Babat, jeroan yang berasal dari dinding lambung sapi atau kerbau, telah lama menjadi primadona dalam berbagai tradisi kuliner di seluruh dunia, terutama di Asia dan Eropa. Di Indonesia, babat bukan hanya sekadar bahan makanan; ia adalah warisan budaya yang terjalin erat dengan filosofi masakan Nusantara. Teksturnya yang kenyal namun lembut (jika dimasak dengan benar), kemampuannya menyerap bumbu dengan sempurna, serta profil rasanya yang khas menjadikannya komponen wajib dalam soto, gule, sate, hingga hidangan gongso pedas.
Namun, di balik kelezatannya, babat menyimpan kerumitan yang luar biasa. Memasak babat memerlukan pemahaman mendalam tentang anatomi, kesabaran dalam proses pembersihan, dan penguasaan teknik masak yang presisi. Artikel ini akan membawa Anda dalam perjalanan komprehensif, mulai dari detail ilmiah mengenai lambung ruminansia hingga panduan langkah demi langkah untuk menciptakan hidangan babat yang tak terlupakan.
Babat bukanlah satu entitas tunggal, melainkan keseluruhan sistem lambung dari hewan ruminansia, yang memiliki empat kompartemen berbeda. Pemahaman terhadap struktur ini sangat penting karena setiap bagian memiliki tekstur, kebutuhan pembersihan, dan kecocokan kuliner yang berbeda. Dalam konteks memasak, kita membagi babat menjadi empat jenis utama, yang dikenal berdasarkan bentuk permukaannya:
Rumen adalah kompartemen pertama dan terbesar dari lambung. Bagian ini dikenal luas dengan nama Babat Handuk karena permukaannya yang tebal, berlipat-lipat menyerupai tumpukan handuk atau karpet. Dinding rumen sangat berotot, menjadikannya bagian babat yang paling tebal dan paling memerlukan waktu pemasakan yang lama untuk mencapai kelembutan sempurna. Karena teksturnya yang kasar dan berongga, Rumen sangat mahir dalam menyerap bumbu, menjadikannya pilihan favorit untuk hidangan yang kaya rempah seperti Gule atau Kari.
Di pasar tradisional, Rumen sering dijual dalam lembaran besar. Tantangan utama Rumen adalah pembersihannya. Lipatan-lipatan tebalnya dapat menahan kotoran dan residu makanan, yang jika tidak dibersihkan dengan teliti, dapat menghasilkan aroma yang tidak sedap. Namun, setelah dibersihkan dan direbus selama berjam-jam, Rumen menawarkan sensasi kunyah yang memuaskan dan rasa jeroan yang paling kuat.
Reticulum, atau Babat Sarang Lebah (Honeycomb Tripe), adalah kompartemen kedua. Namanya berasal dari tampilan permukaannya yang unik, tersusun dari jaringan-jaringan heksagonal yang sangat mirip dengan sarang lebah. Reticulum memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan Rumen, namun jaringannya lebih padat dan lebih elastis.
Secara kuliner, Babat Sarang Lebah sangat dihargai karena penampilannya yang cantik dan teksturnya yang lebih lembut dan halus saat dikunyah. Rongga-rongga kecil heksagonalnya berfungsi sebagai penampung kuah atau saus, menjadikannya ideal untuk sup bening seperti Soto atau hidangan berkuah kental seperti Callos Spanyol. Waktu masaknya sedikit lebih singkat daripada Rumen, dan proses pembersihannya cenderung lebih mudah karena kotoran tidak tertanam sedalam pada lipatan Rumen.
Omasum adalah kompartemen ketiga, yang sering disebut Babat Buku atau Babat Daun karena strukturnya yang menyerupai tumpukan lembaran buku atau daun yang tumpang tindih. Fungsi utama Omasum adalah menyerap air dan mineral. Bagian ini memiliki tekstur yang paling unik di antara keempatnya: banyak lapisan tipis yang saling menempel.
