Menyelami Samudera Cinta dalam Bacaan Maulid Simtudduror
Di tengah riuhnya kehidupan modern, jiwa seringkali merasakan kekosongan yang mendalam, sebuah kerinduan akan ketenangan dan cinta sejati. Bagi umat Islam di seluruh dunia, salah satu sumber mata air spiritual yang tak pernah kering untuk menyejukkan dahaga ini adalah dengan mengenang sosok agung Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Salah satu cara terindah untuk melakukannya adalah melalui bacaan Maulid Simtudduror. Kitab ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan untaian mutiara yang merangkai kisah hidup, sifat mulia, dan cahaya kenabian Rasulullah ﷺ dengan bahasa sastra yang memukau.
Maulid Simtudduror, yang judul lengkapnya adalah ‘Simt al-Durar fī Akhbār Mawlid Khayr al-Basyar wa Mā lahu min Akhlāq wa Awṣāf wa Siyar’ (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Terbaik: Akhlak, Sifat, dan Riwayat Hidupnya), adalah mahakarya Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi. Beliau adalah seorang ulama besar dari Hadhramaut, Yaman, yang dikenal karena kedalaman ilmunya, kesalehannya, dan cintanya yang luar biasa kepada Rasulullah ﷺ. Kitab ini disusun sebagai wujud ekspresi cinta dan kerinduan yang membuncah dari hati beliau, dan energi cinta itu terasa begitu kuat meresap ke dalam setiap baitnya, menyentuh hati siapa saja yang membacanya.
Keistimewaan bacaan Maulid Simtudduror terletak pada gaya bahasanya yang ringkas namun padat makna. Habib Ali Al-Habsyi dengan sangat mahir memilih diksi-diksi yang puitis, mengalir indah, dan mudah dihafalkan, tanpa mengurangi kedalaman makna teologis dan historisnya. Inilah yang membuatnya begitu populer dan dicintai di berbagai belahan dunia, dari Yaman hingga Indonesia, dari Afrika Timur hingga Asia Tenggara. Majelis-majelis pembacaan Simtudduror senantiasa diwarnai dengan suasana khidmat, haru, dan gembira; sebuah perayaan cinta kepada Sang Kekasih Allah.
Mengenal Penyusun: Al-Habib Ali Al-Habsyi
Untuk memahami kedalaman sebuah karya, kita perlu mengenal sang empunya karya. Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi lahir di kota Qasam, Hadhramaut. Sejak kecil, beliau telah menunjukkan kecerdasan luar biasa dan semangat yang membara dalam menuntut ilmu. Beliau dididik langsung oleh ayahandanya, Al-Habib Muhammad bin Husin Al-Habsyi, serta para ulama besar di zamannya. Perjalanan intelektual dan spiritualnya membawanya menjadi salah satu pilar keilmuan dan dakwah di Hadhramaut.
Beliau mendirikan ribat (pondok pesantren) di kota Seiwun yang menjadi pusat ilmu dan spiritualitas, melahirkan banyak ulama dan dai yang menyebarkan cahaya Islam ke berbagai penjuru. Kehidupan Habib Ali adalah cerminan dari apa yang beliau tulis. Akhlaknya adalah Al-Qur'an, perilakunya adalah sunnah, dan hatinya senantiasa terhubung dengan Rasulullah ﷺ. Maulid Simtudduror mulai beliau susun ketika usianya menginjak 68 tahun, sebuah usia yang matang di mana ilmu, hikmah, dan cinta telah mencapai puncaknya. Setiap kali beliau membacakan karyanya ini, getaran cinta dan kerinduan terasa begitu nyata, membuat para hadirin larut dalam lautan mahabbah kepada Sang Nabi.
Struktur dan Kandungan Bacaan Maulid Simtudduror
Maulid Simtudduror terdiri dari beberapa bagian atau rawi yang menceritakan secara kronologis perjalanan cahaya kenabian, mulai dari pujian kepada Allah SWT, penciptaan Nur Muhammad, nasab mulia, peristiwa menjelang kelahiran, momen kelahiran yang agung, hingga sifat-sifat luhur dan mukjizat beliau. Mari kita selami beberapa bagian utamanya.
