Pendahuluan: Memahami Konsep Betang Pambelum
Betang, bagi masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan, bukanlah sekadar bangunan fisik; ia adalah manifestasi utuh dari filosofi kehidupan, sosial, dan spiritual yang telah diwariskan turun-temurun selama berabad-abad. Istilah Betang Pambelum secara harfiah merujuk pada Rumah Panjang (Betang) yang merupakan pusat dari ‘kehidupan’ (Pambelum). Pambelum mengandung makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar eksistensi; ia mencakup harmoni, keberlanjutan, dan semangat kebersamaan yang menjadi pilar utama identitas Dayak.
Rumah Betang mewakili pemukiman komunal di mana puluhan, bahkan ratusan, jiwa dari beberapa generasi dan keluarga dapat hidup di bawah satu atap yang membentang panjang. Struktur arsitekturalnya yang unik, selalu ditinggikan dari permukaan tanah, bukan hanya solusi adaptif terhadap lingkungan rawa atau ancaman binatang buas, melainkan juga simbol kedekatan antara dunia manusia (lantai rumah) dan dunia roh (atap dan tiang penyangga). Memahami Betang Pambelum adalah menyelami sistem nilai yang menempatkan keselarasan dengan alam dan persatuan komunitas di atas segala-galanya.
Inti Filosofi Pambelum: Harmoni dan Kehidupan Bersama
Konsep Pambelum tidak dapat dipisahkan dari alam yang mengelilingi Betang. Kehidupan yang harmonis memerlukan pemahaman mendalam tentang siklus hutan, sungai, dan langit. Setiap penghuni Betang memiliki tanggung jawab kolektif terhadap sumber daya alam yang memastikan keberlanjutan hidup. Pambelum menekankan bahwa individu hanya dapat bertahan jika komunitasnya kuat, dan komunitas hanya dapat kuat jika alamnya terjaga. Ini adalah ekologi sosial yang terinstitusionalisasi dalam bentuk arsitektur dan hukum adat.
Di dalam lingkungan Betang Pambelum, tidak dikenal istilah privasi dalam pengertian modern yang terisolasi. Ruang komunal adalah dominan. Seluruh aktivitas, mulai dari bercocok tanam, berburu, hingga upacara adat, diatur oleh konsensus kolektif. Sistem ini memastikan distribusi sumber daya yang adil dan meminimalisir konflik internal, menjadikannya model kehidupan berkelanjutan yang relevan hingga saat ini, meskipun tantangan modern terus mendera.
Arsitektur Betang: Struktur Fisik dan Makna Kosmologis
Kajian mendalam terhadap arsitektur Betang mengungkap bahwa setiap detail pembangunan memiliki resonansi filosofis dan adaptasi lingkungan yang luar biasa. Material utamanya selalu kayu ulin (kayu besi) yang terkenal akan ketahanannya terhadap cuaca ekstrem dan serangan rayap. Pemilihan material ini bukan semata-mata karena ketersediaan, melainkan karena nilai daya tahannya yang melambangkan keabadian dan keteguhan adat.
Dimensi dan Skala Komunal
Sebuah Betang Pambelum bisa mencapai panjang lebih dari 100 meter, tergantung pada jumlah keluarga yang mendiaminya. Betang yang sangat besar bahkan tercatat memiliki panjang hingga 150 meter. Lebarnya bervariasi, umumnya antara 10 hingga 30 meter. Dimensi yang masif ini menegaskan fungsi utamanya sebagai pusat kehidupan sosial yang tunggal. Tidak ada pemisahan struktural yang signifikan; segala sesuatu terhubung, mencerminkan semangat Dayak yang tidak mengenal sekat dalam berinteraksi sosial.
Tiang Penyangga dan Ruang Bawah (Lunuk)
Betang selalu didirikan di atas tiang-tiang tinggi, seringkali mencapai ketinggian 3 hingga 5 meter dari tanah. Fungsi ketinggian ini sangat pragmatis: melindungi dari banjir musiman yang kerap melanda sungai-sungai besar Kalimantan, menghindari serangan binatang buas, dan menyediakan ventilasi alami. Ruang di bawah Betang, yang disebut lunuk atau kolong, memiliki fungsi tersendiri. Ini adalah area tempat memelihara ternak kecil, menyimpan kayu bakar, atau sebagai tempat bekerja yang terlindung dari hujan. Secara kosmologis, ruang kolong ini dianggap sebagai batas antara dunia bawah dan dunia tengah (tempat manusia berdiam).
