut wasit menghentikan permainan dan melakukan drop ball, demi menjaga keadilan, karena wasit seharusnya bersifat netral dan tidak memengaruhi pergerakan taktis bola.
Memahami Law 9 menentukan kapan pemain harus berhenti bermain, dan kapan mereka harus terus berjuang. Kesalahan sekecil apapun oleh seorang pemain yang berasumsi bola telah keluar dapat berakibat fatal, memberikan keuntungan bagi lawan. Ini menegaskan bahwa permainan selalu hidup kecuali ada bukti visual yang jelas bahwa bola telah sepenuhnya melewati garis batas yang ditentukan.
Peraturan Offside (Law 11) adalah hukum yang paling kompleks dan paling sering memicu perdebatan. Tujuan fundamental dari offside adalah untuk mencegah pemain penyerang berlama-lama di dekat gawang lawan menunggu umpan, memastikan bahwa permainan tetap bergerak ke depan dan menuntut kerja sama tim yang terstruktur.
Seorang pemain berada dalam posisi offside jika ketika bola dimainkan oleh rekan setimnya, ia berada:
Tidak ada offside jika pemain berada sejajar dengan pemain lawan kedua terakhir, atau sejajar dengan bola. Kriteria 'sejajar' di sini sangat ketat dan sering kali memerlukan teknologi VAR untuk menentukannya, terutama untuk anggota tubuh. Peraturan IFAB menyatakan bahwa tangan dan lengan tidak dihitung; offside dihitung dari bagian tubuh manapun yang dapat mencetak gol (kaki, kepala, badan).
Berada dalam posisi offside saja tidak ilegal. Pelanggaran offside baru terjadi jika pemain yang berada dalam posisi offside tersebut mengambil bagian aktif dalam permainan. Intervensi aktif dibagi menjadi tiga kategori utama:
Jika terjadi pelanggaran offside, wasit memberikan tendangan bebas tidak langsung kepada tim lawan di tempat terjadinya pelanggaran. Perdebatan utama dalam offside sering kali terletak pada interpretasi 'mengintervensi lawan'—misalnya, apakah kehadiran pemain offside secara pasif memengaruhi keputusan kiper? Interpretasi ini terus berkembang, tetapi umumnya, pemain harus membuat gerakan atau aksi yang jelas dan nyata untuk dianggap aktif.
Aturan pengecualian offside juga penting: tidak ada offside yang dapat dipanggil jika pemain menerima bola langsung dari lemparan ke dalam, tendangan gawang, atau tendangan sudut. Pengecualian ini mempromosikan strategi bola mati dan memungkinkan bola dimainkan ke depan dari posisi yang lebih dalam tanpa khawatir offside. Law 11, meskipun rumit, adalah instrumen keadilan taktis yang memaksa tim untuk mempertahankan garis pertahanan yang terorganisir dan memaksa pemain penyerang untuk waktu yang tepat (timing) dalam berlari.
Hukum Offside telah menjadi subjek perubahan reguler. Perubahan seperti kriteria "sejajar berarti onside" dan kriteria intervensi pasif vs. aktif telah membantu memperjelas penerapan, namun peran asisten wasit tetap vital dalam membuat keputusan dalam hitungan detik. Dengan bantuan teknologi, diharapkan keputusan offside yang paling tipis sekalipun dapat dipertimbangkan dengan akurasi maksimal, meskipun kontroversi interpretatif akan selalu ada dalam Law 11 ini.
Law 12 adalah jantung dari penegakan disiplin dalam sepak bola. Ini mencakup semua tindakan yang dianggap ilegal atau tidak sportif, dan menentukan hukuman yang sesuai, mulai dari tendangan bebas sederhana hingga pengusiran dari lapangan. Hukum ini memastikan keselamatan pemain dan menjaga moralitas permainan.
Ada sepuluh jenis pelanggaran yang, jika dilakukan oleh pemain dengan kecerobohan (careless), ceroboh berlebihan (reckless), atau kekuatan berlebihan (excessive force), akan menghasilkan tendangan bebas langsung. Pelanggaran DFK terjadi ketika pemain:
Interpretasi mengenai 'kecerobohan' adalah kunci. Kecerobohan (Careless) berarti pemain bertindak tanpa hati-hati dan menghasilkan DFK. Ceroboh Berlebihan (Reckless) berarti pemain bertindak tanpa memperhatikan bahaya bagi lawan, yang menghasilkan DFK dan Kartu Kuning (peringatan). Kekuatan Berlebihan (Excessive Force) berarti pemain menggunakan kekuatan jauh di atas batas wajar, menghasilkan DFK dan Kartu Merah (pengusiran).
