Surah Al-Falaq: Perisai dari Segala Kejahatan
Surah Al-Falaq (الفلق) merupakan surah ke-113 dalam mushaf Al-Qur'an. Surah ini terdiri dari lima ayat yang singkat namun sarat makna, menjadikannya salah satu surah yang paling sering dibaca oleh umat Islam di seluruh dunia. Nama "Al-Falaq" sendiri berarti "Waktu Subuh" atau "Fajar", yang diambil dari ayat pertama surah ini. Bersama dengan Surah An-Nas, surah ini dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain, yaitu dua surah yang berisi permohonan perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai macam keburukan dan kejahatan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.
Kedudukan surah ini sangat istimewa. Ia bukan sekadar bacaan, melainkan sebuah doa perlindungan yang diajarkan langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh umatnya. Kehadirannya dalam Al-Qur'an menjadi bukti kasih sayang Allah yang tak terhingga, yang memberikan hamba-Nya sebuah senjata spiritual untuk menghadapi berbagai ancaman dalam kehidupan. Memahami bacaan Arab, tulisan al falaq latin, terjemahan, serta tafsirnya secara mendalam akan membuka cakrawala kita tentang betapa komprehensifnya perlindungan yang ditawarkan oleh surah agung ini.
Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Surah)
Memahami latar belakang turunnya sebuah surah (Asbabun Nuzul) sangat penting untuk menangkap esensi pesannya. Turunnya Surah Al-Falaq dan An-Nas berkaitan erat dengan sebuah peristiwa yang menimpa Rasulullah SAW. Diriwayatkan dalam berbagai hadis, salah satunya dari Aisyah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mengalami sakit akibat sihir yang dikirimkan oleh seorang Yahudi dari kabilah Bani Zuraiq bernama Labid bin Al-A'sam.
Sihir tersebut dibuat menggunakan beberapa helai rambut Nabi yang rontok saat bersisir, yang kemudian diikat pada sebuah sisir dan pelepah kurma jantan. Benda sihir itu lalu dimasukkan ke dalam sumur tua bernama Dzarwan. Akibat sihir ini, Rasulullah SAW merasakan kondisi yang tidak biasa. Beliau merasa seolah-olah telah melakukan sesuatu padahal belum, dan terkadang merasa bingung dan lesu. Namun, penting untuk dicatat bahwa sihir ini sama sekali tidak memengaruhi wahyu kenabian dan tugasnya sebagai rasul. Pengaruhnya hanya bersifat fisik dan mental pada aspek kemanusiaan beliau.
Dalam keadaan tersebut, suatu malam ketika beliau tidur, Allah SWT mengutus dua malaikat. Satu malaikat duduk di dekat kepala beliau dan satu lagi di dekat kaki beliau. Mereka berdialog, mengungkapkan bahwa Nabi sedang terkena sihir, menyebut nama pelakunya, serta memberitahukan di mana benda sihir itu disembunyikan. Pagi harinya, Rasulullah SAW mengutus beberapa sahabat, termasuk Ali bin Abi Thalib, untuk mengambil benda sihir tersebut dari dasar sumur. Setelah diangkat, didapati sebuah tali dengan sebelas ikatan (simpul).
Bersamaan dengan peristiwa itu, Allah SWT menurunkan dua surah sekaligus, Al-Falaq (5 ayat) dan An-Nas (6 ayat), yang totalnya berjumlah sebelas ayat. Kemudian, Malaikat Jibril AS membimbing Nabi untuk membaca kedua surah tersebut. Setiap kali satu ayat dibacakan, satu simpul pada tali sihir itu terlepas. Begitu seterusnya hingga ayat terakhir dibacakan dan semua simpul terlepas. Seketika itu pula, Rasulullah SAW merasa segar kembali seolah baru terbebas dari sebuah ikatan yang berat. Peristiwa ini menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan perlindungan yang terkandung dalam Al-Mu'awwidzatain.
Bacaan Lengkap Surah Al-Falaq: Arab, Latin, dan Terjemahan
Berikut adalah bacaan lengkap Surah Al-Falaq ayat 1-5, yang disajikan dalam format tulisan Arab, transliterasi Latin untuk mempermudah pelafalan, serta terjemahan dalam bahasa Indonesia agar maknanya dapat dipahami dengan baik.
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ
1. Qul a'ụżu birabbil-falaq.
Artinya: "Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar)'."
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ
2. Min syarri mā khalaq.
Artinya: "dari kejahatan (makhluk) yang Dia ciptakan,"
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ
3. Wa min syarri gāsiqin iżā waqab.
Artinya: "dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,"
وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ
4. Wa min syarrin-naffāṡāti fil-'uqad.
Artinya: "dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya),"
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ
5. Wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad.
Artinya: "dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki."