Omasum memiliki rasa yang paling ringan dan tekstur yang paling renyah (bukan kenyal), menjadikannya favorit bagi mereka yang tidak terlalu menyukai tekstur babat yang terlalu tebal dan kenyal. Karena lapisannya yang banyak, Omasum cepat matang. Bagian ini sering digunakan sebagai isian dalam hidangan tumis cepat saji atau sebagai pelengkap dalam mie dan pangsit, di mana tekstur 'crunchy' yang ringan sangat diinginkan. Pembersihannya membutuhkan perhatian ekstra pada setiap sela-sela lipatan daunnya.
Abomasum sering disebut 'lambung sejati' karena ia berfungsi seperti lambung tunggal pada hewan non-ruminansia (tempat sekresi asam pencernaan). Dalam konteks kuliner, Abomasum dikenal sebagai Babat Susu. Bagian ini jarang digunakan sebagai babat 'klasik' karena teksturnya yang lebih halus, lebih mirip daging organ biasa daripada babat berserat.
Abomasum memiliki warna yang lebih merah muda dan biasanya lebih berlemak. Karena fungsinya, seringkali Abomasum memiliki aroma yang paling kuat, sehingga membutuhkan teknik pembersihan dan perlakuan khusus untuk menghilangkan bau asam. Meskipun jarang menjadi fokus utama dalam masakan Indonesia, Abomasum kadang digunakan dalam beberapa masakan Eropa dan Timur Tengah karena kelembutannya yang mendekati daging.
Keputusan untuk menggunakan babat jenis mana dalam suatu resep akan sangat mempengaruhi hasil akhir hidangan. Bayangkan Sate Babat: penggunaan Rumen akan memberikan sate yang tebal dan berisi, sementara penggunaan Reticulum akan memberikan sate dengan tekstur yang lebih ‘berlubang’ dan lebih menyerap bumbu marinasi. Kunci keahlian memasak babat adalah kemampuan untuk memadukan atau memilih jenis babat yang tepat sesuai dengan kekentalan kuah atau intensitas bumbu yang digunakan.
Mengapa babat begitu penting dalam sejarah kuliner? Jawabannya terletak pada prinsip 'Nose to Tail' atau 'tidak ada yang terbuang'. Dalam masyarakat agraris dan pra-industri, ketika sumber protein hewani adalah komoditas mahal, setiap bagian dari hewan harus dimanfaatkan. Babat, meskipun membutuhkan waktu persiapan yang lama, menyediakan sumber protein yang melimpah dan murah.
Di Indonesia, babat memiliki sejarah panjang yang terikat pada masakan kaya rempah di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Masakan seperti *Gongso Babat Semarang* atau *Soto Babat Madura* adalah bukti bagaimana kearifan lokal berhasil mengubah bagian yang sulit diolah menjadi hidangan mewah. Tradisi memasak babat seringkali menggunakan teknik perebusan ganda dan penggunaan bumbu pekat (seperti kunyit, ketumbar, dan serai) yang berfungsi ganda: menghilangkan bau amis khas jeroan dan sekaligus membuat serat babat menjadi lebih lunak.
Di Jawa Tengah, khususnya Semarang, babat naik status menjadi hidangan ikonik, terutama dalam bentuk *Gongso* (tumis pedas manis). Proses gongso yang melibatkan karamelisasi kecap manis dengan bumbu halus dan cabai, membuat tekstur babat menjadi kenyal namun tidak liat, sementara rasanya manis, pedas, dan gurih meresap hingga ke inti. Ini menunjukkan adaptasi kuliner terhadap jeroan, mengubah kelemahan (tekstur liat) menjadi kekuatan (tekstur kenyal yang mantap).
Kecintaan terhadap babat tidak terbatas di Asia. Di Eropa, babat adalah makanan rakyat yang memiliki variasi regional yang kuat:
Fakta Menarik: Penggunaan istilah 'Tripe' dalam bahasa Inggris mengacu pada semua bagian lambung, namun secara tradisional, babat sarang lebah (Reticulum) sering dianggap sebagai kualitas tertinggi karena penampilannya yang bersih dan teksturnya yang seragam.
