Dalam ekosistem jasa keuangan, khususnya industri asuransi, Terms of Business atau yang sering disingkat TOB, merupakan dokumen fundamental yang menentukan kerangka kerja operasional, hukum, dan etika antara berbagai pihak yang terlibat. TOB Asuransi bukan sekadar formalitas administratif; ia adalah landasan kontraktual yang mengatur hubungan antara perusahaan asuransi (penanggung) dengan perantara (seperti broker asuransi atau agen asuransi), serta memiliki implikasi signifikan terhadap nasabah (tertanggung).
Terms of Business berfungsi sebagai kristalisasi dari kesepakatan komersial dan standar kepatuhan yang harus dipenuhi oleh perantara saat melakukan aktivitas penutupan, penempatan risiko, dan pelayanan klaim. Dokumen ini mendefinisikan batas-batas kewenangan, mekanisme remunerasi, tanggung jawab pelaporan, serta prosedur standar yang wajib diikuti untuk memastikan praktik bisnis yang transparan dan profesional.
Urgensi dari TOB menjadi semakin krusial seiring dengan meningkatnya kompleksitas produk asuransi, ketatnya regulasi perlindungan konsumen, dan tuntutan transparansi yang tinggi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tanpa TOB yang jelas dan komprehensif, risiko sengketa hukum, ketidakpastian operasional, dan pelanggaran kepatuhan akan meningkat secara drastis, mengancam reputasi dan stabilitas kedua belah pihak yang bersepakat.
Sangat penting untuk membedakan antara TOB dengan Polis Asuransi. Polis adalah kontrak langsung antara penanggung dan tertanggung, yang mendefinisikan risiko yang ditransfer, premi yang dibayarkan, dan kondisi klaim. Sementara itu, TOB adalah kontrak antara penanggung dan perantara yang mendefinisikan bagaimana proses penjualan, pelayanan, dan administrasi polis tersebut akan dilakukan. TOB adalah alat operasional dan kepatuhan; polis adalah produk inti yang dijual.
Mekanisme yang diatur dalam TOB akan secara tidak langsung memengaruhi kualitas pelayanan yang diterima nasabah. Jika TOB menetapkan prosedur yang ketat untuk verifikasi data (Know Your Customer/KYC) atau standar waktu pelayanan klaim, maka nasabah akan merasakan manfaat dari kepatuhan perantara terhadap standar tersebut. Oleh karena itu, TOB adalah fondasi yang memastikan integritas penjualan asuransi.
Terms of Business harus disusun sejalan dengan kerangka hukum yang berlaku di Indonesia, terutama yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regulasi ini memastikan bahwa TOB tidak hanya menguntungkan secara komersial, tetapi juga melindungi kepentingan publik, menjaga stabilitas sektor keuangan, dan menegakkan standar Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (APU-PPT).
Penyusunan dan pelaksanaan TOB merujuk pada beberapa regulasi kunci. Regulasi ini mencakup aturan mengenai perizinan perantara (Broker Asuransi dan Agen Asuransi), tata kelola yang baik (Good Corporate Governance), dan perlindungan konsumen. Setiap klausul dalam TOB harus mencerminkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ini.
TOB berperan vital dalam memfasilitasi kepatuhan terhadap regulasi APU-PPT. Karena perantara adalah pihak pertama yang berinteraksi dengan nasabah, TOB harus mengatur kewajiban mereka untuk melakukan uji tuntas terhadap nasabah (Customer Due Diligence/CDD) dan Know Your Customer (KYC). Ini termasuk verifikasi identitas, penelusuran sumber dana, dan pemantauan transaksi yang mencurigakan (Suspicious Transaction Report/STR).
Klausul TOB harus secara tegas menyatakan bahwa perantara bertanggung jawab penuh jika gagal mematuhi persyaratan APU-PPT dan bahwa perusahaan asuransi berhak memutus hubungan bisnis jika ditemukan indikasi pelanggaran serius. Aspek ini menegaskan bahwa TOB adalah instrumen mitigasi risiko finansial dan reputasi bagi penanggung.
Lebih jauh, TOB harus mendefinisikan frekuensi dan format pelaporan KYC kepada penanggung. Dalam konteks broker, di mana mereka mewakili kepentingan nasabah, TOB dengan penanggung akan memastikan bahwa informasi yang diperlukan untuk kepatuhan regulator disampaikan secara tepat waktu dan akurat, menjaga integritas rantai transaksi.
