Memaknai Kekhusyuan Tahiyat Awal dan Akhir
Shalat adalah tiang agama, sebuah jembatan spiritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Sang Pencipta. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya bukanlah sekadar ritual kosong, melainkan rangkaian simbol dan makna yang mendalam. Di antara rukun dan sunnah shalat, duduk tahiyat (atau tasyahud) memegang peranan istimewa. Ia adalah momen hening penuh perenungan, sebuah dialog agung yang diabadikan dalam gerakan dan lafaz. Tahiyat terbagi menjadi dua: tahiyat awal dan tahiyat akhir. Keduanya memiliki keunikan, hukum, dan hikmah tersendiri yang wajib dipahami oleh setiap muslim untuk mencapai kesempurnaan shalat.
Memahami tahiyat awal dan akhir bukan hanya soal menghafal bacaan. Lebih dari itu, ini adalah tentang menyelami lautan makna di setiap katanya, merasakan getaran spiritual saat jari telunjuk mengisyaratkan keesaan Allah, dan meresapi setiap permohonan yang terpanjat di penghujung shalat. Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek yang berkaitan dengan tahiyat awal dan tahir, mulai dari sejarah, bacaan, posisi duduk, hukum, hingga hikmah yang terkandung di dalamnya, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas dan kekhusyuan shalat kita semua.
Ilustrasi dua tangan menengadah dalam posisi berdoa, melambangkan kekhusyuan dan penyerahan diri.
Sejarah dan Asal Usul Bacaan Tahiyat
Bacaan tahiyat memiliki latar belakang yang luar biasa, berakar dari peristiwa agung Isra' Mi'raj. Dikisahkan dalam banyak riwayat, ketika Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke Sidratul Muntaha untuk bertemu langsung dengan Allah SWT, terjadilah sebuah dialog surgawi. Dalam pertemuan tersebut, Nabi Muhammad SAW mempersembahkan salam penghormatan kepada Allah.
Nabi Muhammad SAW mengucapkan: "التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ" (At-tahiyyatu lillahi was-shalawatu wat-thayyibat), yang berarti, "Segala penghormatan, shalawat (ibadah), dan kebaikan hanyalah milik Allah."
Allah SWT membalas salam tersebut dengan firman-Nya: "السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ" (As-salamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh), yang berarti, "Keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya semoga tercurah atasmu, wahai Nabi."
Mendengar dialog agung ini, para malaikat yang menjadi saksi ikut serta mengucapkan: "السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ" (As-salamu 'alaina wa 'ala 'ibadillahis-shalihin), yang berarti, "Keselamatan semoga tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh."
Dialog ini kemudian diakhiri dengan ikrar kesaksian tauhid dan kerasulan yang juga diucapkan oleh para malaikat dan menjadi inti dari keimanan: "أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ" (Asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh), yang berarti, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Rangkaian dialog inilah yang kemudian diabadikan menjadi bacaan tasyahud atau tahiyat dalam shalat. Setiap kali kita membacanya, kita sejatinya sedang mengulang kembali dialog mulia antara makhluk termulia dengan Sang Khaliq, sebuah pengingat akan kedudukan agung Nabi Muhammad SAW dan universalitas keselamatan dalam Islam.
Tahiyat Awal: Duduk Iftirasy dan Sunnah Mu'akkadah
Tahiyat awal dilaksanakan pada rakaat kedua dalam shalat yang memiliki tiga atau empat rakaat, seperti shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Hukum melaksanakannya adalah sunnah mu'akkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan hampir mendekati wajib. Jika seseorang lupa mengerjakannya, shalatnya tetap sah namun dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam.
1. Posisi Duduk: Iftirasy
Ciri khas dari tahiyat awal adalah posisi duduknya, yang disebut duduk iftirasy. Cara melakukannya adalah sebagai berikut:
- Duduk di atas telapak kaki kiri, dengan membentangkannya di bawah pantat.
- Telapak kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jemari kaki kanan menghadap ke arah kiblat.
- Kedua tangan diletakkan di atas paha, dekat dengan lutut. Jari-jari tangan dirapatkan dan lurus menghadap kiblat.
- Posisi punggung tegak lurus, tidak membungkuk, dan pandangan mata tertuju pada pangkuan atau ke arah jari telunjuk yang akan diisyaratkan.
Posisi duduk iftirasy ini mengandung filosofi kesiapan. Ia seolah-olah menandakan bahwa shalat belum selesai dan masih ada rakaat berikutnya yang harus ditunaikan. Posisi ini lebih dinamis dan memudahkan untuk segera bangkit berdiri melanjutkan rakaat ketiga.
2. Bacaan Tahiyat Awal
Bacaan tahiyat awal mencakup dialog surgawi yang telah dijelaskan sebelumnya. Terdapat beberapa riwayat yang sedikit berbeda dalam lafaznya, namun yang paling masyhur dan umum digunakan adalah riwayat dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu.
