Bacaan Setelah Mendengar Adzan: Panduan Lengkap Keutamaan dan Lafaz Doa

Menara Adzan Allahu Akbar

Adzan, seruan agung yang menggema lima kali dalam sehari, tidak hanya menandai masuknya waktu shalat, tetapi juga merupakan momen spiritual yang penuh berkah. Seruan ini adalah janji, pengingat, dan undangan langsung dari Sang Pencipta. Bagi seorang Muslim, Adzan bukanlah sekadar bunyi, melainkan sebuah pertanda penting yang menuntut perhatian dan penghormatan khusus. Ketika muadzin menyelesaikan seruannya, saat itulah pintu-pintu rahmat terbuka lebar untuk menerima permohonan hamba-Nya.

Praktik spiritual yang dilakukan segera setelah Adzan selesai dikenal sebagai sunnah yang memiliki keutamaan luar biasa. Mengucapkan doa setelah Adzan bukan hanya sebuah ritual, melainkan pengakuan terhadap keesaan Allah, pengakuan terhadap kenabian Muhammad ﷺ, dan permohonan syafa'at (pertolongan di Hari Kiamat). Artikel ini akan mengupas tuntas adab, tata cara, lafaz, dan makna mendalam dari bacaan yang disunnahkan setelah mendengarkan Adzan, menjadikannya panduan lengkap bagi setiap Muslim yang ingin meraih keberkahan maksimal dari momen suci ini.

I. Adab Mendengarkan Adzan dan Mengulanginya

Sebelum kita membahas doa utama setelah Adzan, penting untuk memahami apa yang sebaiknya kita lakukan saat Adzan sedang berkumandang. Sunnah mengajarkan kita untuk tidak menyia-nyiakan setiap kalimat Adzan, melainkan meresponsnya dengan penuh kesadaran.

1. Mengikuti Ucapan Muadzin

Disunnahkan bagi orang yang mendengarkan Adzan untuk mengulang setiap kalimat yang diucapkan oleh muadzin. Tindakan ini merupakan pengakuan lisan terhadap setiap pernyataan tauhid dan syahadat yang dikumandangkan. Namun, terdapat pengecualian dalam dua frasa penting:

Respon 'Laa hawla walaa quwwata illaa billah' pada momen ini menunjukkan penyerahan diri total. Seolah-olah seorang hamba berkata, "Aku tahu shalat itu penting, dan kemenangan sejati ada di sana, namun aku tidak mampu mendatangi atau melaksanakannya kecuali atas kekuatan dan izin-Mu, ya Allah." Ini adalah pengakuan akan kelemahan manusiawi dan ketergantungan mutlak pada Ilahi.

2. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat

Setelah muadzin selesai mengucapkan syahadat (أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ), disunnahkan bagi pendengar untuk menambah lafaz berikut:

وَاَنَا اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا وَبِاْلاِسْلَامِ دِيْنًا.

Wa ana asyhadu an laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuuluhu. Radhiitu billahi Rabbaa, wabi Muhammadin Rasuulaa, wabi-l Islaami Diinaa.

Artinya: "Dan aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Muhammad sebagai Rasulku, dan Islam sebagai agamaku."

Dalam riwayat Hadits Shahih Muslim, barangsiapa yang mengucapkan kalimat kerelaan ini setelah mendengar syahadat Adzan, maka diampuni dosa-dosanya. Ini menunjukkan betapa besar pahala yang tersembunyi hanya dalam merespons Adzan dengan benar.

II. Bacaan Utama Setelah Adzan: Doa Al-Wasilah

Setelah muadzin menyelesaikan seluruh rangkaian Adzan, dan setelah pendengar melakukan respons seperti yang dijelaskan di atas, tiba saatnya untuk mengucapkan doa yang paling agung dan dinanti, yaitu Doa Al-Wasilah (memohon kedudukan tertinggi bagi Nabi Muhammad ﷺ).

Lafaz Doa Setelah Adzan

Inilah lafaz doa yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ, sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits Shahih Bukhari dari Jabir bin Abdullah:

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، [إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ]

Allahumma Rabba hadzihid-Da'watit-taammah, wash-shalaatil qaa'imah, aati Muhammadanil Wasiilata wal fadhiilah, wab'atshu maqaamam mahmuudal-ladzii wa'adtah. [Innaka laa tukhliful mi'aad].