Lantai, Dinding, dan Atap
Lantai Betang terbuat dari bilah-bilah kayu tebal yang disusun rapat. Dalam Betang Pambelum, lantai adalah penghubung utama. Di atas lantai tersebut, terbentanglah lorong panjang (disebut panti atau tanja) yang berfungsi sebagai jalan utama, area kerja komunal, tempat pertemuan adat, dan bahkan tempat upacara. Dinding bagian luar seringkali dihiasi dengan ukiran yang menceritakan mitologi atau sejarah keluarga, berfungsi sebagai catatan visual kolektif.
Atap Betang, yang biasanya berbentuk pelana curam dan terbuat dari sirap kayu ulin atau daun rumbia yang dianyam rapi, memainkan peran penting dalam sirkulasi udara dan perlindungan. Kerapatan atap menentukan kualitas kehidupan di dalamnya, melindungi dari panas terik dan curah hujan yang tinggi. Secara spiritual, atap dianggap sebagai perisai yang melindungi komunitas dari pengaruh roh jahat yang datang dari atas, sementara ujung-ujung atap sering dihiasi dengan ornamen kepala naga atau burung enggang sebagai penangkal dan simbol keagungan.
Pembagian Ruang Interior: Dari Komunal ke Personal
Meskipun Betang menekankan komunalitas, terdapat pembagian ruang yang jelas, meskipun fleksibel:
- Panti (Lorong Utama/Galeri Komunal): Ini adalah arteri utama Betang. Semua kegiatan publik, seperti pertemuan adat (musyawarah), penyambutan tamu, upacara pernikahan, dan ritual panen, dilakukan di sini. Lorong ini adalah simbol kebersamaan, tempat setiap penghuni bertemu dan berinteraksi setiap hari.
- Bilik Keluarga (Lamin/Kamar): Di sepanjang satu sisi Panti, terdapat bilik-bilik yang merupakan tempat tinggal privat setiap keluarga. Setiap bilik memiliki pintu sendiri yang langsung menghadap ke Panti. Bilik ini umumnya hanya digunakan untuk tidur dan menyimpan harta benda pribadi, menegaskan bahwa sebagian besar waktu hidup dihabiskan di ruang komunal.
- Dapur Komunal (Dapur Umum): Walaupun setiap keluarga memiliki dapur kecil di biliknya, seringkali Betang menyediakan dapur besar di ujung atau tengah yang digunakan untuk persiapan makanan dalam jumlah besar saat ada pesta atau upacara adat. Ini memperkuat kerja sama dalam hal logistik pangan.
- Patan (Teras Depan/Jemuran): Area terbuka di ujung Betang yang berfungsi sebagai tempat menjemur hasil panen, menganyam, atau tempat duduk santai di sore hari.
Sistematisasi ruang ini memastikan bahwa hak privasi keluarga dihormati (dalam bilik), namun tanggung jawab sosial dan interaksi kolektif tetap menjadi prioritas mutlak di Panti. Struktur ini adalah cerminan hukum adat yang mengatur kehidupan Betang Pambelum: keseimbangan antara kebutuhan individu dan kebutuhan komunitas.
Filosofi Pambelum: Kebersamaan, Keadilan, dan Adat
Filosofi Pambelum—hidup—adalah konsep yang mengikat seluruh etika dan moral masyarakat Betang. Konsep ini berakar pada prinsip Hapakat (kesepakatan) dan Haragu (menghargai). Kehidupan di Betang dikendalikan oleh sistem hukum adat yang kuat dan transparan, dipimpin oleh seorang Tetua Adat atau Kepala Betang (biasanya disebut Penyangking Betang atau Tumenggung).
Prinsip Dasar Hidup Komunal (Pambelum)
Betang Pambelum berfungsi sebagai miniatur negara. Keputusan diambil melalui musyawarah mufakat di Panti. Tidak ada keputusan yang dapat diberlakukan tanpa kesepakatan dari perwakilan keluarga. Hal ini menjamin bahwa setiap kebijakan yang diambil, terutama yang berkaitan dengan siklus tanam, perburuan, atau pertahanan, didukung oleh seluruh anggota komunitas.