Babat mentah seringkali memiliki aroma yang kuat dan warna yang kusam. Aroma ini disebabkan oleh residu makanan dalam lambung dan reaksi enzimatik. Menguasai proses pembersihan adalah 70% dari keberhasilan hidangan babat. Jika proses ini dilewati atau dilakukan setengah-setengah, rasa amis akan tetap ada, menutupi bumbu apapun yang Anda gunakan.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk membersihkan dan menghilangkan bau babat, tergantung pada tingkat kekotorannya:
Setelah babat dikerok, rendam dalam larutan air dingin yang diberi cuka putih atau perasan jeruk nipis (perbandingan 1:5 air). Asam membantu mengikat senyawa penyebab bau dan memberikan efek pemutihan ringan. Rendam selama minimal 30 menit, lalu bilas hingga bersih.
Ini adalah metode tradisional yang efektif. Gosok babat secara menyeluruh menggunakan campuran garam kasar dan tepung terigu. Gosokan ini bertindak sebagai abrasif alami untuk mengangkat sisa lendir. Bilas berulang kali hingga air bilasan benar-benar jernih dan tidak berbusa. Tepung juga membantu menyerap sisa bau yang tersisa.
Rebus babat dalam air mendidih yang diberi bumbu aromatik kuat: daun salam, serai, jahe (digeprek), dan sedikit garam. Setelah mendidih selama 5-10 menit, angkat, buang airnya yang kotor dan berbusa, lalu bilas babat di bawah air dingin. Ini adalah langkah penting yang harus diikuti sebelum proses perebusan akhir untuk melunakkan.
Kolagen dan serat otot yang tebal pada babat membutuhkan waktu dan panas yang tepat untuk memecah jaringannya menjadi tekstur yang empuk. Proses melunakkan ini bisa memakan waktu 2 hingga 6 jam, tergantung jenis babat dan metode yang digunakan.
Setelah babat bersih, rebus dalam panci besar dengan air baru. Tambahkan lagi bumbu aromatik (kunyit, bawang putih, lengkuas, daun salam) dan garam. Masak dengan api sangat kecil (simmering), di bawah titik didih, selama 3 hingga 5 jam. Kunci keberhasilannya adalah panas yang stabil dan rendah. Perebusan yang terlalu cepat dan panas akan membuat babat menjadi liat dan keras, bukan lembut.
Panci presto adalah penyelamat waktu. Masukkan babat yang sudah bersih, air, dan bumbu aromatik ke dalam presto. Masak selama 45 hingga 60 menit setelah tekanan tercapai. Metode ini menghasilkan babat yang sangat empuk dalam waktu yang jauh lebih singkat.
Beberapa koki percaya bahwa membekukan babat yang sudah bersih dan telah direbus sebentar (setelah blanching) dapat membantu memecah serat. Pembekuan dan pencairan yang lambat sebelum perebusan utama dapat mempercepat proses pelunakan, meskipun ini lebih merupakan metode tambahan daripada pengganti perebusan panjang.
Enzim bromelain yang terkandung dalam nanas atau daun pepaya memiliki kemampuan memecah protein (proteolitik). Irisan kecil nanas muda dapat ditambahkan ke dalam air rebusan babat. Perlu diperhatikan, penggunaan nanas harus bijaksana; terlalu banyak dapat membuat tekstur babat hancur atau terasa asam. Cukup 2-3 potong kecil nanas untuk setiap kilogram babat.
Dalam diet modern yang sering menghindari jeroan, babat sering disalahpahami. Padahal, babat adalah sumber nutrisi yang padat dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang patut dipertimbangkan.
Meskipun menyehatkan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Babat mengandung kolesterol, meskipun kadarnya tidak setinggi otak atau hati. Konsumsi harus dilakukan dalam batas wajar, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung. Selain itu, karena babat adalah organ penyaring, penting untuk memastikan sumber babat berasal dari hewan yang sehat dan telah dibersihkan dengan standar kebersihan yang tinggi.
Setelah babat berhasil dilunakkan, ia siap diubah menjadi hidangan ikonik. Berikut adalah panduan detail untuk tiga mahakarya babat Indonesia yang menuntut penguasaan bumbu dan tekstur.
