Ayam Pelung adalah salah satu warisan genetik ternak asli Indonesia yang paling berharga dan unik. Ayam ini berasal dari wilayah Cianjur, Jawa Barat, dan telah dikenal luas bukan karena ukuran tubuhnya yang besar, melainkan karena keunikan suara kokoknya. Kata "Pelung" sendiri konon berasal dari bahasa Sunda yang merujuk pada postur tubuh yang menjulang tinggi atau melengkung, meskipun asosiasi yang paling kuat adalah dengan panjangnya lantunan suara kokoknya yang khas.
Berbeda dengan ayam pedaging atau petelur komersial, Ayam Pelung dikembangkan murni sebagai ayam hias, kontes, dan tradisi. Nilai jual utamanya terletak pada kualitas kokok, yang dinilai berdasarkan panjang, irama, dan variasi nadanya. Sebuah kokok Ayam Pelung yang sempurna dapat berlangsung hingga beberapa detik, dengan modulasi nada yang dramatis, memberikan kesan mendalam yang membedakannya dari kokok ayam kampung biasa.
Sejarah mencatat bahwa Ayam Pelung mulai populer pada abad ke-19, khususnya di lingkungan pesantren di Cianjur. Salah satu tokoh sentral dalam pelestarian awal Ayam Pelung adalah Haji Djidjal, seorang pemuka agama di desa Bunikasih, Warungkondang, Cianjur. Beliau diyakini merupakan orang yang pertama kali secara serius mengembangkan dan menyeleksi bibit unggul Ayam Pelung. Seleksi genetik yang dilakukan sejak masa itu difokuskan pada tiga aspek utama: postur tinggi, pertumbuhan cepat, dan kualitas kokok yang luar biasa.
Wilayah Cianjur yang merupakan bagian dari dataran tinggi Priangan memiliki lingkungan yang mendukung perkembangan ayam dengan karakteristik fisik yang kokoh. Ketersediaan pakan alami yang kaya serta sistem pemeliharaan tradisional yang ketat membantu membentuk ras Ayam Pelung menjadi seperti yang kita kenal sekarang. Pelung bukan hanya sekadar ayam ternak, tetapi telah menjadi simbol budaya dan kebanggaan masyarakat Cianjur, yang diresmikan sebagai fauna identitas khas daerah tersebut.
Di Jawa Barat, kontes Ayam Pelung (sering disebut sebagai ‘adu bagong’ atau kontes kokok) adalah acara sosial yang penting. Kontes ini bukan tentang pertarungan fisik, melainkan pertarungan keindahan vokal. Kepemilikan Ayam Pelung dengan suara kokok juara sering kali memberikan status sosial yang tinggi bagi pemiliknya. Hal ini mendorong peternak untuk berinvestasi besar dalam pemilihan bibit unggul dan perawatan yang intensif, memastikan garis keturunan genetik Pelung yang murni tetap terjaga.
Keunikan suara ini bahkan menciptakan terminologi khusus dalam bahasa Sunda untuk menggambarkan kualitas kokok, seperti 'gonggong' (panjang dan bergaung), 'patah' (variasi nada), dan 'rima' (keteraturan interval). Kehadiran Ayam Pelung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Cianjur dan sekitarnya menunjukkan betapa eratnya hubungan antara warisan hayati dengan identitas lokal.
Ayam Pelung memiliki ciri fisik yang membedakannya secara jelas dari ayam lokal atau ayam ras lainnya. Karakteristik ini penting untuk dipahami, terutama bagi peternak yang ingin menjaga kemurnian genetik dan menghasilkan anakan berkualitas tinggi. Postur tubuh yang besar dan tegap adalah salah satu indikator visual utama.
Ayam Pelung jantan dewasa dapat mencapai bobot yang signifikan, berkisar antara 3,5 hingga 5,0 kilogram, bahkan beberapa spesimen unggul bisa melebihi batas tersebut. Namun, berat bukanlah fokus utama penilaian; yang lebih penting adalah tinggi badan. Ayam Pelung jantan memiliki kaki yang panjang dan postur berdiri yang tegak, memberikan kesan gagah dan menjulang. Ketinggian tubuhnya bisa mencapai 50 hingga 65 sentimeter, tergantung garis keturunan.
