Mendalami Bacaan Surat Al Waqiah dan Maknanya

Surat Al Waqiah, surat ke-56 dalam Al-Qur'an, adalah salah satu surat yang paling sering dibaca oleh umat Islam. Dikenal sebagai "Hari Kiamat", surat ini tidak hanya menggambarkan peristiwa dahsyat di akhir zaman, tetapi juga menyimpan hikmah mendalam tentang kekuasaan Allah, rezeki, dan kepastian akan kehidupan setelah mati.

Ilustrasi kaligrafi simbolis yang merepresentasikan keagungan Al-Qur'an.
Ilustrasi abstrak kaligrafi Al-Qur'an sebagai simbol bacaan Surat Al-Waqiah

Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk bacaan Surat Al Waqiah, mulai dari keutamaannya yang masyhur, teks lengkap dalam format Arab, Latin, dan terjemahan, hingga penafsiran mendalam ayat per ayat. Memahami surat ini secara komprehensif akan membuka pintu wawasan spiritual dan memperkuat keyakinan kita kepada Sang Pencipta.

Keutamaan dan Fadhilah Mengamalkan Surat Al Waqiah

Banyak riwayat yang menyebutkan berbagai keutamaan bagi mereka yang rutin membaca dan mengamalkan Surat Al Waqiah. Keutamaan ini bukan sekadar janji duniawi, melainkan lebih kepada penguatan spiritual dan ketenangan jiwa yang berujung pada keberkahan dalam hidup. Salah satu fadhilah yang paling dikenal adalah kaitannya dengan kelapangan rezeki dan perlindungan dari kefakiran.

Namun, penting untuk dipahami bahwa konsep "rezeki" dalam Islam sangatlah luas. Ia tidak terbatas pada harta benda atau kekayaan materi. Rezeki juga mencakup kesehatan, ilmu yang bermanfaat, keluarga yang harmonis, ketenangan hati, dan yang terpenting, iman dan Islam. Dengan merutinkan bacaan Surat Al Waqiah, seorang hamba diajak untuk merenungi kekuasaan Allah yang mutlak sebagai satu-satunya pemberi rezeki. Keyakinan ini akan membebaskan hati dari ketergantungan pada makhluk dan rasa cemas akan masa depan, sehingga melapangkan jalan bagi datangnya keberkahan dari arah yang tidak disangka-sangka.

Selain itu, kandungan utama surat ini adalah pengingat yang kuat tentang Hari Kiamat. Dengan membacanya secara rutin, hati akan senantiasa teringat pada kepastian hari pembalasan. Ini akan mendorong seseorang untuk lebih giat beribadah, menjauhi maksiat, dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat. Surat ini menjadi semacam alarm spiritual yang menjaga kita agar tidak terlena oleh gemerlap dunia yang fana. Dengan demikian, keutamaan terbesar dari mengamalkan Al Waqiah adalah terbentuknya karakter pribadi yang zuhud, tawakal, dan senantiasa berorientasi pada kehidupan abadi di akhirat.

Tafsir dan Kandungan Makna Surat Al Waqiah

Surat Al Waqiah terdiri dari 96 ayat dan dapat dibagi menjadi beberapa bagian tematik yang saling berkaitan. Memahami pembagian ini membantu kita dalam meresapi pesan agung yang terkandung di dalamnya.

Gambaran Dahsyatnya Hari Kiamat (Ayat 1-12)

Bagian awal surat ini langsung dibuka dengan penegasan tentang datangnya "Al-Waqiah" atau peristiwa yang pasti terjadi, yaitu Hari Kiamat. Allah menggambarkan betapa dahsyatnya peristiwa tersebut: bumi diguncangkan sehebat-hebatnya, gunung-gunung dihancurluluhkan hingga menjadi debu yang beterbangan. Ini adalah sebuah pengantar yang mengguncang kesadaran manusia, menghancurkan anggapan bahwa dunia ini akan abadi. Pada saat itu, tidak ada lagi keraguan atau penolakan. Semua akan menyaksikan kebenaran janji Allah dengan mata kepala sendiri.

