Ayam Pejantan Potong: Kunci Sukses Budidaya di Tengah Pasar Konsumsi Daging Unggas
Ayam pejantan menjadi alternatif daging unggas yang semakin diminati karena tekstur dan rasanya yang khas.
Pendahuluan: Mengapa Ayam Pejantan Potong?
Industri perunggasan di Indonesia didominasi oleh dua komoditas utama: ayam ras petelur (layer) dan ayam ras pedaging (broiler). Namun, dalam beberapa dekade terakhir, sebuah ceruk pasar penting telah berkembang pesat, yaitu budidaya Ayam Pejantan Potong. Komoditas ini merupakan hasil samping dari proses pembibitan ayam petelur komersial, di mana DOC (Day Old Chick) jantan tidak digunakan untuk produksi telur, melainkan dialihkan untuk dibesarkan sebagai sumber daging.
Ayam pejantan memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari broiler. Meskipun pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan broiler super, daging ayam pejantan terkenal memiliki tekstur yang lebih padat, kandungan lemak yang lebih rendah, dan citarasa yang kuat, menjadikannya pilihan favorit untuk masakan tradisional seperti ayam goreng bumbu kuning, opor, atau soto, yang memerlukan daging "berkarakter" dan tidak mudah hancur saat dimasak dalam waktu lama.
Pertumbuhan sektor ini bukan hanya didorong oleh permintaan konsumen, tetapi juga oleh efisiensi ekonomi. Dengan memanfaatkan limbah dari industri layer, peternak mendapatkan suplai bibit dengan harga yang relatif stabil dan terjangkau, membuka peluang bisnis yang menguntungkan bagi peternak skala kecil hingga menengah. Keberhasilan dalam budidaya ayam pejantan potong memerlukan pemahaman mendalam tentang manajemen spesifik, mulai dari penanganan DOC hingga strategi pemasaran hasil panen.
Posisi Ayam Pejantan dalam Rantai Pasok Daging Unggas Nasional
Secara tradisional, daging ayam kampung asli (buras) menjadi patokan untuk tekstur dan rasa premium. Ayam pejantan hadir sebagai substitusi ideal. Ia menawarkan karakteristik rasa yang mendekati ayam kampung, tetapi dengan siklus panen yang lebih singkat (sekitar 60-70 hari) dibandingkan ayam kampung asli (90-120 hari), dan FCR (Feed Conversion Ratio) yang jauh lebih efisien. Ini menempatkan ayam pejantan di posisi strategis: lebih premium daripada broiler dari segi rasa, namun lebih efisien daripada ayam kampung dari segi produksi.
Peternakan ayam pejantan sering kali menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan. Tidak seperti peternakan broiler yang cenderung memerlukan investasi besar dalam sistem kandang tertutup (closed house), budidaya pejantan masih dapat dilakukan secara efektif dalam skala kecil menggunakan sistem kandang terbuka (open house), asalkan manajemen sanitasi dan biosekuriti diterapkan dengan ketat. Fleksibilitas ini membuat budidaya pejantan dapat diintegrasikan dengan sistem pertanian terpadu (integrated farming).
Karakteristik Biologis dan Pertumbuhan
Memahami biologi ayam pejantan adalah dasar dari manajemen yang sukses. Ayam pejantan yang dimaksud di sini adalah keturunan jantan dari galur ayam petelur (misalnya, Isa Brown, Lohmann, atau H&N). Karena genetikanya dirancang untuk produksi telur pada betina, pola pertumbuhan jantan berbeda signifikan dari broiler.
Perbedaan Genetik dengan Broiler
- Laju Pertumbuhan: Broiler dirancang untuk mencapai bobot panen 1.8 - 2.0 kg dalam waktu 30-35 hari. Ayam pejantan, sebaliknya, mencapai bobot panen optimal 0.8 - 1.2 kg dalam waktu 60-75 hari.
- Otot dan Lemak: Broiler memiliki deposisi lemak yang cepat di bawah kulit, menghasilkan daging yang lebih empuk dan berlemak. Ayam pejantan memiliki deposisi otot yang lebih lambat dan padat, menghasilkan tekstur liat (chewy) dan kandungan lemak yang lebih minim.
- Toleransi Pakan: Pejantan umumnya lebih toleran terhadap pakan dengan kandungan energi dan protein yang sedikit lebih rendah dibandingkan kebutuhan nutrisi super-intensif broiler, meskipun pakan tetap harus berkualitas.