Bentuk tubuhnya cenderung panjang, padat, dan proporsional. Otot dada berkembang dengan baik, menandakan kesehatan dan vitalitas yang prima. Perbedaan ukuran antara jantan dan betina cukup mencolok; betina (induk) cenderung lebih ramping dan bobotnya berkisar antara 2,5 hingga 3,5 kilogram, meskipun tetap memiliki kerangka tubuh yang besar.
Ciri khas lain terletak pada bagian kepala. Ayam Pelung umumnya memiliki jengger berbentuk tunggal (single comb) atau disebut juga jengger bilah. Jengger ini harus kokoh, besar, dan berwarna merah cerah, menunjukkan kesehatan yang optimal. Namun, variasi bentuk jengger juga dapat ditemukan, meskipun jengger tunggal adalah yang paling dihargai dalam kontes.
Bagian pial (gelambir) Ayam Pelung juga besar dan simetris, menggantung di kedua sisi kepala. Matanya cerah, tajam, dan ekspresif. Area wajah dan telinga (cuping telinga) harus bersih tanpa cacat. Warna cuping telinga sering kali menentukan keserasian dengan warna bulu, meskipun tidak sekritis ras lain, cuping merah yang serasi dengan jengger adalah kriteria ideal.
Ayam Pelung tidak memiliki standar warna bulu yang tunggal seperti ayam ras murni lainnya. Justru, variasi warna adalah hal yang umum dan dihargai, asalkan warnanya cerah dan kontras. Kombinasi warna yang sering ditemukan meliputi:
Bulu pada bagian leher (rawis) harus lebat dan panjang, menjuntai ke bagian dada. Bulu ekor sangat penting; harus panjang, melengkung ke bawah, dan kaya serat. Kualitas bulu mencerminkan kesehatan ayam; bulu yang kusam atau rontok berlebihan menunjukkan masalah kesehatan atau malnutrisi.
Kaki Ayam Pelung harus kuat, besar, dan panjang. Warna kaki yang paling disukai adalah kuning atau hijau (hijau lumut), dan harus bersih dari sisik abnormal. Jari-jari kaki harus lurus dan kuat mencengkeram. Struktur kaki yang kokoh ini diperlukan untuk menopang tubuhnya yang besar dan tinggi.
Meskipun bukan ayam petarung, Ayam Pelung jantan memiliki taji yang berkembang baik. Namun, taji tidak menjadi kriteria utama dalam penilaian kontes kokok. Kekuatan dan kebersihan kaki lebih diutamakan sebagai indikator kesehatan keseluruhan dan kemampuan untuk berdiri tegap selama berkokok.
Penting untuk membedakan Ayam Pelung dari ayam lokal Jawa Barat lainnya, seperti Ayam Kedu atau Ayam Kampung biasa. Ayam Pelung secara genetik telah terseleksi untuk pertumbuhan kerangka yang jauh lebih cepat dan besar, serta memiliki gen dominan untuk suara kokok yang panjang. Ayam Kampung memiliki variasi genetik yang lebih luas dan tidak memiliki konsistensi ukuran tubuh maupun kualitas kokok seperti Pelung.
Kokok adalah inti dari keberadaan Ayam Pelung. Kualitas suara inilah yang menjadikannya primadona di dunia perunggasan hias. Kokok Pelung tidak hanya berfungsi sebagai panggilan teritorial biasa, tetapi merupakan sebuah pertunjukan orkestrasi vokal yang kompleks. Penilaian kontes kokok dilakukan dengan sangat rinci dan melibatkan juri yang ahli di bidang ritme, nada, dan panjang durasi kokok.
Dalam kontes nasional, kokok Ayam Pelung dinilai berdasarkan tiga komponen utama yang harus mencapai harmoni sempurna:
Durasi adalah seberapa lama ayam mampu mempertahankan lantunan kokoknya dalam satu tarikan napas. Ayam Pelung yang unggul dapat berkokok selama 5 hingga 10 detik, bahkan ada yang mencapai lebih dari 12 detik, jauh melampaui ayam biasa yang hanya 1-2 detik. Kokok harus dimulai dengan intonasi yang jelas dan diakhiri dengan penurunan nada yang anggun (disebut ‘gonggong’ atau ‘gelombang’). Kegagalan untuk mempertahankan durasi atau kokok yang terputus-putus akan mengurangi skor.