Artinya: "Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat yang akan didirikan (segera), berikanlah kepada Muhammad Al-Wasilah (kedudukan tertinggi di surga) dan Al-Fadhilah (keutamaan), dan bangkitkanlah beliau pada kedudukan terpuji (Maqam Mahmuud) yang telah Engkau janjikan kepadanya. [Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji]."

Catatan: Frasa tambahan إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (Innaka laa tukhliful mi'aad) disebutkan dalam beberapa riwayat, namun jumhur ulama sepakat bahwa lafaz dalam Shahih Bukhari tanpa tambahan tersebut sudah cukup dan paling kuat (sahih). Namun, mengucapkannya tetap diperbolehkan karena memiliki sanad pendukung.

Tangan Berdoa

III. Penjelasan Mendalam Mengenai Setiap Frasa Doa

Untuk mencapai pemahaman spiritual yang utuh dan meningkatkan kekhusyukan dalam berdoa, kita perlu menelaah makna setiap potongan kalimat dalam doa Al-Wasilah. Kedalaman makna inilah yang memberikan bobot luar biasa pada permohonan kita, yang menjadi kunci dari keutamaan syafa'at di Hari Kiamat.

1. اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ (Allahumma Rabba hadzihid-Da'watit-taammah)

"Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini..."

Frasa ini merupakan pengakuan tauhid yang tegas. Adzan disebut sebagai "seruan yang sempurna" (ad-da'watit-taammah) karena ia mencakup kesempurnaan syariat dan tauhid. Tidak ada unsur syirik atau cacat di dalamnya. Adzan mengawali dengan takbir, menegaskan keesaan Allah, dan diakhiri dengan ajakan menuju shalat dan kemenangan. Kesempurnaannya terletak pada kandungannya yang murni, universal, dan abadi.

Menyebut Allah sebagai "Rabb" (Tuhan, Pemelihara, Penguasa) dari seruan ini adalah pengakuan bahwa seluruh syariat, termasuk Adzan, bersumber dari otoritas ilahi semata. Ini bukan seruan buatan manusia, melainkan wahyu yang dipancarkan melalui lisan muadzin.

Para ulama menjelaskan bahwa "sempurna" di sini juga berarti bahwa Adzan adalah seruan yang tidak akan dihapus atau diubah hingga Hari Kiamat, berbeda dengan syariat-syariat sebelumnya yang mungkin termansukh (dihapus atau diganti).

2. وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ (wash-shalaatil qaa'imah)

"...dan shalat yang akan didirikan (segera),"

Frasa ini merujuk pada shalat itu sendiri, yang akan ditegakkan segera setelah Adzan dan Iqamah. Adzan adalah sarana, dan shalat adalah tujuannya. Shalat disebut sebagai "Al-Qaa'imah" (yang akan ditegakkan) karena Adzan adalah pengumuman bahwa ibadah fisik akan segera dimulai. Kita memohon kepada Allah, yang merupakan Tuhan dari seruan dan juga Tuhan dari shalat yang akan kita kerjakan, menegaskan bahwa kedua aspek ini (panggilan dan ibadah) berada di bawah kuasa-Nya.

Frasa ini mengajarkan pentingnya korelasi antara panggilan dan pelaksanaan. Adzan tanpa shalat adalah seruan yang sia-sia; doa setelah Adzan adalah harapan agar kita diberikan kemudahan untuk menegakkan shalat yang sempurna.

3. آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ (aati Muhammadanil Wasiilata)

"...berikanlah kepada Muhammad Al-Wasilah..."

Inilah inti dari doa ini. Al-Wasilah bukanlah sekadar sarana, tetapi secara spesifik, ini adalah kedudukan tertinggi dan termulia di Surga. Nabi Muhammad ﷺ sendiri menjelaskan dalam Hadits riwayat Muslim bahwa Al-Wasilah adalah sebuah martabat (kedudukan) yang hanya pantas diberikan kepada satu hamba Allah. Beliau bersabda, "Maka barangsiapa memohonkan Al-Wasilah untukku, wajib baginya syafa'atku."

Permintaan ini adalah tanda cinta dan penghormatan umat kepada Nabi. Kita tidak memohon kedudukan itu untuk diri kita sendiri, tetapi untuk Rasulullah ﷺ. Dengan meminta kedudukan tertinggi bagi beliau, kita sesungguhnya menginvestasikan amal kebaikan yang balasannya akan kita tuai berupa syafa'at beliau di hari yang paling sulit, yaitu Hari Kiamat. Ini adalah strategi spiritual yang luar biasa cerdas.