Setelah gambaran kehancuran alam semesta, Allah menjelaskan bahwa manusia akan dibagi menjadi tiga golongan. Pembagian ini bukan berdasarkan status sosial, kekayaan, atau jabatan di dunia, melainkan berdasarkan amal perbuatan dan keimanan mereka. Ketiga golongan tersebut adalah: Ashabul Maymanah (golongan kanan), Ashabul Masy'amah (golongan kiri), dan As-Sabiqun as-Sabiqun (orang-orang yang terdahulu beriman).

Kenikmatan bagi Golongan Kanan dan Orang Terdahulu (Ayat 13-40)

Allah kemudian merinci balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. As-Sabiqun, yaitu mereka yang paling depan dalam keimanan dan ketaatan, digambarkan sebagai golongan yang paling dekat dengan Allah. Mereka akan ditempatkan di surga-surga kenikmatan (Jannatun Na'im). Kenikmatan yang mereka peroleh sangat luar biasa: mereka duduk di atas dipan-dipan bertahtakan emas dan permata, dilayani oleh anak-anak muda yang kekal, dengan piala, cerek, dan gelas berisi minuman yang tidak memabukkan. Mereka disuguhi buah-buahan pilihan dan daging burung yang lezat.

Sementara itu, Ashabul Maymanah atau golongan kanan juga mendapatkan balasan surga yang penuh kenikmatan. Mereka berada di antara pohon bidara yang tak berduri dan pohon pisang yang bersusun-susun buahnya, dalam naungan yang terbentang luas, di dekat air yang terus mengalir. Kenikmatan ini adalah simbol dari kehidupan yang damai, sejahtera, dan penuh kepuasan, sebagai balasan atas kesabaran dan ketaatan mereka selama di dunia. Deskripsi yang detail ini bertujuan untuk membangkitkan kerinduan dan motivasi dalam diri setiap mukmin untuk meraih ridha Allah.

Azab Pedih bagi Golongan Kiri (Ayat 41-56)

Sebagai kontras dari kenikmatan surga, Allah menggambarkan penderitaan yang akan dialami oleh Ashabul Masy'amah, atau golongan kiri. Mereka adalah orang-orang yang mendustakan hari kebangkitan dan hidup dalam kemewahan yang melalaikan. Balasan bagi mereka adalah azab yang sangat pedih. Mereka akan berada dalam siksaan angin yang sangat panas (samum) dan air yang mendidih (hamim), serta naungan dari asap hitam yang pekat, yang tidak sejuk dan tidak menyenangkan.

Makanan mereka adalah buah dari pohon Zaqqum, sebuah pohon mengerikan yang tumbuh dari dasar neraka Jahim. Ketika mereka memakannya, perut mereka akan terasa seperti terbakar. Untuk menghilangkan dahaga, mereka akan minum air yang mendidih seperti unta yang kehausan. Gambaran ini begitu nyata dan mengerikan, berfungsi sebagai peringatan keras bagi siapa saja yang ingkar dan sombong, agar mereka segera bertaubat sebelum terlambat.

Bukti Kekuasaan Allah di Alam Semesta (Ayat 57-74)

Setelah memaparkan balasan di akhirat, Allah mengajak manusia untuk merenungkan bukti-bukti kekuasaan-Nya yang terhampar di alam nyata. Ini adalah argumen rasional untuk membuktikan kebenaran hari kebangkitan. Allah bertanya kepada manusia:

Rangkaian pertanyaan retoris ini bertujuan untuk menyadarkan manusia akan kelemahan dan ketergantungan mereka kepada Allah, serta mengakui keagungan dan kekuasaan-Nya yang mutlak.

Kemuliaan dan Kesucian Al-Qur'an (Ayat 75-82)

Pada bagian ini, Allah bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang, sebuah sumpah yang agung untuk menegaskan kemuliaan Al-Qur'an. Allah menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah bacaan yang sangat mulia, yang tersimpan dalam kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh). Tidak ada yang dapat menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan Al-Qur'an. Namun, ironisnya, banyak manusia yang justru meremehkan dan mendustakan petunjuk agung ini.

