Membedah Hukum dan Panduan Berkumur Saat Puasa

Ilustrasi berkumur dengan hati-hati saat puasa

Ilustrasi berkumur saat puasa dengan hati-hati.

Bulan suci Ramadan adalah momen yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia. Selama sebulan penuh, umat Muslim diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang dapat membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Di tengah kekhusyukan menjalankan ibadah ini, sering kali muncul berbagai pertanyaan praktis seputar aktivitas sehari-hari, salah satunya adalah tentang berkumur saat puasa.

Pertanyaan ini sederhana, namun memiliki implikasi hukum yang penting. Apakah berkumur dapat membatalkan puasa? Bagaimana jika air tidak sengaja tertelan? Apa kata para ulama dari berbagai mazhab mengenai hal ini? Artikel ini akan mengupas tuntas permasalahan berkumur saat puasa dari berbagai sudut pandang, mulai dari perspektif fikih, kesehatan, hingga panduan praktis agar ibadah puasa kita tetap sah dan terjaga kesempurnaannya, sambil tetap menjaga kebersihan dan kesehatan mulut.

Perspektif Fikih: Memahami Hukum Dasar

Dalam Islam, hukum suatu perbuatan didasarkan pada dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah, serta ijtihad para ulama. Terkait berkumur saat puasa, para ulama sepakat bahwa hukum asalnya adalah mubah atau diperbolehkan. Berkumur sendiri bukanlah termasuk dalam kategori makan atau minum yang secara eksplisit dilarang. Namun, kebolehan ini disertai dengan syarat dan ketentuan yang ketat, yaitu selama air tidak masuk ke dalam kerongkongan (jauf) dan tertelan.

Kunci utama dalam pembahasan ini adalah tindakan "menelan". Selama air hanya berada di dalam rongga mulut lalu dikeluarkan kembali, maka puasa seseorang tidak batal. Hal ini didasarkan pada hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan hal serupa.

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Pada suatu hari aku merasa begitu bersemangat lalu aku mencium (istriku) saat aku sedang berpuasa. Aku pun mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, 'Hari ini aku melakukan suatu perkara besar. Aku mencium istriku saat sedang berpuasa.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, 'Bagaimana pendapatmu jika engkau berkumur-kumur dengan air saat sedang berpuasa?' Aku menjawab, 'Tidak mengapa.' Beliau pun bersabda, 'Lalu kenapa (engkau menganggap mencium istri sebagai masalah besar)?'" (HR. Abu Daud dan Ahmad. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menganalogikan ciuman tanpa syahwat yang tidak membatalkan puasa dengan berkumur yang juga tidak membatalkan puasa. Analogi ini menunjukkan bahwa selama suatu perbuatan tidak mengarah pada pembatal puasa (seperti makan, minum, atau keluarnya mani), maka perbuatan tersebut tidak merusak puasa. Berkumur, selama tidak ditelan, tidak dianggap sebagai minum.

Larangan Berlebihan (Mubalaghah)

Meskipun diperbolehkan, terdapat satu batasan penting yang disepakati oleh para ulama, yaitu larangan untuk mubalaghah atau berlebih-lebihan saat berkumur. Ini juga berlaku saat melakukan istinsyaq (memasukkan air ke hidung) ketika berwudu. Dasarnya adalah hadis dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sempurnakanlah wudu, sela-selailah jari-jemarimu, dan bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke hidung (istinsyaq), kecuali jika engkau sedang berpuasa." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Hadis ini secara jelas memberikan pengecualian bagi orang yang berpuasa. Perintah untuk bersungguh-sungguh (yang diartikan sebagai memasukkan air lebih dalam atau dengan kekuatan) saat istinsyaq tidak berlaku bagi orang yang berpuasa. Para ulama mengqiyaskan (menganalogikan) hukum ini pada berkumur. Artinya, orang yang berpuasa hendaknya berkumur secara wajar dan tidak berlebihan, seperti berkumur terlalu kuat atau menengadahkan kepala terlalu jauh ke belakang (gargle), karena tindakan berlebihan ini meningkatkan risiko air tertelan dan membatalkan puasa.