Tahapan Kritis Pertumbuhan
1. Fase Starter (0 – 4 Minggu)
Ini adalah periode paling kritis. DOC pejantan membutuhkan perhatian ekstra karena tingkat stres pasca-penetasan yang tinggi. Pemberian pakan starter dengan protein tinggi (20-22%) sangat penting untuk membangun kerangka dan sistem organ. Manajemen brooder (pemanasan) harus sempurna, menjaga suhu di kisaran 32-34°C pada minggu pertama, lalu diturunkan bertahap. Kegagalan di fase ini akan berdampak pada keseragaman (uniformity) dan FCR akhir.
2. Fase Grower (4 – 8 Minggu)
Fase pertumbuhan utama. Kebutuhan protein mulai menurun (18-19%), tetapi kebutuhan energi meningkat. Pengawasan terhadap kesehatan pernapasan dan pencernaan harus ditingkatkan. Ayam mulai menunjukkan perilaku sosial dan sering terjadi dominasi. Kepadatan kandang harus dikelola dengan hati-hati untuk mencegah kanibalisme dan stres panas.
3. Fase Finisher (8 Minggu – Panen)
Fase akhir yang bertujuan meningkatkan bobot hingga mencapai target pasar (biasanya 1.0 - 1.2 kg hidup). Pakan finisher diberikan, dengan penyesuaian protein menjadi sekitar 16-17%. Fokus utama di fase ini adalah menjaga kesehatan optimal dan meminimalkan tingkat kematian (Mortalitas) menjelang panen. Perhitungan FCR di akhir periode menentukan profitabilitas peternakan.
Rasio Konversi Pakan (FCR) Ideal: FCR adalah metrik kunci. FCR yang baik untuk ayam pejantan modern biasanya berkisar antara 2.4 hingga 2.8. Artinya, untuk menghasilkan 1 kg daging, ayam membutuhkan 2.4 hingga 2.8 kg pakan. FCR yang buruk (di atas 3.0) menandakan manajemen pakan atau kesehatan yang bermasalah, yang sangat mengikis margin keuntungan.
Manajemen Kandang dan Lingkungan
Struktur kandang yang tepat adalah fondasi keberhasilan. Karena ayam pejantan umumnya dibudidayakan dalam sistem kandang terbuka (open house) di Indonesia, kontrol terhadap lingkungan mikro kandang menjadi sangat penting.
Desain Kandang yang Optimal
1. Lokasi dan Orientasi
Kandang harus berjarak aman dari permukiman dan peternakan lain (minimal 500 meter, idealnya lebih jauh) untuk meminimalkan risiko penularan penyakit. Orientasi kandang di Indonesia harus menghadap Timur-Barat. Orientasi ini memastikan sirkulasi udara maksimal melalui ventilasi samping dan meminimalkan masuknya sinar matahari langsung yang dapat menyebabkan stres panas (heat stress) pada siang hari.
2. Tipe Kandang dan Lantai
Dua tipe lantai yang umum digunakan:
- Lantai Litter (Sekam/Gergaji): Paling umum. Sekam padi atau serutan kayu setebal 5-10 cm digunakan sebagai alas. Keuntungan: biaya awal rendah, litter dapat diolah menjadi pupuk. Tantangan: manajemen kelembaban yang sulit, risiko penyakit koksidiosis, dan amonia tinggi. Litter harus dibolak-balik (diaduk) secara teratur.
- Lantai Panggung (Slat/Kawat): Memungkinkan feses jatuh ke bawah, menjaga lantai kandang tetap kering. Keuntungan: sanitasi lebih mudah, amonia lebih rendah. Tantangan: biaya konstruksi lebih tinggi, risiko cedera kaki pada ayam jika kawat tidak ideal.
3. Kepadatan Kandang
Kepadatan adalah faktor utama penentu stres dan pertumbuhan. Untuk ayam pejantan dewasa (fase finisher), kepadatan yang disarankan adalah 6 hingga 8 ekor per meter persegi dalam sistem litter. Kepadatan yang terlalu tinggi meningkatkan kelembaban, amonia, dan risiko penularan penyakit, serta menyebabkan persaingan pakan/minum yang meningkatkan ketidakseragaman bobot.
