Ayam Pejantan Potong: Kunci Sukses Budidaya di Tengah Pasar Konsumsi Daging Unggas

Ilustrasi Ayam Pejantan

Ayam pejantan menjadi alternatif daging unggas yang semakin diminati karena tekstur dan rasanya yang khas.

Pendahuluan: Mengapa Ayam Pejantan Potong?

Industri perunggasan di Indonesia didominasi oleh dua komoditas utama: ayam ras petelur (layer) dan ayam ras pedaging (broiler). Namun, dalam beberapa dekade terakhir, sebuah ceruk pasar penting telah berkembang pesat, yaitu budidaya Ayam Pejantan Potong. Komoditas ini merupakan hasil samping dari proses pembibitan ayam petelur komersial, di mana DOC (Day Old Chick) jantan tidak digunakan untuk produksi telur, melainkan dialihkan untuk dibesarkan sebagai sumber daging.

Ayam pejantan memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari broiler. Meskipun pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan broiler super, daging ayam pejantan terkenal memiliki tekstur yang lebih padat, kandungan lemak yang lebih rendah, dan citarasa yang kuat, menjadikannya pilihan favorit untuk masakan tradisional seperti ayam goreng bumbu kuning, opor, atau soto, yang memerlukan daging "berkarakter" dan tidak mudah hancur saat dimasak dalam waktu lama.

Pertumbuhan sektor ini bukan hanya didorong oleh permintaan konsumen, tetapi juga oleh efisiensi ekonomi. Dengan memanfaatkan limbah dari industri layer, peternak mendapatkan suplai bibit dengan harga yang relatif stabil dan terjangkau, membuka peluang bisnis yang menguntungkan bagi peternak skala kecil hingga menengah. Keberhasilan dalam budidaya ayam pejantan potong memerlukan pemahaman mendalam tentang manajemen spesifik, mulai dari penanganan DOC hingga strategi pemasaran hasil panen.

Posisi Ayam Pejantan dalam Rantai Pasok Daging Unggas Nasional

Secara tradisional, daging ayam kampung asli (buras) menjadi patokan untuk tekstur dan rasa premium. Ayam pejantan hadir sebagai substitusi ideal. Ia menawarkan karakteristik rasa yang mendekati ayam kampung, tetapi dengan siklus panen yang lebih singkat (sekitar 60-70 hari) dibandingkan ayam kampung asli (90-120 hari), dan FCR (Feed Conversion Ratio) yang jauh lebih efisien. Ini menempatkan ayam pejantan di posisi strategis: lebih premium daripada broiler dari segi rasa, namun lebih efisien daripada ayam kampung dari segi produksi.

Peternakan ayam pejantan sering kali menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan. Tidak seperti peternakan broiler yang cenderung memerlukan investasi besar dalam sistem kandang tertutup (closed house), budidaya pejantan masih dapat dilakukan secara efektif dalam skala kecil menggunakan sistem kandang terbuka (open house), asalkan manajemen sanitasi dan biosekuriti diterapkan dengan ketat. Fleksibilitas ini membuat budidaya pejantan dapat diintegrasikan dengan sistem pertanian terpadu (integrated farming).

Karakteristik Biologis dan Pertumbuhan

Memahami biologi ayam pejantan adalah dasar dari manajemen yang sukses. Ayam pejantan yang dimaksud di sini adalah keturunan jantan dari galur ayam petelur (misalnya, Isa Brown, Lohmann, atau H&N). Karena genetikanya dirancang untuk produksi telur pada betina, pola pertumbuhan jantan berbeda signifikan dari broiler.

Perbedaan Genetik dengan Broiler

Tahapan Kritis Pertumbuhan

1. Fase Starter (0 – 4 Minggu)

Ini adalah periode paling kritis. DOC pejantan membutuhkan perhatian ekstra karena tingkat stres pasca-penetasan yang tinggi. Pemberian pakan starter dengan protein tinggi (20-22%) sangat penting untuk membangun kerangka dan sistem organ. Manajemen brooder (pemanasan) harus sempurna, menjaga suhu di kisaran 32-34°C pada minggu pertama, lalu diturunkan bertahap. Kegagalan di fase ini akan berdampak pada keseragaman (uniformity) dan FCR akhir.

