Menggali Makna dan Keindahan Sholawat Tarawih
Di antara keheningan malam-malam Ramadhan, kumandang sholawat yang syahdu menjadi jeda yang menenangkan di sela-sela rakaat shalat Tarawih. Sebuah tradisi indah yang telah mengakar kuat, khususnya di kalangan umat Islam di Nusantara. Sholawat Tarawih bukan sekadar pengisi waktu, melainkan sebuah untaian doa, pujian, dan pengingat akan kemuliaan Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya.
Shalat Tarawih adalah ibadah sunnah muakkadah yang memiliki keutamaan luar biasa, dilaksanakan secara berjamaah maupun sendiri sepanjang malam Ramadhan. Kehadiran sholawat di antara rakaat-rakaatnya memberikan warna spiritual yang khas. Ia menjadi napas bagi para jamaah, momen untuk meresapi kembali niat, dan menyambungkan kembali sanubari kepada Sang Kekasih Allah, Rasulullah SAW. Artikel ini akan membawa kita menyelami lebih dalam tentang sejarah, makna, lafadz, serta hikmah di balik lantunan merdu sholawat Tarawih.
Akar Tradisi dan Landasan Syariat
Tradisi melantunkan puji-pujian atau dzikir di antara shalat Tarawih bukanlah sesuatu yang muncul tanpa dasar. Meskipun tidak ditemukan riwayat yang secara spesifik menyebutkan bahwa Rasulullah SAW atau para sahabat membaca lafadz sholawat tertentu seperti yang kita kenal sekarang, esensi dari amalan ini berakar pada anjuran umum dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Ahzab ayat 56:
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."
Ayat ini merupakan perintah yang jelas dan tidak terikat oleh waktu atau tempat. Kapan pun seorang mukmin memiliki kesempatan, ia dianjurkan untuk memperbanyak sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Bulan Ramadhan, sebagai bulan yang penuh berkah dan ampunan, tentu menjadi momentum yang sangat tepat untuk mengamalkan perintah ini dengan lebih intensif.
Para ulama dari masa ke masa memahami bahwa shalat Tarawih, yang terdiri dari banyak rakaat (baik 8 maupun 20), bisa terasa melelahkan bagi sebagian jamaah. Oleh karena itu, jeda singkat di antara setiap dua atau empat rakaat dianggap sebagai kesempatan yang baik untuk beristirahat sejenak sambil mengisi waktu dengan amalan yang bermanfaat. Pilihan jatuh pada dzikir dan sholawat karena keutamaannya yang agung. Dengan bersholawat, jamaah tidak hanya beristirahat secara fisik, tetapi juga mengisi "jeda" tersebut dengan ibadah lisan dan hati yang bernilai pahala besar. Praktik ini kemudian berkembang dan terstruktur, dipimpin oleh seorang bilal, untuk menjaga kekompakan dan semangat jamaah. Inilah yang kemudian dikenal sebagai tradisi sholawat Tarawih atau "tarhim."
Peran Bilal: Pemandu Kekhusyukan Jamaah
Dalam pelaksanaan sholawat Tarawih berjamaah, peran seorang bilal menjadi sangat sentral. Bilal bukanlah sekadar orang yang bersuara paling lantang, melainkan seorang pemandu spiritual yang menjaga ritme dan semangat ibadah. Tugasnya adalah mengumandangkan seruan sholawat dan taradhdhi (permohonan ridha) kepada para Khulafaur Rasyidin pada setiap jeda yang telah ditentukan.
Seorang bilal biasanya memulai seruannya setelah imam menyelesaikan salam pada setiap dua rakaat shalat. Seruan ini kemudian dijawab serempak oleh seluruh jamaah, menciptakan suasana yang agung dan menggugah. Dialog ritmis antara bilal dan jamaah ini memiliki beberapa fungsi penting:
- Penanda Rakaat: Seruan bilal menjadi penanda bagi jamaah mengenai jumlah rakaat yang telah diselesaikan, membantu mereka tetap fokus.
- Pembangkit Semangat: Suara bilal yang bersemangat dan jawaban jamaah yang kompak dapat membangkitkan kembali energi untuk melanjutkan rakaat berikutnya.