Sebuah TOB yang efektif dan legal harus mencakup serangkaian komponen standar yang mengatur semua aspek hubungan kerja sama. Komponen-komponen ini memastikan tidak ada ambiguitas dalam operasionalisasi, kepatuhan, dan pertanggungjawaban.
Bagian awal TOB harus mendefinisikan secara jelas siapa para pihak yang terikat (Perusahaan Asuransi dan Perantara), tanggal efektif berlakunya perjanjian, dan definisi istilah kunci yang digunakan di dalamnya (misalnya, “Premi Bruto,” “Klaim Tuntas,” “Nasabah Terdaftar”).
TOB harus secara spesifik mencantumkan jenis produk asuransi apa saja yang diperbolehkan untuk dipasarkan oleh perantara (misalnya, hanya asuransi properti dan kendaraan, tidak termasuk asuransi jiwa atau reasuransi). Selain itu, batasan geografis operasional perantara juga harus ditentukan. Pembatasan ini sangat penting untuk manajemen risiko dan lisensi operasional.
Ini adalah inti dari TOB, yang menjelaskan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh perantara atas nama perusahaan asuransi. Kewenangan ini harus dibatasi secara ketat untuk menghindari risiko ultra vires (bertindak di luar batas wewenang).
Bagian finansial adalah salah satu yang paling detail dalam TOB. Ini menjelaskan bagaimana perantara akan menerima imbalan atas jasa yang mereka berikan. Transparansi dalam remunerasi adalah kunci untuk menghindari konflik kepentingan dan memastikan kepatuhan terhadap etika bisnis.
Struktur komisi harus didefinisikan berdasarkan jenis produk (misalnya, komisi asuransi kendaraan berbeda dengan komisi asuransi kebakaran) dan apakah dihitung dari premi bruto atau premi neto. Selain komisi dasar, TOB juga dapat mencakup insentif berbasis kinerja atau bonus lainnya.
Klausul clawback (penarikan kembali) sangat penting, terutama dalam asuransi jiwa atau produk berjangka panjang. Klausul ini menetapkan kondisi di mana komisi yang telah dibayarkan kepada perantara harus dikembalikan kepada penanggung, biasanya jika polis dibatalkan atau dibatalkan dalam periode pendinginan (cooling-off period) tertentu. TOB harus secara rinci mencantumkan persentase dan jangka waktu penerapan clawback untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.
Perantara memiliki kewajiban pelaporan yang ketat kepada perusahaan asuransi. TOB harus menetapkan frekuensi (harian, mingguan, bulanan) dan format (digital atau hardcopy) laporan yang wajib disampaikan.
Selain pelaporan rutin, TOB juga harus memberikan hak kepada perusahaan asuransi untuk melakukan audit (audit kepatuhan, audit keuangan, dan audit operasional) terhadap perantara, biasanya dengan pemberitahuan terlebih dahulu, untuk memverifikasi kepatuhan terhadap semua persyaratan yang tercantum dalam TOB.
Penerapan TOB secara praktis memengaruhi hampir setiap langkah dalam siklus hidup polis asuransi, mulai dari pra-penjualan hingga penyelesaian klaim. Efektivitas TOB secara langsung berdampak pada kualitas layanan dan manajemen risiko.
TOB berfungsi sebagai alat transfer risiko kepatuhan dari penanggung ke perantara. Dalam banyak kasus, jika perantara gagal memenuhi standar due diligence, penanggung dapat berargumentasi bahwa pelanggaran TOB telah terjadi. Ini berpotensi membebaskan penanggung dari tanggung jawab hukum atau finansial yang timbul dari kesalahan perantara.
Misrepresentasi: TOB mengharuskan perantara untuk memastikan bahwa semua informasi risiko yang diberikan nasabah adalah benar dan lengkap (utmost good faith). Jika broker atau agen lalai dalam memverifikasi fakta material, mereka mungkin dianggap melanggar TOB, bukan hanya kewajiban profesional mereka kepada nasabah.
Pengelolaan Dana Terpisah (Segregated Funds): Untuk melindungi kepentingan nasabah, TOB sering mewajibkan perantara untuk menyimpan premi yang diterima dalam rekening terpisah dari dana operasional mereka sendiri. Kegagalan mematuhi ini adalah pelanggaran serius yang dapat mengakibatkan pemutusan TOB.