2. Fase Grower (4 – 8 Minggu)

Fase pertumbuhan utama. Kebutuhan protein mulai menurun (18-19%), tetapi kebutuhan energi meningkat. Pengawasan terhadap kesehatan pernapasan dan pencernaan harus ditingkatkan. Ayam mulai menunjukkan perilaku sosial dan sering terjadi dominasi. Kepadatan kandang harus dikelola dengan hati-hati untuk mencegah kanibalisme dan stres panas.

3. Fase Finisher (8 Minggu – Panen)

Fase akhir yang bertujuan meningkatkan bobot hingga mencapai target pasar (biasanya 1.0 - 1.2 kg hidup). Pakan finisher diberikan, dengan penyesuaian protein menjadi sekitar 16-17%. Fokus utama di fase ini adalah menjaga kesehatan optimal dan meminimalkan tingkat kematian (Mortalitas) menjelang panen. Perhitungan FCR di akhir periode menentukan profitabilitas peternakan.

Rasio Konversi Pakan (FCR) Ideal: FCR adalah metrik kunci. FCR yang baik untuk ayam pejantan modern biasanya berkisar antara 2.4 hingga 2.8. Artinya, untuk menghasilkan 1 kg daging, ayam membutuhkan 2.4 hingga 2.8 kg pakan. FCR yang buruk (di atas 3.0) menandakan manajemen pakan atau kesehatan yang bermasalah, yang sangat mengikis margin keuntungan.

Manajemen Kandang dan Lingkungan

Struktur kandang yang tepat adalah fondasi keberhasilan. Karena ayam pejantan umumnya dibudidayakan dalam sistem kandang terbuka (open house) di Indonesia, kontrol terhadap lingkungan mikro kandang menjadi sangat penting.

Desain Kandang yang Optimal

1. Lokasi dan Orientasi

Kandang harus berjarak aman dari permukiman dan peternakan lain (minimal 500 meter, idealnya lebih jauh) untuk meminimalkan risiko penularan penyakit. Orientasi kandang di Indonesia harus menghadap Timur-Barat. Orientasi ini memastikan sirkulasi udara maksimal melalui ventilasi samping dan meminimalkan masuknya sinar matahari langsung yang dapat menyebabkan stres panas (heat stress) pada siang hari.

2. Tipe Kandang dan Lantai

Dua tipe lantai yang umum digunakan:

3. Kepadatan Kandang

Kepadatan adalah faktor utama penentu stres dan pertumbuhan. Untuk ayam pejantan dewasa (fase finisher), kepadatan yang disarankan adalah 6 hingga 8 ekor per meter persegi dalam sistem litter. Kepadatan yang terlalu tinggi meningkatkan kelembaban, amonia, dan risiko penularan penyakit, serta menyebabkan persaingan pakan/minum yang meningkatkan ketidakseragaman bobot.

Manajemen Litter (Sekam)

Litter yang basah adalah sumber utama masalah kesehatan. Kelembaban yang tinggi memicu pertumbuhan jamur dan bakteri, menghasilkan gas amonia (NH3) yang merusak saluran pernapasan ayam. Manajemen litter yang efektif meliputi:

  1. Ventilasi: Memastikan tirai kandang dibuka saat cuaca cerah untuk mengeluarkan kelembaban.
  2. Pengadukan: Litter harus diaduk minimal dua hari sekali, terutama di sekitar tempat minum dan makan, yang cenderung lebih basah.
  3. Penambahan Kapur: Pemberian kapur pertanian (CaCO3) dapat membantu menurunkan kelembaban dan menaikkan pH, yang menghambat perkembangan patogen, asalkan dilakukan dengan hati-hati.

