Surat Yasin: Arab, Latin, dan Terjemahan Indonesia
Memahami Jantung Al-Qur'an dan Pesan-Pesan Abadinya
Mengenal Surat Yasin, Jantung Al-Qur'an
Surat Yasin (يس) adalah surat ke-36 dalam kitab suci Al-Qur'an. Terdiri dari 83 ayat, surat ini tergolong dalam surat Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan di kota Mekkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Nama "Yasin" diambil dari dua huruf Arab, 'Ya' dan 'Sin', yang menjadi ayat pertama dari surat ini. Makna sesungguhnya dari huruf-huruf muqatta'ah (huruf-huruf terpotong) seperti ini hanya diketahui oleh Allah SWT, namun keberadaannya di awal surat seringkali dianggap sebagai penegas kemukjizatan Al-Qur'an dan tantangan bagi siapa pun yang meragukan kebenarannya.
Surat Yasin memiliki kedudukan yang sangat istimewa di hati umat Islam. Ia sering disebut sebagai "Qalbul Qur'an" atau jantungnya Al-Qur'an. Sebutan ini bersandar pada sebuah hadis, yang meskipun statusnya diperdebatkan oleh para ulama hadis, maknanya telah meresap kuat dalam tradisi Muslim. Analogi jantung ini sangatlah tepat. Sebagaimana jantung berfungsi memompa darah yang membawa kehidupan ke seluruh tubuh, Surat Yasin mengandung dan memompa intisari ajaran Islam ke seluruh aspek keimanan seorang Muslim. Di dalamnya terkandung pilar-pilar akidah yang paling fundamental: penegasan keesaan Allah (Tauhid), bukti-bukti kerasulan Nabi Muhammad SAW (Risalah), dan keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati, termasuk hari kebangkitan, pengadilan, surga, dan neraka (Akhirah).
Kandungan Surat Yasin secara garis besar berpusat pada tiga tema utama tersebut. Surat ini dibuka dengan sumpah Allah atas Al-Qur'an yang penuh hikmah untuk menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang rasul yang diutus di atas jalan yang lurus. Kemudian, surat ini menyajikan sebuah perumpamaan kuat melalui kisah "Ashab al-Qaryah" (penduduk suatu negeri) yang mendustakan para utusan Allah. Kisah ini menjadi cerminan bagi kaum kafir Quraisy pada masa itu dan menjadi pelajaran abadi bagi seluruh umat manusia tentang akibat dari penolakan terhadap kebenaran.
Selanjutnya, Allah SWT mengajak manusia untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran-Nya yang terhampar di alam semesta (ayat kauniyah). Mulai dari bumi yang mati lalu dihidupkan dengan turunnya hujan, malam yang berganti siang, matahari dan bulan yang beredar pada porosnya, hingga kapal yang berlayar di lautan. Semua itu adalah bukti nyata akan adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, yang seharusnya mengantarkan manusia pada keimanan. Surat ini kemudian beralih pada penggambaran dahsyatnya Hari Kiamat, tiupan sangkakala, dan kondisi manusia saat dibangkitkan. Perdebatan antara penghuni surga yang penuh kenikmatan dan penghuni neraka yang penuh penyesalan digambarkan dengan sangat jelas, memberikan peringatan yang keras sekaligus harapan yang besar. Akhirnya, Surat Yasin ditutup dengan penegasan kembali akan kekuasaan absolut Allah untuk menghidupkan yang mati, sebagaimana Dia telah menciptakan manusia dari tiada. Ayat-ayat terakhir, terutama "Innama amruhu idza arada syai'an an yaqula lahu kun fayakun," menjadi puncak penegasan akan kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Keutamaan dan Manfaat Membaca Surat Yasin
Membaca Surat Yasin telah menjadi amalan yang membudaya di kalangan masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia, terutama di Indonesia. Amalan ini bukan tanpa dasar, melainkan bersumber dari berbagai riwayat dan anjuran para ulama yang menjelaskan tentang fadhilah atau keutamaannya. Meskipun beberapa riwayat hadis mengenai keutamaannya memiliki tingkat kekuatan yang bervariasi, semangat untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui "jantung Al-Qur'an" ini tetap tinggi.