Pembukaan: Yaa Rabbi Shalli
Majelis biasanya dibuka dengan lantunan qasidah yang sangat masyhur ini. Ia adalah gerbang pembuka, sebuah permohonan tulus kepada Allah agar senantiasa melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang pemberi syafaat.
يَارَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ ، أَشْرَفِ بَدْرٍ فِى الْكَوْنِ أَشْرَقْ
Yaa Rabbi shalli ‘alā Muhammad, Asyrafi badrin fil kauni asyraq
Ya Tuhanku, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, semulia-mulianya bulan purnama yang terbit di alam semesta.
يَارَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ ، أَكْرَمِ دَاعٍ يَدْعُوْ إِلَى الْحَقِّ
Yaa Rabbi shalli ‘alā Muhammad, Akrami dā’in yad’ū ilal haqqi
Ya Tuhanku, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, semulia-mulianya penyeru yang mengajak kepada kebenaran.
Setiap baitnya adalah pengakuan atas keagungan Rasulullah ﷺ dalam berbagai aspek: sebagai cahaya, sebagai penyeru kebenaran, sebagai pribadi pilihan, dan sebagai sosok yang paling mulia. Lirik ini berfungsi sebagai pemanasan spiritual, mempersiapkan hati untuk menerima curahan cahaya dari kisah hidup Sang Nabi.
Rawi Pertama: Pujian Kepada Allah SWT
Bagian awal ini dimulai dengan pujian yang agung kepada Allah SWT, Sang Penguasa Mutlak. Habib Ali memulai dengan memuji Allah yang kekuasaan-Nya Maha Kuat dan keagungan-Nya Maha Tinggi. Ini adalah adab yang luhur, yaitu memulai segala sesuatu dengan memuji Sang Pencipta sebelum memuji makhluk-Nya yang paling mulia.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الْقَوِيِّ سُلْطَانُهْ ، اَلْوَاضِحِ بُرْهَانُهْ ، اَلْمَبْسُوْطِ فِى الْوُجُوْدِ كَرَمُهُ وَإِحْسَانُهْ
Alhamdulillāhil qawiyyi sulthānuh, alwādhihi burhānuh, almabsūthi fil wujūdi karamuhu wa ihsānuh.
Segala puji bagi Allah yang kekuasaan-Nya Maha Kuat, yang bukti-bukti-Nya sangat jelas, yang kemurahan dan kebaikan-Nya terhampar di seluruh wujud.
Dalam untaian ini, kita diajak untuk merenungkan kebesaran Allah. Pujian ini tidak hanya sekadar kata, tetapi pengakuan dari lubuk hati bahwa segala nikmat, termasuk nikmat terbesar berupa diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, berasal dari kemurahan dan kebaikan Allah semata. Ini adalah fondasi tauhid yang kokoh sebelum kita menyelami lautan siroh nabawiyah.
Rawi Kedua: Cahaya Kenabian (Nur Muhammad)
Setelah memuji Allah, Habib Ali beralih kepada persaksian (syahadat) dan mulai mengisahkan tentang asal-usul penciptaan Nabi Muhammad ﷺ dalam bentuk cahaya. Ini adalah konsep tasawuf yang sangat dalam, yang menjelaskan bahwa hakikat Nabi Muhammad ﷺ telah ada sebelum penciptaan alam semesta.
وَاَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهْ ، شَهَادَةً تُعْرِبُ بِهَا اللِّسَانُ عَمَّا تَضَمَّنَهُ الْجَنَانُ مِنَ التَّصْدِيْقِ بِهَا وَالْإِذْعَانْ
Wa asyhadu an lā ilāha illallāhu wahdahū lā syarīka lah, syahādatan tu’ribu bihal lisānu ‘ammā tadhammanahul janānu minat tashdīqi bihā wal idz’ān.
Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Sebuah kesaksian yang diungkapkan oleh lisan tentang apa yang terkandung di dalam hati berupa pembenaran dan ketundukan.