Manajemen Litter (Sekam)
Litter yang basah adalah sumber utama masalah kesehatan. Kelembaban yang tinggi memicu pertumbuhan jamur dan bakteri, menghasilkan gas amonia (NH3) yang merusak saluran pernapasan ayam. Manajemen litter yang efektif meliputi:
- Ventilasi: Memastikan tirai kandang dibuka saat cuaca cerah untuk mengeluarkan kelembaban.
- Pengadukan: Litter harus diaduk minimal dua hari sekali, terutama di sekitar tempat minum dan makan, yang cenderung lebih basah.
- Penambahan Kapur: Pemberian kapur pertanian (CaCO3) dapat membantu menurunkan kelembaban dan menaikkan pH, yang menghambat perkembangan patogen, asalkan dilakukan dengan hati-hati.
Manajemen Air Minum
Air minum harus selalu bersih dan tersedia. Suhu air yang ideal adalah sekitar 18-22°C. Penggunaan sistem nipple drinker lebih higienis daripada tempat minum manual, meskipun investasi awalnya lebih tinggi. Penting untuk melakukan desinfeksi jalur air minum (flushing) secara berkala (minimal seminggu sekali) menggunakan klorin atau pembersih asam organik untuk mencegah pembentukan biofilm bakteri.
Nutrisi dan Strategi Pemberian Pakan
Karena pertumbuhan pejantan lebih lambat, strategi pakan harus disesuaikan untuk memaksimalkan efisiensi pakan tanpa memaksa pertumbuhan cepat yang tidak sesuai dengan genetikanya.
Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Fase
Program pakan yang efektif dibagi menjadi minimal tiga fase untuk mengoptimalkan biaya dan pertumbuhan:
| Fase Pertumbuhan | Periode | Protein Kasar (%) | Energi Metabolisme (Kkal/kg) |
|---|---|---|---|
| Pre-Starter/Starter | Hari 0 – 21 | 20 – 22 | 2850 – 2950 |
| Grower | Hari 22 – 45 | 18 – 19 | 2900 – 3000 |
| Finisher | Hari 46 – Panen | 16 – 17 | 3000 – 3100 |
A. Pakan Starter (Crumb)
Pakan starter umumnya berbentuk remah (crumb) agar mudah dicerna DOC. Kualitas protein harus tinggi (berasal dari bungkil kedelai dan tepung ikan), dan dilengkapi dengan asam amino esensial seperti metionin dan lisin yang memadai. Pemberian pakan harus ad libitum (selalu tersedia) pada minggu-minggu pertama.
B. Pakan Grower dan Finisher (Mash/Pellet)
Di fase grower, peternak mulai beralih ke pakan bentuk tepung (mash) atau pelet. Pengaturan pakan di fase finisher sering kali berfokus pada peningkatan energi (karbohidrat dan lemak) dan menjaga keseimbangan kalsium-fosfor untuk kekuatan tulang, meskipun ayam pejantan tidak menghadapi masalah kaki seserius broiler cepat.
Strategi Pembatasan Pakan (Restrictive Feeding)
Beberapa peternak ayam pejantan menerapkan pembatasan pakan (feed restriction) setelah minggu ke-4 atau ke-5. Tujuan utama bukan untuk menghemat pakan, melainkan untuk:
- Meningkatkan Kesehatan Usus: Memberikan jeda waktu bagi sistem pencernaan untuk beristirahat.
- Mengurangi Biaya Pakan: Dengan manajemen waktu yang ketat, FCR dapat sedikit diperbaiki.
- Meningkatkan Toleransi Stres: Ayam yang tidak terus-menerus kenyang cenderung lebih tahan terhadap fluktuasi suhu.
Namun, pembatasan pakan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertahap. Kesalahan dalam pembatasan dapat menyebabkan penurunan bobot harian yang signifikan dan meningkatkan perilaku agresif (pecking).
Manajemen Pemberian Pakan Saat Stres Panas
Di wilayah tropis, stres panas adalah ancaman nyata. Ayam cenderung mengurangi asupan pakan di siang hari. Strategi yang efektif adalah memberikan 60-70% total pakan harian pada sore hari (setelah jam 16:00) hingga malam hari. Pemberian pakan di malam hari, ketika suhu lebih rendah, memaksimalkan konversi pakan dan meminimalkan panas metabolisme yang dihasilkan dari pencernaan.