Manajemen Air Minum

Air minum harus selalu bersih dan tersedia. Suhu air yang ideal adalah sekitar 18-22°C. Penggunaan sistem nipple drinker lebih higienis daripada tempat minum manual, meskipun investasi awalnya lebih tinggi. Penting untuk melakukan desinfeksi jalur air minum (flushing) secara berkala (minimal seminggu sekali) menggunakan klorin atau pembersih asam organik untuk mencegah pembentukan biofilm bakteri.

Nutrisi dan Strategi Pemberian Pakan

Karena pertumbuhan pejantan lebih lambat, strategi pakan harus disesuaikan untuk memaksimalkan efisiensi pakan tanpa memaksa pertumbuhan cepat yang tidak sesuai dengan genetikanya.

Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Fase

Program pakan yang efektif dibagi menjadi minimal tiga fase untuk mengoptimalkan biaya dan pertumbuhan:

Fase Pertumbuhan Periode Protein Kasar (%) Energi Metabolisme (Kkal/kg)
Pre-Starter/Starter Hari 0 – 21 20 – 22 2850 – 2950
Grower Hari 22 – 45 18 – 19 2900 – 3000
Finisher Hari 46 – Panen 16 – 17 3000 – 3100

A. Pakan Starter (Crumb)

Pakan starter umumnya berbentuk remah (crumb) agar mudah dicerna DOC. Kualitas protein harus tinggi (berasal dari bungkil kedelai dan tepung ikan), dan dilengkapi dengan asam amino esensial seperti metionin dan lisin yang memadai. Pemberian pakan harus ad libitum (selalu tersedia) pada minggu-minggu pertama.

B. Pakan Grower dan Finisher (Mash/Pellet)

Di fase grower, peternak mulai beralih ke pakan bentuk tepung (mash) atau pelet. Pengaturan pakan di fase finisher sering kali berfokus pada peningkatan energi (karbohidrat dan lemak) dan menjaga keseimbangan kalsium-fosfor untuk kekuatan tulang, meskipun ayam pejantan tidak menghadapi masalah kaki seserius broiler cepat.

Strategi Pembatasan Pakan (Restrictive Feeding)

Beberapa peternak ayam pejantan menerapkan pembatasan pakan (feed restriction) setelah minggu ke-4 atau ke-5. Tujuan utama bukan untuk menghemat pakan, melainkan untuk:

  1. Meningkatkan Kesehatan Usus: Memberikan jeda waktu bagi sistem pencernaan untuk beristirahat.
  2. Mengurangi Biaya Pakan: Dengan manajemen waktu yang ketat, FCR dapat sedikit diperbaiki.
  3. Meningkatkan Toleransi Stres: Ayam yang tidak terus-menerus kenyang cenderung lebih tahan terhadap fluktuasi suhu.

Namun, pembatasan pakan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertahap. Kesalahan dalam pembatasan dapat menyebabkan penurunan bobot harian yang signifikan dan meningkatkan perilaku agresif (pecking).

Manajemen Pemberian Pakan Saat Stres Panas

Di wilayah tropis, stres panas adalah ancaman nyata. Ayam cenderung mengurangi asupan pakan di siang hari. Strategi yang efektif adalah memberikan 60-70% total pakan harian pada sore hari (setelah jam 16:00) hingga malam hari. Pemberian pakan di malam hari, ketika suhu lebih rendah, memaksimalkan konversi pakan dan meminimalkan panas metabolisme yang dihasilkan dari pencernaan.

Biosekuriti dan Program Kesehatan Unggas

Karena siklus hidup ayam pejantan lebih panjang daripada broiler, risiko terpapar penyakit juga lebih tinggi. Program biosekuriti yang ketat adalah satu-satunya cara untuk menjamin kelangsungan hidup kawanan hingga panen.

Simbol Biosekuriti Kandang

Tiga pilar biosekuriti harus diterapkan secara ketat: isolasi, sanitasi, dan manajemen lalu lintas.

Tiga Pilar Biosekuriti Wajib

1. Biosekuriti Konseptual (Lokasi dan Desain)

Memisahkan area bersih (kantor, gudang pakan) dari area kotor (kandang, tempat pembuangan). Setiap peternakan wajib memiliki pagar pembatas, gerbang terkunci, dan tanda peringatan. Peternak harus memiliki ruang ganti dan kamar mandi, memastikan karyawan tidak membawa kontaminan dari luar.