4. وَالْفَضِيلَةَ (wal fadhiilah)

"...dan Al-Fadhilah (keutamaan),"

Al-Fadhilah merujuk pada keutamaan dan derajat melebihi seluruh makhluk. Ini adalah pengakuan bahwa Rasulullah ﷺ adalah makhluk termulia yang pernah diciptakan. Permohonan Al-Fadhilah adalah pelengkap dari Al-Wasilah, yang secara keseluruhan menegaskan keistimewaan Nabi di antara para nabi dan rasul lainnya. Keutamaan ini mencakup keunggulan ilmu, akhlak, dan kedudukan di sisi Allah.

5. وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا (wab'atshu maqaamam mahmuudal)

"...dan bangkitkanlah beliau pada kedudukan terpuji (Maqam Mahmuud)..."

Maqam Mahmuud (Kedudukan Terpuji) adalah kedudukan yang dijanjikan oleh Allah dalam Al-Qur'an (Surat Al-Isra: 79). Ini secara universal diyakini sebagai kedudukan syafa'at agung (Syafa’atul ‘Uzhma) pada Hari Kiamat. Ini adalah momen ketika semua manusia, dari generasi awal hingga akhir, berkumpul dalam ketakutan dan menunggu dimulainya perhitungan amal.

Pada saat itu, manusia mencari pertolongan kepada para nabi, namun hanya Nabi Muhammad ﷺ yang diizinkan oleh Allah untuk memulai syafa'at, sehingga perhitungan dapat dimulai. Seluruh makhluk, termasuk para nabi, akan memuji beliau atas keberanian dan izin yang diberikan Allah. Oleh karena itu, kedudukan ini disebut "terpuji" (Mahmuud), karena seluruh alam memuji beliau.

6. الَّذِي وَعَدْتَهُ (alladzii wa'adtah)

"...yang telah Engkau janjikan kepadanya."

Penutup ini adalah penegasan iman terhadap janji Allah. Kita memohonkan sesuatu yang sudah pasti akan Allah berikan kepada Nabi-Nya, namun permohonan kita berfungsi sebagai partisipasi aktif dalam memenuhi janji tersebut. Melalui doa ini, kita menunjukkan kerinduan dan harapan agar janji Ilahi segera terwujud, dan kita ingin menjadi bagian dari proses realisasi kehormatan tersebut.

IV. Keutamaan Agung Doa Setelah Adzan (Syafa'at)

Pahala yang paling menakjubkan dari pembacaan doa setelah Adzan ini adalah janji mendapatkan syafa'at dari Rasulullah ﷺ di Hari Kiamat. Ini adalah janji yang sangat besar, mengingat betapa gentingnya situasi pada hari tersebut.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa ketika selesai mendengarkan Adzan mengucapkan: (lafaz Doa Al-Wasilah), niscaya ia akan memperoleh syafa’atku pada Hari Kiamat." (HR. Bukhari)

1. Pentingnya Syafa'at

Syafa'at (pertolongan) adalah kebutuhan mendasar setiap manusia di Hari Kiamat. Di hari itu, matahari didekatkan, keringat membanjiri, dan setiap orang sibuk dengan urusannya sendiri. Tanpa adanya syafa'at, proses perhitungan amal akan memakan waktu yang sangat lama dan menyiksa. Syafa'at Nabi Muhammad ﷺ dalam Maqam Mahmuud berfungsi untuk mempercepat proses tersebut dan memberikan pertolongan kepada mereka yang pantas mendapatkannya.

Syafa'at yang diperoleh melalui doa ini mencerminkan hubungan timbal balik antara umat dan Nabi. Kita mencintai beliau, menghormati kedudukan beliau, dan memohonkan yang terbaik bagi beliau. Sebagai balasannya, beliau menjamin pertolongan kepada kita. Ini adalah salah satu investasi spiritual terbaik yang dapat dilakukan seorang Muslim.

2. Konsep Ibadah dalam Doa

Doa ini adalah ibadah yang unik karena tujuan utamanya bukanlah meminta sesuatu untuk diri sendiri secara langsung (seperti rezeki atau ampunan dosa), melainkan mendoakan kebaikan bagi Rasulullah ﷺ. Ketika seorang hamba memilih untuk mengutamakan mendoakan Nabi, Allah membalasnya dengan pahala yang jauh lebih besar daripada sekadar permohonan duniawi. Hal ini sejalan dengan kaidah bahwa barangsiapa yang mempermudah urusan orang lain, Allah akan mempermudah urusannya.