Biosekuriti dan Program Kesehatan Unggas
Karena siklus hidup ayam pejantan lebih panjang daripada broiler, risiko terpapar penyakit juga lebih tinggi. Program biosekuriti yang ketat adalah satu-satunya cara untuk menjamin kelangsungan hidup kawanan hingga panen.
Tiga pilar biosekuriti harus diterapkan secara ketat: isolasi, sanitasi, dan manajemen lalu lintas.
Tiga Pilar Biosekuriti Wajib
1. Biosekuriti Konseptual (Lokasi dan Desain)
Memisahkan area bersih (kantor, gudang pakan) dari area kotor (kandang, tempat pembuangan). Setiap peternakan wajib memiliki pagar pembatas, gerbang terkunci, dan tanda peringatan. Peternak harus memiliki ruang ganti dan kamar mandi, memastikan karyawan tidak membawa kontaminan dari luar.
2. Biosekuriti Struktural (Sanitasi)
Meliputi seluruh proses desinfeksi. Peternak wajib menyediakan kolam celup kaki (foot dip) dan celup roda (wheel dip) yang diisi desinfektan (misalnya, turunan yodium atau kuarterner amonium) di pintu masuk utama. Peralatan kandang (tempat pakan dan minum) harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap hari. Setelah panen, kandang wajib dikosongkan (all-in, all-out system) dan didesinfeksi total sebelum siklus berikutnya (minimal 14 hari kosong).
3. Biosekuriti Operasional (Prosedur Harian)
Ini adalah implementasi harian. Protokol termasuk:
- Pembatasan pengunjung. Jika ada pengunjung, wajib mengganti pakaian dan mencelupkan kaki.
- Pengendalian hama (tikus, burung liar, serangga) yang bisa membawa penyakit.
- Pembuangan bangkai yang cepat dan aman (dibakar atau dikubur jauh dari kandang).
- Penggunaan pakaian dan sepatu bot khusus kandang.
Program Vaksinasi Esensial
Vaksinasi adalah pertahanan utama. Program vaksinasi untuk ayam pejantan harus disesuaikan dengan kondisi epidemiologis lokal, namun beberapa vaksinasi dianggap esensial:
- ND (New Castle Disease/Tetelo): Diberikan sejak DOC (melalui air minum, tetes mata/hidung, atau suntikan) dan diulang secara teratur (biasanya minggu ke-2 dan ke-4). ND adalah pembunuh unggas nomor satu.
- Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD): Penting untuk melindungi sistem kekebalan tubuh. Diberikan di usia muda (minggu ke-1 atau ke-2).
- Coccidiosis (Koksidiosis): Meskipun sering dikendalikan dengan koksidiostat dalam pakan, vaksinasi dapat menjadi pilihan di lingkungan dengan tekanan penyakit tinggi.
Penanganan Penyakit Umum
Pengenalan dini gejala penyakit sangat penting. Beberapa penyakit umum yang sering menyerang pejantan, terutama pada sistem kandang terbuka:
- Koksidiosis: Disebabkan parasit usus, ditandai dengan diare berdarah, kotoran coklat, dan kelesuan. Pengobatan menggunakan sulfaquinoxaline atau amprolium, dikombinasikan dengan perbaikan manajemen litter.
- CRD (Chronic Respiratory Disease): Disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum. Gejala: ngorok, mata berair, dan sulit bernapas. Sering diobati dengan antibiotik berbasis tilosin atau eritromisin.
- Kolera (Fowl Cholera): Bakteri Pasteurella multocida. Dapat menyebabkan kematian mendadak atau sendi bengkak. Pengobatan memerlukan antibiotik spektrum luas seperti sulfa atau penisilin.
Setiap penggunaan antibiotik harus di bawah pengawasan dokter hewan dan selalu mempertimbangkan masa henti obat (withdrawal time) sebelum panen untuk memastikan keamanan pangan.
Analisis Ekonomi dan Strategi Pemasaran
Keuntungan budidaya ayam pejantan sangat bergantung pada efisiensi operasional dan kemampuan peternak untuk menekan biaya produksi per kilogram daging.
Komponen Biaya Utama (Cost Structure)
Dalam peternakan pejantan, biaya terbesar didominasi oleh dua faktor:
- Pakan (Feed Cost): Mencapai 65-75% dari total biaya operasional.
- DOC (Day Old Chick): Sekitar 10-15%. Harga DOC pejantan cenderung lebih stabil dan murah dibandingkan DOC broiler karena statusnya sebagai hasil samping.
