Kajian Mendalam Tajwid Surat Al-Hujurat Ayat 12
Surat Al-Hujurat dikenal sebagai surat adab atau etika dalam Islam. Di dalamnya terkandung berbagai petunjuk mulia mengenai cara berinteraksi sesama manusia, khususnya dalam komunitas Muslim. Ayat ke-12 dari surat ini merupakan salah satu ayat yang paling fundamental dalam membangun masyarakat yang sehat, damai, dan terhindar dari penyakit hati. Ayat ini secara tegas melarang tiga perbuatan tercela: berburuk sangka (su'udzon), mencari-cari kesalahan orang lain (tajasus), dan menggunjing (ghibah).
Untuk dapat meresapi makna agung dari ayat ini, langkah pertama yang paling penting adalah membacanya dengan benar dan tartil, sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Mempelajari tajwid bukan hanya sekadar tentang melafalkan huruf dengan tepat, tetapi juga tentang memberikan hak setiap huruf, menjaga panjang pendek bacaan, dan memahami di mana harus berhenti dan melanjutkan. Analisis tajwid yang terperinci akan membuka pintu pemahaman yang lebih dalam terhadap setiap lafaz firman Allah SWT.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Yā ayyuhal-lażīna āmanujtanibū kaṡīram minaẓ-ẓann(i), inna ba‘ḍaẓ-ẓanni iṡm(un), wa lā tajassasū wa lā yagtab ba‘ḍukum ba‘ḍā(n), ayuḥibbu aḥadukum ay ya'kula laḥma akhīhi maitan fa karihtumūh(u), wattaqullāh(a), innallāha tawwābur raḥīm(un).
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."
Analisis Tajwid Per Penggalan Kata
Berikut ini adalah uraian detail mengenai hukum-hukum tajwid yang terkandung dalam setiap lafaz Surat Al-Hujurat ayat 12.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا
يٰٓاَيُّهَا
- يٰٓاَ : Terdapat hukum Mad Jaiz Munfasil. Secara bahasa, 'jaiz' berarti boleh, dan 'munfasil' berarti terpisah. Hukum ini terjadi karena ada huruf mad (dalam hal ini alif yang didahului fathah pada ya') bertemu dengan huruf hamzah (اَ) di lain kata. Dinamakan terpisah karena huruf mad berada di akhir kata (يَا) dan hamzah berada di awal kata berikutnya (أَيُّهَا). Cara membacanya adalah dengan memanjangkan 2, 4, atau 5 harakat (ketukan). Konsistensi dalam memilih panjang bacaan ini dianjurkan dalam satu kali membaca.
- يُّهَا : Terdapat hukum Mad Thabi'i atau Mad Asli. Ini terjadi karena ada huruf ha (هَ) berharakat fathah bertemu dengan alif. Mad Thabi'i adalah dasar dari semua hukum mad, dibaca panjang 2 harakat.
الَّذِيْنَ
- الَّ : Terdapat hukum Alif Lam Syamsiyyah. Ini terjadi karena huruf alif lam (ال) bertemu dengan salah satu dari 14 huruf syamsiyyah, dalam hal ini adalah huruf Dzal (ذ). Ciri utamanya adalah huruf setelah alif lam bertasydid. Cara membacanya adalah dengan meleburkan suara lam ke dalam huruf dzal, sehingga lam tidak dibaca sama sekali (idzgham). Langsung dari Alif ke Dzal yang bertasydid.
- ذِيْنَ : Terdapat hukum Mad Thabi'i. Hukum ini terjadi karena ada huruf dzal (ذِ) berharakat kasrah bertemu dengan huruf Ya Sukun (يْ). Panjang bacaannya adalah 2 harakat.