Babat Gongso adalah hidangan tumisan babat yang pekat, kaya rasa manis pedas, dan memiliki tekstur yang kenyal namun empuk. Kata 'Gongso' sendiri dalam bahasa Jawa berarti ditumis hingga kering dan matang sempurna, menghasilkan karamelisasi kecap yang mendalam.
Kunci Gongso terletak pada komposisi bumbu halus yang seimbang:
Langkah 1: Menumis Bumbu Aromatik. Panaskan minyak agak banyak. Tumis bumbu halus hingga benar-benar matang dan harum. Ini harus dilakukan dalam waktu yang cukup lama (sekitar 7-10 menit) dengan api sedang, memastikan semua air bumbu menguap dan menyisakan minyak rempah. Proses ini menghindari rasa langu.
Langkah 2: Memasukkan Babat. Masukkan babat yang sudah diiris seukuran gigitan. Aduk cepat agar babat terlumuri bumbu. Tambahkan sedikit kaldu sisa rebusan babat (sekitar 50 ml) untuk mencegah gosong.
Langkah 3: Karamelisasi Kecap. Tuang kecap manis, air asam jawa, garam, dan gula merah (jika menggunakan). Kecap harus diletakkan langsung di wajan panas, bukan dicampur ke babat di wadah. Proses ini memungkinkan gula dalam kecap terkaramelisasi dengan cepat. Masak dengan api besar sebentar, lalu kecilkan. Terus tumis (‘gongso’) hingga kuah mengering, kental, dan bumbu benar-benar menyelimuti babat hingga warnanya cokelat gelap mengilap. Angkat dan sajikan panas dengan bawang goreng dan acar mentimun.
Soto babat adalah perwujudan kesegaran, dengan kuah kaldu yang kaya namun ringan. Dalam resep ini, Reticulum (Sarang Lebah) sering menjadi pilihan utama karena teksturnya yang ideal untuk sup.
Bumbu aromatik dilemparkan utuh ke dalam kaldu untuk memberikan dimensi rasa yang dalam:
Langkah 1: Membuat Kaldu Dasar. Gunakan kaldu sisa rebusan babat (jika sudah melalui proses pembersihan yang sangat baik) atau kaldu ayam/sapi yang baru. Didihkan kaldu.
Langkah 2: Menumis Bumbu. Tumis bumbu halus hingga harum dan matang sempurna. Masukkan serai, lengkuas, daun salam, dan daun jeruk. Tumis hingga daun-daun layu dan aroma wangi keluar.
Langkah 3: Menggabungkan Kaldu. Masukkan tumisan bumbu ke dalam kaldu mendidih. Kecilkan api dan biarkan mendidih perlahan selama minimal 20 menit agar bumbu meresap sempurna ke dalam kaldu. Koreksi rasa dengan garam dan sedikit gula.
Langkah 4: Penyajian. Tata babat yang sudah diiris, tauge, irisan kentang goreng, dan seledri dalam mangkuk. Siram dengan kuah soto panas. Taburi dengan bawang goreng, sambal, dan perasan jeruk nipis. Kuah yang panas akan menghangatkan babat dan melepaskan aroma rempah yang kompleks.
Gule adalah hidangan berkuah santan kental yang menonjolkan kekayaan bumbu. Untuk Gule, Rumen adalah pilihan terbaik karena kemampuannya menahan tekstur dalam kuah kental.
Langkah 1: Mempersiapkan Bumbu. Tumis bumbu halus hingga wangi dan pecah minyak. Masukkan serai, daun jeruk, dan daun kunyit. Masak hingga bumbu benar-benar matang (proses ini dapat memakan waktu 10-15 menit). Bumbu gule harus dimasak lebih lama daripada bumbu soto.
Langkah 2: Memasak Santan. Masukkan santan ke dalam panci. Setelah santan panas, masukkan tumisan bumbu. Aduk perlahan dan terus-menerus agar santan tidak pecah. Masak dengan api kecil hingga mendidih dan kuah menjadi kental.