Pandangan Empat Mazhab Utama

Para imam mazhab memiliki pandangan yang sedikit berbeda dalam rincian hukum berkumur saat puasa, meskipun secara umum mereka sepakat pada prinsip dasarnya. Perbedaan ini biasanya terletak pada status hukumnya, apakah mubah (boleh), makruh (dibenci), atau ada perincian lainnya.

1. Mazhab Hanafi

Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa berkumur (madhmadha) dan memasukkan air ke hidung (istinsyaq) saat berpuasa hukumnya boleh dan tidak makruh, terutama jika dilakukan sebagai bagian dari wudu. Wudu adalah ibadah yang disyariatkan, dan berkumur adalah salah satu sunnahnya. Melakukan sunnah wudu tidaklah dibenci. Namun, mereka menganggap makruh jika berkumur dilakukan untuk tujuan menyegarkan diri atau tanpa ada kebutuhan yang jelas (seperti untuk wudu). Alasannya, tindakan tersebut bisa menjerumuskan pada batalnya puasa jika air tertelan. Jika air tertelan tanpa sengaja saat berkumur untuk wudu, puasa tidak batal menurut pendapat yang lebih kuat dalam mazhab ini, selama ia ingat sedang berpuasa dan tidak berlebihan.

2. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki memiliki pandangan yang lebih hati-hati. Mereka berpendapat bahwa berkumur saat puasa hukumnya makruh, baik itu untuk wudu maupun untuk tujuan lain seperti membersihkan mulut atau menyegarkan diri. Prinsip kehati-hatian (sadd adz-dzari'ah atau menutup jalan menuju keburukan) sangat ditekankan dalam mazhab ini. Mereka khawatir bahwa membasahi mulut dengan berkumur dapat menjadi pintu masuk bagi air untuk tertelan, sehingga merusak ibadah puasa. Namun, jika seseorang tetap melakukannya dan air tidak tertelan, puasanya tetap sah. Jika air tertelan tanpa sengaja (bukan karena berlebihan), maka puasanya batal dan ia wajib mengqadhanya di hari lain. Ini adalah pandangan yang paling ketat di antara empat mazhab.

3. Mazhab Syafi'i

Mazhab Syafi'i, yang banyak dianut di Indonesia, berpendapat bahwa berkumur saat berpuasa hukumnya boleh dan tidak makruh, asalkan tidak berlebihan (mubalaghah). Berkumur adalah bagian dari sunnah wudu, sehingga meninggalkannya justru tidak dianjurkan. Batasan utamanya adalah larangan untuk berlebihan. Berlebihan di sini diartikan sebagai berkumur dengan sangat kuat atau berkumur hingga ke pangkal tenggorokan (ghargharah/gargle). Jika seseorang berkumur secara wajar (tidak berlebihan) lalu air tertelan tanpa sengaja, maka puasanya tidak batal. Namun, jika ia berkumur secara berlebihan lalu air tertelan, maka puasanya batal karena ia telah melakukan sesuatu yang dilarang dan mendekati risiko. Pendapat ini menyeimbangkan antara anjuran menjaga kebersihan dalam wudu dan keharusan menjaga keabsahan puasa.

4. Mazhab Hanbali

Pandangan Mazhab Hanbali sangat mirip dengan Mazhab Syafi'i. Mereka membolehkan berkumur dan istinsyaq saat berpuasa dan tidak menganggapnya makruh. Dalil yang mereka gunakan sama, yaitu hadis Laqith bin Shabirah yang melarang berlebihan. Selama dilakukan dengan wajar dan tidak ada unsur mubalaghah, maka perbuatan tersebut diperbolehkan. Jika air tertelan tanpa sengaja dan tanpa berlebihan, puasa tidak batal. Namun, jika tertelan karena berlebihan, puasanya batal. Mereka juga membedakan antara berkumur untuk wudu (yang dianjurkan) dan berkumur hanya untuk main-main atau menyegarkan diri, di mana yang kedua ini lebih baik dihindari.

Ringkasan Pandangan Mazhab

Dari sini, kita dapat melihat bahwa mayoritas ulama (Syafi'i dan Hanbali) serta sebagian Hanafi membolehkan berkumur saat puasa, terutama untuk keperluan wudu, dengan catatan penting: jangan berlebihan. Inilah titik temu yang paling aman untuk diikuti.