Selain syafa'at, keutamaan lain dari doa ini adalah adanya pengakuan bahwa Allah akan memberikan sepuluh kebaikan, menghapus sepuluh keburukan, dan mengangkat sepuluh derajat bagi orang yang bershalawat kepada Nabi ﷺ (sebelum atau sesudah doa Al-Wasilah), seperti yang disebutkan dalam Hadits riwayat Muslim.

V. Sunnah Tambahan Setelah Adzan

Selain Doa Al-Wasilah, terdapat beberapa amalan sunnah lain yang dianjurkan dilakukan dalam jeda waktu yang sangat berharga antara Adzan dan Iqamah. Waktu ini dikenal sebagai salah satu waktu mustajab (dikabulkannya doa).

1. Memperbanyak Shalawat kepada Nabi ﷺ

Sebelum membaca Doa Al-Wasilah, disunnahkan untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ. Shalawat ini berfungsi sebagai pembuka doa, memastikan bahwa permohonan kita diterima, karena Rasulullah ﷺ bersabda bahwa doa apapun akan tertahan di antara langit dan bumi sampai dibacakan shalawat kepada Nabi.

Rasulullah ﷺ bersabda: "Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena sesungguhnya barangsiapa bershalawat untukku satu kali, niscaya Allah bershalawat untuknya sepuluh kali." (HR. Muslim)

Jadi, urutan yang disunnahkan adalah: mengulang Adzan → mengucapkan syahadat tambahan → bershalawat → membaca Doa Al-Wasilah.

2. Memanfaatkan Waktu Mustajab (Doa Pribadi)

Salah satu keistimewaan terbesar dari periode antara Adzan dan Iqamah adalah bahwa doa yang dipanjatkan pada waktu tersebut tidak akan ditolak. Ini adalah kesempatan emas untuk memohon segala hajat, baik urusan dunia maupun akhirat.

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Doa tidak akan ditolak antara Adzan dan Iqamah. Oleh karena itu, berdoalah (meminta).” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Setelah selesai membaca Doa Al-Wasilah, seorang Muslim harus segera mengambil kesempatan ini untuk memohon ampunan, rezeki, kesehatan, atau apa pun yang menjadi kebutuhan mendasarnya. Disarankan untuk memanjatkan doa dengan suara rendah (sirr), menghadap kiblat, dan mengangkat tangan (bagi yang tidak sedang berada di masjid dan takut mengganggu orang lain).

3. Mempersiapkan Diri untuk Shalat

Meskipun bukan doa lisan, mempersiapkan hati dan pikiran untuk shalat adalah sunnah setelah Adzan. Ini mencakup memperbaharui niat, meluruskan shaf (jika di masjid), dan memfokuskan diri pada makna shalat. Seluruh amalan setelah Adzan bertujuan mengantarkan hamba pada pelaksanaan shalat yang khusyuk dan sempurna.

VI. Studi Mendalam: Hukum dan Konteks Waktu

Praktek doa setelah Adzan menimbulkan beberapa pertanyaan fiqih yang sering dibahas oleh para ulama terkait waktu, keadaan, dan pengucapannya.

1. Kapan Tepatnya Doa Dibaca?

Doa Al-Wasilah dibaca segera setelah muadzin menyelesaikan Adzan. Artinya, setelah kalimat terakhir (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ) diucapkan. Tidak disunnahkan menunggu iqamah atau menunda terlalu lama, karena konteks hadits menunjukkan bahwa doa ini terikat erat dengan berakhirnya seruan Adzan.

Namun, jika seseorang baru selesai berwudhu atau ada hal mendesak lainnya, ia masih bisa membaca doa tersebut selama masih dalam rentang waktu antara Adzan dan Iqamah, asalkan ia telah mengikuti sunnah merespons kalimat Adzan secara berurutan sebelumnya.

2. Hukum Doa Setelah Adzan

Jumhur ulama sepakat bahwa membaca doa setelah Adzan adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) berdasarkan janji syafa'at yang disebutkan dalam Hadits Bukhari. Meninggalkannya tidak berdosa, namun seseorang kehilangan pahala yang sangat besar. Beberapa ulama bahkan menekankan bahwa doa ini harus menjadi bagian rutin dari ibadah harian karena terkait langsung dengan hak Rasulullah ﷺ.