- Pengingat Spiritualitas: Lafadz yang diucapkan mengingatkan jamaah akan keagungan Nabi Muhammad SAW dan jasa para sahabat, sehingga ibadah tidak terasa sebagai rutinitas mekanis semata.
- Menciptakan Kesatuan: Jawaban yang serempak dari jamaah mempererat rasa kebersamaan dan persatuan (ukhuwah islamiyah) di dalam masjid.
Kemampuan seorang bilal dalam mengatur intonasi, tempo, dan kejelasan lafadz sangat mempengaruhi kekhusyukan jamaah. Oleh karena itu, posisi ini seringkali dipegang oleh seseorang yang memiliki pemahaman yang baik tentang bacaan-bacaan tersebut serta memiliki suara yang merdu dan jelas.
Ragam Bacaan Sholawat Tarawih dan Maknanya
Terdapat beberapa variasi bacaan sholawat Tarawih yang diamalkan di berbagai daerah. Namun, secara umum, strukturnya melibatkan seruan dari bilal yang berisi sholawat kepada Nabi, diikuti dengan jawaban dari jamaah, dan terkadang diselingi dengan pujian kepada para sahabat, khususnya Khulafaur Rasyidin. Berikut adalah contoh bacaan yang paling umum diamalkan, beserta makna mendalam di baliknya.
1. Bacaan di Awal Shalat Tarawih
Sebelum memulai shalat, bilal biasanya akan menyerukan niat shalat Tarawih secara bersama-sama.
صَلُّوْا سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَامِعَةً رَحِمَكُمُ اللهُ
Shallū sunnatat tarāwīhi rak'ataini jāmi'atan, rahimakumullāh.
"Marilah kita shalat sunnah Tarawih dua rakaat secara berjamaah, semoga Allah merahmati kalian."
Seruan ini berfungsi sebagai pengingat dan penyatu niat bagi seluruh jamaah sebelum takbiratul ihram.
2. Bacaan Setelah Salam Setiap 2 Rakaat
Ini adalah bagian inti dari sholawat Tarawih yang diulang-ulang.
Seruan Bilal:
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Allāhumma shalli 'alā sayyidinā Muhammad.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad."
Jawaban Jamaah:
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ
Allāhumma shalli wa sallim 'alayh.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepadanya."
Makna dari seruan dan jawaban ini sangatlah dalam. Ini adalah manifestasi dari ketaatan kita pada perintah Allah untuk bersholawat. Setiap kali nama Nabi Muhammad SAW disebut, kita diajarkan untuk menyertainya dengan doa dan salam. Dengan mengulanginya di sela Tarawih, kita terus menerus menyegarkan ingatan dan cinta kita kepada beliau, berharap mendapatkan syafaatnya di hari akhir.
3. Bacaan Tambahan Setelah 4 Rakaat (Taradhdhi)
Setelah menyelesaikan empat rakaat, bilal akan menambahkan seruan yang berisi pujian dan doa untuk para Khulafaur Rasyidin. Ini dilakukan secara berurutan.
Setelah Rakaat ke-4:
Seruan Bilal:
فَضْلًا مِنَ اللهِ وَنِعْمَةً وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Fadhlan minallāhi wa ni'matan wa maghfiratan wa rahmatan, yā arhamar rāhimīn.
"Karunia dari Allah, serta kenikmatan, ampunan, dan rahmat, wahai Dzat yang Maha Pengasih di antara para pengasih."
Seruan Bilal (Lanjutan):
اَلْخَلِيْفَةُ الْأُوْلَى سَيِّدُنَا أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Al-khalīfatul ūlā sayyidunā Abū Bakrinish shiddīq, radhiyallāhu 'anh.
"Khalifah pertama, junjungan kita Abu Bakar Ash-Shiddiq, semoga Allah meridhoinya."
Jawaban Jamaah:
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Radhiyallāhu 'anh.
"Semoga Allah meridhoinya."
Menyebut nama Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. adalah untuk mengenang jasa beliau sebagai sahabat terdekat Nabi, orang pertama yang membenarkan peristiwa Isra' Mi'raj, dan khalifah pertama yang berhasil menjaga keutuhan umat Islam setelah wafatnya Rasulullah.