Jika Air Tidak Sengaja Tertelan

Ini adalah kekhawatiran terbesar bagi banyak orang. Apa hukumnya jika setelah berusaha hati-hati, setetes atau dua tetes air tetap masuk ke kerongkongan? Jawabannya tergantung pada konteksnya.

Para ulama membedakan dua kondisi:

  1. Tertelan karena tidak berlebihan: Jika seseorang berkumur secara wajar dan normal untuk wudu, kemudian tanpa disadari ada air yang masuk, mayoritas ulama (terutama Syafi'i dan Hanbali) berpendapat bahwa puasanya tidak batal. Hal ini didasarkan pada prinsip umum dalam syariat bahwa kesalahan yang tidak disengaja (khatha') dan lupa (nisyan) dimaafkan. Allah SWT berfirman:

"...Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah..." (QS. Al-Baqarah: 286).

  1. Tertelan karena berlebihan (Mubalaghah): Jika seseorang berkumur dengan cara yang berlebihan—misalnya dengan menengadahkan kepala terlalu jauh ke belakang (gargle) atau menyedot air terlalu kuat—lalu air tertelan, maka puasanya batal. Dalam kasus ini, batalnya puasa disebabkan oleh kelalaian orang tersebut. Ia telah melakukan sesuatu yang dilarang (berlebihan saat puasa), yang kemudian menyebabkan batalnya puasa. Ia dianggap ceroboh dalam menjaga puasanya.

Berkumur di Luar Wudu: Untuk Kebersihan dan Kesehatan

Bagaimana dengan berkumur di luar waktu wudu, misalnya setelah sahur untuk membersihkan sisa makanan, atau di siang hari untuk mengatasi bau mulut? Hukumnya kembali pada prinsip awal. Selama dilakukan dengan hati-hati dan tidak ada yang tertelan, maka hal tersebut diperbolehkan. Islam adalah agama yang sangat menekankan kebersihan (thaharah). Menjaga kebersihan mulut adalah bagian dari menjaga kesehatan dan kenyamanan diri sendiri serta orang lain.

Bau mulut saat berpuasa adalah hal yang wajar terjadi karena produksi air liur berkurang dan adanya pelepasan senyawa keton akibat metabolisme lemak. Meskipun ada hadis yang menyebutkan bahwa "bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi," hadis ini berbicara tentang kemuliaan ibadah di sisi Allah, bukan berarti kita dianjurkan untuk membiarkan bau mulut mengganggu orang lain. Oleh karena itu, membersihkan mulut dengan siwak atau sikat gigi (tanpa pasta gigi atau dengan pasta gigi yang tidak berasa dan tidak ditelan) serta berkumur dengan air diperbolehkan sebagai bagian dari ikhtiar menjaga kebersihan.

Perspektif Kesehatan: Manfaat Menjaga Kebersihan Mulut Saat Puasa

Dari sudut pandang medis, menjaga kebersihan rongga mulut saat berpuasa sangatlah penting. Puasa menyebabkan tubuh mengalami dehidrasi ringan dan penurunan produksi saliva (air liur). Kondisi ini menciptakan lingkungan yang ideal bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak, yang menjadi penyebab utama bau mulut (halitosis), penumpukan plak, dan peningkatan risiko radang gusi.

Manfaat Berkumur dari Sisi Kesehatan:

Menggunakan obat kumur (mouthwash) saat berpuasa juga menjadi pertanyaan. Hukumnya sama dengan berkumur dengan air. Diperbolehkan selama tidak tertelan. Namun, disarankan untuk memilih obat kumur yang tidak mengandung alkohol karena alkohol dapat membuat mulut menjadi lebih kering. Pilihlah obat kumur dengan rasa yang tidak terlalu kuat agar tidak merangsang keinginan untuk menelannya.