Amplitudo (volume) kokok juga diperhitungkan. Meskipun harus keras dan menggelegar, suara tidak boleh pecah atau serak. Kualitas resonansi sangat penting, menunjukkan kesehatan pita suara dan paru-paru ayam. Ayam Pelung yang sehat memiliki resonansi yang mampu terdengar dari jarak ratusan meter, terutama di pagi hari.
Rima merujuk pada interval dan pola pengulangan kokok. Kokok Pelung memiliki ritme yang khas: biasanya dimulai dengan nada pembuka yang pendek, diikuti dengan serangkaian nada panjang yang bergelombang, dan diakhiri dengan penutup. Irama harus teratur dan konsisten. Jika ayam berkokok terlalu cepat atau terlalu lambat di tengah durasi, hal itu dianggap cacat.
Peternak Pelung sering menggunakan istilah musik untuk menggambarkan rima, seperti tempo andante atau allegro, menunjukkan bahwa ritme yang ideal berada pada kecepatan yang menyenangkan telinga, tidak terburu-buru, dan memiliki jeda yang proporsional antara setiap gelombang kokok. Keharmonisan rima inilah yang membedakan ayam Pelung 'biasa' dengan ayam Pelung 'juara'.
Variasi nada atau modulasi adalah elemen paling artistik dari kokok Pelung. Ayam Pelung harus mampu menampilkan perubahan nada yang indah dalam satu rangkaian kokok. Perubahan ini bisa berupa kenaikan (pitch up) yang dramatis di tengah kokok dan kemudian penurunan (pitch down) yang lembut di akhir. Kokok yang monoton tanpa modulasi cenderung mendapatkan skor rendah.
Variasi nada ini sering disebut ‘patah’ atau ‘cengkok’. Semakin banyak dan semakin halus transisi nada yang dihasilkan ayam, semakin tinggi nilainya. Kombinasi nada rendah yang berat di awal, transisi nada tinggi yang melengking di puncak, dan penutup nada rendah yang bergaung dianggap sebagai kokok Pelung yang sempurna dan sangat mahal harganya.
Kualitas kokok tidak hanya ditentukan oleh genetik, tetapi juga oleh faktor lingkungan dan perawatan:
Budidaya Ayam Pelung membutuhkan pendekatan yang lebih spesifik dibandingkan ayam pedaging, karena fokusnya adalah menghasilkan individu dengan potensi genetik suara maksimal. Manajemen pakan, kandang, dan kesehatan harus dilakukan dengan detail.
Kandang untuk Ayam Pelung harus memenuhi standar kesejahteraan hewan, terutama karena mereka adalah aset bernilai tinggi. Kandang harus berukuran cukup besar untuk memungkinkan ayam bergerak bebas dan berdiri tegak tanpa menyentuh atap, mengingat postur mereka yang tinggi.
Dianjurkan menggunakan sistem kandang individu (soliter) untuk jantan dewasa yang dipersiapkan untuk kontes. Hal ini meminimalkan stres dan cedera fisik. Ukuran ideal kandang soliter adalah minimal 1,5 meter persegi dengan tinggi minimal 1,5 meter.
Untuk induk (pembiakan), kandang umbaran komunal dengan rasio 1 jantan dan 4-5 betina adalah umum digunakan. Kandang ini harus memiliki area untuk bertelur dan mengeram yang tenang dan tersembunyi.
Nutrisi adalah penentu utama pertumbuhan kerangka yang kuat dan vitalitas suara. Kebutuhan pakan Pelung berbeda signifikan dari ayam komersial.
Anak Ayam Pelung (DOC) membutuhkan pakan starter dengan kadar protein tinggi (20-23%) untuk mendukung pertumbuhan kerangka yang cepat. Pakan ini harus diformulasikan untuk menghasilkan kerangka yang besar, bukan hanya massa daging.
Fase ini kritis untuk pembentukan kerangka dan otot. Kadar protein diturunkan sedikit (16-18%). Pada fase ini, peternak mulai memperkenalkan pakan biji-bijian (jagung, gabah) dalam porsi kecil untuk melatih sistem pencernaan dan memberikan energi jangka panjang.
Pakan dewasa harus difokuskan pada pemeliharaan berat badan ideal dan optimalisasi kualitas suara. Protein dijaga di angka 14-16%.