1. Mendapatkan Ampunan Dosa
Salah satu keutamaan yang paling sering disebut adalah potensi untuk mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Diriwayatkan dalam beberapa hadis bahwa barangsiapa membaca Surat Yasin pada malam hari dengan niat tulus mengharap ridha Allah, maka dosa-dosanya (yang kecil) akan diampuni pada pagi harinya. Ini mendorong seorang Muslim untuk menjadikan malamnya sebagai waktu untuk introspeksi, memohon ampun, dan membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang telah lalu. Amalan ini mengajarkan kerendahan hati dan kesadaran bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa, serta hanya kepada Allah-lah tempat kembali dan memohon ampunan.
2. Meringankan Sakaratul Maut
Surat Yasin juga sangat dianjurkan untuk dibacakan di sisi orang yang sedang menghadapi sakaratul maut. Tujuannya adalah untuk memohon kepada Allah agar proses keluarnya ruh dari jasad dapat dipermudah. Kandungan surat ini yang mengingatkan tentang kehidupan akhirat, kekuasaan Allah, dan janji surga diharapkan dapat memberikan ketenangan batin bagi orang yang sedang dalam kondisi kritis tersebut. Suasana sakral yang tercipta dari lantunan ayat suci ini diharapkan dapat membantu orang tersebut untuk tetap fokus dalam mengingat Allah (dzikrullah) di saat-saat terakhirnya.
3. Memberikan Ketenangan Hati
Seperti halnya seluruh Al-Qur'an, Surat Yasin adalah penyembuh (syifa) dan penenang bagi hati yang gelisah. Ayat-ayatnya yang berbicara tentang kekuasaan Allah yang tak terbatas di alam semesta dapat membuat seorang hamba merasa kecil di hadapan-Nya, sehingga segala masalah duniawi yang membebani terasa tidak lagi berarti. Mengingat janji-janji Allah akan surga dan peringatan-Nya akan neraka dapat meluruskan kembali orientasi hidup, dari yang semula terlalu terikat pada dunia menjadi lebih fokus pada persiapan untuk akhirat. Ketenangan ini lahir dari keyakinan penuh bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman dan kendali Allah SWT.
4. Mempermudah Terkabulnya Hajat
Banyak ulama dan orang-orang saleh yang meyakini bahwa membaca Surat Yasin dengan niat yang ikhlas dapat menjadi wasilah (perantara) untuk memohon kepada Allah agar hajat atau keinginan baik seseorang dikabulkan. Ini bukan berarti surat itu sendiri yang mengabulkan, tetapi amalan membaca kalam Allah dengan penuh keyakinan dan kekhusyukan ini merupakan salah satu bentuk ibadah yang dicintai-Nya. Ketika seorang hamba mendekatkan diri kepada-Nya melalui firman-firman-Nya, maka pintu rahmat dan pertolongan-Nya akan lebih terbuka lebar. Oleh karena itu, setelah membaca Surat Yasin, sangat dianjurkan untuk memanjatkan doa dan menyampaikan segala hajat kepada Allah.
Tadabbur Ayat: Menyelami Makna Surat Yasin
Untuk benar-benar merasakan manfaat Surat Yasin, tidak cukup hanya membacanya. Langkah selanjutnya adalah melakukan tadabbur, yaitu merenungkan dan menghayati makna yang terkandung di setiap ayatnya. Berikut adalah pembagian tema dan kandungan pokok dalam Surat Yasin.