اٰمَنُوا
- اٰمَ : Terdapat hukum Mad Badal. Secara bahasa, 'badal' berarti ganti. Hukum ini terjadi karena ada huruf hamzah (ء) bertemu dengan huruf mad. Asal katanya adalah أَأْمَنُوا (a'manu), di mana hamzah sukun kedua diganti (badal) menjadi huruf mad (alif) untuk mempermudah pelafalan. Dibaca panjang 2 harakat.
- نُوْا : Terdapat hukum Mad Thabi'i. Ini terjadi karena ada huruf nun (نُ) berharakat dhammah bertemu dengan huruf Wau Sukun (وْ). Panjang bacaannya adalah 2 harakat.
اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ
اجْتَنِبُوْا
- جْ : Terdapat hukum Qalqalah Sughra. 'Qalqalah' berarti pantulan, dan 'sughra' berarti kecil. Hukum ini terjadi karena huruf qalqalah, yaitu Jim (ج), berada di tengah kata dalam keadaan sukun. Cara membacanya adalah dengan memantulkan suara huruf Jim secara ringan tanpa jeda. Huruf-huruf qalqalah ada lima, terkumpul dalam frasa "BA-JU-DI-THO-QO" (ب ج د ط ق).
- بُوْا : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena huruf ba (بُ) berharakat dhammah bertemu dengan wau sukun (وْ). Dibaca panjang 2 harakat.
كَثِيْرًا مِّنَ
- ثِيْ : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena huruf tsa (ثِ) berharakat kasrah bertemu ya sukun (يْ). Dibaca panjang 2 harakat.
- رًا مِّ : Terdapat hukum Idgham Bighunnah. 'Idgham' berarti melebur atau memasukkan, dan 'bighunnah' berarti dengan dengung. Hukum ini terjadi ketika ada fathah tanwin (ـً) bertemu dengan salah satu huruf idgham bighunnah, yaitu Mim (م). Cara membacanya adalah dengan meleburkan suara tanwin ke dalam huruf mim, disertai dengungan (ghunnah) yang ditahan selama kurang lebih 2-3 harakat. Huruf idgham bighunnah ada empat: Ya (ي), Nun (ن), Mim (م), dan Wau (و).
مِّنَ الظَّنِّۖ
- الظَّ : Terdapat hukum Alif Lam Syamsiyyah. Terjadi karena alif lam (ال) bertemu dengan huruf syamsiyyah Zha (ظ). Suara lam dilebur dan tidak dibaca.
- نِّ : Terdapat hukum Ghunnah Musyaddadah. Hukum ini berlaku untuk setiap huruf Nun (نّ) dan Mim (مّ) yang bertasydid. Cara membacanya adalah dengan menahan suara pada huruf tersebut sambil mendengung (ghunnah) dari rongga hidung (khaysyum) selama 2-3 harakat. Ini adalah salah satu hukum ghunnah yang paling kuat tingkatannya.
- نِّۖ : Jika berhenti (waqaf) di sini, maka berlaku hukum Mad Aridh Lissukun. 'Aridh' berarti baru datang, 'lissukun' berarti karena sukun. Hukum ini terjadi ketika ada huruf mad thabi'i (dalam hal ini Ya sukun setelah kasrah) bertemu dengan huruf hidup (nun berharakat kasrah) yang disukunkan karena waqaf. Boleh dibaca panjang 2, 4, atau 6 harakat. Tanda waqaf ۖ (Al-waqfu Aula) menunjukkan bahwa berhenti di sini lebih diutamakan.
اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا
اِنَّ
- نَّ : Terdapat hukum Ghunnah Musyaddadah. Seperti penjelasan sebelumnya, huruf Nun bertasydid dibaca dengan dengung yang ditahan selama 2-3 harakat.
بَعْضَ الظَّنِّ
- الظَّ : Kembali ditemukan hukum Alif Lam Syamsiyyah karena alif lam bertemu huruf Zha (ظ).
- نِّ : Kembali ditemukan hukum Ghunnah Musyaddadah pada huruf Nun bertasydid.