Salah satu inti Pambelum adalah kewajiban untuk saling membantu (Gotong Royong). Jika satu keluarga mengalami kesulitan pangan, maka keluarga lain wajib menolong. Konsep kepemilikan sangat cair; meskipun bilik adalah milik keluarga, hasil alam dan pengetahuan tradisional adalah warisan bersama yang harus dikelola secara kolektif.
Sistem Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya
Ekonomi Betang Pambelum sangat bergantung pada pertanian ladang berpindah (berotasi) yang berkelanjutan, perburuan, dan hasil hutan. Pengambilan keputusan mengenai pembukaan ladang baru (berladang) atau penetapan masa panen tidak bisa dilakukan oleh individu. Kepala Betang, bersama para Tetua, akan menentukan lokasi dan jadwal berdasarkan perhitungan alam, yang dikenal sebagai Pola Tanam Adat.
Pengelolaan hutan adalah aspek krusial dari Pambelum. Masyarakat Betang memiliki aturan ketat mengenai pemanfaatan hasil hutan. Pohon-pohon tertentu dianggap sakral atau penting bagi ekosistem, dan penebangannya dilarang keras. Pelanggaran terhadap aturan ini dikenakan sanksi adat yang berat, karena dianggap merusak sumber kehidupan kolektif (Pambelum).
Institusi Adat dan Penyelesaian Konflik
Di dalam Betang, konflik diselesaikan melalui mekanisme Sidang Adat di Panti. Sistem peradilan adat ini sangat efektif karena didasarkan pada sanksi sosial dan denda tradisional (misalnya, berupa babi, ayam, atau benda pusaka). Sanksi adat tidak bertujuan menghukum secara fisik, tetapi untuk memulihkan keseimbangan sosial dan spiritual yang terganggu oleh pelanggaran.
Jenis-jenis pelanggaran yang sering diatur meliputi:
- Pelanggaran Tata Krama Sosial: Seperti menghina tetua atau memicu perkelahian di Panti.
- Pelanggaran Sumber Daya Alam: Seperti mencuri hasil panen atau merusak hutan lindung adat.
- Pelanggaran Kesusilaan: Yang dapat mengancam integritas dan reputasi kolektif Betang.
Keputusan adat selalu dihormati karena dianggap sebagai representasi kehendak leluhur dan demi kelangsungan Betang itu sendiri. Kepatuhan terhadap adat adalah bentuk tertinggi dari partisipasi dalam Pambelum.
Dimensi Spiritual dan Kepercayaan Dalam Betang
Kehidupan di Betang Pambelum sangat terikat dengan kepercayaan tradisional Dayak, yang seringkali merujuk pada keyakinan Kaharingan (bagi sebagian besar sub-etnis Dayak di Kalimantan Tengah dan sekitarnya). Betang adalah pusat ritual, tempat di mana manusia berinteraksi dengan roh leluhur dan dewa-dewa yang menjaga kehidupan.
Ruang Sakral dan Pusaka
Setiap Betang memiliki ruang atau area tertentu yang dianggap sakral. Area ini seringkali terletak di bagian tengah atau ujung Betang yang paling tua, di mana pusaka adat (seperti guci, mandau, atau tengkorak hasil kayau di masa lalu) disimpan. Pusaka ini bukan hanya benda bersejarah, melainkan wadah spiritual yang menghubungkan generasi sekarang dengan roh leluhur. Perawatan pusaka ini adalah tugas kolektif yang dilakukan melalui upacara periodik.
Salah satu elemen spiritual Betang adalah sandung, tempat penyimpanan tulang-belulang leluhur (khususnya setelah upacara Tiwah, bagi penganut Kaharingan). Walaupun sandung seringkali berada di luar Betang, semangat leluhur selalu diyakini menjaga dan melindungi komunitas di dalam rumah panjang tersebut.
Ritual Pendirian Betang (Ngarongkong)
Pendirian Betang baru adalah peristiwa spiritual yang masif. Ritual Ngarongkong (atau nama lain sesuai sub-etnis) melibatkan berbagai upacara pembersihan, persembahan, dan penentuan hari baik. Pohon-pohon yang akan dijadikan tiang utama harus dipilih dengan cermat dan melalui komunikasi spiritual agar roh penjaga pohon tidak marah. Ritual ini memastikan bahwa Betang yang dibangun bukan hanya kuat secara fisik, tetapi juga diberkati secara spiritual, sehingga layak menjadi tempat Pambelum yang berkelanjutan.