2. Biosekuriti Struktural (Sanitasi)

Meliputi seluruh proses desinfeksi. Peternak wajib menyediakan kolam celup kaki (foot dip) dan celup roda (wheel dip) yang diisi desinfektan (misalnya, turunan yodium atau kuarterner amonium) di pintu masuk utama. Peralatan kandang (tempat pakan dan minum) harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap hari. Setelah panen, kandang wajib dikosongkan (all-in, all-out system) dan didesinfeksi total sebelum siklus berikutnya (minimal 14 hari kosong).

3. Biosekuriti Operasional (Prosedur Harian)

Ini adalah implementasi harian. Protokol termasuk:

Program Vaksinasi Esensial

Vaksinasi adalah pertahanan utama. Program vaksinasi untuk ayam pejantan harus disesuaikan dengan kondisi epidemiologis lokal, namun beberapa vaksinasi dianggap esensial:

  1. ND (New Castle Disease/Tetelo): Diberikan sejak DOC (melalui air minum, tetes mata/hidung, atau suntikan) dan diulang secara teratur (biasanya minggu ke-2 dan ke-4). ND adalah pembunuh unggas nomor satu.
  2. Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD): Penting untuk melindungi sistem kekebalan tubuh. Diberikan di usia muda (minggu ke-1 atau ke-2).
  3. Coccidiosis (Koksidiosis): Meskipun sering dikendalikan dengan koksidiostat dalam pakan, vaksinasi dapat menjadi pilihan di lingkungan dengan tekanan penyakit tinggi.

Penanganan Penyakit Umum

Pengenalan dini gejala penyakit sangat penting. Beberapa penyakit umum yang sering menyerang pejantan, terutama pada sistem kandang terbuka:

  1. Koksidiosis: Disebabkan parasit usus, ditandai dengan diare berdarah, kotoran coklat, dan kelesuan. Pengobatan menggunakan sulfaquinoxaline atau amprolium, dikombinasikan dengan perbaikan manajemen litter.
  2. CRD (Chronic Respiratory Disease): Disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum. Gejala: ngorok, mata berair, dan sulit bernapas. Sering diobati dengan antibiotik berbasis tilosin atau eritromisin.
  3. Kolera (Fowl Cholera): Bakteri Pasteurella multocida. Dapat menyebabkan kematian mendadak atau sendi bengkak. Pengobatan memerlukan antibiotik spektrum luas seperti sulfa atau penisilin.

Setiap penggunaan antibiotik harus di bawah pengawasan dokter hewan dan selalu mempertimbangkan masa henti obat (withdrawal time) sebelum panen untuk memastikan keamanan pangan.

Analisis Ekonomi dan Strategi Pemasaran

Keuntungan budidaya ayam pejantan sangat bergantung pada efisiensi operasional dan kemampuan peternak untuk menekan biaya produksi per kilogram daging.

Komponen Biaya Utama (Cost Structure)

Dalam peternakan pejantan, biaya terbesar didominasi oleh dua faktor:

  1. Pakan (Feed Cost): Mencapai 65-75% dari total biaya operasional.
  2. DOC (Day Old Chick): Sekitar 10-15%. Harga DOC pejantan cenderung lebih stabil dan murah dibandingkan DOC broiler karena statusnya sebagai hasil samping.

Perhitungan Titik Impas (Break-Even Point - BEP)

Untuk mencapai BEP, peternak harus memastikan harga jual melebihi HPP (Harga Pokok Produksi) per kilogram. Faktor yang paling mempengaruhi HPP adalah FCR dan biaya pakan. Kenaikan FCR dari 2.6 menjadi 2.8 dapat meningkatkan HPP secara substansial. Peternak yang sukses adalah mereka yang mampu menjaga FCR rendah dan mortalitas (kematian) di bawah 5% hingga panen.