Bagian 1 (Ayat 1-12): Penegasan Kerasulan dan Peringatan
Bagian awal surat ini berfungsi sebagai fondasi. Allah bersumpah demi Al-Qur'an yang penuh hikmah (Wal-Qur'ānil-ḥakīm) untuk menegaskan status Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya yang berada di jalan yang lurus. Sumpah ini merupakan bantahan telak terhadap tuduhan kaum kafir yang menyebut Nabi sebagai penyair atau orang gila. Tujuannya adalah untuk memberi peringatan kepada kaum yang nenek moyang mereka belum pernah diberi peringatan, sehingga mereka lalai. Ayat-ayat ini juga menggambarkan kondisi orang-orang kafir yang hatinya tertutup rapat bagaikan dibelenggu, sehingga mereka tidak mampu melihat kebenaran. Peringatan hanya akan bermanfaat bagi mereka yang mau mengikuti Al-Qur'an dan takut kepada Allah yang Maha Pengasih. Bagian ini ditutup dengan penegasan bahwa Allah-lah yang menghidupkan orang mati dan mencatat segala amal perbuatan manusia serta jejak-jejak yang mereka tinggalkan dalam sebuah kitab yang nyata (Imāmim mubīn).
Bagian 2 (Ayat 13-32): Kisah Penduduk Negeri (Ashab al-Qaryah)
Ini adalah bagian naratif dari surat ini, sebuah perumpamaan yang sangat kuat. Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menceritakan kisah penduduk suatu negeri ketika para utusan datang kepada mereka. Awalnya diutus dua rasul, tetapi mereka didustakan. Lalu Allah menguatkan keduanya dengan rasul ketiga. Namun, penduduk negeri itu tetap menolak dan bahkan mengancam akan merajam para rasul tersebut. Di tengah penolakan massal itu, muncullah seorang laki-laki dari ujung kota yang datang dengan bergegas. Ia menasihati kaumnya untuk mengikuti para utusan tersebut karena mereka tidak meminta imbalan dan merupakan orang-orang yang mendapat petunjuk. Ia berargumentasi dengan logika tauhid yang sederhana namun mendalam: "Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan?" Namun, kaumnya justru membunuhnya. Setelah wafat, Allah langsung memasukkannya ke dalam surga. Dari dalam surga, ia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberiku ampunan dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan." Kisah ini mengajarkan tentang keberanian dalam membela kebenaran, akibat dari penolakan, dan kemuliaan bagi orang yang beriman. Kisah ini ditutup dengan kehancuran penduduk negeri itu hanya dengan satu suara teriakan yang keras (ṣaiḥataw wāḥidah), menunjukkan betapa mudahnya bagi Allah untuk membinasakan suatu kaum yang zalim.
Bagian 3 (Ayat 33-44): Tanda-Tanda Kekuasaan Allah di Alam Semesta
Setelah menyajikan kisah sejarah, Allah mengajak pembaca untuk melihat bukti-bukti kekuasaan-Nya yang lebih nyata dan dapat disaksikan setiap hari di alam semesta. Ayat-ayat ini penuh dengan visualisasi yang indah.
- Bumi yang Hidup: Tanda pertama adalah bumi yang tadinya mati, kering, dan tandus, kemudian Allah hidupkan dengan air hujan sehingga menumbuhkan biji-bijian yang menjadi makanan.
- Penciptaan Berpasangan: Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan bumi (tumbuh-tumbuhan), dari diri manusia itu sendiri (laki-laki dan perempuan), maupun dari makhluk-makhluk lain yang tidak kita ketahui. Ini adalah hukum universal yang menunjukkan keteraturan dan kebijaksanaan Sang Pencipta.
- Siklus Malam dan Siang: Malam yang gelap gulita adalah tanda kebesaran-Nya. Allah "melepaskan" siang dari malam, sehingga tiba-tiba dunia menjadi gelap. Ini adalah metafora yang sangat indah tentang pergantian waktu yang presisi.
- Pergerakan Matahari dan Bulan: Matahari berjalan di tempat peredarannya (orbit) yang telah ditetapkan. Demikian pula bulan, yang telah Allah tetapkan manzilah-manzilah (fase-fase) baginya, dari bulan sabit hingga purnama, lalu kembali lagi menjadi sabit tua seperti tandan kurma yang kering. Keduanya beredar pada garis edarnya masing-masing, tidak saling mendahului atau bertabrakan, sebuah bukti harmoni kosmik yang luar biasa.