Upacara Siklus Kehidupan
Semua tahapan penting dalam kehidupan individu di dalam Betang ditandai dengan upacara komunal:
- Kelahiran: Ditandai dengan ritual penamaan dan pembersihan, melibatkan seluruh Betang untuk mendoakan keselamatan jiwa yang baru lahir.
- Pernikahan: Biasanya diadakan di Panti, mempertemukan dua keluarga dan secara formal menyatukan hak dan kewajiban mereka terhadap Betang. Pernikahan adalah peristiwa yang memperkuat kohesi sosial antar bilik.
- Kematian: Kematian adalah transisi terpenting. Ritualnya, terutama Tiwah (bagi yang memeluk Kaharingan), merupakan upacara kolektif yang menghabiskan waktu dan sumber daya besar, berfungsi sebagai penegasan identitas dan kewajiban sosial terakhir bagi yang ditinggalkan.
Kehidupan spiritual yang intens ini menopang Pambelum. Ketakutan akan melanggar adat dan membuat marah leluhur atau dewa menjadi penegak moralitas sosial yang sangat efektif, bahkan lebih kuat daripada hukum negara modern.
Betang Pambelum dalam Dinamika Modern
Sejak abad ke-20 dan berlanjut ke milenium baru, Betang Pambelum menghadapi tantangan eksistensial yang mengancam struktur fisiknya maupun filosofi kehidupannya. Tekanan modernitas, kebijakan pemerintah, dan perubahan ekonomi telah mengikis peran sentral Betang dalam kehidupan Dayak.
Disintegrasi Fisik dan Migrasi
Salah satu ancaman terbesar adalah disintegrasi fisik Betang. Betang-betang tua rentan terhadap kerusakan akibat usia, tetapi pemeliharaannya sangat mahal karena membutuhkan kayu ulin dalam jumlah besar dan tenaga kerja komunal yang semakin sulit dikumpulkan. Banyak keluarga muda memilih pindah ke rumah tunggal modern yang dianggap lebih praktis dan sesuai dengan standar perumahan pemerintah.
Migrasi kaum muda ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan juga melemahkan fungsi Betang sebagai pusat Pambelum. Ketika tenaga kerja produktif meninggalkan komunitas, kemampuan Betang untuk menjalankan pertanian kolektif, menjaga adat, dan melakukan upacara besar menjadi terhambat. Hanya generasi tua yang tersisa, yang berjuang mempertahankan tradisi yang membutuhkan partisipasi penuh komunitas.
Konflik Tanah dan Degradasi Lingkungan
Keberlanjutan Pambelum sangat bergantung pada kelestarian hutan adat. Namun, ekspansi perkebunan skala besar (sawit) dan industri penebangan kayu (HPH) sering kali berbenturan langsung dengan wilayah hak ulayat Betang. Ketika hutan, sumber pangan dan obat-obatan, serta tempat upacara dirusak, filosofi Pambelum yang berakar pada harmoni alamiah menjadi tidak mungkin dipraktikkan.
Konflik agraria ini bukan hanya masalah ekonomi; ia adalah krisis identitas. Ketika Betang kehilangan kontrol atas tanahnya, ia kehilangan dasar fisik tempat adat dan kehidupan kolektif ditegakkan. Upaya komunitas Betang untuk mempertahankan tanah adat seringkali berujung pada perjuangan hukum yang panjang dan melelahkan.
Perubahan Kebijakan dan Agama
Sejak masa kolonial hingga era pembangunan, beberapa kebijakan pemerintah pusat kurang mendukung model permukiman komunal. Ada upaya untuk “memodernisasi” masyarakat Dayak dengan mendorong mereka meninggalkan Betang dan membangun rumah tunggal yang berjajar rapi di sepanjang jalan, sebuah model yang dianggap lebih mudah dijangkau layanan publik seperti sekolah dan kesehatan.
Selain itu, adopsi agama-agama monoteistik modern juga mempengaruhi praktik spiritual di dalam Betang. Meskipun adat dan agama seringkali berjalan berdampingan, ritual-ritual adat yang dulunya bersifat wajib dan kolektif mulai memudar atau dimodifikasi, mempengaruhi fungsi Panti sebagai pusat spiritual tunggal.