اِثْمٌ وَّلَا
- مٌ وَّ : Terdapat hukum Idgham Bighunnah. Terjadi karena dhammah tanwin (ـٌ) bertemu dengan huruf Wau (و), salah satu huruf idgham bighunnah. Suara tanwin dilebur ke dalam wau disertai dengungan.
- لَا : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena huruf lam (لَ) berharakat fathah bertemu dengan alif. Dibaca panjang 2 harakat.
تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ
تَجَسَّسُوْا
- سُوْا : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena huruf sin (سُ) berharakat dhammah bertemu dengan wau sukun (وْ). Dibaca panjang 2 harakat.
وَلَا
- لَا : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena lam fathah bertemu alif. Panjangnya 2 harakat.
يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ
- بْ بَّ : Terdapat hukum Idgham Mutamatsilain. 'Mutamatsilain' berarti dua huruf yang sama. Hukum ini terjadi ketika huruf yang sama bertemu, di mana yang pertama sukun dan yang kedua berharakat. Di sini, huruf Ba sukun (بْ) bertemu dengan Ba berharakat (بَّ). Cara membacanya adalah dengan meleburkan Ba pertama ke Ba kedua sehingga menjadi satu huruf Ba yang bertasydid, disertai dengungan (ghunnah).
- ضُكُمْ بَ : Terdapat hukum Ikhfa Syafawi. 'Ikhfa' berarti menyamarkan, dan 'syafawi' berarti bibir (karena melibatkan huruf Mim). Hukum ini terjadi ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan huruf Ba (ب). Cara membacanya adalah dengan menyamarkan suara mim sukun diiringi dengungan ringan, sambil mempersiapkan bibir untuk melafalkan huruf Ba. Bibir dirapatkan tidak terlalu kuat.
بَعْضًاۗ
- ضًاۗ : Jika berhenti (waqaf) di sini, berlaku hukum Mad 'Iwadh. 'Iwadh' berarti pengganti. Hukum ini terjadi pada fathah tanwin (ـً) di akhir kata saat waqaf, selain pada ta marbuthah (ة). Fathah tanwin tersebut diganti dengan bacaan mad (seperti mad thabi'i) sepanjang 2 harakat. Jadi, dibaca "ba'dhoo". Tanda waqaf ۗ (Al-waqfu Aula) juga menunjukkan berhenti lebih utama.
اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ
اَحَدُكُمْ اَنْ
- كُمْ أَنْ : Terdapat hukum Idzhar Syafawi. 'Idzhar' berarti jelas, dan 'syafawi' berarti bibir. Hukum ini terjadi ketika Mim sukun (مْ) bertemu dengan semua huruf hijaiyah selain Mim (م) dan Ba (ب). Dalam kasus ini, mim sukun bertemu dengan hamzah (أ). Cara membacanya adalah dengan melafalkan suara mim sukun secara jelas dan terang tanpa dengung, dengan bibir tertutup rapat. Ini adalah hukum yang paling sering terjadi untuk mim sukun.
اَنْ يَّأْكُلَ
- نْ يَّ : Terdapat hukum Idgham Bighunnah. Terjadi karena Nun sukun (نْ) bertemu dengan huruf Ya (ي). Suara nun sukun dilebur ke dalam huruf ya disertai dengungan yang ditahan selama 2-3 harakat.
لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ
اَخِيْهِ
- خِيْ : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena kha kasrah (خِ) bertemu ya sukun (يْ). Dibaca panjang 2 harakat.
- هِ : Terdapat hukum Mad Shilah Qashirah. 'Shilah' berarti hubungan, 'qashirah' berarti pendek. Hukum ini terjadi pada Ha Dhamir (kata ganti 'nya' untuk laki-laki tunggal) yang berada di antara dua huruf berharakat. Dibaca panjang 2 harakat, seperti mad thabi'i.