Setelah Rakaat ke-8:
Seruan Bilal:
اَلْخَلِيْفَةُ الثَّانِيَةُ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Al-khalīfatus tsāniyah sayyidunā 'Umarubnul Khattāb, radhiyallāhu 'anh.
"Khalifah kedua, junjungan kita Umar bin Khattab, semoga Allah meridhoinya."
Jawaban Jamaah:
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Radhiyallāhu 'anh.
"Semoga Allah meridhoinya."
Pujian kepada Umar bin Khattab ra. adalah untuk menghormati kepemimpinan beliau yang adil dan tegas, yang membawa Islam pada masa keemasan dengan perluasan wilayah yang pesat dan penataan administrasi negara yang brilian. Gelar "Al-Faruq" (Pembeda antara yang hak dan batil) melekat padanya.
Setelah Rakaat ke-12:
Seruan Bilal:
اَلْخَلِيْفَةُ الثَّالِثَةُ سَيِّدُنَا عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Al-khalīfatus tsālitsah sayyidunā 'Utsmānubnu 'Affān, radhiyallāhu 'anh.
"Khalifah ketiga, junjungan kita Utsman bin Affan, semoga Allah meridhoinya."
Jawaban Jamaah:
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Radhiyallāhu 'anh.
"Semoga Allah meridhoinya."
Mengenang Utsman bin Affan ra. adalah untuk menghargai kedermawanan beliau yang luar biasa dan jasanya yang tak ternilai dalam kodifikasi Al-Qur'an menjadi satu mushaf (Mushaf Utsmani) yang kita gunakan hingga hari ini. Sifatnya yang pemalu dan mulia menjadi teladan bagi umat.
Setelah Rakaat ke-16:
Seruan Bilal:
اَلْخَلِيْفَةُ الرَّابِعَةُ سَيِّدُنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ
Al-khalīfatur rābi'ah sayyidunā 'Aliyyubnu Abī Thālib, karramallāhu wajhah.
"Khalifah keempat, junjungan kita Ali bin Abi Thalib, semoga Allah memuliakan wajahnya."
Jawaban Jamaah:
كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ
Karramallāhu wajhah.
"Semoga Allah memuliakan wajahnya."
Pujian untuk Ali bin Abi Thalib kw. adalah untuk menghormati kedalaman ilmunya, yang digelari sebagai "Pintu Gerbang Ilmu," serta keberaniannya yang legendaris di medan perang. Beliau adalah pemuda pertama yang masuk Islam dan menantu kesayangan Rasulullah SAW.
4. Bacaan Penutup (Setelah Rakaat ke-20 dan Sebelum Witir)
Setelah rakaat terakhir Tarawih (biasanya rakaat ke-20), bilal akan memimpin doa singkat sebelum melanjutkan ke shalat Witir.
آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
Āmīn yā rabbal 'ālamīn. Allāhumma shalli wa sallim wa bārik 'alā sayyidinā Muhammadin wa 'alā ālihi wa shahbihī ajma'īn.
"Kabulkanlah, wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah, limpahkanlah rahmat, keselamatan, dan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabatnya."
Hikmah dan Keutamaan Melantunkan Sholawat Tarawih
Melihat rangkaian bacaan di atas, jelas bahwa sholawat Tarawih bukan sekadar tradisi tanpa makna. Di dalamnya terkandung berbagai hikmah dan keutamaan yang mendalam:
- Meningkatkan Kecintaan kepada Rasulullah SAW: Dengan terus-menerus mengulang pujian dan doa untuk Nabi, hati seorang mukmin akan semakin terikat dan dipenuhi rasa cinta (mahabbah) kepada beliau. Cinta inilah yang menjadi pondasi untuk mengikuti sunnah-sunnahnya.
- Meneladani Generasi Terbaik: Penyebutan nama-nama Khulafaur Rasyidin adalah bentuk penghormatan dan upaya untuk meneladani akhlak, kepemimpinan, dan pengorbanan mereka. Ini adalah pelajaran sejarah yang diulang setiap malam di bulan Ramadhan.