Langkah 3: Memasukkan Babat. Masukkan babat yang sudah direbus dan diiris-iris. Kecilkan api dan biarkan gule mendidih perlahan (simmering) selama minimal 30-45 menit. Proses ini memungkinkan santan dan bumbu meresap jauh ke dalam serat babat, sekaligus memberikan tekstur kuah yang lebih berminyak dan kaya. Koreksi rasa hingga seimbang gurih, manis, dan pedasnya. Gule Babat paling nikmat disajikan bersama Nasi Hangat dan sambal hijau.
Keindahan babat adalah fleksibilitasnya. Teksturnya yang unik memungkinkan babat beradaptasi dengan hampir semua profil rasa, mulai dari masakan pedas Asia hingga rebusan anggur Eropa.
Di Meksiko, babat, yang disebut *tripas*, sering disiapkan dengan dua cara: direbus dalam sup hominy (Pozole) atau digoreng hingga garing dan disajikan sebagai isian taco. *Tacos de Tripas* adalah hidangan pinggir jalan yang populer, di mana babat Sarang Lebah dipotong kecil-kecil, direbus sebentar, kemudian digoreng dalam lemak babi (manteca) hingga permukaannya sangat renyah. Rasa renyah babat berpadu dengan salsa pedas dan daun ketumbar segar.
Di wilayah Hunan, Tiongkok, babat sering digunakan dalam masakan tumis yang dikenal dengan rasa pedas dan asam. Babat direbus hingga lembut, diiris tipis, kemudian ditumis dengan cabai kering, daun bawang, jahe, dan sedikit cuka hitam. Kontras antara keasaman, panas cabai, dan tekstur babat yang kenyal menjadikannya lauk yang sempurna untuk nasi putih.
Dalam dapur modern, teknik Sous Vide (memasak dalam vakum pada suhu air yang sangat terkontrol) menawarkan cara paling efisien untuk melunakkan babat. Babat yang sudah dibersihkan dibumbui ringan, divakum, dan dimasak pada suhu 85°C selama 12-18 jam. Hasilnya adalah babat yang lembut merata dari luar hingga ke dalam, dengan serat yang tidak hancur dan kelembaban yang maksimal. Babat Sous Vide ini kemudian dapat digoreng sebentar untuk mendapatkan sedikit kegaringan atau ditambahkan langsung ke kaldu. Teknik ini menjamin konsistensi tekstur yang sulit dicapai dengan perebusan tradisional.
Keberhasilan hidangan babat sangat tergantung pada kualitas bahan baku. Memilih babat yang segar dan mengetahui cara menyimpannya adalah langkah krusial yang sering diabaikan.
Dalam masakan babat, peran bumbu aromatik adalah ganda: pemberi rasa dan penghilang bau. Bahan-bahan seperti kunyit, jahe, daun salam, dan serai adalah esensial. Kunyit memberikan aroma tanah yang hangat dan warna cerah, yang sangat efektif dalam menutupi aroma jeroan. Jahe dan lengkuas, dengan sifat volatilnya, menembus serat babat selama perebusan, memastikan babat yang sudah matang tidak lagi beraroma amis.
Penggunaan rempah utuh, seperti cengkeh, kapulaga, dan kayu manis (terutama dalam Gule), memberikan kedalaman rasa yang tidak bisa dicapai dengan bubuk rempah semata. Rempah utuh harus ditumis bersama bumbu halus agar minyak esensialnya terlepas sebelum ditambahkan ke dalam cairan masakan.
Babat yang sudah matang dapat disimpan dengan baik. Babat yang sudah direbus empuk dapat diiris, ditempatkan dalam wadah kedap udara, dan dibekukan. Babat beku akan bertahan hingga 3 bulan tanpa kehilangan banyak tekstur, menjadikannya 'makanan siap pakai' yang sangat praktis.
Ketika Anda ingin menggunakannya, cukup cairkan babat rebus tersebut, dan ia siap untuk diolah menjadi Gongso, digoreng tepung, atau dimasukkan ke dalam soto tanpa perlu mengulang proses perebusan yang lama.