3. Doa Setelah Adzan Selain Shalat Wajib

Apakah doa yang sama dibaca setelah Adzan shalat Jumat, Adzan shalat ied, atau Adzan untuk bayi yang baru lahir?

VII. Analisis Linguistik dan Teologi Dalam Hadits Syafa'at

Untuk memahami kedalaman teks doa Al-Wasilah, kita perlu merenungkan implikasi teologis dari pemilihan kata-kata dalam hadits tersebut. Pemilihan kata seperti "Al-Wasilah" dan "Maqam Mahmuud" menunjukkan stratifikasi dan hirarki yang jelas dalam surga dan di Padang Mahsyar.

1. Studi Tentang "At-Taammah" (Sempurna)

Linguistik Arab menekankan bahwa kata at-taammah mengandung arti tidak hanya selesai, tetapi juga lengkap dan bebas dari cacat. Dalam konteks teologi Islam, ini adalah penolakan terhadap konsep-konsep sesat dan penguatan tauhid. Adzan yang sempurna adalah yang bebas dari penambahan atau pengurangan, murni sesuai ajaran Nabi ﷺ. Ketika kita berdoa, kita mengakui kesempurnaan syariat, bukan kesempurnaan diri kita.

2. Implikasi "Al-Wasilah" terhadap Umat

Jika Al-Wasilah adalah kedudukan tertinggi yang hanya milik Nabi, mengapa kita diminta mendoakannya? Jawaban ulama terletak pada konsep 'amal muta'addi (amal yang manfaatnya melampaui diri sendiri). Dengan mendoakan Nabi, kita melakukan amal yang manfaatnya kembali kepada kita dalam bentuk syafa'at. Ini mengajarkan umat untuk berfokus pada kebaikan bersama dan menghargai kepemimpinan spiritual yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya.

3. Makna Maqam Mahmuud yang Universal

Maqam Mahmuud berarti Kedudukan Terpuji. Pujian ini datang dari seluruh alam semesta, termasuk para nabi terdahulu, para malaikat, dan seluruh manusia. Ini menunjukkan keuniversalan risalah Nabi Muhammad ﷺ. Ketika kita memohon Maqam Mahmuud, kita tidak hanya meminta kedudukan yang tinggi, tetapi juga meminta agar janji Allah yang akan membuat Nabi Muhammad ﷺ dihormati oleh semua makhluk dapat segera terwujud. Ini adalah pengakuan akan otoritas beliau sebagai Sayyidul Anbiya wal Mursalin (Pemimpin para Nabi dan Rasul).

VIII. Elaborasi Mendalam Mengenai Konteks Waktu Mustajab (Antara Adzan dan Iqamah)

Waktu antara Adzan dan Iqamah (sering disebut sebagai ‘Bayna Al-Adzanayn’) adalah waktu yang sangat singkat namun mengandung nilai spiritual yang luar biasa tinggi. Ulama fikih dan tasawuf memberikan penekanan khusus pada pemanfaatan momen ini, yang sering kali terlewatkan oleh kebanyakan orang.

1. Keistimewaan Khusus Jeda Waktu

Keistimewaan waktu ini didasarkan pada dua hal: penantian ibadah (menunggu shalat) dan selesainya seruan tauhid (Adzan). Dalam syariat, menunggu shalat sambil suci (berwudhu) dianggap sebagai shalat itu sendiri, dan malaikat mendoakan orang tersebut. Ditambah dengan selesainya Adzan yang membawa janji syafa’at, momen ini menjadi titik pertemuan antara doa, zikir, dan niat ibadah.

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa doa yang tidak ditolak pada waktu ini mencakup seluruh jenis permohonan, baik itu tentang taubat, hajat mendesak, maupun permohonan umum. Penting untuk disadari bahwa kekhusyukan dan kehadiran hati adalah kunci utama dikabulkannya doa pada periode ini.

2. Menggabungkan Doa Utama dengan Doa Pribadi

Sebagaimana disebutkan, urutan yang disunnahkan harus tetap dipertahankan: Shalawat, kemudian Doa Al-Wasilah. Setelah selesai dengan doa sunnah muakkadah ini, barulah seseorang fokus pada doa pribadinya. Jika seseorang merasa doanya terlalu banyak dan waktunya sempit, ia dianjurkan untuk mendahulukan permohonan akhirat daripada permohonan dunia. Memohon ampunan dosa dan istiqamah adalah prioritas tertinggi.