Jika salah satu dari sepuluh pelanggaran DFK di atas dilakukan oleh pemain bertahan di dalam area penaltinya sendiri, tim penyerang akan diberikan Tendangan Penalti (Penalty Kick). Ini adalah hukuman paling berat dalam permainan, dan karenanya, pemain bertahan harus sangat berhati-hati dalam setiap gerakan mereka di dalam kotak 16,5 meter.
Pelanggaran IFK adalah pelanggaran yang kurang serius, seperti: menghalangi kemajuan lawan tanpa kontak (impeding), mencoba menghalangi pelepasan bola oleh kiper, atau pelanggaran yang melibatkan kiper (misalnya, kiper memegang bola lebih dari enam detik, atau kiper menyentuh bola dengan tangan setelah dilemparkan kepadanya oleh rekan setim). Selain itu, semua pelanggaran teknis yang berkaitan dengan penundaan permainan atau perilaku yang tidak sportif yang tidak termasuk DFK juga dihukum dengan IFK.
Law 12 secara ketat mengatur tindakan disipliner terkait pencegahan peluang mencetak gol.
Aturan ini telah disempurnakan untuk insiden di area penalti: jika pelanggaran di dalam kotak penalti adalah upaya sah untuk memainkan bola, sanksinya adalah penalti tetapi hanya Kartu Kuning (bukan Kartu Merah). Namun, jika pelanggaran itu berupa menahan, mendorong, atau menyentuh tangan yang disengaja, sanksinya tetap Kartu Merah karena itu bukan 'upaya sah' untuk bermain bola.
Law 12 adalah kompendium moralitas dan keselamatan sepak bola. Detail yang berlebihan mengenai kontak tangan, tantangan bahaya, dan manajemen DOGSO dan SPA memastikan bahwa meskipun permainan tetap cepat dan fisik, keselamatan dan keadilan selalu dipertahankan di bawah pengawasan ketat wasit.
Law 13 (Tendangan Bebas) dan Law 14 (Tendangan Penalti) adalah prosedur yang mengatur bagaimana permainan dilanjutkan setelah terjadinya pelanggaran. Kedua metode restart ini sangat krusial, karena sering kali menjadi peluang terbaik bagi tim untuk mencetak gol atau setidaknya menciptakan tekanan berbahaya.
Perbedaan mendasar adalah hasil akhirnya. Gol dapat dicetak langsung dari DFK, tetapi tidak dari IFK. Untuk IFK, bola harus menyentuh pemain lain (rekan setim atau lawan) sebelum gol dapat dicetak. Wasit mengindikasikan IFK dengan mengangkat tangan lurus ke atas dan menahannya sampai bola dimainkan atau meninggalkan lapangan. Jika gol dicetak langsung dari IFK tanpa sentuhan kedua, wasit akan memberikan tendangan gawang.
Untuk kedua jenis tendangan bebas, semua lawan harus berada minimal 9,15 meter (10 yard) dari bola sampai bola berada dalam permainan. Jarak 9,15 meter ini diukur dengan presisi, dan wasit berhak menggunakan busa semprot (vanishing spray) untuk menandai jarak ini, memastikan tidak ada pemain yang mencuri jarak. Jika tim bertahan membentuk ‘dinding’ (wall), anggota tim penyerang tidak diizinkan untuk berdiri di dalam atau terlalu dekat dengan dinding tersebut; mereka harus menjaga jarak minimal 1 meter. Pelanggaran terhadap jarak ini dapat menghasilkan tendangan bebas ulang atau kartu kuning.
Tendangan penalti adalah situasi satu lawan satu antara penendang dan kiper. Penalti diberikan untuk pelanggaran DFK yang dilakukan di area penalti. Prosedur penalti sangat formal:
Pelanggaran prosedur penalti (entah oleh kiper, penendang, atau pemain lain) dapat mengakibatkan berbagai skenario, termasuk pengulangan tendangan, jika gol dicetak, atau tendangan bebas tidak langsung untuk tim bertahan, jika gol tidak dicetak. Misalnya, jika kiper bergerak terlalu jauh dari garis dan berhasil menyelamatkan tendangan, tendangan harus diulang. Prosedur yang sangat rinci ini memastikan bahwa penalti adalah hukuman yang adil dan konsisten.
Law 13 dan 14 menyoroti pentingnya detail prosedural dalam momen tekanan tinggi. Kegagalan untuk mengikuti persyaratan jarak atau pergerakan kiper yang ilegal dapat secara harfiah menentukan hasil pertandingan, menekankan tanggung jawab wasit untuk menegakkan setiap inci dari hukum ini.
Peraturan penutup ini merangkum tiga metode restart permainan yang paling umum, yang terjadi ketika bola melewati garis sentuh atau garis gawang, yang mencakup Law 15 (Lemparan ke Dalam), Law 16 (Tendangan Gawang), dan Law 17 (Tendangan Sudut). Metode-metode ini adalah elemen vital dalam strategi taktis tim, mengubah situasi bola mati menjadi peluang serangan atau pertahanan.