Jika tersisa babat yang sudah dimasak (misalnya sisa Gule), ia dapat diolah kembali menjadi hidangan baru. Babat Gule yang dimasak kembali hingga kuahnya mengering dan mengkaramel di wajan akan menghasilkan 'Babat Balado Kering' yang luar biasa. Demikian pula, sisa babat soto dapat diiris tipis dan dicampur dalam Nasi Goreng Jawa, memberikan tekstur kenyal yang menyenangkan pada hidangan nasi.
Eksplorasi terhadap babat adalah eksplorasi terhadap warisan kuliner yang menghargai setiap bagian dari sumber daya. Dari tekstur kasar Rumen hingga pola geometri Reticulum, babat menawarkan kanvas rasa yang tak terbatas bagi mereka yang bersedia menginvestasikan waktu dan kesabaran dalam proses persiapannya. Babat, pada dasarnya, adalah sebuah pengabdian kuliner—hasil akhir kelembutan yang diperoleh dari perjuangan melawan tekstur keras, menghasilkan hidangan yang kaya, memuaskan, dan sangat bernutrisi.
Memahami perbedaan antara Babat Handuk dan Babat Sarang Lebah adalah langkah pertama. Menguasai teknik pembersihan dan pelunakan adalah langkah berikutnya yang menentukan. Setelah itu, dunia rasa Nusantara dan internasional terbuka lebar, siap untuk diisi dengan kreasi babat Anda sendiri, menjadikannya bintang utama di meja makan, bukan sekadar jeroan yang diabaikan. Babat adalah bukti bahwa dengan teknik yang tepat, potongan daging yang paling sederhana pun dapat diubah menjadi hidangan mewah dan berkesan mendalam. Kehadirannya dalam kuliner Indonesia akan terus abadi, diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian integral dari kekayaan gastronomi bangsa.
Filosofi memasak babat mengajarkan kita kesabaran. Hidangan terbaik dari babat tidak pernah tergesa-gesa. Perjalanan dari lambung sapi yang kotor menuju hidangan soto yang bersih dan wangi adalah metafora kuliner tentang transformasi. Bumbu yang kuat, teknik pelunakan yang presisi, dan api kecil yang stabil adalah instrumen yang mengubah serat kolagen yang keras menjadi tekstur lembut yang dicintai banyak orang. Di dapur, babat menuntut rasa hormat; rasa hormat terhadap bahan, terhadap proses, dan terhadap tradisi yang telah menyempurnakan hidangan ini selama ratusan tahun. Dengan mengikuti panduan mendalam ini, setiap koki rumahan dapat menaklukkan tantangan babat dan menyajikan hidangan jeroan yang bukan hanya enak, tetapi juga sempurna dari segi tekstur dan aroma. Kekayaan gizi, sejarah budaya, dan variasi resep yang tak terhitung menjamin bahwa babat akan tetap menjadi salah satu jeroan paling berharga dalam peta kuliner global.
***
Untuk mencapai babat yang 'melt-in-your-mouth' (meleleh di mulut), kita perlu memahami kimia kolagen. Kolagen adalah protein yang sangat kuat yang membuat babat liat. Ketika dipanaskan di atas 80°C (tetapi di bawah titik didih cepat) dalam waktu yang sangat lama, kolagen mulai terhidrolisis menjadi gelatin. Proses hidrolisis ini yang mengubah tekstur keras menjadi lembut dan berlendir (dalam arti yang baik, memberikan 'mouthfeel' yang kaya).
Ketika merebus babat, perbandingan air dan babat harus minimal 3:1. Cairan harus cukup banyak sehingga babat tidak pernah terpapar udara saat proses pemasakan berlangsung lama. Selalu gunakan bumbu tawar dalam air rebusan awal (daun salam, serai, garam minimal) agar babat bisa menyerap rasa secara netral. Jika Anda berencana memasak Gule, Anda dapat menambahkan kunyit dan sedikit ketumbar dalam air rebusan; jika Anda merencanakan Soto bening, pertahankan air rebusan sebersih mungkin.