- Kapal yang Berlayar: Tanda lainnya adalah bagaimana Allah membawa keturunan manusia dalam bahtera yang penuh muatan (merujuk pada kapal Nabi Nuh) dan menciptakan kapal-kapal sejenis yang mereka kendarai. Ini menunjukkan rahmat Allah yang memungkinkan manusia mengarungi lautan luas.
Bagian 4 (Ayat 45-68): Hari Kebangkitan dan Pembalasan
Bagian ini mengalihkan fokus dari tanda-tanda di alam dunia ke peristiwa dahsyat di akhirat. Ayat-ayat ini menggambarkan bagaimana kaum kafir terus-menerus menolak peringatan dan mengejek kapan datangnya hari kiamat. Allah menjawab bahwa kiamat akan datang secara tiba-tiba melalui satu teriakan dahsyat saat mereka sedang sibuk bertengkar dalam urusan dunia. Tiupan sangkakala kedua kemudian membangkitkan semua manusia dari kubur mereka. Mereka berkata, "Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur (kubur) kami?" Lalu dijawab, "Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pengasih dan benarlah para rasul(-Nya)." Pada hari itu, tidak ada seorang pun yang dirugikan, dan setiap jiwa akan dibalas sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Terjadilah pemisahan yang jelas. Para penghuni surga sibuk dalam kesenangan, menikmati buah-buahan dan segala yang mereka inginkan, dengan ucapan "Salam" sebagai penghormatan dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Sebaliknya, para pendosa diperintahkan untuk berpisah dan ditunjukkan neraka Jahannam yang dulu selalu mereka dustakan. Mulut mereka dikunci, dan yang berbicara adalah tangan dan kaki mereka, menjadi saksi atas perbuatan mereka di dunia. Bagian ini memberikan gambaran yang sangat hidup tentang keadilan absolut di hari pembalasan.
Bagian 5 (Ayat 69-83): Penegasan Kembali Kekuasaan Allah dan Akhir yang Agung
Sebagai penutup, surat ini kembali menegaskan beberapa poin penting. Allah membantah tuduhan bahwa Al-Qur'an adalah syair dan Nabi Muhammad adalah penyair. Al-Qur'an adalah peringatan dan kitab yang jelas, untuk memberi peringatan kepada orang yang hidup hatinya. Kemudian, Allah kembali mengajak manusia berpikir: "Tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yang sebagian bisa mereka tunggangi dan sebagian bisa mereka makan?" Ini adalah pengingat akan nikmat-nikmat yang sering dilupakan. Ayat-ayat selanjutnya menyajikan argumen pamungkas tentang hari kebangkitan. Manusia yang seringkali lupa bertanya, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?" Allah memerintahkan Nabi untuk menjawab, "Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk." Allah yang mampu menciptakan api dari kayu yang hijau (proses fotosintesis dan energi kimia), tentu lebih mampu lagi untuk menghidupkan yang sudah mati. Surat ini ditutup dengan dua ayat yang merupakan puncak dari keseluruhan pesan: "Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan," dan ayat yang sangat terkenal, "Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya: 'Jadilah!' Maka jadilah ia." (Kun Fayakun). Ini adalah penegasan final tentang kekuasaan, keagungan, dan kemutlakan kehendak Allah SWT.
Bacaan Lengkap Surat Yasin: Arab, Latin, dan Terjemahan
Ayat 1
يٰسۤ ۚ
Yā sīn.
Yasin.
Ayat 2
وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ
Wal-qur'ānil-ḥakīm.
Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah,
Ayat 3
اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ
Innaka laminal-mursalīn.
sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,
Ayat 4
عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۗ
'Alā ṣirāṭim mustaqīm.
(yang berada) di atas jalan yang lurus,
Ayat 5
تَنْزِيْلَ الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِۙ
Tanzīlal-'azīzir-raḥīm.
(sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang,
Ayat 6
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اُنْذِرَ اٰبَاۤؤُهُمْ فَهُمْ غٰفِلُوْنَ
Litunżira qaumam mā unżira ābā'uhum fahum gāfilūn.
agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyangnya belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.
Ayat 7
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Laqad ḥaqqal-qaulu 'alā akṡarihim fahum lā yu'minūn.
Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.
Ayat 8
اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ
Innā ja'alnā fī a'nāqihim aglālan fa hiya ilal-ażqāni fahum muqmaḥūn.
Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah.
Ayat 9
وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ
Wa ja'alnā mim baini aidīhim saddaw wa min khalfihim saddan fa agsyaināhum fahum lā yubṣirūn.
Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
Ayat 10
وَسَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wa sawā'un 'alaihim a anżartahum am lam tunżirhum lā yu'minūn.
Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.
Ayat 11
اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ
Innamā tunżiru manittaba'aż-żikra wa khasyiyar-raḥmāna bil-gaib, fa basysyirhu bimagfiratiw wa ajrin karīm.
Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.
Ayat 12
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ
Innā naḥnu nuḥyil-mautā wa naktubu mā qaddamụ wa āṡārahum, wa kulla syai'in aḥṣaināhu fī imāmim mubīn.
Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh).
Ayat 13
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا اَصْحٰبَ الْقَرْيَةِۘ اِذْ جَاۤءَهَا الْمُرْسَلُوْنَۚ
Waḍrib lahum maṡalan aṣ-ḥābal-qaryah, iż jā'ahal-mursalūn.
Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka;
Ayat 14
اِذْ اَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوْهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوْٓا اِنَّآ اِلَيْكُمْ مُّرْسَلُوْنَ
Iż arsalnā ilaihimuṡnaini fa każżabụhumā fa 'azzaznā biṡāliṡin fa qālū innā ilaikum mursalūn.
(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”
Ayat 15
قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ وَمَآ اَنْزَلَ الرَّحْمٰنُ مِنْ شَيْءٍۙ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَكْذِبُوْنَ
Qālụ mā antum illā basyarum miṡlunā wa mā anzalar-raḥmānu min syai'in in antum illā takżibụn.
Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu ini hanyalah manusia seperti kami, dan (Allah) Yang Maha Pengasih tidak menurunkan sesuatu apa pun; kamu hanyalah pendusta belaka.”
Ayat 16
قَالُوْا رَبُّنَا يَعْلَمُ اِنَّآ اِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُوْنَ
Qālụ rabbunā ya'lamu innā ilaikum lamursalūn.
Mereka (para utusan) berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa kami benar-benar utusan(-Nya) kepadamu.
Ayat 17
وَمَا عَلَيْنَآ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
Wa mā 'alainā illal-balāgul-mubīn.
Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”
Ayat 18
قَالُوْٓا اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهُوْا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Qālū innā taṭayyarnā bikum, la'il lam tantahụ lanarjumannakum wa layamassannakum minnā 'ażābun alīm.
Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.”
Ayat 19
قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
Qālụ ṭā'irukum ma'akum, a in żukkirtum, bal antum qaumum musrifụn.
Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”
Ayat 20
وَجَاۤءَ مِنْ اَقْصَا الْمَدِيْنَةِ رَجُلٌ يَّسْعٰى قَالَ يٰقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَۙ
Wa jā'a min aqṣal-madīnati rajuluy yas'ā qāla yā qaumittabi'ul-mursalīn.
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, “Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu.
Ayat 21
اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ
Ittabi'ụ mal lā yas'alukum ajraw wa hum muhtadụn.
Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ayat 22
وَمَا لِيَ لَآ اَعْبُدُ الَّذِيْ فَطَرَنِيْ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Wa mā liya lā a'budul-lażī faṭaranī wa ilaihi turja'ụn.
Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan.