Diagram Ekonomi Peternakan

Pengelolaan biaya pakan dan mortalitas adalah kunci utama profitabilitas.

Strategi Pemasaran dan Segmentasi Pasar

Pasar ayam pejantan memiliki segmentasi yang jelas, berbeda dari pasar broiler yang cenderung massal:

  1. Pasar Tradisional: Menyasar warung makan, rumah makan Padang, atau pedagang soto yang mencari daging padat dan berserat. Daging dipasarkan dalam kondisi segar (potongan atau utuh) atau karkas.
  2. Pasar Modern dan Retail: Supermarket dan minimarket. Ayam pejantan sering dipasarkan sebagai produk premium, dikemas dengan label "Ayam Kampung Super" atau "Ayam Jantan".
  3. Industri Pengolahan: Pabrik yang memproduksi abon, nugget, atau bakso premium. Daging pejantan cocok karena sifatnya yang tidak berlemak.

Menciptakan kontrak atau kemitraan dengan rumah potong hewan unggas (RPHU) atau integrator lokal dapat menjamin harga jual dan serapan pasar yang stabil, mengurangi risiko fluktuasi harga yang ekstrim.

Proses Pemanenan dan Pasca-Panen

Panen yang tepat waktu dan penanganan pasca-panen yang higienis sangat menentukan kualitas produk akhir dan harga jual.

Penentuan Waktu Panen

Ayam pejantan dipanen ketika mencapai bobot hidup (Live Weight - LW) antara 0.8 kg hingga 1.2 kg. Waktu panen ideal harus ditentukan berdasarkan:

Proses Penangkapan dan Pengangkutan

Penangkapan harus dilakukan pada malam hari atau dini hari saat suhu dingin untuk meminimalkan stres. Ayam harus dipuasakan (dihentikan pemberian pakan) selama 6-8 jam sebelum penangkapan. Puasa ini penting untuk membersihkan saluran pencernaan, mengurangi kontaminasi karkas saat pemotongan, dan meningkatkan daya simpan daging. Namun, air minum tidak boleh dihentikan hingga 2 jam sebelum penangkapan.

Standar Halal dan Higiene Pemotongan

Di Indonesia, pemotongan harus mengikuti standar Halal dan SNI. Proses pemotongan yang higienis meliputi:

  1. Penyembelihan: Harus dilakukan oleh juru sembelih (juleha) bersertifikat, memutus saluran pernapasan, saluran makanan, dan pembuluh darah leher.
  2. Bleeding (Pengeluaran Darah): Darah harus dikeluarkan sempurna (minimal 3 menit) untuk menjamin kualitas dan daya simpan karkas.
  3. Pencabutan Bulu dan Eviserasi: Proses ini harus cepat dan bersih, memastikan isi perut tidak merusak karkas. Suhu air pencabut bulu (scald tank) harus terkontrol untuk menghindari kerusakan kulit.

Nilai Tambah Produk (Value Addition)

Daging ayam pejantan sangat cocok untuk produk olahan lebih lanjut. Peternak atau RPHU dapat meningkatkan profitabilitas dengan menjual produk dalam bentuk:

Tantangan Kontemporer dan Solusi Inovatif

Meskipun menjanjikan, budidaya ayam pejantan menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi melalui inovasi dan manajemen yang cerdas.

Tantangan 1: Fluktuasi Harga Bahan Baku Pakan

Ketergantungan pada impor bahan baku pakan (terutama bungkil kedelai dan jagung) menyebabkan harga pakan sering bergejolak. Karena pakan adalah biaya terbesar, fluktuasi ini langsung mengancam margin.

Solusi: Diversifikasi pakan. Mengintegrasikan pakan alternatif lokal seperti maggot (larva BSF) sebagai sumber protein tinggi atau menggunakan ubi jalar dan singkong yang diolah sebagai pengganti energi dapat mengurangi ketergantungan pada pakan komersial utama. Selain itu, menjalin kontrak jangka panjang dengan pemasok pakan dapat mengunci harga untuk periode tertentu.