Pelestarian Betang Pambelum: Menjaga Api Kehidupan
Meskipun menghadapi tekanan yang luar biasa, semangat Pambelum tidak pernah padam. Kini, banyak upaya dilakukan oleh komunitas Dayak, didukung oleh aktivis budaya dan pemerintah daerah, untuk melestarikan Betang, tidak hanya sebagai artefak sejarah, tetapi sebagai model kehidupan yang berkelanjutan.
Revitalisasi dan Ekoturisme Berbasis Adat
Salah satu strategi utama adalah revitalisasi Betang yang tersisa dan pembangunan Betang replika sebagai pusat budaya. Betang-betang ini kini berfungsi ganda: sebagai museum hidup tempat tradisi diajarkan kepada generasi muda, dan sebagai destinasi ekoturisme budaya.
Ekoturisme berbasis Betang Pambelum memungkinkan komunitas untuk mendapatkan penghasilan tanpa merusak lingkungan. Turis datang untuk belajar tentang arsitektur, mencicipi masakan tradisional, dan mengamati langsung praktik musyawarah adat. Syarat utamanya adalah turisme tersebut harus diatur oleh hukum adat Betang, memastikan bahwa manfaat ekonomi kembali ke komunitas (Pambelum) dan bukan hanya ke operator luar.
Pendidikan dan Dokumentasi Budaya
Pendidikan formal dan informal menjadi kunci. Generasi muda Betang Pambelum didorong untuk mempelajari bahasa ibu mereka, teknik ukiran tradisional, dan yang paling penting, prinsip-prinsip hukum adat yang mengatur kehidupan. Dokumentasi digital, termasuk pemetaan Betang kuno dan perekaman cerita rakyat, memastikan bahwa pengetahuan Betang tidak hilang meskipun fisik bangunan mungkin rapuh.
Peran kaum intelektual Dayak sangat besar dalam menerjemahkan filosofi Pambelum ke dalam konteks modern, menjadikannya relevan sebagai kerangka etika lingkungan dan sosial di tengah krisis iklim dan isolasi sosial. Mereka berargumen bahwa Betang Pambelum menawarkan solusi nyata terhadap permasalahan isolasi dan individualisme yang mendominasi kehidupan kota.
Betang sebagai Simbol Perjuangan Identitas
Pada akhirnya, Betang Pambelum telah bertransformasi menjadi lebih dari sekadar rumah; ia adalah simbol ketahanan identitas Dayak. Ketika masyarakat berjuang melawan perampasan tanah dan erosi budaya, Betang menjadi bendera yang mempersatukan. Setiap Betang yang masih berdiri adalah penegasan bahwa cara hidup Dayak, yang kolektif, berbasis adat, dan selaras dengan lingkungan, masih sangat valid dan diperlukan.
Konsep Pambelum mengajarkan bahwa kebahagiaan dan keamanan tidak diukur dari seberapa besar kekayaan pribadi, melainkan dari seberapa kokoh jalinan sosial komunitas. Rumah panjang ini mengajarkan tentang kesabaran dalam musyawarah, kerendahan hati dalam menghadapi alam, dan kegigihan dalam mempertahankan warisan leluhur. Inilah warisan Betang Pambelum bagi Indonesia dan dunia.
Elaborasi Mendalam: Fungsi Sosial dan Pembagian Kerja di Betang
Untuk mencapai pemahaman komprehensif tentang Betang Pambelum, perlu dikaji secara rinci bagaimana sistem sosial internalnya berfungsi, mengatur interaksi puluhan keluarga di ruang yang terbatas. Betang adalah sistem sosial yang terstruktur dengan presisi tinggi, memastikan bahwa kebersamaan tidak menghasilkan kekacauan, melainkan efisiensi komunal.
Kepemimpinan dan Hierarki
Kepemimpinan di Betang bersifat hierarkis namun egaliter. Di puncak adalah Kepala Betang (atau Temenggung), yang perannya lebih sebagai mediator dan pelaksana hukum adat daripada penguasa absolut. Kepala Betang dibantu oleh dewan tetua adat (Penggawa), yang terdiri dari kepala-kepala keluarga tertua atau yang paling dihormati karena kebijaksanaan dan penguasaan adat mereka.