- Meraih Pahala Berlipat Ganda: Setiap satu kali sholawat akan dibalas oleh Allah dengan sepuluh kali rahmat. Melantunkannya berulang kali di bulan Ramadhan, di mana setiap amalan dilipatgandakan pahalanya, tentu akan mendatangkan keutamaan yang luar biasa.
- Menjaga Stamina Ibadah: Jeda yang diisi dengan sholawat memberikan kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat sejenak. Hal ini membantu jamaah, terutama yang sudah berusia lanjut, untuk dapat mengikuti rangkaian shalat Tarawih hingga selesai dengan lebih nyaman dan khusyuk.
- Memperkuat Identitas Ahlussunnah wal Jama'ah: Tradisi mendoakan Khulafaur Rasyidin secara berurutan merupakan salah satu ciri khas dari kelompok Ahlussunnah wal Jama'ah, yang menghormati seluruh sahabat Nabi tanpa terkecuali. Ini memperkuat akidah dan identitas keagamaan jamaah.
Pandangan Ulama Mengenai Praktik Sholawat Tarawih
Dalam khazanah fikih, praktik melantunkan dzikir atau sholawat di sela-sela shalat Tarawih menjadi subjek diskusi di kalangan para ulama. Mayoritas ulama, terutama dari mazhab Syafi'i yang banyak dianut di Indonesia, memandang praktik ini sebagai sesuatu yang baik dan dianjurkan. Mereka mengkategorikannya sebagai bid'ah hasanah (inovasi yang baik).
Argumen yang mendukung menyatakan bahwa meskipun praktik ini tidak ada pada zaman Nabi secara spesifik, esensinya tidak bertentangan dengan syariat. Justru, ia selaras dengan perintah umum untuk berdzikir dan bersholawat. Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa disunnahkan bagi imam untuk duduk istirahat sejenak setelah setiap empat rakaat, dan waktu istirahat itu baiknya diisi dengan amalan seperti tahlil atau tasbih. Dari sinilah para ulama di masa setelahnya mengembangkan praktik sholawat Tarawih yang terstruktur.
Di sisi lain, ada sebagian kecil ulama yang berpandangan bahwa segala bentuk ibadah yang tidak dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah SAW sebaiknya dihindari, karena khawatir akan jatuh ke dalam perbuatan bid'ah yang tercela. Mereka berpendapat bahwa istirahat di antara rakaat cukup dilakukan dengan diam atau dzikir secara pribadi tanpa perlu dikomando secara berjamaah.
Menyikapi perbedaan pandangan ini, sikap yang paling bijak adalah saling menghormati dan tidak menjadikan masalah ini sebagai sumber perpecahan. Bagi masyarakat yang telah terbiasa dengan tradisi sholawat Tarawih, amalan ini adalah sarana yang efektif untuk menambah kekhusyukan dan syiar Islam di bulan Ramadhan. Selama tidak ada keyakinan bahwa ini adalah bagian wajib dari shalat Tarawih, maka praktik ini tetap berada dalam koridor yang dibenarkan.
Kesimpulan: Syiar Indah di Malam Ramadhan
Sholawat Tarawih adalah sebuah permata dalam tradisi keislaman di Nusantara. Ia adalah jalinan indah antara ibadah shalat, dzikir, doa, dan penghormatan kepada Rasulullah SAW serta para sahabatnya. Lantunan yang menggema dari menara-menara masjid di setiap malam Ramadhan bukan sekadar suara, melainkan detak jantung spiritualitas umat yang merindukan ampunan Tuhan dan syafaat Nabi-Nya.
Melalui sholawat Tarawih, kita tidak hanya beribadah, tetapi juga belajar sejarah, menanamkan kecintaan, dan mempererat persatuan. Ia menjadi pengingat bahwa ibadah di bulan suci bukanlah tentang kecepatan menyelesaikan rakaat, melainkan tentang kualitas kekhusyukan dan kedalaman perenungan. Semoga kita semua dapat merasakan keindahan dan meraih keberkahan dari setiap lantunan sholawat yang kita ucapkan di malam-malam Ramadhan yang mulia.