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ ، اَلْمَخْصُوْصُ مِنْ بَيْنِ الْأَنْبِيَاءِ بِشَرَفِ الرِّسَالَةِ وَعِظَمِ النُّبُوَّةِ فِى هَذِهِ الْوِجْهَةِ
Wa asyhadu anna sayyidanā Muhammadan ‘abduhu wa rasūluh, al-makhshūsu min bainil anbiyā-i bisyarāfir risālati wa ‘idhamin nubuwati fī hadzihil wijhah.
Dan aku bersaksi bahwa junjungan kita Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang dikhususkan di antara para nabi dengan kemuliaan risalah dan keagungan kenabian dari sisi ini.
Bagian ini menceritakan bagaimana Allah SWT menciptakan cahaya Nabi Muhammad ﷺ dari cahaya-Nya. Cahaya ini kemudian berkeliling di alam semesta, bertasbih dan mengagungkan Allah, sebelum akhirnya dititipkan dari satu generasi mulia ke generasi mulia berikutnya. Kisah ini menggambarkan betapa istimewanya kedudukan Rasulullah ﷺ, bahkan sebelum beliau dilahirkan ke dunia sebagai manusia. Ini menanamkan dalam diri kita keyakinan bahwa beliau bukanlah manusia biasa, melainkan pilihan terbaik dari seluruh ciptaan.
Rawi Ketiga: Nasab yang Suci dan Peristiwa Menjelang Kelahiran
Di bagian ini, bacaan Maulid Simtudduror mengisahkan perjalanan Nur Muhammad yang dititipkan melalui nasab yang suci dan terpelihara. Dari Nabi Adam 'alaihissalam, berpindah ke Nabi Syits, lalu terus mengalir melalui sulbi para nabi dan orang-orang saleh, hingga sampai kepada Abdullah bin Abdul Muthalib, ayahanda Rasulullah ﷺ.
وَلَمَّا أَرَادَ اللهُ إِبْرَازَ حَقِيْقَتِهِ الْمُحَمَّدِيَّةْ ، وَإِظْهَارَهَا جِسْمًا وَرُوْحًا بِصُوْرَتِهِ وَمَعْنَاهْ ، نَقَلَهَا إِلَى مَقَرِّهَا مِنْ صَدَفَةِ آمِنَةَ الزُّهْرِيَّةْ
Wa lammā arādallāhu ibrāza haqīqatihil muhammadiyyah, wa idzhārahā jisman wa rūhan bishūratihi wa ma’nāh, naqalahā ilā maqarrihā min shadafati Āminataz zuhriyyah.
Dan tatkala Allah berkehendak menampakkan hakikat Muhammad, dan menzahirkannya dalam bentuk jasad dan ruh dengan rupa dan maknanya, Allah memindahkannya ke tempatnya yang tetap, yaitu dalam diri Sayyidah Aminah Az-Zuhriyyah.
Habib Ali dengan indah menggambarkan Sayyidah Aminah sebagai "kerang mutiara" yang terpilih untuk mengandung mutiara terindah, yaitu Rasulullah ﷺ. Diceritakan pula berbagai peristiwa ajaib yang terjadi selama masa kehamilan Sayyidah Aminah. Alam semesta seolah ikut bergembira menyambut kedatangan sang kekasih. Bumi yang kering menjadi subur, hewan-hewan berbicara, dan berhala-berhala di seluruh dunia tertunduk. Semua ini adalah pertanda akan datangnya seorang pembawa rahmat bagi seluruh alam.
Mahallul Qiyam: Puncak Ekspresi Cinta
Inilah puncak dari pembacaan maulid, di mana para jamaah berdiri sebagai tanda penghormatan dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Saat bait-bait yang mengisahkan detik-detik kelahiran beliau dibacakan, suasana menjadi begitu syahdu dan emosional. Lantunan shalawat "Yaa Nabi Salam 'Alaika" menggema, menyatukan hati semua yang hadir dalam satu gelombang cinta.