Keputusan besar, seperti kapan memulai ritual Tiwah atau kapan berburu ke area tertentu, memerlukan proses diskusi yang panjang di Panti. Proses ini mengajarkan kesabaran politik. Setiap keluarga, diwakili oleh kepala keluarga (biasanya laki-laki tertua), memiliki suara yang sama dalam musyawarah. Keberhasilan Pambelum terletak pada kemampuan untuk mencapai kesepakatan bulat (Hapakat) yang mengikat semua penghuni.
Pembagian Tugas Gender
Pembagian kerja di Betang sangat jelas, meskipun tidak kaku. Secara umum, laki-laki bertanggung jawab atas pekerjaan yang berisiko tinggi dan membutuhkan kekuatan fisik di luar rumah:
- Membuka lahan baru (menebang pohon besar).
- Berburu dan memancing skala besar.
- Pertahanan komunal.
- Pembangunan dan pemeliharaan struktur Betang (tiang, atap).
Sementara itu, perempuan memainkan peran sentral dalam memastikan keberlanjutan Pambelum sehari-hari, beroperasi sebagian besar di dalam atau di sekitar Betang:
- Mengurus lumbung padi dan menanam/memanen di ladang.
- Menganyam tikar, kerajinan tangan, dan membuat pakaian adat.
- Mengasuh anak dan mentransfer pengetahuan budaya non-formal.
- Memimpin ritual-ritual kecil terkait kesuburan dan kesejahteraan rumah tangga.
Peran perempuan di Betang tidak sekadar domestik; mereka adalah penjaga utama tradisi dan stabilitas pangan. Mereka sering memimpin penentuan kapan menanam atau panen karena mereka dianggap memiliki koneksi spiritual yang lebih dekat dengan Dewi Padi.
Mekanisme Kesejahteraan Sosial (Lumbung Komunal)
Sistem pangan di Betang didukung oleh konsep lumbung komunal atau sistem cadangan pangan. Meskipun setiap keluarga memiliki lumbung padi kecilnya sendiri di bilik atau di luar, komunitas seringkali memiliki lumbung cadangan yang dikelola bersama. Lumbung ini berfungsi sebagai jaring pengaman sosial, memastikan bahwa tidak ada keluarga yang kelaparan saat gagal panen atau bencana alam. Kontribusi pada lumbung komunal adalah kewajiban adat, dan pengambilannya diatur ketat oleh Kepala Betang, hanya diizinkan dalam kondisi darurat.
Sistem ini merupakan praktik nyata dari Pambelum: kehidupan yang bertahan karena keterikatan dan dukungan timbal balik. Isolasi ekonomi atau penimbunan kekayaan pribadi yang merugikan komunitas sangat dilarang dan akan dikenakan sanksi adat.
Arkeologi Linguistik: Ragam Sebutan Betang dan Pambelum
Kalimantan dihuni oleh ratusan sub-etnis Dayak, dan Betang memiliki nama serta variasi arsitektur yang berbeda-beda, meskipun filosofi komunalnya tetap sama. Memahami ragam linguistik ini penting untuk mengapresiasi kekayaan budaya Pambelum.
Variasi Nama dan Struktur
Di Kalimantan Tengah dan Selatan, istilah Betang adalah yang paling umum. Namun, di Kalimantan Barat dan Timur, sebutan lain mendominasi:
- Lamin: Digunakan oleh Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Lamin biasanya lebih besar dan lebih dihiasi dengan ukiran yang sangat rumit, seringkali menjadi simbol status sosial yang tinggi.
- Rumah Balai/Radank: Umum di Kalimantan Barat (Dayak Iban/Bidayuh). Struktur Radank cenderung lebih fokus pada satu lorong komunal yang sangat lebar dan terbuka.
- Lou: Digunakan oleh Dayak Ma'anyan di wilayah Barito.
Meskipun namanya berbeda, struktur inti—lorong komunal (Panti) yang menghubungkan bilik-bilik individu, tiang tinggi, dan fungsi sebagai pusat pemerintahan adat—tetap menjadi ciri khas yang menyatukan semua Rumah Panjang ini sebagai manifestasi dari filosofi Pambelum.