3. Peringatan Terkait Waktu Mustajab

Perlu diingat bahwa waktu mustajab ini berlaku bagi mereka yang secara sadar menunggu shalat. Bagi mereka yang baru saja sampai masjid atau belum merespons Adzan, fokus utama adalah merespons Adzan dan mempersiapkan diri. Waktu ini bukan diperuntukkan bagi obrolan duniawi, melainkan harus diisi dengan zikir, doa, dan tilawah Al-Qur'an (jika waktu memungkinkan).

IX. Perbedaan Pendapat Ulama Fiqih Mengenai Tambahan Lafaz

Dalam memahami sunnah, terkadang kita menemukan sedikit variasi dalam lafaz doa yang diajarkan. Hal ini bukan berarti kontradiksi, melainkan kekayaan riwayat dari berbagai jalur sanad yang sah.

1. Persoalan Tambahan إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ

Sebagian besar kitab fiqih Syafi'i dan Hanbali cenderung menyertakan tambahan lafaz: إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji). Tambahan ini muncul dalam riwayat Hadits Baihaqi dan riwayat tambahan dari Jabir. Sementara riwayat paling sahih di Bukhari dan Muslim tidak mencantumkannya.

Pendapat Ulama: Ulama seperti Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa tambahan ini memiliki pendukung, sehingga membacanya tidaklah mengapa, bahkan dianggap menyempurnakan makna janji Allah. Namun, jika seseorang ingin berpegang teguh pada riwayat yang paling sahih dan paling pendek (riwayat Bukhari), itu sudah mencukupi untuk mendapatkan janji syafa'at.

2. Kedudukan Doa di Telinga Bayi

Mengenai Adzan di telinga bayi, para ulama berbeda pendapat. Mazhab Syafi’i dan Hanbali umumnya memandang amalan ini sunnah berdasarkan hadits yang agak lemah, sementara mazhab Hanafi dan Maliki cenderung tidak menganggapnya sunnah yang ditekankan. Bagi mereka yang mengamalkannya, doa setelah Adzan yang terkait dengan shalat (Doa Al-Wasilah) tidak dibaca, karena tidak ada shalat yang akan didirikan. Fokus doanya adalah memohon perlindungan bagi bayi dari syaitan (seperti yang dilakukan pada saat kelahiran Nabi Isa a.s.).

Penting untuk memisahkan konteks antara Adzan sebagai panggilan shalat wajib lima waktu (yang disertai Doa Al-Wasilah) dan Adzan sebagai ritual pengusir syaitan (yang digunakan untuk bayi atau safar).

X. Implementasi Praktis dan Konsistensi

Tingginya keutamaan doa setelah Adzan menuntut konsistensi dalam pelaksanaannya. Seorang Muslim harus melatih dirinya untuk segera merespons panggilan Adzan, menghentikan segala aktivitas duniawi yang tidak mendesak, dan fokus pada zikir dan doa.

1. Mengatasi Kelalaian

Di era modern, banyak orang yang mendengar Adzan melalui pengeras suara tetapi tidak menganggapnya serius. Musik, percakapan, atau pekerjaan sering kali tidak dihentikan. Ini adalah kerugian besar. Konsistensi dalam menghentikan kegiatan saat Adzan berkumandang adalah langkah pertama menuju pelaksanaan sunnah yang sempurna.

Jika kita berada di tempat umum dan tidak dapat mengucapkan zikir dengan suara, disunnahkan untuk mengucapkannya dalam hati. Yang terpenting adalah kehadiran hati (hudhur al-qalb) dan niat untuk menjalankan sunnah Nabi ﷺ.

2. Pengaruh pada Shalat

Amalan doa setelah Adzan berfungsi sebagai jembatan menuju shalat yang khusyuk. Dengan merespons setiap kalimat Adzan (pengakuan tauhid), bershalawat, dan memohon Maqam Mahmuud, hati menjadi lebih lembut dan siap menerima kewajiban shalat. Seseorang yang mengabaikan adab Adzan cenderung kesulitan mencapai kekhusyukan dalam shalat itu sendiri, karena ia telah melewatkan tahap pemurnian niat dan persiapan spiritual yang krusial.