مَيْتًا فَ
- مَيْتًا فَ : Terdapat hukum Ikhfa Haqiqi. 'Ikhfa' berarti menyamarkan, dan 'haqiqi' berarti sesungguhnya. Hukum ini terjadi ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu dari 15 huruf ikhfa. Dalam kasus ini, fathah tanwin (ـً) bertemu dengan huruf Fa (ف). Cara membacanya adalah dengan menyamarkan suara tanwin menjadi suara "ng" atau "n" yang samar, diiringi dengungan, dan bersiap masuk ke makhraj huruf Fa. Tingkat kesamaran dan dengungannya tergantung pada huruf ikhfa yang ditemui.
فَكَرِهْتُمُوْهُۗ
- تُمُوْ : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena mim dhammah (مُ) bertemu wau sukun (وْ). Dibaca panjang 2 harakat.
- مُوْهُۗ : Jika berhenti di sini, maka berlaku hukum Mad Aridh Lissukun. Huruf mad (wau sukun) bertemu dengan huruf ha yang disukunkan karena waqaf. Dibaca panjang 2, 4, atau 6 harakat.
وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ
وَاتَّقُوا
- قُوا : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena qaf dhammah (قُ) bertemu wau sukun (وْ). Dibaca panjang 2 harakat.
اللّٰهَۗ
- اللّٰهَ : Terdapat hukum Lam Tafkhim pada lafaz Allah. 'Tafkhim' berarti tebal. Hukum ini terjadi jika lafaz Allah (الله) didahului oleh huruf berharakat fathah atau dhammah. Di sini, didahului oleh wau berharakat fathah (dari واتقوا). Cara membacanya adalah dengan menebalkan suara 'L', seolah-olah seperti melafalkan "loh". Jika didahului kasrah, maka dibaca tipis (Tarqiq).
- لّٰهَۗ : Jika berhenti di sini, menjadi Mad Aridh Lissukun. Huruf mad (alif setelah fathah) bertemu dengan huruf ha yang disukunkan karena waqaf. Dibaca panjang 2, 4, atau 6 harakat.
اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
اِنَّ اللّٰهَ
- نَّ : Terdapat hukum Ghunnah Musyaddadah pada nun bertasydid.
- اللّٰهَ : Terdapat hukum Lam Tafkhim pada lafaz Allah, karena didahului oleh nun berharakat fathah. Dibaca tebal.
تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
- تَوَّا : Terdapat hukum Mad Thabi'i, karena wau fathah (وَ) bertemu alif. Dibaca panjang 2 harakat.
- بٌ رَّ : Terdapat hukum Idgham Bilaghunnah. 'Bilaghunnah' berarti tanpa dengung. Hukum ini terjadi ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf Lam (ل) atau Ra (ر). Di sini, dhammah tanwin (ـٌ) bertemu Ra (ر). Cara membacanya adalah dengan meleburkan suara tanwin sepenuhnya ke dalam huruf Ra tanpa disertai dengungan sama sekali.
- حِيْمٌ : Terdapat hukum Mad Thabi'i pada (حِي) karena ha kasrah bertemu ya sukun. Jika berhenti (waqaf) di akhir ayat, hukumnya menjadi Mad Aridh Lissukun. Huruf mad (ya sukun) bertemu dengan mim yang disukunkan karena waqaf. Dibaca panjang 2, 4, atau 6 harakat.
Makna dan Kandungan Surat Al-Hujurat Ayat 12
Setelah memahami cara membacanya dengan benar, penting bagi kita untuk merenungkan makna mendalam yang terkandung dalam ayat ini. Ayat ini secara gamblang menguraikan tiga pilar utama dalam menjaga keharmonisan sosial dan kebersihan hati.
1. Larangan Berprasangka Buruk (Su'udzon)
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa."