Keberhasilan budidaya Pelung terletak pada kemampuan memilih indukan jantan yang memiliki kokok superior dan indukan betina dari garis keturunan suara terbaik.
Jantan harus memiliki semua kriteria fisik yang disebutkan di Bab II, ditambah kualitas kokok yang teruji (juara kontes atau memiliki catatan genetik unggul). Jantan tidak boleh memiliki cacat fisik yang mungkin diturunkan.
Betina yang baik harus memiliki kerangka besar, produktivitas telur yang stabil, dan berasal dari garis keturunan jantan yang kokoknya juara. Meskipun betina tidak berkokok, genetik suara diturunkan melalui kedua induk. Betina harus aktif, lincah, dan memiliki sifat keindukan yang baik.
Untuk mempertahankan ciri khas suara yang sangat spesifik, peternak sering melakukan kawin sekerabat (inbreeding) dalam batas tertentu. Namun, inbreeding yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan vitalitas dan kesuburan. Peternak unggulan seringkali melakukan outcrossing (persilangan dengan garis keturunan Pelung lain) setiap beberapa generasi untuk memasukkan vitalitas baru tanpa mengorbankan kualitas suara. Ini memerlukan pencatatan silsilah yang sangat detail.
Manajemen pembiakan yang cermat memastikan bahwa setiap anakan memiliki peluang terbaik untuk mewarisi gen 'gonggong' (kokok panjang) yang merupakan ciri khas tak ternilai dari Ayam Pelung.
Karena nilai ekonominya yang tinggi dan sifat genetiknya yang rentan, program kesehatan Ayam Pelung harus ketat. Penyakit pernapasan sangat ditakuti karena dapat secara permanen merusak kualitas kokok.
Vaksinasi adalah garis pertahanan pertama. Program harus disesuaikan dengan risiko lokal, namun ada beberapa vaksin inti yang wajib diberikan:
Infeksi saluran pernapasan atas (CRD atau Snot) adalah musuh utama peternak Pelung. Gejala seperti bersin, lendir, dan suara serak harus ditangani segera. Infeksi kronis dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kantung udara, yang secara langsung mengurangi panjang dan resonansi kokok. Pengobatan harus segera menggunakan antibiotik spektrum luas, disertai vitamin dan suplemen herbal.
Aspek penting lainnya adalah manajemen stres termal. Ayam Pelung, meskipun tahan terhadap suhu Priangan, tetap rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem. Kandang harus menyediakan tempat berteduh yang sejuk di siang hari dan hangat di malam hari.
Prinsip biosekuriti harus diterapkan secara absolut, terutama jika peternak sering membawa ayamnya ke kontes atau pameran. Pertukaran ayam antar kandang atau lingkungan luar merupakan risiko besar masuknya patogen.
Kesehatan kaki juga menjadi perhatian. Karena Pelung memiliki postur tinggi, mereka rentan terhadap kondisi seperti bumblefoot (luka infeksi di telapak kaki) jika lantai kandang kotor atau kasar. Perawatan kaki yang teliti membantu memastikan bahwa ayam dapat berdiri dengan nyaman dan tegak, posisi yang krusial untuk menghasilkan kokok yang optimal.
Ayam Pelung memiliki nilai ekonomi yang sangat berbeda dengan ayam komersial. Nilai jualnya tidak diukur per kilogram, tetapi berdasarkan potensi genetik dan prestasi vokal. Pasar Ayam Pelung adalah pasar hobi dan koleksi yang sangat bergengsi.
Harga seekor Ayam Pelung bisa sangat fluktuatif, tergantung pada garis keturunan dan, yang paling utama, kualitas kokoknya yang telah teruji dalam kontes. Kategori harga umum meliputi:
Industri kontes kokok Ayam Pelung menciptakan ekosistem ekonomi yang luas, melibatkan peternak, juri, penyedia pakan khusus, hingga pembuat kandang hias. Kontes adalah ajang promosi utama di mana harga seekor ayam dapat meroket dalam semalam setelah memenangkan gelar juara. Kontes ini mendorong persaingan positif dalam menjaga dan meningkatkan kualitas genetik suara.
Selain kontes suara, terdapat juga kontes kecantikan (postur). Ayam Pelung yang memiliki postur paling tinggi, jengger paling merah, dan bulu paling indah juga dicari oleh kolektor yang berfokus pada estetika fisik.