Tafsir Mendalam Surah Al-Falaq per Ayat
Untuk memahami kekuatan sesungguhnya dari surah ini, kita perlu menyelami makna yang terkandung dalam setiap ayatnya. Setiap kata dipilih oleh Allah dengan ketelitian yang luar biasa, mencakup berbagai aspek perlindungan yang dibutuhkan manusia.
Ayat 1: قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (Qul a'ụżu birabbil-falaq)
"Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar)'."
Ayat ini dimulai dengan perintah "Qul" (Katakanlah). Ini bukan sekadar anjuran, melainkan sebuah instruksi ilahi yang tegas. Perintah ini menunjukkan bahwa permohonan perlindungan ini harus diucapkan dengan lisan, diyakini dengan hati, dan menjadi sebuah deklarasi iman. Dengan mengucapkannya, kita secara sadar mengakui kelemahan diri dan mengakui keperkasaan Allah sebagai satu-satunya pelindung.
Kata "A'ụżu" (Aku berlindung) berasal dari akar kata yang bermakna mencari perlindungan, penjagaan, dan benteng dari sesuatu yang ditakuti. Ini adalah ungkapan totalitas penyerahan diri, di mana seorang hamba lari dari segala marabahaya menuju tempat yang paling aman, yaitu sisi Allah SWT.
Kemudian, perlindungan ini kita minta kepada "Rabbil-falaq" (Tuhan yang menguasai subuh). Kata "Rabb" berarti Tuhan, Pemelihara, Pengatur, dan Pendidik. Ini menunjukkan hubungan yang intim antara hamba dengan Penciptanya. Kita tidak berlindung kepada entitas yang jauh, melainkan kepada Rabb yang senantiasa memelihara kita.
Adapun kata "Al-Falaq" memiliki makna yang sangat luas. Secara harfiah, ia berarti "terbelah" atau "terpecah". Makna yang paling populer adalah fajar atau waktu subuh, yaitu ketika gelapnya malam terbelah oleh terbitnya cahaya pagi. Mengapa subuh? Karena subuh adalah simbol harapan, permulaan yang baru, dan kemenangan cahaya atas kegelapan. Allah yang mampu membelah kegelapan malam dengan cahaya fajar, pastilah Maha Mampu untuk membelah segala kegelapan masalah, ketakutan, dan kejahatan yang menyelimuti hamba-Nya. Berlindung kepada Tuhan Penguasa Fajar adalah berlindung kepada sumber segala harapan dan jalan keluar.
Para ulama tafsir juga memberikan makna lain untuk "Al-Falaq". Sebagian menafsirkannya sebagai segala sesuatu yang terbelah dan muncul darinya kehidupan, seperti biji yang terbelah menumbuhkan tunas, atau telur yang pecah melahirkan anak ayam. Ini melambangkan kekuasaan Allah atas segala proses penciptaan. Dengan demikian, berlindung kepada "Rabbil-falaq" berarti berlindung kepada Tuhan Pencipta segala sesuatu.
Ayat 2: مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (Min syarri mā khalaq)
"dari kejahatan (makhluk) yang Dia ciptakan,"
Setelah menyatakan kepada siapa kita berlindung, ayat kedua ini menjelaskan secara umum dari apa kita berlindung. Ungkapan "Min syarri mā khalaq" bersifat sangat komprehensif. "Syarri" berarti kejahatan atau keburukan, dan "mā khalaq" berarti "apa saja yang Dia ciptakan". Ini berarti kita memohon perlindungan dari kejahatan seluruh makhluk ciptaan Allah.
Cakupan perlindungan ini meliputi:
- Kejahatan Manusia: Seperti perampokan, pembunuhan, fitnah, penipuan, dan segala bentuk kezaliman lainnya.
- Kejahatan Jin dan Setan: Termasuk godaan, bisikan jahat, waswas, dan gangguan gaib lainnya yang bertujuan menyesatkan manusia.
- Kejahatan Hewan: Seperti gigitan ular berbisa, serangan binatang buas, atau sengatan serangga berbahaya.
- Kejahatan Benda Mati: Seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, kebakaran) atau kecelakaan yang disebabkan oleh benda-benda di sekitar kita.
- Kejahatan dari Diri Sendiri: Yaitu kejahatan yang berasal dari hawa nafsu (syahwat) dan emosi negatif yang tidak terkendali, seperti amarah, kesombongan, dan ketamakan.