يَا نَبِي سَلَامْ عَلَيْكَ ، يَا رَسُوْلْ سَلَامْ عَلَيْكَ ، يَا حَبِيْبْ سَلَامْ عَلَيْكَ ، صَلَوَاتُ اللهْ عَلَيْكَ
Yā Nabī salām ‘alaika, Yā Rasūl salām ‘alaika, Yā Habīb salām ‘alaika, shalawātullāh ‘alaika.
Wahai Nabi, salam sejahtera untukmu. Wahai Rasul, salam sejahtera untukmu. Wahai Kekasih, salam sejahtera untukmu. Shalawat Allah tercurah untukmu.
أَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا ، فَاخْتَفَتْ مِنْهُ الْبُدُوْرُ ، مِثْلَ حُسْنِكَ مَا رَأَيْنَا ، قَطُّ يَا وَجْهَ السُّرُوْرِ
Asyraqal badru ‘alainā, fakhtafat minhul budūru, mitsla husnika mā ra-ainā, qaththu yā wajhas surūri.
Bulan purnama telah terbit di atas kita, maka sirnalah semua purnama lainnya. Belum pernah kami melihat keindahan sepertimu, wahai wajah yang penuh kegembiraan.
Berdiri saat Mahallul Qiyam bukan sekadar tradisi, melainkan sebuah visualisasi dari keyakinan bahwa ruh Rasulullah ﷺ hadir di majelis-majelis yang memuliakan beliau. Ini adalah momen di mana hati seorang pecinta benar-benar terhubung dengan yang dicintainya, merasakan kehadiran spiritual beliau, dan mengungkapkan rasa syukur serta cinta yang tak terhingga.
Rawi Keempat dan Seterusnya: Kelahiran dan Masa Kecil yang Agung
Setelah Mahallul Qiyam, bacaan Maulid Simtudduror melanjutkan kisah kelahiran Sang Nabi. Diceritakan bahwa beliau lahir dalam keadaan sujud, bercelak, dan telah dikhitan. Cahaya memancar dari tubuhnya, menerangi istana-istana di Syam. Ini adalah bukti-bukti kenabian yang nyata sejak beliau pertama kali menyentuh bumi.
فَحِيْنَ تَمَّ مِنْ حَمْلِهِ شَهْرَانِ عَلَى مَشْهُوْرِ الْأَقْوَالِ الْمَرْضِيَّةْ ، تُوُفِّيَ بِالْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ أَبُوْهُ عَبْدُ اللهِ
Fa hīna tamma min hamlihi syahrāni ‘alā masyhūril aqwālil mardhiyyah, tuwuffiya bil madīnatil munawwarati abūhu ‘Abdullāh.
Maka ketika genap usia kandungannya dua bulan menurut pendapat yang masyhur dan diridhai, wafatlah di Madinah Al-Munawwarah ayahandanya, Abdullah.
وَلَمَّا تَمَّ مِنْ حَمْلِهِ تِسْعَةُ أَشْهُرٍ قَمَرِيَّةْ ، وَآنَ لِلزَّمَانِ أَنْ يَنْجَلِيَ عَنْهُ صَدَاهْ ، حَضَرَ أُمَّهُ لَيْلَةَ مَوْلِدِهِ آسِيَةُ وَمَرْيَمُ فِيْ نِسْوَةٍ مِنَ الْحَظِيْرَةِ الْقُدْسِيَّةْ
Wa lammā tamma min hamlihi tis’atu asyhurin qamariyyah, wa āna lizzamāni an yanjaliya ‘anhu shadāh, hadhara ummahū lailata maulidihi Āsiyatu wa Maryamu fī niswatin minal hadhīratil qudsiyyah.
Dan ketika telah sempurna kandungannya sembilan bulan qamariyah, dan telah tiba saatnya bagi zaman untuk menampakkan cahayanya, maka ibundanya didatangi pada malam kelahirannya oleh Sayyidah Asiyah dan Sayyidah Maryam bersama para wanita suci dari surga.
Kisah kemudian berlanjut ke masa penyusuan beliau oleh Sayyidah Halimah As-Sa'diyah di perkampungan Bani Sa'ad. Diceritakan bagaimana kehadiran bayi Muhammad membawa berkah yang melimpah ruah bagi keluarga Halimah dan seluruh kabilahnya. Hewan ternak menjadi gemuk dan menghasilkan banyak susu, padang yang tandus menjadi hijau. Ini menunjukkan bahwa rahmat yang beliau bawa tidak hanya untuk manusia, tetapi untuk seluruh alam semesta.