Meskipun Ayam Pelung primarily adalah ayam hias, potensi mereka sebagai sumber daging dan telur lokal tidak bisa diabaikan. Ayam Pelung memiliki pertumbuhan badan yang cepat dan kerangka besar, menjadikannya pilihan unggul sebagai ayam buras (ayam kampung) super.
Di Jawa Barat, Ayam Pelung yang sudah melewati usia produktif kontes sering dimanfaatkan sebagai sumber protein. Dagingnya dikenal memiliki tekstur yang lebih padat dan rasa yang khas. Pengembangan ini bisa menjadi strategi untuk memanfaatkan stok genetik Pelung yang tidak lolos seleksi suara, sehingga mengurangi pemborosan dan meningkatkan diversifikasi pendapatan peternak kecil.
Potensi telur Pelung juga sedang diteliti. Meskipun produktivitasnya tidak setinggi ayam petelur komersial, telur Pelung memiliki ukuran yang relatif besar. Program persilangan Pelung dengan ayam lokal lain dapat menghasilkan ayam dwi-guna (dual-purpose) yang baik untuk suara maupun produksi pangan.
Sebagai ras lokal yang memiliki kekhasan genetik, Ayam Pelung menghadapi tantangan besar terkait pelestarian. Hilangnya gen murni karena persilangan tak terkontrol dan serangan penyakit menjadi ancaman nyata.
Tantangan terbesar adalah menjaga kemurnian genetik suara. Banyak peternak yang tergiur untuk menyilangkan Pelung dengan ayam ras lain untuk mendapatkan pertumbuhan yang lebih cepat, namun hal ini seringkali menghilangkan gen ‘gonggong’ yang panjang. Persilangan yang tidak tercatat dengan baik dapat mengaburkan silsilah, yang sangat krusial dalam pasar Ayam Pelung.
Fenomena ini membutuhkan intervensi serius. Organisasi peternak dan pemerintah daerah di Cianjur berupaya keras untuk membuat bank genetik dan standar ras yang ketat. Sertifikasi genetik diperlukan untuk setiap individu Pelung yang dianggap murni dan layak dikembangbiakkan.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cianjur telah mengakui Ayam Pelung sebagai warisan lokal yang harus dilindungi. Program pelestarian melibatkan:
Asosiasi Peternak Ayam Pelung Indonesia (APAPI) berperan sebagai payung hukum bagi para peternak, menetapkan standar penilaian dan etika budidaya. Melalui kerjasama ini, standar keunikan Ayam Pelung, terutama standar kokoknya, tetap dipertahankan dan diturunkan ke generasi peternak berikutnya.
Upaya pelestarian dilakukan secara ganda:
Konservasi In-situ (di tempat asalnya): Mendukung peternak tradisional di Cianjur untuk terus memelihara dan mengembangkan Pelung dengan metode autentik mereka. Ini termasuk dukungan subsidi pakan dan jaminan harga untuk bibit unggul.
Konservasi Ex-situ (di luar tempat asalnya): Penyimpanan materi genetik (semen beku atau embrio) di lembaga penelitian untuk cadangan, jika terjadi bencana atau wabah penyakit yang masif yang dapat menghapus populasi hidup.
Konservasi ini memastikan bahwa meskipun Ayam Pelung telah menyebar ke seluruh Nusantara dan bahkan ke luar negeri, pusat genetik murninya di Cianjur tetap terjaga kualitas dan kuantitasnya.
Bagi peternak yang serius mengejar gelar juara kontes, pemuliaan harus dilakukan dengan metode yang sangat saintifik dan terperinci, jauh melampaui budidaya ayam biasa. Proses seleksi dimulai sejak ayam masih berusia sangat muda.
Potensi kokok panjang sudah dapat diamati sejak ayam muda. Peternak ahli memiliki insting untuk memilih anakan yang memiliki ciri fisik yang mendukung kualitas suara:
Sejak usia 3-4 bulan, anakan jantan mulai diisolasi dan diberikan stimulasi vokal ringan. Kokok awal mereka dicatat untuk memprediksi panjang, rima, dan potensi modulasi. Anakan dengan kokok awal yang pendek atau monoton segera dikeluarkan dari program pemuliaan kontes.