Kelemahan Manusia di Hadapan Kematian (Ayat 83-96)

Sebagai penutup, surat ini kembali menantang orang-orang kafir dengan pemandangan yang paling pasti akan dialami setiap manusia: sakaratul maut. Ketika nyawa seseorang telah sampai di kerongkongan, tidak ada seorang pun, baik keluarga, dokter, maupun orang-orang terdekat, yang mampu menahan atau mengembalikannya. Allah menegaskan bahwa Dia lebih dekat kepada orang yang sedang sekarat itu daripada siapa pun. Ini adalah bukti final dari kekuasaan Allah dan kelemahan mutlak manusia.

Di akhir surat, Allah kembali mengukuhkan pembagian tiga golongan. Jika orang yang meninggal itu termasuk orang yang didekatkan (muqarrabin), maka ia akan memperoleh ketenteraman, rezeki, dan surga kenikmatan. Jika ia termasuk golongan kanan, maka baginya keselamatan. Dan jika ia termasuk golongan pendusta lagi sesat, maka jamuannya adalah air mendidih dan siksaan neraka Jahim. Surat ditutup dengan penegasan bahwa semua yang dijelaskan ini adalah suatu kebenaran yang diyakini (haqqul yaqin), dan diakhiri dengan perintah untuk bertasbih memuji nama Tuhan Yang Maha Agung.

Bacaan Surat Al Waqiah Lengkap: Arab, Latin, dan Terjemahan

Berikut adalah teks lengkap bacaan Surat Al Waqiah beserta transliterasi Latin dan terjemahan dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan pemahaman dan pengamalannya.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i).

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ (١)

Iżā waqa‘atil-wāqi‘ah(tu).

1. Apabila terjadi hari Kiamat,

لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ ۘ (٢)

Laisa liwaq‘atihā kāżibah(tun).

2. terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal).

خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ ۙ (٣)

Khāfiḍatur rāfi‘ah(tun).

3. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).

اِذَا رُجَّتِ الْاَرْضُ رَجًّا ۙ (٤)

Iżā rujjatil-arḍu rajjā(n).

4. Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya,

وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا ۙ (٥)

Wa bussatil-jibālu bassā(n).

5. dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya,

فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّا ۙ (٦)

Fa kānat habā'am mumbassā(n).

6. maka jadilah ia debu yang beterbangan,

وَّكُنْتُمْ اَزْوَاجًا ثَلٰثَةً ۗ (٧)

Wa kuntum azwājan salāsah(tan).

7. dan kamu menjadi tiga golongan.

فَاَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ۗ (٨)

Fa aṣḥābul-maimanati mā aṣḥābul-maimanah(ti).

8. Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.

وَاَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ۗ (٩)

Wa aṣḥābul-masy'amati mā aṣḥābul-masy'amah(ti).

9. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

وَالسّٰبِقُوْنَ السّٰبِقُوْنَۙ (١٠)

Was-sābiqūnas-sābiqūn(a).

10. Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga).

اُولٰۤىِٕكَ الْمُقَرَّبُوْنَ ۚ (١١)

Ulā'ikal-muqarrabūn(a).

11. Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah).

فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ (١٢)

Fī jannātin-na‘īm(i).

12. Berada dalam surga kenikmatan.

ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ (١٣)

Sullatum minal-awwalīn(a).

13. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,

وَقَلِيْلٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَ (١٤)

Wa qalīlum minal-ākhirīn(a).

14. dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.

عَلٰى سُرُرٍ مَّوْضُوْنَةٍۙ (١٥)

‘Alā sururim mauḍūnah(tin).

15. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata,

مُّتَّكِـِٕيْنَ عَلَيْهَا مُتَقٰبِلِيْنَ (١٦)

Muttaki'īna ‘alaihā mutaqābilīn(a).

16. mereka bersandar di atasnya berhadap-hadapan.

يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ (١٧)

Yaṭūfu ‘alaihim wildānum mukhalladūn(a).

17. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,

بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ (١٨)

Bi'akwābiw wa abārīqa wa ka'sim mim ma‘īn(in).

18. dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir,

لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ (١٩)

Lā yuṣadda‘ūna ‘anhā wa lā yunzifūn(a).

19. mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,

وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَۙ (٢٠)

Wa fākihatim mimmā yatakhayyarūn(a).

20. dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,

وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَۗ (٢١)

Wa laḥmi ṭairim mimmā yasytahūn(a).

21. dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.

وَحُوْرٌ عِيْنٌۙ (٢٢)

Wa ḥūrun ‘īn(un).

22. Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,

كَاَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِۚ (٢٣)

Ka'amṡālil-lu'lu'il-maknūn(i).

23. laksana mutiara yang tersimpan baik.

جَزَاۤءًۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ (٢٤)

Jazā'am bimā kānū ya‘malūn(a).

24. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.

لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا تَأْثِيْمًاۙ (٢٥)

Lā yasma‘ūna fīhā lagwaw wa lā ta'sīmā(n).

25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula yang menimbulkan dosa,

اِلَّا قِيْلًا سَلٰمًا سَلٰمًا (٢٦)

Illā qīlan salāman salāmā(n).

26. tetapi mereka mendengar ucapan salam.

وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِيْنِۗ (٢٧)

Wa aṣḥābul-yamīni mā aṣḥābul-yamīn(i).

27. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.

فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ (٢٨)

Fī sidrim makhḍūd(in).

28. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,

وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ (٢٩)

Wa ṭalḥim manḍūd(in).

29. dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),

وَّظِلٍّ مَّمْدُوْدٍۙ (٣٠)

Wa ẓillim mamdūd(in).

30. dan naungan yang terbentang luas,

وَّمَاۤءٍ مَّسْكُوْبٍۙ (٣١)

Wa mā'im maskūb(in).

31. dan air yang tercurah,

وَّفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍۙ (٣٢)

Wa fākihah(tin) kaṡīrah(tin).

32. dan buah-buahan yang banyak,

لَّا مَقْطُوْعَةٍ وَّلَا مَمْنُوْعَةٍۙ (٣٣)

Lā maqṭū‘atiw wa lā mamnū‘ah(tin).

33. yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya,

وَّفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍۗ (٣٤)

Wa furusyim marfū‘ah(tin).

34. dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.

اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ (٣٥)

Innā ansya'nāhunna insyā'ā(n).

35. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,

فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ (٣٦)

Fa ja‘alnāhunna abkārā(n).

36. dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,

عُرُبًا اَتْرَابًاۙ (٣٧)

‘Uruban atrābā(n).

37. penuh cinta lagi sebaya umurnya,

لِّاَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ ࣖ (٣٨)

Li'aṣḥābil-yamīn(i).

38. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,

ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ (٣٩)

Sullatum minal-awwalīn(a).

39. (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,

وَثُلَّةٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ (٤٠)

Wa sullatum minal-ākhirīn(a).

40. dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.

وَاَصْحٰبُ الشِّمَالِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الشِّمَالِۗ (٤١)

Wa aṣḥābusy-syimāli mā aṣḥābusy-syimāl(i).

41. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

فِيْ سَمُوْمٍ وَّحَمِيْمٍۙ (٤٢)

Fī samūmiw wa ḥamīm(in).

42. (Mereka) dalam siksaan angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih,

وَّظِلٍّ مِّنْ يَّحْمُوْمٍۙ (٤٣)

Wa ẓillim miy yaḥmūm(in).

43. dan dalam naungan asap yang hitam.

لَّا بَارِدٍ وَّلَا كَرِيْمٍ (٤٤)

Lā bāridiw wa lā karīm(in).

44. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.

اِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَۚ (٤٥)

Innahum kānū qabla żālika mutrafīn(a).

45. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.

وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِۚ (٤٦)

Wa kānū yuṣirrūna ‘alal-ḥinṡil-‘aẓīm(i).

46. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.

وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ ەۙ اَىِٕذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَۙ (٤٧)

Wa kānū yaqūlūn(a), a'iżā mitnā wa kunnā turābaw wa ‘iẓāman a'innā lamab‘ūṡūn(a).