TOB harus mengatur peran spesifik perantara dalam proses klaim. Meskipun keputusan akhir pembayaran klaim berada di tangan penanggung, perantara seringkali bertanggung jawab atas:
TOB menetapkan batas waktu respons untuk perantara. Misalnya, perantara mungkin diwajibkan untuk meneruskan dokumen klaim lengkap kepada penanggung dalam waktu maksimal 24 jam setelah diterima dari nasabah. Kepatuhan terhadap standar waktu ini esensial untuk menjaga kepuasan nasabah dan mematuhi regulasi OJK mengenai penyelesaian klaim tepat waktu.
TOB harus mengatasi potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul. Broker, misalnya, secara hukum mewakili kepentingan nasabah, namun menerima kompensasi dari penanggung. TOB harus memastikan bahwa kompensasi tersebut tidak memengaruhi rekomendasi objektif yang diberikan kepada nasabah.
Perantara wajib mengungkapkan semua komisi, biaya, atau insentif yang mereka terima dari perusahaan asuransi kepada nasabah jika diwajibkan oleh regulasi perlindungan konsumen. Kegagalan dalam transparansi ini, yang diatur ketat dalam TOB, dapat dianggap sebagai pelanggaran etika dan dasar pemutusan kontrak.
TOB juga seringkali mencakup klausul non-kompetisi (non-compete) atau non-solisitasi (non-solicitation), yang membatasi perantara untuk membawa bisnis tertentu ke pesaing setelah pemutusan TOB atau selama masa perjanjian berlangsung. Namun, klausul ini harus seimbang dan tidak membatasi persaingan secara tidak wajar.
Karena TOB adalah kontrak yang mengikat, harus ada mekanisme yang jelas mengenai bagaimana perjanjian tersebut dapat diakhiri, baik secara normal maupun karena pelanggaran (default), serta bagaimana perselisihan yang mungkin timbul diselesaikan.
TOB biasanya menetapkan dua jenis pemutusan: pemutusan normal dan pemutusan segera (immediate termination).
Pemutusan Normal: Terjadi dengan pemberitahuan tertulis (notice period), biasanya 30, 60, atau 90 hari, tanpa harus ada pelanggaran. Ini memungkinkan salah satu pihak untuk mengakhiri hubungan bisnis secara strategis.
Pemutusan Segera: Dapat dilakukan tanpa periode pemberitahuan jika terjadi pelanggaran serius terhadap ketentuan TOB atau hukum. Contoh pelanggaran serius meliputi:
Setelah pemutusan, TOB harus mengatur kewajiban pasca-terminasi. Ini termasuk penyerahan semua catatan nasabah dan dokumen terkait kepada penanggung, serta kewajiban menyelesaikan semua premi dan klaim yang masih tertunggak.
TOB harus memiliki klausul arbitrase atau yurisdiksi yang jelas. Sebagian besar TOB di Indonesia memilih penyelesaian sengketa melalui jalur alternatif (ADR) seperti mediasi atau arbitrase, misalnya melalui Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), sebelum membawa masalah ke pengadilan negeri.
Penetapan yurisdiksi ini penting untuk memastikan bahwa sengketa diselesaikan di bawah hukum Indonesia dan di forum yang efisien. Proses ini memastikan bahwa hubungan komersial dapat diputuskan atau diselesaikan dengan cepat tanpa merugikan kepentingan nasabah yang sudah terdaftar.
Meskipun TOB adalah kontrak B2B (Business-to-Business), pemutusannya tidak boleh merugikan nasabah yang polisnya sudah berjalan. TOB harus memuat klausul yang menjamin keberlanjutan layanan dan pertanggungan bagi polis yang telah diterbitkan sebelum tanggal pemutusan. Perusahaan asuransi biasanya mengambil alih secara langsung pengelolaan polis dari perantara yang dihentikan kerjasamanya, memastikan tidak ada kekosongan layanan.
Namun, dalam kasus pemutusan karena alasan integritas (misalnya penyelewengan dana), perusahaan asuransi harus bertindak proaktif untuk menginformasikan nasabah terkait perubahan pengelolaan polis dan meyakinkan mereka bahwa pertanggungan mereka tetap sah, sekaligus memitigasi potensi kerugian reputasi.
Untuk mencapai volume dan kedalaman yang diperlukan, pembahasan TOB harus mencakup detail profesional yang sering terlewatkan namun sangat penting dalam praktik asuransi global dan lokal. Ini melibatkan aspek detail operasional yang membedakan TOB yang kuat dari sekadar perjanjian standar.