Ayat 23
ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ
A attakhiżu min dụnihī ālihatan iy yuridnir-raḥmānu biḍurril lā tugni 'annī syafā'atuhum syai'aw wa lā yunqiżụn.
Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, pasti pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku.
Ayat 24
اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Innī iżal lafī ḍalālim mubīn.
Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata.
Ayat 25
اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ
Innī āmanntu birabbikum fasma'ụn.
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku.”
Ayat 26
قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَۗ قَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ
Qīladkhulil-jannah, qāla yā laita qaumī ya'lamụn.
Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,
Ayat 27
بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ
Bimā gafaralī rabbī wa ja'alanī minal-mukramīn.
apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampunan kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan.”
Ayat 28
وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى قَوْمِهٖ مِنْۢ بَعْدِهٖ مِنْ جُنْدٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ
Wa mā anzalnā 'alā qaumihī mim ba'dihī min jundim minas-samā'i wa mā kunnā munzilīn.
Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya.
Ayat 29
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ خَامِدُوْنَ
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa iżā hum khāmidụn.
(Hukuman) itu hanyalah dengan satu suara yang keras, maka seketika itu mereka mati.
Ayat 30
يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ
Yā ḥasratan 'alal-'ibād, mā ya'tīhim mir rasụlin illā kānụ bihī yastahzi'ụn.
Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya.
Ayat 31
اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ اَنَّهُمْ اِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُوْنَ
Alam yarau kam ahlaknā qablahum minal-qurụni annahum ilaihim lā yarji'ụn.
Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan. (Orang-orang yang telah binasa) itu tidak ada yang kembali kepada mereka.
Ayat 32
وَاِنْ كُلٌّ لَّمَّا جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ ࣖ
Wa in kullul lammā jamī'ul ladainā muḥḍarụn.
Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami.
Ayat 33
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْاَرْضُ الْمَيْتَةُ оживляем ее, изводим из нее зерно, которым они питаются.
Wa āyatul lahumul-arḍul-maitatu aḥyaināhā wa akhrajnā minhā ḥabban fa minhu ya'kulụn.
Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan.
Ayat 34
وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ وَّفَجَّرْنَا فِيْهَا مِنَ الْعُيُوْنِۙ
Wa ja'alnā fīhā jannātim min nakhīliw wa a'nābiw wa fajjarnā fīhā minal-'uyụn.
Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
Ayat 35
لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖۙ وَمَا عَمِلَتْهُ اَيْدِيْهِمْۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ
Liya'kulụ min ṡamarihī wa mā 'amilat-hu aidīhim, afalā yasykurụn.
agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?
Ayat 36
سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ
Sub-ḥānal-lażī khalaqal-azwāja kullahā mimmā tumbitul-arḍu wa min anfusihim wa mimmā lā ya'lamụn.
Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Ayat 37
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُۖ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ
Wa āyatul lahumul-lailu naslakhu min-hun-nahāra fa iżā hum muẓlimụn.
Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan,
Ayat 38
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَاۗ ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ
Wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-'azīzil-'alīm.
dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.
Ayat 39
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ
Wal-qamara qaddarnāhu manāzila ḥattā 'āda kal-'urjụnil-qadīm.
Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.
Ayat 40
لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِۗ وَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ
Lasy-syamsu yambagī lahā an tudrikal-qamara wa lal-lailu sābiqun-nahār, wa kullun fī falakiy yasbaḥụn.
Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.
Ayat 41
وَاٰيَةٌ لَّهُمْ اَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِۙ
Wa āyatul lahum annā ḥamalnā żurriyyatahum fil-fulkil-masy-ḥụn.
Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan,
Ayat 42
وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِّنْ مِّثْلِهٖ مَا يَرْكَبُوْنَ
Wa khalaqnā lahum mim miṡlihī mā yarkabụn.
dan Kami ciptakan untuk mereka (angkutan lain) seperti apa yang mereka kendarai.
Ayat 43
وَاِنْ نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيْخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُوْنَۙ
Wa in nasya' nugriq-hum fa lā ṣarīkha lahum wa lā hum yunqażụn.