Doa ini adalah pengingat bahwa tujuan akhir kita adalah bertemu Allah dan mendapatkan syafa'at. Dengan menjaga doa ini, kita memastikan bahwa kita senantiasa terhubung dengan Rasulullah ﷺ dan berada di jalan yang menjanjikan pertolongan di hari akhir.

3. Memperhatikan Adzan yang Berulang

Bagaimana jika kita mendengar Adzan dari beberapa masjid secara bersamaan, atau Adzan pertama (sebelum Subuh) dan Adzan kedua (saat Subuh)?

Disunnahkan untuk merespons dan membaca doa Al-Wasilah setiap kali Adzan berkumandang, asalkan itu adalah Adzan yang sah sebagai penanda waktu shalat (bukan sekadar pengumuman). Adzan kedua untuk shalat Subuh, misalnya, wajib direspons dengan doa Al-Wasilah. Namun, bagi Adzan pertama (yang hanya sebagai pengingat) yang masih dalam kerangka sunnah, para ulama berbeda pendapat; sebagian besar menyarankan fokus pada Adzan utama yang menandai masuknya waktu shalat wajib.

XI. Perbandingan Mendalam: Al-Wasilah dan Al-Fadhilah

Meskipun sering disebutkan bersamaan, Al-Wasilah dan Al-Fadhilah memiliki makna yang berbeda namun saling melengkapi dalam konteks kemuliaan Nabi Muhammad ﷺ.

1. Al-Wasilah (Fokus pada Lokasi)

Secara harfiah, al-wasilah berarti perantara atau sarana. Namun, dalam Hadits, ia merujuk pada sebuah tingkatan spesifik di surga. Imam Al-Qurtubi dan Ibnu Katsir sepakat bahwa ini adalah kedudukan tertinggi yang diletakkan di dekat Arsy (Singgasana Allah). Ini adalah martabat spasial (berkaitan dengan tempat) yang melampaui derajat nabi atau rasul mana pun.

Pentingnya kedudukan ini adalah menunjukkan bahwa meski Nabi Muhammad ﷺ adalah manusia, ia diangkat ke tempat yang paling dekat dengan Ilahi, sebagai penegasan bahwa risalah beliau adalah penutup dan yang paling agung.

2. Al-Fadhilah (Fokus pada Keunggulan)

Al-fadhilah berarti keutamaan atau kelebihan. Ini merujuk pada keunggulan Nabi ﷺ dalam segala aspek—ilmu, makrifat (pengenalan terhadap Allah), amal, kesempurnaan akhlak, dan peran beliau sebagai pencerah umat. Ini adalah martabat kualitatif (berkaitan dengan sifat dan keistimewaan). Al-Fadhilah meliputi seluruh keunggulan yang diberikan Allah kepada beliau dibandingkan makhluk lainnya.

Ketika kita menggabungkan keduanya dalam doa, kita memohon agar Nabi ﷺ diberikan bukan hanya tempat paling mulia (Al-Wasilah), tetapi juga keunggulan mutlak dalam segala sisi (Al-Fadhilah). Hal ini menegaskan kembali ketaatan kita pada perintah Allah untuk menghormati dan memuliakan Nabi-Nya secara total.

XII. Penutup: Mengikat Hati Pada Panggilan Abadi

Adzan adalah poros hari seorang Muslim. Ia memecah hiruk pikuk duniawi dan mengembalikan kita pada poros utama kehidupan: ibadah kepada Allah SWT. Bacaan setelah mendengar Adzan, khususnya Doa Al-Wasilah, adalah hadiah besar yang disiapkan oleh Rasulullah ﷺ bagi umatnya.

Dengan menghafal, memahami, dan mengamalkan doa ini secara konsisten lima kali sehari, kita tidak hanya menaati sunnah, tetapi juga mengikat diri pada janji agung pertolongan di Hari Kiamat. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang senantiasa menjaga adab mendengarkan seruan-Nya dan termasuk golongan yang berhak menerima syafa'at dari kekasih-Nya, Nabi Muhammad ﷺ.

Praktek spiritual yang tampaknya sederhana ini—hanya beberapa kalimat singkat yang diucapkan setelah Adzan—sesungguhnya adalah bekal paling berharga untuk menghadapi hari perhitungan yang panjang, menjamin kita untuk berada di bawah naungan Rasulullah ﷺ pada saat tidak ada naungan selain naungan-Nya.

🏠 Kembali ke Homepage