Lemparan ke dalam diberikan kepada lawan dari pemain yang terakhir kali menyentuh bola sebelum bola sepenuhnya melewati garis sentuh (di darat atau di udara). Prosedur yang benar untuk lemparan ke dalam sangat spesifik dan wajib diikuti:
Pemain lawan harus menjaga jarak minimal 2 meter dari titik lemparan. Pelanggaran teknis pada saat lemparan ke dalam, seperti tidak menggunakan kedua tangan atau mengangkat kaki, mengakibatkan lemparan ke dalam diberikan kepada tim lawan. Yang terpenting, pemain tidak dapat offside langsung dari lemparan ke dalam, menjadikannya alat strategis yang kuat untuk serangan cepat di dekat area lawan.
Tendangan gawang diberikan ketika seluruh bola melewati garis gawang, setelah terakhir disentuh oleh pemain penyerang, dan gol tidak tercipta. Tendangan gawang diambil dari mana saja di dalam area gawang (kotak 5,5 meter). Semua lawan harus tetap berada di luar area penalti sampai bola berada dalam permainan.
Perubahan aturan modern mengizinkan bola menjadi 'dalam permainan' segera setelah ditendang dan bergerak, bahkan jika bola masih berada di dalam area penalti. Sebelumnya, bola harus keluar dari kotak 16,5 meter terlebih dahulu, yang sering kali menyebabkan tendangan gawang diulang. Perubahan ini bertujuan untuk mempercepat permainan dan memungkinkan pembangunan serangan dari belakang oleh tim kiper dan bek.
Tendangan sudut diberikan ketika seluruh bola melewati garis gawang, setelah terakhir disentuh oleh pemain bertahan, dan gol tidak tercipta. Tendangan sudut adalah salah satu peluang mencetak gol bola mati yang paling efektif, menuntut konsentrasi tinggi dari kedua tim. Bola harus diletakkan di dalam busur sudut terdekat, dan tiang bendera tidak boleh dipindahkan.
Sama seperti tendangan bebas, pemain lawan harus menjaga jarak minimal 9,15 meter dari busur sudut sampai bola berada dalam permainan. Tendangan sudut adalah situasi yang sangat taktis; tim penyerang sering menggunakan blok dan pergerakan terencana, sementara tim bertahan mengandalkan marking zona atau marking individu. Gol dapat dicetak langsung dari tendangan sudut (disebut 'gol olímpico').
Ketiga metode restart ini, Lemparan ke Dalam, Tendangan Gawang, dan Tendangan Sudut, menyediakan struktur yang teratur untuk melanjutkan permainan setelah interupsi batas. Kepatuhan yang tepat terhadap prosedur memastikan bahwa permainan terus mengalir secara adil, sementara juga memberikan kesempatan strategis bagi tim untuk memanfaatkan kelemahan lawan dalam pengaturan bola mati.
Keseluruhan 10 pilar peraturan sepak bola ini, yang sejatinya berasal dari 17 Laws of the Game yang mendalam, tidak hanya berfungsi sebagai serangkaian larangan dan kewajiban, tetapi juga sebagai kerangka filosofis yang menjamin persaingan yang adil, aman, dan konsisten. Setiap peraturan, mulai dari dimensi lapangan yang presisi hingga interpretasi nuansa offside yang kompleks, dirancang untuk menyeimbangkan antara fluiditas permainan yang menarik dan kebutuhan akan struktur dan ketertiban. Konsistensi dalam penerapan hukum oleh wasit di seluruh dunia adalah yang memungkinkan sepak bola mempertahankan statusnya sebagai olahraga global yang universal dipahami.
Seiring waktu, Hukum Permainan terus berevolusi, diuji oleh strategi dan taktik baru. Perubahan terbaru, seperti penyesuaian pada aturan handball dan prosedur restart, mencerminkan upaya IFAB untuk mengatasi ambiguitas dan meningkatkan keadilan. Memahami detail yang luar biasa dari setiap hukum adalah apresiasi tertinggi terhadap kerumitan yang mendasari olahraga sederhana ini. Sepak bola adalah tarian antara anarki yang kreatif dan aturan yang ketat, dan 10 peraturan ini adalah batasan yang menjaga keindahan tarian tersebut tetap utuh dan kompetitif.
Dengan pengetahuan mendalam ini, setiap penonton dapat melihat melampaui skor akhir dan mengapresiasi setiap keputusan wasit, setiap gerakan taktis, dan setiap momen di mana hukum permainan diuji hingga batasnya, menjadikan setiap pertandingan sepak bola pengalaman yang lebih kaya dan berharga.