Ayat ini mengajarkan kita bahwa kejahatan bisa datang dari mana saja. Namun, ayat ini juga secara implisit mengajarkan tauhid. Dengan menyebut "mā khalaq" (yang Dia ciptakan), kita diingatkan bahwa bahkan sumber kejahatan itu sendiri adalah makhluk ciptaan Allah. Tidak ada satu pun di alam semesta ini yang keluar dari kekuasaan dan kendali-Nya. Oleh karena itu, hanya kepada Sang Pencipta kita bisa memohon perlindungan dari ciptaan-Nya.
Ayat 3: وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَ (Wa min syarri gāsiqin iżā waqab)
"dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,"
Setelah menyebutkan kejahatan secara umum pada ayat kedua, ayat ketiga ini mulai merinci beberapa bentuk kejahatan secara spesifik. Ayat ini meminta perlindungan dari "syarri gāsiqin iżā waqab".
Kata "Gāsiq" secara bahasa berarti sesuatu yang kelam atau gelap. Para ulama umumnya menafsirkannya sebagai "malam". Sedangkan "iżā waqab" berarti "apabila telah masuk" atau "apabila kegelapannya telah pekat". Jadi, kita secara khusus memohon perlindungan dari kejahatan yang terjadi di malam hari ketika suasana telah menjadi gelap gulita.
Mengapa malam hari dikhususkan? Malam adalah waktu di mana kejahatan seringkali lebih mudah terjadi. Kegelapan memberikan perlindungan bagi para pelaku kriminal untuk melancarkan aksinya tanpa terlihat. Binatang buas dan berbisa pun banyak yang aktif mencari mangsa di malam hari. Selain itu, suasana malam yang sunyi dan gelap seringkali menimbulkan rasa takut, cemas, dan waswas dalam jiwa manusia. Setan dan jin juga diyakini lebih gencar melancarkan gangguannya pada malam hari. Oleh karena itu, permohonan perlindungan pada waktu ini menjadi sangat relevan dan penting.
Dengan membaca ayat ini, kita seolah-olah sedang meminta Allah untuk menyelimuti kita dengan cahaya perlindungan-Nya di tengah pekatnya kegelapan malam, baik kegelapan secara fisik maupun kegelapan spiritual.
Ayat 4: وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِ (Wa min syarrin-naffāṡāti fil-'uqad)
"dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya),"
Ayat keempat ini menyebutkan bentuk kejahatan spesifik lainnya yang sangat berbahaya dan tersembunyi, yaitu sihir. Ayat ini berkaitan langsung dengan Asbabun Nuzul surah ini.
Kata "An-Naffāṡāti" adalah bentuk jamak feminin dari "naffatsah", yang berarti "para peniup" atau "para pengembus". Penggunaan bentuk feminin ini bisa berarti bahwa praktik sihir pada masa itu banyak dilakukan oleh perempuan, atau bisa juga merujuk pada "jiwa-jiwa" (an-nufus) yang jahat, yang dalam bahasa Arab juga bergender feminin.
Frasa "fil-'uqad" berarti "pada buhul-buhul" atau "pada simpul-simpul/ikatan-ikatan". Ini menggambarkan salah satu metode sihir yang paling umum, di mana seorang penyihir membuat simpul-simpul pada seutas tali sambil membacakan mantra-mantra atau jampi-jampi kufur, lalu meniupkan atau mengembuskan napasnya pada setiap simpul tersebut. Tiupan ini diyakini sebagai medium untuk mengirimkan kekuatan jahat dari sihir tersebut kepada targetnya.
Ayat ini merupakan penegasan dari Al-Qur'an tentang adanya realitas sihir dan bahayanya. Islam memandang sihir sebagai salah satu dosa besar yang dapat merusak akidah karena melibatkan bantuan setan dan jin. Dengan meminta perlindungan dari kejahatan ini, kita mengakui bahwa sihir adalah kejahatan nyata dan hanya Allah yang mampu membatalkan serta melindungi kita dari dampaknya. Ayat ini adalah perisai ampuh melawan segala bentuk praktik ilmu hitam, guna-guna, santet, dan sejenisnya.
Ayat 5: وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ (Wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad)
"dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki."
Ayat terakhir dari Surah Al-Falaq ini menutup permohonan perlindungan dengan menyebutkan salah satu penyakit hati yang paling merusak: hasad atau dengki. Kata "Ḥāsidin" berarti "orang yang dengki".
Hasad berbeda dengan iri biasa (ghibthah). Ghibthah adalah menginginkan nikmat yang sama seperti yang dimiliki orang lain tanpa berharap nikmat itu hilang darinya. Ini diperbolehkan dalam Islam. Sedangkan hasad adalah perasaan benci dan tidak suka terhadap nikmat yang Allah berikan kepada orang lain, disertai dengan harapan atau usaha agar nikmat tersebut hilang dari orang itu. Ini adalah sifat yang sangat tercela dan merupakan dosa pertama yang dilakukan di langit (ketika Iblis dengki kepada Adam AS) dan di bumi (ketika Qabil dengki dan membunuh Habil).