Makna Mendalam Kata 'Pambelum'
Akar kata 'Pambelum' (atau 'Belum' dalam bahasa Dayak Ngaju) memiliki konotasi yang berlapis:
- Kehidupan Fisik: Eksistensi sehari-hari, bernapas, dan makan.
- Kesejahteraan: Kondisi hidup yang damai, cukup sandang dan pangan.
- Roh/Jiwa: Dalam konteks spiritual, Pambelum juga merujuk pada energi kehidupan yang diberikan oleh Ranying Hatalla (Dewa Tertinggi dalam Kaharingan).
- Keabadian: Keterkaitan antara hidup dan mati; kehidupan tidak berakhir saat fisik lenyap, tetapi berlanjut dalam roh leluhur yang menjaga Betang.
Oleh karena itu, ketika masyarakat Betang berjuang untuk 'Pambelum' mereka, mereka tidak hanya berjuang untuk mempertahankan rumah, tetapi untuk mempertahankan seluruh sistem kosmos yang menjamin keseimbangan spiritual, sosial, dan ekologi mereka.
Betang Sebagai Pusat Perlawanan Budaya dan Politik
Secara historis, Betang Pambelum tidak hanya menjadi tempat tinggal damai; ia juga merupakan benteng pertahanan politik dan budaya. Fungsi militer dan politik Betang telah terbukti sejak masa pra-kolonial.
Benteng Fisik dan Strategi Militer
Posisi Betang yang ditinggikan dan solid memberikan keunggulan defensif. Pada masa peperangan antar suku (kayau) atau menghadapi penjajah kolonial, Betang menjadi pusat mobilisasi dan perlindungan. Dinding yang tebal, jendela yang minim, dan akses masuk yang terbatas (hanya tangga yang bisa ditarik) menjadikannya sulit ditembus. Lorong panjang (Panti) bahkan bisa berfungsi sebagai jalur cepat bagi prajurit untuk bergerak dan melancarkan serangan dari berbagai titik.
Kontinuitas Pemerintahan Adat
Setelah penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia, banyak Betang yang dialihfungsikan. Namun, di banyak wilayah terpencil, Betang tetap menjadi satu-satunya institusi pemerintahan yang diakui dan dihormati sepenuhnya oleh masyarakat adat. Hukum adat yang diputuskan di Panti seringkali lebih kuat dalam mengatur kehidupan sehari-hari dibandingkan hukum positif negara.
Dalam konteks modern, Betang yang tersisa sering digunakan sebagai tempat pertemuan penting untuk mengorganisir perlawanan terhadap eksploitasi alam, seperti konflik tumpang tindih lahan dengan perusahaan tambang atau sawit. Betang Pambelum menjadi markas di mana keputusan-keputusan strategis terkait hak ulayat dirumuskan. Ini menunjukkan bahwa peran politik Betang sebagai pusat Hapakat (kesepakatan) tetap relevan dan vital.
Kesimpulan: Masa Depan Betang Pambelum
Betang Pambelum adalah sebuah mahakarya kebudayaan yang melampaui batas-batas arsitektur semata. Ia adalah buku sejarah yang terbuat dari kayu ulin, sebuah manifesto hidup tentang kolektivitas, dan sebuah model ekologis yang diajarkan oleh leluhur. Filosofi Pambelum—hidup yang penuh makna melalui kebersamaan dan harmoni—menawarkan pelajaran penting bagi dunia yang semakin terfragmentasi.
Meskipun tantangan modernitas, urbanisasi, dan krisis lingkungan terus menggerus fondasi fisiknya, esensi Pambelum harus terus dipelihara. Konservasi Betang bukan sekadar proyek pelestarian warisan budaya, melainkan investasi strategis dalam sistem nilai yang menjunjung tinggi keadilan sosial, pengelolaan sumber daya yang bijaksana, dan persatuan. Selama masyarakat Dayak terus menghidupkan Panti, menjalankan musyawarah, dan menghormati hutan, maka api Pambelum akan terus menyala, memastikan bahwa jantung Kalimantan akan terus berdetak dalam ritme Rumah Panjang.
Warisan Betang Pambelum mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati suatu komunitas terletak pada ikatan yang dibentuk di bawah satu atap yang panjang, yang berbagi suka dan duka, dan yang bersama-sama menjaga kehidupan (Pambelum) di tengah rimba raya.