Peristiwa pembelahan dada (Syaqqul Shadr) juga dikisahkan dengan indah, di mana dua malaikat datang membersihkan hati beliau dari segala noda dan mengisinya dengan hikmah serta keimanan. Peristiwa ini adalah persiapan spiritual sejak dini bagi beliau untuk menerima wahyu agung di kemudian hari.
Penutup: Doa dan Harapan Syafaat
Maulid Simtudduror ditutup dengan doa yang sangat menyentuh. Setelah merenungkan seluruh perjalanan hidup Sang Nabi, kita diajak untuk memohon kepada Allah dengan perantaraan (tawassul) kedudukan mulia Rasulullah ﷺ. Doa ini berisi permohonan ampunan, keberkahan, keselamatan di dunia dan akhirat, serta harapan terbesar setiap mukmin: mendapatkan syafaat agung dari beliau di hari kiamat.
Doa ini adalah pengakuan atas kelemahan diri kita dan kesadaran bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan berpegang teguh pada tali Allah dan mengikuti jejak Rasul-Nya. Membaca maulid ini secara keseluruhan, dari awal hingga akhir, adalah seperti melakukan sebuah perjalanan spiritual yang menyehatkan jiwa, membersihkan hati, dan menyuburkan kembali pohon cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Makna dan Manfaat Spiritual Membaca Maulid Simtudduror
Membaca Maulid Simtudduror bukan sekadar aktivitas seremonial. Di dalamnya terkandung manfaat spiritual yang sangat besar, di antaranya:
- Menumbuhkan Cinta (Mahabbah): Dengan mendengar dan merenungkan kisah hidup, perjuangan, dan sifat-sifat mulia Rasulullah ﷺ, rasa cinta dan kekaguman dalam hati akan tumbuh semakin subur. Cinta inilah yang menjadi bahan bakar utama dalam menjalankan ketaatan.
- Mengenal Suri Tauladan (Uswatun Hasanah): Maulid adalah sarana efektif untuk mempelajari sirah nabawiyah. Setiap bagian hidup beliau, dari masa kecil hingga menjadi rasul, adalah pelajaran berharga tentang kesabaran, kejujuran, kasih sayang, kepemimpinan, dan semua akhlak mulia lainnya.
- Memperoleh Keberkahan: Majelis yang di dalamnya disebut nama Allah dan Rasul-Nya adalah majelis yang diberkahi. Para ulama meyakini bahwa rahmat Allah turun dengan deras di tempat-tempat di mana Rasulullah ﷺ dimuliakan dan disanjung.
- Mengharapkan Syafaat: Salah satu tujuan utama membaca maulid dan bershalawat adalah untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah ﷺ di akhirat kelak. Dengan sering mengenang dan memuji beliau di dunia, kita berharap beliau akan mengenali kita sebagai umatnya di hari perhitungan.
- Menyambung Sanad Spiritual: Membaca karya seorang ulama saleh seperti Habib Ali Al-Habsyi berarti kita menyambungkan diri secara spiritual dengan beliau dan guru-gurunya, yang sanadnya terus bersambung hingga kepada Rasulullah ﷺ. Ini adalah rantai emas spiritual yang sangat berharga.
Pada akhirnya, bacaan Maulid Simtudduror adalah sebuah undangan. Undangan untuk menyelami samudra cinta kepada manusia paling agung yang pernah berjalan di muka bumi. Ia adalah oase di tengah padang pasir kehidupan, penawar bagi hati yang gersang, dan cahaya yang menuntun di tengah kegelapan. Dengan menjadikannya sebagai amalan rutin, baik secara pribadi maupun berjamaah, kita sedang berupaya merawat dan menyiram benih cinta di dalam hati, agar kelak kita pantas untuk berkumpul bersama Sang Kekasih di surga-Nya. Aamiin.