Dan jika Kami menghendaki, Kami tenggelamkan mereka, maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan,
Ayat 44
اِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ
Illā raḥmatam minnā wa matā'an ilā ḥīn.
kecuali (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu.
Ayat 45
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّقُوْا مَا بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Wa iżā qīla lahumuttaqụ mā baina aidīkum wa mā khalfakum la'allakum tur-ḥamụn.
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (di akhirat) agar kamu mendapat rahmat.”
Ayat 46
وَمَا تَأْتِيْهِمْ مِّنْ اٰيَةٍ مِّنْ اٰيٰتِ رَبِّهِمْ اِلَّا كَانُوْا عَنْهَا مُعْرِضِيْنَ
Wa mā ta'tīhim min āyatim min āyāti rabbihim illā kānụ 'anhā mu'riḍīn.
Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya.
Ayat 47
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُۙ قَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنُطْعِمُ مَنْ لَّوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ اَطْعَمَهٗٓ ۖاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Wa iżā qīla lahum anfiqụ mimmā razaqakumullāhu qālal-lażīna kafarụ lil-lażīna āmanū anuṭ'imu mal lau yasyā'ullāhu aṭ'amahū in antum illā fī ḍalālim mubīn.
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah kami akan memberi makan kepada orang yang jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Ayat 48
وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Wa yaqụlụna matā hāżal-wa'du in kuntum ṣādiqīn.
Dan mereka (orang-orang kafir) berkata, “Kapan janji (hari berbangkit) itu (terjadi) jika kamu orang yang benar?”
Ayat 49
مَا يَنْظُرُوْنَ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُوْنَ
Mā yanẓurụna illā ṣaiḥataw wāḥidatan ta'khużuhum wa hum yakhiṣṣimụn.
Mereka hanya menunggu satu teriakan, yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
Ayat 50
فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ تَوْصِيَةً وَّلَآ اِلٰٓى اَهْلِهِمْ يَرْجِعُوْنَ ࣖ
Fa lā yastaṭī'ụna tauṣiyataw wa lā ilā ahlihim yarji'ụn.
Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat dan mereka (juga) tidak dapat kembali kepada keluarganya.
Ayat 51
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَاِذَا هُمْ مِّنَ الْاَجْدَاثِ اِلٰى رَبِّهِمْ يَنْسِلُوْنَ
Wa nufikha fiṣ-ṣụri fa iżā hum minal-ajdāṡi ilā rabbihim yansilụn.
Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup) menuju kepada Tuhannya.
Ayat 52
قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَا ۜهٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ
Qālụ yā wailanā mam ba'aṡanā mim marqadinā, hāżā mā wa'adar-raḥmānu wa ṣadaqal-mursalụn.
Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya).
Ayat 53
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa iżā hum jamī'ul ladainā muḥḍarụn.
Teriakan itu hanya sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami.
Ayat 54
فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَّلَا تُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Fal-yauma lā tuẓlamu nafsun syai'aw wa lā tujzauna illā mā kuntum ta'malụn.
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan.
Ayat 55
اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَ ۚ
Inna aṣ-ḥābal-jannatil-yauma fī syugulin fākihụn.
Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).
Ayat 56
هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ مُتَّكِـُٔوْنَ ۚ
Hum wa azwājuhum fī ẓilālin 'alal-arā'iki muttaki'ụn.
Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan.
Ayat 57
لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَ ۚ
Lahum fīhā fākihatuw wa lahum mā yadda'ụn.
Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan.
Ayat 58
سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ
Salāmun qaulam mir rabbir raḥīm.
(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.
Ayat 59
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ
Wamtāzul-yauma ayyuhal-mujrimụn.
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa!
Ayat 60
اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Alam a'had ilaikum yā banī ādama al lā ta'budusy-syaiṭān, innahụ lakum 'aduwwum mubīn.