Perhitungan Titik Impas (Break-Even Point - BEP)
Untuk mencapai BEP, peternak harus memastikan harga jual melebihi HPP (Harga Pokok Produksi) per kilogram. Faktor yang paling mempengaruhi HPP adalah FCR dan biaya pakan. Kenaikan FCR dari 2.6 menjadi 2.8 dapat meningkatkan HPP secara substansial. Peternak yang sukses adalah mereka yang mampu menjaga FCR rendah dan mortalitas (kematian) di bawah 5% hingga panen.
Pengelolaan biaya pakan dan mortalitas adalah kunci utama profitabilitas.
Strategi Pemasaran dan Segmentasi Pasar
Pasar ayam pejantan memiliki segmentasi yang jelas, berbeda dari pasar broiler yang cenderung massal:
- Pasar Tradisional: Menyasar warung makan, rumah makan Padang, atau pedagang soto yang mencari daging padat dan berserat. Daging dipasarkan dalam kondisi segar (potongan atau utuh) atau karkas.
- Pasar Modern dan Retail: Supermarket dan minimarket. Ayam pejantan sering dipasarkan sebagai produk premium, dikemas dengan label "Ayam Kampung Super" atau "Ayam Jantan".
- Industri Pengolahan: Pabrik yang memproduksi abon, nugget, atau bakso premium. Daging pejantan cocok karena sifatnya yang tidak berlemak.
Menciptakan kontrak atau kemitraan dengan rumah potong hewan unggas (RPHU) atau integrator lokal dapat menjamin harga jual dan serapan pasar yang stabil, mengurangi risiko fluktuasi harga yang ekstrim.
Proses Pemanenan dan Pasca-Panen
Panen yang tepat waktu dan penanganan pasca-panen yang higienis sangat menentukan kualitas produk akhir dan harga jual.
Penentuan Waktu Panen
Ayam pejantan dipanen ketika mencapai bobot hidup (Live Weight - LW) antara 0.8 kg hingga 1.2 kg. Waktu panen ideal harus ditentukan berdasarkan:
- Bobot Rata-rata: Memastikan mayoritas populasi mencapai bobot yang diinginkan pasar (misalnya, pasar soto cenderung meminta bobot yang lebih kecil 0.8-0.9 kg).
- Usia: Umumnya antara 60-75 hari. Memperpanjang masa pemeliharaan di atas 75 hari sering kali tidak ekonomis karena FCR yang memburuk.
- Kesehatan: Jika terjadi ancaman penyakit yang sulit dikontrol, panen darurat mungkin diperlukan.
Proses Penangkapan dan Pengangkutan
Penangkapan harus dilakukan pada malam hari atau dini hari saat suhu dingin untuk meminimalkan stres. Ayam harus dipuasakan (dihentikan pemberian pakan) selama 6-8 jam sebelum penangkapan. Puasa ini penting untuk membersihkan saluran pencernaan, mengurangi kontaminasi karkas saat pemotongan, dan meningkatkan daya simpan daging. Namun, air minum tidak boleh dihentikan hingga 2 jam sebelum penangkapan.
Standar Halal dan Higiene Pemotongan
Di Indonesia, pemotongan harus mengikuti standar Halal dan SNI. Proses pemotongan yang higienis meliputi:
- Penyembelihan: Harus dilakukan oleh juru sembelih (juleha) bersertifikat, memutus saluran pernapasan, saluran makanan, dan pembuluh darah leher.
- Bleeding (Pengeluaran Darah): Darah harus dikeluarkan sempurna (minimal 3 menit) untuk menjamin kualitas dan daya simpan karkas.
- Pencabutan Bulu dan Eviserasi: Proses ini harus cepat dan bersih, memastikan isi perut tidak merusak karkas. Suhu air pencabut bulu (scald tank) harus terkontrol untuk menghindari kerusakan kulit.
Nilai Tambah Produk (Value Addition)
Daging ayam pejantan sangat cocok untuk produk olahan lebih lanjut. Peternak atau RPHU dapat meningkatkan profitabilitas dengan menjual produk dalam bentuk:
- Karkas Utuh: Ayam yang sudah bersih tanpa kepala, kaki, dan jeroan.
- Potongan Bagian: Dada, paha, sayap.