Dalam TOB yang canggih, terutama dengan broker besar, dimasukkan klausul Service Level Agreements (SLAs). SLA ini mengatur ekspektasi kinerja kuantitatif dan kualitatif. Ini mengubah TOB dari dokumen kepatuhan pasif menjadi alat manajemen kinerja aktif.
Jika perantara secara konsisten gagal memenuhi SLA, TOB harus mengatur konsekuensinya, mulai dari rencana perbaikan kinerja (performance improvement plan) hingga pengurangan persentase komisi, sebelum akhirnya sampai pada pemutusan perjanjian. Pengaturan ini memastikan kualitas layanan yang homogen.
Transformasi digital menuntut TOB untuk beradaptasi. Jika perusahaan asuransi mengizinkan perantara menggunakan platform digital atau API mereka, TOB harus mengatur isu-isu spesifik terkait teknologi:
Pelanggaran terhadap klausul digital ini sangat sensitif karena dapat mengekspos perusahaan asuransi terhadap risiko kebocoran data berskala besar, yang berpotensi menimbulkan denda regulasi yang substansial.
Dalam konteks broker asuransi (yang sering berurusan dengan risiko besar), TOB mungkin mencakup aturan terkait praktik reasuransi. TOB dengan broker reasuransi atau broker asuransi yang menangani risiko besar harus mendefinisikan:
Batas Retensi (Retention Limits): Batas maksimum risiko yang diperbolehkan dipegang oleh perusahaan asuransi sebelum risiko tersebut wajib direasuransikan. Broker wajib memastikan bahwa penempatan risiko mematuhi batas retensi yang ditetapkan perusahaan asuransi.
Prosedur Penempatan Reasuransi: Jika TOB memberikan broker wewenang untuk menempatkan reasuransi atas nama penanggung (sebuah praktik yang jarang namun ada), detail proses pemilihan reasuradur dan dokumentasi yang diperlukan harus diatur secara ketat.
TOB modern menekankan pada kewajiban ‘Fair Treatment of Customers’ (FTC). Ini berarti perantara tidak hanya wajib menjual produk yang legal, tetapi produk yang benar-benar cocok dengan kebutuhan nasabah (Suitability Test).
Klausul TOB harus mewajibkan perantara untuk mendokumentasikan secara rinci analisis kebutuhan nasabah sebelum merekomendasikan produk, terutama untuk produk investasi terkait asuransi (PAYDI). Dokumentasi ini harus tersedia untuk diaudit oleh perusahaan asuransi sebagai bukti kepatuhan terhadap prinsip FTC.
Kegagalan perantara untuk menjalankan suitability test yang memadai, meskipun tidak melanggar klausul teknis polis, dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kewajiban etika yang ditetapkan dalam TOB, berpotensi merusak reputasi perusahaan asuransi.
TOB harus memiliki sistem sanksi bertingkat (graduated sanctions) sebelum mencapai pemutusan segera. Sistem ini memastikan keadilan dan memberikan kesempatan kepada perantara untuk memperbaiki kinerja atau kepatuhan mereka.
Setiap langkah dalam sistem sanksi ini harus didokumentasikan secara formal, dan prosesnya harus diuraikan secara eksplisit dalam TOB untuk menghindari sengketa yang timbul dari proses penegakan disiplin.
Industri asuransi terus berubah, didorong oleh inovasi teknologi (Insurtech) dan perubahan perilaku konsumen. TOB harus berevolusi untuk tetap relevan dan efektif dalam mengelola risiko baru dan model bisnis baru.
Banyak fungsi perantara modern melibatkan outsourcing sebagian aktivitas mereka (misalnya, pusat panggilan klaim atau layanan IT). TOB harus memastikan bahwa perantara memasukkan kewajiban kepatuhan dan kerahasiaan data yang setara ke dalam kontrak mereka dengan pihak ketiga (sub-kontrak) yang mereka gunakan. Perusahaan asuransi harus memiliki hak audit terhadap sub-kontraktor perantara.
Dalam hal ini, TOB menjadi jembatan yang mentransfer standar tata kelola dan kepatuhan dari perusahaan asuransi ke rantai pasok jasa perantara. Kegagalan mengatur risiko outsourcing dalam TOB dapat menyebabkan perusahaan asuransi secara tidak sengaja bertanggung jawab atas kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh entitas yang tidak mereka kenal.