Frasa "iżā ḥasad" (apabila dia dengki) sangatlah penting. Ini menunjukkan bahwa bahaya dari hasad muncul ketika perasaan itu dimanifestasikan dalam bentuk tindakan, ucapan, atau pandangan mata yang jahat. Kedengkian yang terpendam dapat mendorong seseorang untuk melakukan fitnah, ghibah (menggunjing), adu domba, bahkan kejahatan fisik. Selain itu, dari hasad yang memuncak bisa timbul apa yang dikenal sebagai 'ain (penyakit 'ain' atau 'mata jahat'), yaitu pengaruh buruk yang timbul dari pandangan mata orang yang dengki atau takjub, yang dapat menyebabkan sakit atau musibah bagi orang yang dipandangnya.
Dengan memohon perlindungan dari kejahatan pendengki, kita meminta Allah untuk menjaga kita dari segala dampak negatif yang timbul dari perasaan destruktif ini, baik yang berupa tindakan nyata maupun pengaruh gaib seperti 'ain'.
Keutamaan dan Manfaat Membaca Surah Al-Falaq
Surah Al-Falaq, bersama Surah An-Nas, memiliki banyak sekali keutamaan (fadhilah) yang disebutkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Mengamalkannya secara rutin dalam kehidupan sehari-hari akan mendatangkan perlindungan dan ketenangan yang luar biasa. Beberapa keutamaannya antara lain:
- Perlindungan Terbaik: Rasulullah SAW bersabda kepada Uqbah bin 'Amir, "Maukah aku ajarkan kepadamu sebaik-baik surah untuk memohon perlindungan?" Kemudian beliau mengajarkan Surah Al-Falaq dan An-Nas. Beliau juga bersabda, "Tidak ada seorang pun yang memohon perlindungan dengan sesuatu yang sebanding dengan keduanya." (HR. An-Nasa'i).
- Benteng di Pagi dan Petang Hari: Dianjurkan untuk membaca Surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas masing-masing sebanyak tiga kali pada waktu pagi (setelah Subuh) dan petang (setelah Ashar). Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membacanya tiga kali di waktu pagi dan petang, maka itu akan mencukupinya (melindunginya) dari segala sesuatu." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
- Penjagaan Sebelum Tidur: Menjadi amalan rutin Rasulullah SAW sebelum tidur. Aisyah RA meriwayatkan bahwa setiap malam menjelang tidur, Nabi SAW akan menyatukan kedua telapak tangannya, lalu meniupnya dan membacakan padanya Surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Kemudian, beliau mengusapkan kedua telapak tangannya ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau, dimulai dari kepala, wajah, dan bagian depan tubuh. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali. (HR. Bukhari).
- Sebagai Ruqyah (Penyembuhan): Kedua surah ini adalah bacaan ruqyah yang paling utama untuk mengobati penyakit, baik yang disebabkan oleh sihir, 'ain', maupun penyakit fisik lainnya. Ketika Rasulullah SAW sakit, Jibril AS meruqyah beliau dengan membacakan kedua surah ini.
- Dibaca Setelah Shalat Fardhu: Uqbah bin 'Amir berkata, "Rasulullah SAW memerintahkanku untuk membaca Al-Mu'awwidzat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas) di akhir setiap shalat." (HR. Abu Daud). Ini menunjukkan pentingnya memohon perlindungan secara rutin setelah menunaikan ibadah utama.
Kesimpulan
Surah Al-Falaq adalah sebuah anugerah agung dari Allah SWT. Melalui lima ayatnya yang ringkas, kita diajarkan sebuah doa perlindungan yang sangat lengkap dan universal. Ia mengajarkan kita untuk hanya bergantung kepada Allah, Sang Penguasa Fajar, yang mampu menyingkap segala kegelapan. Ia membentengi kita dari kejahatan semua makhluk, dari bahaya di kegelapan malam, dari tipu daya sihir yang tersembunyi, dan dari dampak destruktif penyakit hati berupa kedengkian.
Membaca surah ini dengan memahami bacaan al falaq latin dan terjemahannya, serta merenungkan tafsirnya, akan menumbuhkan rasa tawakal dan keyakinan yang mendalam akan kekuasaan Allah. Menjadikannya sebagai amalan harian, baik di waktu pagi, petang, setelah shalat, maupun sebelum tidur, adalah upaya kita sebagai hamba yang lemah untuk senantiasa berada dalam naungan perlindungan-Nya yang tak tertandingi. Surah Al-Falaq adalah bukti nyata bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat petunjuk, rahmat, dan penyembuh bagi seluruh umat manusia.