Setelah perebusan awal, babat seringkali dipotong, dibumbui dengan *bumbu dasar kuning* (seperti yang digunakan untuk ayam goreng), dan direbus lagi sebentar atau digoreng. Teknik ini disebut *ungkep*. Proses ungkep ini memastikan bumbu inti benar-benar meresap ke dalam jaringan babat sebelum diolah lebih lanjut (misalnya, digoreng krispi atau disajikan sebagai sate).
Babat yang sudah empuk adalah bahan netral yang sempurna untuk dipadukan dengan berbagai sambal. Keseimbangan antara babat yang kaya rasa jeroan harus diseimbangkan dengan kontras rasa yang kuat dari pelengkap:
Meskipun babat sendiri relatif rendah lemak, lemak yang melekat pada dinding babat (terutama pada Rumen) tidak boleh dibuang sepenuhnya. Lemak ini memberikan rasa yang mendalam dan *mouthfeel* yang mewah pada hidangan seperti Gule atau Kari. Saat membuat hidangan Gongso, sebagian lemak ini akan larut dan bercampur dengan kecap, membantu proses karamelisasi dan memberikan kilau yang indah pada babat.
Di beberapa budaya, babat diolah melalui proses fermentasi ringan atau pengasinan sebelum dimasak. Meskipun jarang ditemukan di Indonesia, teknik ini bertujuan untuk menambah kedalaman rasa umami dan membantu proses pelunakan.
Dalam resep Eropa tertentu, babat direndam dalam larutan garam dan cuka selama 24 jam setelah pembersihan. Proses ini tidak hanya membantu menghilangkan bau, tetapi juga memulai proses denaturasi protein. Babat yang telah diasinkan seringkali menghasilkan hidangan akhir yang lebih bersih dan tekstur yang lebih mudah dicapai kelembutannya.
Kaldu yang dihasilkan dari perebusan babat, jika babat telah dibersihkan dengan baik, adalah kaldu yang sangat bernutrisi, kaya kolagen (gelatin), dan memiliki rasa umami yang kuat. Kaldu ini seharusnya tidak dibuang. Kaldu babat dapat digunakan sebagai dasar untuk sup, kuah, atau bahkan sebagai cairan pengganti air dalam memasak nasi, memberikan rasa yang lebih kaya pada hidangan pendamping.
Penggunaan kaldu ini adalah praktik Zero Waste yang sangat sesuai dengan filosofi kuliner tradisional. Dengan memanfaatkan kaldu, kita tidak hanya menghormati bahan, tetapi juga memaksimalkan potensi gizi dari seluruh proses memasak babat.
***
Menjelajahi dunia babat adalah membuka lembaran baru dalam penguasaan teknik kuliner. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana bagian yang paling sederhana dan paling menantang dari seekor hewan dapat diubah menjadi hidangan yang dihormati di berbagai benua. Dari renyahnya Babat Daun yang cepat matang, hingga kelembutan Babat Sarang Lebah yang sempurna menyerap kuah Soto, setiap jenis babat menawarkan pengalaman tekstur yang unik.
Kesempurnaan babat tidak terletak pada kecepatan, melainkan pada ketekunan. Kesabaran dalam membersihkan lipatan, ketepatan dalam suhu perebusan, dan keragaman bumbu yang digunakan adalah elemen-elemen yang membentuk rasa akhir. Babat adalah hidangan yang menceritakan sejarah: sejarah kemiskinan yang memaksa pemanfaatan total, sejarah adaptasi bumbu lokal untuk menaklukkan aroma jeroan, dan sejarah kuliner global yang selalu mencari tekstur dan rasa baru.
Oleh karena itu, jangan pernah menganggap remeh babat. Di balik penampilan sederhana, tersimpan kompleksitas rasa dan tantangan teknis yang membutuhkan penguasaan sejati. Ketika Anda duduk menikmati semangkuk Soto Babat yang hangat atau sepiring Gongso yang pedas manis, Anda tidak hanya menikmati jeroan, tetapi Anda merayakan warisan kuliner yang telah teruji waktu, menantang para koki, dan memuaskan selera sejak zaman dahulu. Penguasaan babat adalah tanda seorang koki yang sabar, cermat, dan menghargai kedalaman rasa yang hanya dapat diberikan oleh waktu dan rempah-rempah yang tepat.