Panduan Praktis Berkumur Aman Saat Puasa

Agar dapat berkumur dengan aman tanpa membatalkan puasa, berikut adalah beberapa langkah praktis yang bisa diikuti:

  1. Gunakan Air Secukupnya: Ambil air dalam jumlah yang sedikit, tidak perlu memenuhi mulut. Cukup sekadar bisa digunakan untuk membasahi seluruh rongga mulut.
  2. Posisi Kepala Normal atau Sedikit Menunduk: Hindari menengadahkan kepala ke belakang. Jaga posisi kepala tetap tegak atau sedikit menunduk. Ini akan meminimalkan risiko air mengalir ke tenggorokan.
  3. Kumur dengan Perlahan: Gerakkan air di dalam mulut dengan perlahan dan lembut. Fokuskan pada bagian depan dan samping mulut, bukan ke arah tenggorokan.
  4. Hindari Gargle (Berkumur di Tenggorokan): Ini adalah bentuk mubalaghah yang paling jelas. Jangan sekali-kali melakukan gargle karena air hampir pasti akan menyentuh bagian belakang tenggorokan dan berisiko tinggi tertelan.
  5. Keluarkan Air Hingga Tuntas: Setelah selesai, pastikan semua air dikeluarkan dari mulut. Miringkan kepala ke depan untuk membantu mengalirkan sisa air keluar.
  6. Pilih Waktu yang Tepat: Waktu terbaik untuk berkumur adalah saat berwudu dan setelah sahur. Jika perlu berkumur di siang hari, lakukanlah dengan lebih hati-hati.

Mitos dan Fakta Seputar Berkumur Saat Puasa

Banyak kesalahpahaman yang beredar di masyarakat terkait hal ini. Mari kita luruskan beberapa di antaranya.

Mitos: "Setetes air pun yang masuk ke mulut akan membatalkan puasa."

Fakta: Ini tidak benar. Yang membatalkan puasa adalah menelan sesuatu hingga masuk ke dalam rongga perut melalui kerongkongan. Selama air hanya berada di rongga mulut dan tidak ditelan, puasa tetap sah. Analogi sederhananya adalah air liur kita sendiri yang selalu ada di mulut, kita tidak diwajibkan untuk terus-menerus meludahkannya.

Mitos: "Rasa dari obat kumur yang tertinggal di mulut membatalkan puasa."

Fakta: Mayoritas ulama berpendapat bahwa sekadar rasa yang tertinggal setelah berkumur tidak membatalkan puasa, selama tidak ada 'ain (zat atau materi) dari obat kumur tersebut yang sengaja ditelan. Sama halnya dengan sisa rasa makanan setelah sahur. Selama tidak ada materi makanan yang ditelan, puasanya sah.

Mitos: "Lebih baik tidak berkumur sama sekali saat wudu untuk amannya."

Fakta: Ini adalah sikap kehati-hatian yang berlebihan (ghuluw). Berkumur adalah sunnah wudu yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Meninggalkannya hanya karena kekhawatiran yang tidak berdasar justru mengurangi kesempurnaan wudu. Syariat Islam memberikan panduan yang jelas: lakukan sunnah tersebut, tetapi hindari berlebihan.

Kesimpulan: Keseimbangan Antara Ibadah dan Kebersihan

Dari pemaparan yang panjang dan mendetail, dapat disimpulkan bahwa berkumur saat puasa diperbolehkan menurut pandangan mayoritas ulama, dengan syarat utama yaitu tidak ditelan dan tidak dilakukan secara berlebihan (mubalaghah). Islam adalah agama yang memberikan kemudahan dan sangat memperhatikan kebersihan. Menjaga kesehatan dan kebersihan mulut adalah bagian dari ajaran Islam itu sendiri.

Kunci dari pelaksanaan ibadah puasa adalah niat dan kesadaran. Selama kita sadar sedang berpuasa dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjaga diri dari hal-hal yang membatalkannya, maka aktivitas seperti berkumur tidak akan merusak nilai ibadah kita. Justru dengan menjaga kebersihan, kita dapat menjalankan puasa dengan lebih nyaman dan percaya diri saat berinteraksi dengan orang lain.

Oleh karena itu, jangan ragu untuk berkumur saat berwudu atau ketika dibutuhkan untuk membersihkan mulut. Lakukan dengan cara yang benar, penuh kehati-hatian, dan hindari sikap berlebihan. Dengan demikian, kita dapat meraih kesempurnaan ibadah puasa secara spiritual seraya tetap menjaga kesehatan jasmani kita.

🏠 Kembali ke Homepage