- Produk Unggulan: Ayam ungkep bumbu kuning siap goreng, abon ayam, atau kaldu murni. Memproses ayam menjadi produk siap masak dapat meningkatkan margin keuntungan hingga 30-50% dibandingkan menjual ayam hidup.
Tantangan Kontemporer dan Solusi Inovatif
Meskipun menjanjikan, budidaya ayam pejantan menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi melalui inovasi dan manajemen yang cerdas.
Tantangan 1: Fluktuasi Harga Bahan Baku Pakan
Ketergantungan pada impor bahan baku pakan (terutama bungkil kedelai dan jagung) menyebabkan harga pakan sering bergejolak. Karena pakan adalah biaya terbesar, fluktuasi ini langsung mengancam margin.
Solusi: Diversifikasi pakan. Mengintegrasikan pakan alternatif lokal seperti maggot (larva BSF) sebagai sumber protein tinggi atau menggunakan ubi jalar dan singkong yang diolah sebagai pengganti energi dapat mengurangi ketergantungan pada pakan komersial utama. Selain itu, menjalin kontrak jangka panjang dengan pemasok pakan dapat mengunci harga untuk periode tertentu.
Tantangan 2: Stres Panas dan Perubahan Iklim
Peningkatan suhu global memperburuk stres panas, yang menurunkan asupan pakan dan meningkatkan mortalitas. Ayam pejantan, seperti unggas lainnya, tidak memiliki kelenjar keringat dan mengandalkan terengah-engah untuk mendinginkan diri.
Solusi: Peningkatan ventilasi kandang. Penggunaan sistem pendingin sederhana seperti misting (pengkabutan air) atau kipas angin besar (blower) di kandang terbuka dapat menurunkan suhu hingga 3-5°C. Penambahan elektrolit dan vitamin C dalam air minum saat suhu puncak juga efektif mengurangi dampak stres panas.
Tantangan 3: Penyakit dan Resistensi Obat
Penggunaan antibiotik yang tidak bijak telah menyebabkan resistensi, membuat pengobatan penyakit menjadi semakin sulit.
Solusi: Menerapkan konsep Antibiotic Growth Promoter (AGP) Free. Fokus beralih ke manajemen kesehatan preventif yang didukung oleh probiotik (bakteri baik), prebiotik (makanan bakteri baik), dan asam organik. Probiotik membantu menyeimbangkan flora usus, meningkatkan penyerapan nutrisi, dan menekan pertumbuhan bakteri patogen (seperti E. coli dan Salmonella) secara alami.
Integrasi Teknologi dan Digitalisasi
Masa depan peternakan pejantan akan melibatkan digitalisasi. Penggunaan sensor IoT (Internet of Things) untuk memantau suhu, kelembaban, dan kadar amonia secara real-time dapat memungkinkan peternak mengambil tindakan pencegahan segera, jauh sebelum kondisi lingkungan memburuk. Meskipun tidak seintensif broiler closed house, adopsi teknologi sederhana dapat meningkatkan efisiensi operasional kandang terbuka secara signifikan.
Kesimpulan dan Prospek Industri Ayam Pejantan
Ayam pejantan potong telah membuktikan dirinya sebagai sektor yang tangguh dan strategis dalam industri perunggasan Indonesia. Ia menawarkan solusi yang menguntungkan bagi peternak yang ingin memanfaatkan hasil samping industri petelur sambil memenuhi permintaan pasar akan daging ayam dengan tekstur premium yang menyerupai ayam kampung.
Keberhasilan budidaya ayam pejantan bergantung pada tiga pilar utama: Manajemen yang Teliti (terutama di fase starter), Biosekuriti yang Ketat, dan Analisis Ekonomi yang Cerdas (mengelola FCR dan biaya pakan). Dengan siklus pemeliharaan yang relatif cepat (sekitar 9-10 minggu) dan HPP yang kompetitif dibandingkan ayam kampung asli, ayam pejantan tetap menjadi investasi yang menarik bagi peternak yang siap menghadapi tantangan manajemen tropis.
Mengingat tren konsumen yang semakin mencari produk makanan lokal, sehat, dan berkualitas, prospek pasar ayam pejantan akan terus tumbuh. Peternak yang mengadopsi praktik berkelanjutan, mengurangi penggunaan antibiotik, dan fokus pada efisiensi pakan, akan berada di posisi terdepan untuk meraih keuntungan maksimal di masa depan industri perunggasan nasional.