TOB semakin dimasukkan sebagai bagian dari materi edukasi yang harus dipahami oleh setiap personel perantara. Perusahaan asuransi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa tim manajemen perantara tidak hanya menandatangani TOB, tetapi juga memahami implikasi operasional dari setiap klausul.
TOB harus secara eksplisit mewajibkan perantara untuk menyelenggarakan pelatihan rutin mengenai kepatuhan dan produk asuransi. Dokumentasi pelatihan ini, termasuk daftar peserta dan materi yang disampaikan, seringkali diminta saat audit TOB oleh penanggung. Ini menegaskan bahwa kepatuhan adalah proses berkelanjutan, bukan hanya dokumen statis.
Bagi perusahaan asuransi dan broker yang beroperasi lintas batas (cross-border), TOB harus beradaptasi dengan hukum yurisdiksi lain. Misalnya, TOB broker Indonesia yang bekerja sama dengan penanggung luar negeri harus memastikan bahwa perjanjian tersebut tidak melanggar regulasi penempatan risiko luar negeri OJK.
Klausul dalam TOB semacam itu harus memperhitungkan pertimbangan pajak, mata uang yang digunakan (IDR atau mata uang asing), serta penerapan sanksi ekonomi internasional yang mungkin berlaku untuk salah satu pihak.
Selain itu, untuk perantara yang menangani nasabah multinasional, TOB harus memperjelas tanggung jawab kepatuhan mereka terhadap standar internasional seperti General Data Protection Regulation (GDPR) Eropa atau standar privasi data lainnya, meskipun transaksi utama terjadi di Indonesia. Kompleksitas ini membutuhkan TOB yang sangat rinci dan berlapis.
Salah satu nilai terbesar yang ditawarkan perantara adalah kualitas naskah risiko (risk submission) yang mereka sampaikan kepada penanggung. TOB yang kuat akan mencantumkan persyaratan minimum untuk naskah risiko, memastikan penanggung memiliki informasi yang cukup untuk melakukan underwriting yang akurat.
Persyaratan ini mencakup detail teknis seperti data historis klaim, survei risiko (risk survey) terbaru, dan rencana mitigasi yang diterapkan nasabah. Kegagalan perantara untuk menyampaikan naskah risiko yang berkualitas dapat menyebabkan penanggulangan risiko yang salah, yang pada akhirnya dapat merusak hubungan jangka panjang dan diatur sebagai pelanggaran kualitas layanan dalam TOB.
Oleh karena itu, TOB adalah alat strategis untuk memastikan bahwa input yang diterima oleh tim underwriting perusahaan asuransi memenuhi standar profesional tertinggi, mengurangi kemungkinan kesalahan pricing dan manajemen cadangan (reserving) klaim di masa depan. Kualitas naskah risiko adalah indikator langsung dari profesionalisme perantara.
Terms of Business (TOB) Asuransi adalah dokumen yang jauh melampaui sekadar perjanjian komersial; ia adalah piagam kepatuhan, etika, dan manajemen risiko yang mendefinisikan hubungan antara perusahaan asuransi dan perantaranya. Dalam lingkungan regulasi yang semakin ketat dan tuntutan transparansi yang terus meningkat, TOB berfungsi sebagai garis pertahanan pertama perusahaan asuransi terhadap risiko operasional, keuangan, dan reputasi.
Kekuatan TOB terletak pada kemampuannya untuk secara rinci mendefinisikan batas kewenangan, mengatur mekanisme remunerasi yang adil, dan menetapkan standar kinerja serta kepatuhan yang harus dipenuhi, termasuk secara mendalam mengenai KYC, APU-PPT, dan perlindungan data nasabah. Evolusi TOB harus terus dilakukan, beradaptasi dengan Insurtech, produk digital, dan kompleksitas risiko lintas batas.
Bagi perantara, TOB adalah panduan operasional yang memastikan mereka beroperasi secara legal dan etis, melindungi reputasi mereka, dan mempertahankan akses mereka ke produk dan layanan dari penanggung. Bagi perusahaan asuransi, TOB adalah alat manajemen risiko non-pasar yang esensial, memastikan bahwa perpanjangan tangan mereka di lapangan (broker dan agen) bertindak selaras dengan visi tata kelola perusahaan yang baik dan peraturan OJK. Dengan demikian, kualitas Terms of Business adalah cerminan langsung dari integritas dan profesionalisme seluruh ekosistem asuransi.