47. Dan mereka selalu mengatakan, “Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?

اَوَاٰبَاۤؤُنَا الْاَوَّلُوْنَ (٤٨)

Awa ābā'unal-awwalūn(a).

48. Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?”

قُلْ اِنَّ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاٰخِرِيْنَۙ (٤٩)

Qul innal-awwalīna wal-ākhirīn(a).

49. Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian,

لَمَجْمُوْعُوْنَ اِلٰى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ (٥٠)

Lamajmū‘ūna ilā mīqāti yaumim ma‘lūm(in).

50. benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.

ثُمَّ اِنَّكُمْ اَيُّهَا الضَّاۤ لُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَۙ (٥١)

Summa innakum ayyuhaḍ-ḍāllūnal-mukażżibūn(a).

51. Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,

لَاٰكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِّنْ زَقُّوْمٍۙ (٥٢)

La'ākilūna min syajarim min zaqqūm(in).

52. benar-benar akan memakan pohon zaqqum,

فَمَالِـُٔوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَۚ (٥٣)

Fa māli'ūna minhal-buṭūn(a).

53. maka akan penuh perutmu dengannya.

فَشَارِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِۚ (٥٤)

Fa syāribūna ‘alaihi minal-ḥamīm(i).

54. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.

فَشَارِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِۗ (٥٥)

Fa syāribūna syurbal-hīm(i).

55. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.

هٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِۗ (٥٦)

Hāżā nuzuluhum yaumad-dīn(i).

56. Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan.”

نَحْنُ خَلَقْنٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُوْنَ (٥٧)

Naḥnu khalaqnākum fa lau lā tuṣaddiqūn(a).

57. Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?

اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَۗ (٥٨)

Afa ra'aitum mā tumnūn(a).

58. Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.

ءَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الْخَالِقُوْنَ (٥٩)

A'antum takhluqūnahū am naḥnul-khāliqūn(a).

59. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah penciptanya?

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ (٦٠)

Naḥnu qaddarnā bainakumul-mauta wa mā naḥnu bimasbūqīn(a).

60. Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan,

عَلٰٓى اَنْ نُّبَدِّلَ اَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ (٦١)

‘Alā an nubaddila amṡālakum wa nunsyi'akum fī mā lā ta‘lamūn(a).

61. untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (di dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْاَةَ الْاُوْلٰى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ (٦٢)

Wa laqad ‘alimtumun-nasy'atal-ūlā fa lau lā tażakkarūn(a).

62. Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran?

اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ (٦٣)

Afa ra'aitum mā taḥruṡūn(a).

63. Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.

ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزَّارِعُوْنَ (٦٤)

A'antum tazra‘ūnahū am naḥnuz-zāri‘ūn(a).

64. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?

لَوْ نَشَاۤءُ لَجَعَلْنٰهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُوْنَ (٦٥)

Lau nasyā'u laja‘alnāhu huṭāman fa ẓaltum tafakkahūn(a).

65. Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang.

اِنَّا لَمُغْرَمُوْنَۙ (٦٦)

Innā lamugramūn(a).

66. (Sambil berkata), “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,

بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ (٦٧)

Bal naḥnu mahrūmūn(a).

67. bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.”

اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ (٦٨)

Afa ra'aitumul-mā'allażī tasyrabūn(a).

68. Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.

ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ (٦٩)

A'antum anzaltumūhu minal-muzni am naḥnul-munzilūn(a).

69. Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya?

لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ (٧٠)

Lau nasyā'u ja‘alnāhu ujājan fa lau lā tasykurūn(a).

70. Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?

اَفَرَءَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَۗ (٧١)

Afa ra'aitumun-nārallatī tūrūn(a).

71. Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan.

ءَاَنْتُمْ اَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ اَمْ نَحْنُ الْمُنْشِـُٔوْنَ (٧٢)

A'antum ansya'tum syajaratahā am naḥnul-munsyi'ūn(a).

72. Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?

نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَۚ (٧٣)

Naḥnu ja‘alnāhā tażkirataw wa matā‘al lil-muqwīn(a).

73. Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ (٧٤)

Fa sabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).

74. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.

فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ (٧٥)

Fa lā uqsimu bimawāqi‘in-nujūm(i).

75. Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.

وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ (٧٦)

Wa innahū laqasamul lau ta‘lamūna ‘aẓīm(un).

76. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.

اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ (٧٧)

Innahū laqur'ānun karīm(un).

77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia,

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ (٧٨)

Fī kitābim maknūn(in).

78. pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh),

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ (٧٩)

Lā yamassuhū illal-muṭahharūn(a).

79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.

تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ (٨٠)

Tanzīlum mir rabbil-‘ālamīn(a).

80. Diturunkan dari Rabb semesta alam.

اَفَبِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَنْتُمْ مُّدْهِنُوْنَ (٨١)

Afa bihāżal-ḥadīṡi antum mudhinūn(a).

81. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur'an ini?

وَتَجْعَلُوْنَ رِزْقَكُمْ اَنَّكُمْ تُكَذِّبُوْنَ (٨٢)

Wa taj‘alūna rizqakum annakum tukażżibūn(a).

82. kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah).

فَلَوْلَآ اِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَۙ (٨٣)

Falau lā iżā balagatil-ḥulqūm(a).

83. Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,

وَاَنْتُمْ حِيْنَىِٕذٍ تَنْظُرُوْنَۙ (٨٤)

Wa antum ḥīna'iżin tanẓurūn(a).

84. padahal kamu ketika itu melihat,

وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُبْصِرُوْنَ (٨٥)

Wa naḥnu aqrabu ilaihi minkum wa lākil lā tubṣirūn(a).

85. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu, tetapi kamu tidak melihat,

فَلَوْلَآ اِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَۙ (٨٦)

Falau lā in kuntum gaira madīnīn(a).

86. maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah),

تَرْجِعُوْنَهَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ (٨٧)

Tarji‘ūnahā in kuntum ṣādiqīn(a).

87. kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?

فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ (٨٨)

Fa ammā in kāna minal-muqarrabīn(a).

88. Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),

فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ (٨٩)

Fa rauḥuw wa raiḥānuw wa jannatu na‘īm(in).

89. maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan.

وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۙ (٩٠)

Wa ammā in kāna min aṣḥābil-yamīn(i).

90. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,

فَسَلٰمٌ لَّكَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ (٩١)

Fa salāmul laka min aṣḥābil-yamīn(i).

91. maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan.

وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّاۤلِّيْنَۙ (٩٢)

Wa ammā in kāna minal-mukażżibīnaḍ-ḍāllīn(a).

92. Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat,

فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيْمٍۙ (٩٣)

Fa nuzulum min ḥamīm(in).

93. maka dia mendapat hidangan air yang mendidih,

وَّتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ (٩٤)

Wa taṣliyatu jaḥīm(in).

94. dan dibakar di dalam neraka.

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِۚ (٩٥)

Inna hāżā lahuwa ḥaqqul-yaqīn(i).

95. Sesungguhnya (yang disebutkan) ini adalah suatu keyakinan yang benar.

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ (٩٦)

Fa sabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).

96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.

Penutup: Hikmah di Balik Surat Al Waqiah

Membaca dan merenungi Surat Al Waqiah adalah sebuah perjalanan spiritual yang menyadarkan kita akan hakikat kehidupan dan kematian. Ini bukan sekadar surat tentang rezeki, melainkan surat tentang keyakinan, kepastian, dan pertanggungjawaban. Dengan memahami setiap ayatnya, kita diajak untuk melepaskan ketergantungan pada dunia dan menggantungkan seluruh harapan hanya kepada Allah, Sang Pemilik rezeki dan Penguasa Hari Pembalasan. Semoga kita termasuk golongan yang senantiasa istiqamah dalam membaca, memahami, dan mengamalkan ajaran-ajaran luhur yang terkandung dalam bacaan Surat Al Waqiah.

🏠 Kembali ke Homepage