Tantangan 2: Stres Panas dan Perubahan Iklim

Peningkatan suhu global memperburuk stres panas, yang menurunkan asupan pakan dan meningkatkan mortalitas. Ayam pejantan, seperti unggas lainnya, tidak memiliki kelenjar keringat dan mengandalkan terengah-engah untuk mendinginkan diri.

Solusi: Peningkatan ventilasi kandang. Penggunaan sistem pendingin sederhana seperti misting (pengkabutan air) atau kipas angin besar (blower) di kandang terbuka dapat menurunkan suhu hingga 3-5°C. Penambahan elektrolit dan vitamin C dalam air minum saat suhu puncak juga efektif mengurangi dampak stres panas.

Tantangan 3: Penyakit dan Resistensi Obat

Penggunaan antibiotik yang tidak bijak telah menyebabkan resistensi, membuat pengobatan penyakit menjadi semakin sulit.

Solusi: Menerapkan konsep Antibiotic Growth Promoter (AGP) Free. Fokus beralih ke manajemen kesehatan preventif yang didukung oleh probiotik (bakteri baik), prebiotik (makanan bakteri baik), dan asam organik. Probiotik membantu menyeimbangkan flora usus, meningkatkan penyerapan nutrisi, dan menekan pertumbuhan bakteri patogen (seperti E. coli dan Salmonella) secara alami.

Integrasi Teknologi dan Digitalisasi

Masa depan peternakan pejantan akan melibatkan digitalisasi. Penggunaan sensor IoT (Internet of Things) untuk memantau suhu, kelembaban, dan kadar amonia secara real-time dapat memungkinkan peternak mengambil tindakan pencegahan segera, jauh sebelum kondisi lingkungan memburuk. Meskipun tidak seintensif broiler closed house, adopsi teknologi sederhana dapat meningkatkan efisiensi operasional kandang terbuka secara signifikan.

Kesimpulan dan Prospek Industri Ayam Pejantan

Ayam pejantan potong telah membuktikan dirinya sebagai sektor yang tangguh dan strategis dalam industri perunggasan Indonesia. Ia menawarkan solusi yang menguntungkan bagi peternak yang ingin memanfaatkan hasil samping industri petelur sambil memenuhi permintaan pasar akan daging ayam dengan tekstur premium yang menyerupai ayam kampung.

Keberhasilan budidaya ayam pejantan bergantung pada tiga pilar utama: Manajemen yang Teliti (terutama di fase starter), Biosekuriti yang Ketat, dan Analisis Ekonomi yang Cerdas (mengelola FCR dan biaya pakan). Dengan siklus pemeliharaan yang relatif cepat (sekitar 9-10 minggu) dan HPP yang kompetitif dibandingkan ayam kampung asli, ayam pejantan tetap menjadi investasi yang menarik bagi peternak yang siap menghadapi tantangan manajemen tropis.

Mengingat tren konsumen yang semakin mencari produk makanan lokal, sehat, dan berkualitas, prospek pasar ayam pejantan akan terus tumbuh. Peternak yang mengadopsi praktik berkelanjutan, mengurangi penggunaan antibiotik, dan fokus pada efisiensi pakan, akan berada di posisi terdepan untuk meraih keuntungan maksimal di masa depan industri perunggasan nasional.

Ekspansi Mendalam: Detail Manajemen Kesehatan dan Nutrisi Lanjutan

Fokus Mendalam pada Imunitas dan Stres

Sistem kekebalan ayam pejantan harus diperkuat, terutama saat transisi fase pakan dan saat vaksinasi. Penggunaan imunostimulan alami, seperti ekstrak herbal (kunyit, temulawak), telah terbukti meningkatkan respons antibodi terhadap vaksin. Stres, yang dapat berupa stres termal, stres penanganan, atau stres sosial (kepadatan), adalah penyebab utama penekanan imunitas. Ketika ayam stres, ia melepaskan hormon kortikosteron yang menghambat fungsi limfosit, membuatnya rentan terhadap infeksi oportunistik.