Durasi kokok sangat bergantung pada kemampuan ayam mengelola udara (respirasi) dan memanfaatkan kantung udaranya. Beberapa peternak bahkan memiliki teknik khusus untuk melatih kapasitas udara ayam Pelung:
Ayam jantan yang disiapkan untuk kontes harus memiliki otot yang kuat namun tidak terlalu gemuk. Latihan fisik ringan, seperti berjalan di area terbatas atau terbang pendek, membantu meningkatkan kapasitas paru-paru tanpa menyebabkan kelelahan kronis.
Berat badan harus dijaga agar ideal. Ayam yang terlalu gemuk akan memiliki lapisan lemak di sekitar organ dalam yang membatasi pengembangan paru-paru dan menghambat resonansi. Pakan harus diukur dengan tepat, fokus pada kualitas bukan kuantitas.
Di era modern, beberapa peternak progresif mulai menggunakan teknologi untuk analisis objektif. Perekaman suara digital dan perangkat lunak analisis frekuensi (spektogram) dapat digunakan untuk memvisualisasikan panjang gelombang suara, modulasi nada, dan keteraturan ritme. Alat ini membantu juri dan peternak membuat keputusan pemuliaan yang lebih akurat, mengurangi subjektivitas dalam penilaian kualitas suara yang sangat kompleks.
Misalnya, spektogram dapat menunjukkan bahwa kokok A memiliki variasi frekuensi (nada) yang lebih kaya daripada kokok B, meskipun durasinya sama. Data ini sangat berharga untuk memilih calon pejantan berikutnya yang akan digunakan dalam program Inseminasi Buatan (IB) yang semakin populer di kalangan peternak Pelung elite.
Kepercayaan tradisional bahwa rempah-rempah dapat meningkatkan kualitas suara sangat dipegang teguh oleh peternak Pelung di Jawa Barat. Ilmu pengetahuan modern mulai mendukung beberapa klaim ini, terutama terkait sifat anti-inflamasi dan antioksidan rempah.
Rempah-rempah ini diberikan secara rutin, baik dalam bentuk parutan segar yang dicampur pakan atau air minum. Kunyit (Curcuma longa) dikenal memiliki curcumin yang kuat sebagai agen anti-inflamasi. Dalam konteks Pelung, ini dipercaya dapat mengurangi peradangan ringan pada tenggorokan dan trakea, memastikan saluran udara bersih dan bebas hambatan, sehingga kokok dapat bergaung maksimal.
Kencur (Kaempferia galanga) sering dianggap sebagai ‘penghangat’ tenggorokan. Pemberian kencur secara teratur diyakini dapat menjaga suhu tubuh optimal, terutama pada pagi hari saat ayam paling aktif berkokok, dan membantu menjaga kelembaban pita suara.
Madu murni dan kuning telur mentah sering diberikan sebagai doping alami menjelang kontes. Madu adalah sumber energi cepat dan berfungsi sebagai pelumas tenggorokan. Kuning telur menyediakan protein dan lemak berkualitas tinggi untuk stamina, memastikan ayam memiliki cukup energi untuk mengeluarkan kokok panjang dan keras berulang kali.
Pemberian suplemen ini harus diatur dengan cermat. Overdosis atau pemberian yang tidak teratur justru bisa menyebabkan masalah pencernaan atau kelebihan berat badan, yang kontraproduktif terhadap kualitas suara. Peternak Pelung yang sukses memiliki resep rahasia dan jadwal pemberian suplemen yang sangat terperinci, seringkali diwariskan secara turun-temurun.
Ayam Pelung adalah komoditas unggas yang luar biasa. Ia adalah persilangan antara aset genetik, warisan budaya, dan komoditas ekonomi bernilai tinggi. Keunikan kokoknya yang panjang dan merdu telah menempatkannya di posisi istimewa dalam dunia perunggasan Indonesia. Ayam ini mewakili keberhasilan seleksi alam dan campur tangan manusia yang bijaksana selama berabad-abad.
Masa depan Ayam Pelung sangat bergantung pada komitmen para peternak dan dukungan institusional untuk mempertahankan kemurnian genetiknya. Standarisasi kontes, edukasi peternak muda, dan penerapan biosekuriti modern akan memastikan bahwa suara unik dari Tanah Priangan ini tidak akan pernah hilang. Ayam Pelung bukan sekadar hewan ternak; ia adalah sebuah seni hidup yang bernilai tinggi, resonansi abadi dari budaya Jawa Barat.