Perintah pertama ditujukan kepada orang-orang beriman untuk menjauhi katsiran minazh-zhann (banyak dari prasangka). Kata 'banyak' menunjukkan bahwa tidak semua prasangka dilarang. Prasangka baik (husnudzon) kepada Allah dan sesama Muslim justru dianjurkan. Yang dilarang adalah prasangka buruk yang tidak didasari oleh bukti yang nyata. Allah SWT menegaskan bahwa "sebagian prasangka itu dosa" karena prasangka buruk seringkali menjadi pintu gerbang bagi fitnah, permusuhan, dan perpecahan. Ia merusak kepercayaan, menumbuhkan kebencian, dan mengotori hati pelakunya.
2. Larangan Mencari-cari Kesalahan (Tajasus)
"Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain..."
Perbuatan ini adalah kelanjutan logis dari prasangka buruk. Setelah hati dipenuhi syak wasangka, muncullah dorongan untuk memata-matai atau mencari-cari bukti untuk membenarkan prasangka tersebut. Tajasus adalah tindakan melanggar privasi seseorang, mengorek aib yang mungkin sedang ditutupi oleh Allah. Islam sangat menjaga kehormatan dan privasi individu. Mencari-cari kesalahan orang lain adalah perbuatan yang hina dan dapat menghancurkan tatanan sosial yang saling menghormati.
3. Larangan Menggunjing (Ghibah)
"...dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik."
Inilah puncak dari penyakit lisan yang dibahas dalam ayat ini. Ghibah adalah menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang tidak ia sukai jika ia mendengarnya, meskipun hal itu benar adanya. Jika hal itu tidak benar, maka ia menjadi fitnah (buhtan), yang dosanya lebih besar. Allah SWT menggunakan perumpamaan yang luar biasa kuat dan menjijikkan untuk menggambarkan betapa buruknya perbuatan ghibah: memakan daging saudara yang sudah mati. Analogi ini sangat tepat karena:
- Orang yang digunjing tidak hadir untuk membela diri, sama seperti mayat yang tidak bisa melawan saat dagingnya dimakan.
- Ghibah merusak kehormatan seseorang, sama seperti memakan daging yang merusak jasad.
- Perbuatan ini dilakukan di belakang punggung, sebuah tindakan pengecut yang sama hinanya dengan memakan bangkai.
Dengan perumpamaan ini, Allah ingin menanamkan rasa jijik yang mendalam di hati orang beriman terhadap perbuatan ghibah.
Penutup Ayat: Jalan Keluar dan Harapan
"Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."
Setelah menjabarkan larangan-larangan berat tersebut, Allah tidak meninggalkan hamba-Nya dalam keputusasaan. Ayat ini ditutup dengan dua perintah dan dua sifat Allah yang penuh harapan. Perintah untuk bertakwa adalah solusi universal untuk menjauhi semua larangan tersebut. Takwa adalah kesadaran penuh akan pengawasan Allah yang membuat seseorang berhati-hati dalam setiap ucapan dan perbuatannya.
Kemudian, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai At-Tawwab (Maha Penerima Tobat) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang). Ini adalah pesan bahwa seberapa pun besar dosa yang telah dilakukan, termasuk ghibah dan prasangka buruk, pintu tobat selalu terbuka lebar. Allah dengan kasih sayang-Nya senantiasa menunggu hamba-Nya untuk kembali, menyesali perbuatannya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Ini adalah penutup yang menenangkan hati dan memotivasi untuk selalu berusaha menjadi lebih baik.
Kesimpulan
Surat Al-Hujurat ayat 12 adalah sebuah pelajaran komprehensif tentang adab sosial dan kebersihan jiwa. Mempelajari tajwidnya secara detail memungkinkan kita untuk melafalkan firman Allah dengan semestinya, sementara merenungkan maknanya membimbing kita untuk membangun karakter yang mulia dan masyarakat yang harmonis. Dengan menjauhi prasangka buruk, tajasus, dan ghibah, serta senantiasa bertakwa dan berharap pada ampunan Allah, seorang mukmin dapat menjaga kesucian hati dan lisannya, serta mempererat tali persaudaraan dalam iman.