Oleh karena itu, penanganan ayam (saat pindah kandang atau saat vaksinasi) harus dilakukan secepat dan selembut mungkin. Pemberian vitamin anti-stres, khususnya Vitamin E dan Selenium, dua hari sebelum dan dua hari setelah prosedur yang menyebabkan stres, wajib dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif pada performa dan kesehatan.

Manajemen Lingkungan Mikro Spesifik Kandang Terbuka

Kandang terbuka sangat rentan terhadap perubahan suhu harian yang drastis. Perbedaan suhu antara siang dan malam (diurnal temperature variation) yang ekstrem dapat menyebabkan penyakit pernapasan. Peternak harus menggunakan sistem tirai (terpal) yang fleksibel. Pada malam hari, tirai ditutup sebagian besar untuk menjaga kehangatan dan mengurangi kecepatan angin. Saat siang hari, tirai dibuka lebar untuk memaksimalkan pertukaran udara dan membuang gas amonia. Pengaturan tirai ini harus dilakukan minimal dua hingga tiga kali sehari, menunjukkan perlunya kehadiran dan pengawasan intensif oleh manajemen kandang.

Optimalisasi Pencahayaan

Berbeda dengan ayam petelur yang membutuhkan program pencahayaan ketat untuk merangsang ovulasi, ayam pejantan membutuhkan pencahayaan yang cukup untuk makan dan bergerak, tetapi tidak berlebihan. Program pencahayaan umum adalah 23 jam terang dan 1 jam gelap di minggu pertama (untuk memastikan DOC menemukan air dan pakan). Setelah itu, pencahayaan dapat dikurangi menjadi 16-18 jam terang. Pencahayaan yang terlalu intens setelah fase starter dapat meningkatkan agresivitas (kanibalisme) tanpa memberikan manfaat signifikan pada FCR.

Strategi Pengurangan Amonia

Amonia yang melebihi 25 ppm (parts per million) dalam kandang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada silia saluran pernapasan ayam, membuka jalan bagi infeksi CRD. Selain manajemen litter yang baik, peternak dapat menggunakan penambahan bahan aditif yang berfungsi sebagai pengikat amonia (ammonia binders), seperti zeolite, yang dicampurkan ke dalam litter atau ditaburkan secara langsung. Zeolite memiliki kemampuan menyerap kelembaban dan menahan gas amonia.

Rantai Nilai dan Kemitraan

Model kemitraan antara peternak (plasma) dan perusahaan inti (integrator) sangat umum. Dalam model pejantan, kemitraan bisa sangat menguntungkan karena integrator menyediakan DOC dan pakan, dan menjamin harga beli di akhir siklus. Ini sangat mengurangi risiko modal kerja peternak. Namun, peternak harus memastikan bahwa kontrak kemitraan mencakup insentif yang jelas untuk performa yang baik (FCR rendah, mortalitas rendah), bukan hanya jaminan harga minimum.

Sertifikasi dan Standarisasi

Untuk menembus pasar ritel modern dan ekspor di masa depan, peternakan ayam pejantan harus berorientasi pada sertifikasi. Sertifikasi seperti Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang menjamin keamanan pangan asal hewan (KAPAH) dari farm hingga konsumen, menjadi keharusan. Sertifikasi ini memastikan bahwa praktik budidaya sesuai dengan standar higiene dan biosekuriti yang diakui secara nasional, memberikan nilai tambah yang signifikan pada produk.

Pengendalian Kanibalisme

Ayam pejantan memiliki kecenderungan kanibalisme yang lebih tinggi daripada broiler, seringkali dipicu oleh stres, kepadatan, kekurangan protein/asam amino spesifik, atau pencahayaan terlalu terang. Pencegahan utama adalah pemotongan paruh (debeaking) yang dilakukan oleh ahli pada usia DOC atau saat usia 7-10 hari. Jika kanibalisme terjadi di tengah siklus, tindakan darurat seperti pengolesan zat pahit pada luka atau pengurangan intensitas cahaya harus segera dilakukan.

🏠 Kembali ke Homepage