***
Dalam skala industri, pembersihan babat tidak hanya mengandalkan air dan pengerok, tetapi juga melibatkan proses kimiawi untuk sterilisasi dan pemutihan. Meskipun di rumah kita mengandalkan bahan alami, memahami prinsipnya dapat meningkatkan kebersihan babat rumahan.
Di Indonesia, kapur sirih (Calcium Hydroxide) kadang digunakan dalam jumlah sangat kecil untuk proses pemutihan babat. Kapur sirih bersifat basa (alkalin) dan sangat efektif melarutkan residu lendir dan memutihkan lapisan luar babat. Jika menggunakan kapur sirih, pastikan dosisnya sangat minimal dan babat dibilas hingga benar-benar bersih berkali-kali. Penggunaan yang berlebihan akan meninggalkan rasa pahit dan merusak tekstur babat.
Ketika babat direbus terlalu panas (mendidih keras), kolagen akan menyusut cepat dan memaksa cairan keluar dari jaringan, menghasilkan babat yang sangat liat seperti karet. Oleh karena itu, suhu ideal untuk hidrolisis kolagen adalah antara 85°C hingga 95°C. Ketika babat mencapai kelembutan yang diinginkan, suhu harus segera diturunkan, atau proses memasak dihentikan. Membiarkan babat dalam air mendidih yang terlalu lama setelah mencapai kelembutan sempurna justru dapat menyebabkan babat menjadi hancur atau berserat terlalu lunak, kehilangan karakteristik kenyalnya.
Babat tidak hanya nikmat dalam kuah. Babat dapat diubah menjadi camilan atau pelengkap krispi yang luar biasa. Setelah babat direbus empuk, diiris tipis, dan di-ungkep bumbu kuning, ia siap untuk digoreng. Kunci babat krispi adalah minyak panas sedang dan penggorengan dua kali (double frying):
Babat krispi ini sangat populer di hidangan Asia Tenggara dan Amerika Latin, sering disajikan dengan bubuk cabai, garam, dan taburan daun jeruk kering. Ini adalah contoh sempurna bagaimana tekstur babat yang liat dapat diubah menjadi tekstur krispi yang memuaskan melalui teknik menggoreng yang tepat.
***
Keberadaan babat dalam piring kuliner bukan sekadar pengisi, melainkan penentu karakter. Jika hidangan berkuah seperti Gule memiliki jiwa yang kaya dan hangat, maka babat adalah tulang punggung yang memberikan substansi. Jika Soto adalah tentang kesegaran rempah yang menari di lidah, maka babat adalah fondasi tekstur yang stabil. Pemahaman holistik terhadap babat, dari sumbernya di lambung ruminansia hingga proses karamelisasi dalam wajan Gongso, adalah esensi dari masakan jeroan yang otentik dan berkelas.
Kami telah menelusuri seluk-beluk babat, menyingkap misteri di balik empat jenisnya, mendalami teknik pelunakan yang memakan waktu berjam-jam, dan merayakan kemampuannya beradaptasi di dapur global. Babat adalah perjalanan kuliner yang membutuhkan komitmen, tetapi imbalan rasa yang ditawarkan jauh melampaui usaha yang dikeluarkan. Dengan bekal pengetahuan ini, setiap sajian babat yang Anda buat akan menjadi mahakarya, sebuah penghormatan pada tradisi dan sebuah perayaan tekstur yang unik.
***
Jeroan, termasuk babat, adalah representasi dari sejarah panjang manusia dalam memanfaatkan sepenuhnya apa yang alam sediakan. Di tengah arus modernisasi kuliner, penting untuk mempertahankan resep-resep klasik babat—resep yang memastikan bahwa keterampilan warisan dalam mengolah bahan yang sulit tetap hidup. Entah Anda memilih Babat Gongso Semarang yang pekat, Soto Babat Madura yang bening dan menyegarkan, atau bahkan Tacos de Tripas yang renyah, babat akan selalu menawarkan pengalaman yang kaya, tekstur yang memuaskan, dan sebuah kisah sejarah di setiap gigitan.