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,
Ayat 61
وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْ ۗهٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ
Wa ani'budụnī, hāżā ṣirāṭum mustaqīm.
dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.”
Ayat 62
وَلَقَدْ اَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيْرًاۗ اَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ
Wa laqad aḍalla minkum jibillan kaṡīrā, afalam takụnụ ta'qilụn.
Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti?
Ayat 63
هٰذِهٖ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
Hāżihī jahannamul-latī kuntum tụ'adụn.
Inilah (neraka) Jahanam yang dahulu telah diperingatkan kepadamu.
Ayat 64
اِصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ
Iṣlauhal-yauma bimā kuntum takfurụn.
Masuklah ke dalamnya pada hari ini karena dahulu kamu mengingkarinya.
Ayat 65
اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Al-yauma nakhtimu 'alā afwāhihim wa tukallimunā aidīhim wa tasyhadu arjuluhum bimā kānụ yaksibụn.
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
Ayat 66
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ
Walau nasyā'u laṭamasnā 'alā a'yunihim fastabaquṣ-ṣirāṭa fa annā yubṣirụn.
Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; sehingga mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?
Ayat 67
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَ ࣖ
Walau nasyā'u lamasakhnāhum 'alā makānatihim famastaṭā'ụ muḍiyyaw wa lā yarji'ụn.
Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Ayat 68
وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ
Wa man nu'ammir-hu nunakkis-hu fil-khalq, afalā ya'qilụn.
Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?
Ayat 69
وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌ ۙ
Wa mā 'allamnāhusy-syi'ra wa mā yambagī lah, in huwa illā żikruw wa qur'ānum mubīn.
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan,
Ayat 70
لِّيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ
Liyunżira man kāna ḥayyaw wa yaḥiqqal-qaulu 'alal-kāfirīn.
agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar pasti ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
Ayat 71
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُوْنَ
Awa lam yarau annā khalaqnā lahum mimmā 'amilat aidīnā an'āman fahum lahā mālikụn.
Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya?
Ayat 72
وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ
Wa żallalnāhā lahum fa min-hā rakụbuhum wa min-hā ya'kulụn.
Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian (lagi) untuk mereka makan.
Ayat 73
وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ
Wa lahum fīhā manāfi'u wa masyārib, afalā yasykurụn.
Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?
Ayat 74
وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ
Wattakhażụ min dụnillāhi ālihatal la'allahum yunṣarụn.
Dan mereka mengambil sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
Ayat 75
لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ
Lā yastaṭī'ụna naṣrahum wa hum lahum jundum muḥḍarụn.
(Sesembahan) itu tidak dapat menolong mereka; padahal (sesembahan) itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.
Ayat 76
فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْۘ اِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ
Falā yaḥzunka qauluhum, innā na'lamu mā yusirrụna wa mā yu'linụn.
Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
Ayat 77
اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ
Awa lam yaral-insānu annā khalaqnāhu min nuṭfatin fa iżā huwa khaṣīmum mubīn.
Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.
Ayat 78
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ
Wa ḍaraba lanā maṡalaw wa nasiya khalqah, qāla may yuḥyil-'iẓāma wa hiya ramīm.
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?”
Ayat 79
قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍۗ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌ ۙ
Qul yuḥyīhal-lażī ansya'ahā awwala marrah, wa huwa bikulli khalqin 'alīm.
Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,
Ayat 80
ۨالَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًا فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ
Allażī ja'ala lakum minasy-syajaril-akhḍari nāran fa iżā antum min-hu tụqidụn.
yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Ayat 81
اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ
Awa laisal-lażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa biqādirin 'alā ay yakhluqa miṡlahum, balā wa huwal-khallāqul-'alīm.
Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur)? Benar. Dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui.
Ayat 82
اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ
Innamā amruhū iżā arāda syai'an ay yaqụla lahụ kun fa yakụn.
Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah ia.
Ayat 83
فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Fa sub-ḥānal-lażī biyadihī malakụtu kulli syai'iw wa ilaihi turja'ụn.
Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.