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
At-tahiyyatu lillahi was-shalawatu wat-thayyibat. As-salamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh. As-salamu 'alaina wa 'ala 'ibadillahis-shalihin. Asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh.
"Segala penghormatan, ibadah, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Bacaan ini berhenti sampai pada kalimat syahadatain. Setelah menyelesaikan bacaan ini, kita langsung berdiri untuk melanjutkan rakaat ketiga dengan membaca takbir (Allahu Akbar).
3. Gerakan Jari Telunjuk (Isyarat Tauhid)
Salah satu sunnah penting saat tasyahud adalah menggerakkan atau mengacungkan jari telunjuk kanan. Gerakan ini adalah simbol pengesaan Allah (tauhid). Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai kapan dan bagaimana isyarat ini dilakukan:
- Mengacungkan saat mengucapkan "illallah": Pendapat ini menyatakan bahwa jari telunjuk diangkat tepat ketika lafaz "لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ" (la ilaha illallah) diucapkan. Gerakan ini secara visual menegaskan peniadaan tuhan-tuhan lain (la ilaha) dan penetapan hanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan (illallah).
- Mengacungkan sejak awal duduk: Pendapat lain menyebutkan bahwa jari telunjuk sudah dalam posisi teracung sejak awal duduk tasyahud, dan terus dipertahankan hingga selesai.
- Menggerak-gerakkannya: Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menggerak-gerakkan jari telunjuknya saat berdoa dalam tasyahud. Para ulama menafsirkan gerakan ini sebagai simbol "pukulan" terhadap setan agar tidak mengganggu kekhusyuan shalat.
Adapun cara memposisikan tangan saat berisyarat adalah dengan menggenggam jari kelingking, jari manis, dan jari tengah tangan kanan, sementara ibu jari diletakkan di pangkal jari tengah atau menempel pada jari tengah, dan jari telunjuk diluruskan menunjuk ke arah kiblat. Praktik mana pun yang diikuti, niat dan tujuannya tetap sama, yaitu mengagungkan keesaan Allah SWT.
Tahiyat Akhir: Duduk Tawarruk dan Rukun Shalat
Tahiyat akhir adalah bagian penutup dari shalat. Ia dilakukan pada rakaat terakhir setiap shalat, baik itu shalat dua, tiga, maupun empat rakaat. Berbeda dengan tahiyat awal, tahiyat akhir hukumnya adalah rukun shalat. Artinya, jika ditinggalkan dengan sengaja atau karena lupa dan tidak diulangi, maka shalatnya menjadi tidak sah. Ini menunjukkan betapa krusialnya posisi tahiyat akhir dalam struktur ibadah shalat.
1. Posisi Duduk: Tawarruk
Posisi duduk pada tahiyat akhir disebut duduk tawarruk, yang berbeda dengan duduk iftirasy. Posisi ini lebih santai dan menandakan bahwa shalat akan segera berakhir. Cara melakukannya adalah:
- Pantat kiri diletakkan langsung di lantai (atau tempat shalat).
- Kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan, sehingga telapak kaki kiri berada di sisi kanan tubuh.
- Telapak kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jemarinya menghadap ke arah kiblat, sama seperti pada duduk iftirasy.
- Kedua tangan tetap diletakkan di atas paha, dan pandangan mata tetap tertuju ke pangkuan.
Filosofi duduk tawarruk adalah penenangan dan penyelesaian. Posisi yang lebih mapan ini memberikan kesempatan bagi orang yang shalat untuk berdoa dengan lebih khusyuk dan tenang sebelum mengakhiri shalatnya dengan salam.
2. Bacaan Tahiyat Akhir
Bacaan tahiyat akhir dimulai dengan bacaan yang sama persis dengan tahiyat awal. Namun, setelah selesai mengucapkan dua kalimat syahadat, bacaan dilanjutkan dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS, yang dikenal sebagai Shalawat Ibrahimiyah. Penambahan shalawat inilah yang menjadi pembeda utama dari segi bacaan.
Berikut adalah bacaan lengkap tahiyat akhir:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
At-tahiyyatu lillahi was-shalawatu wat-thayyibat. As-salamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh. As-salamu 'alaina wa 'ala 'ibadillahis-shalihin. Asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh.
Dilanjutkan dengan Shalawat Ibrahimiyah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kama shallaita 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim, innaka hamidum majid. Allahumma barik 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kama barakta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim, innaka hamidum majid.
"Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Penyebutan Nabi Ibrahim AS dalam shalawat ini memiliki makna yang sangat dalam. Ini adalah bentuk pengakuan atas kesinambungan risalah tauhid yang dibawa oleh para nabi, dari Nabi Ibrahim hingga puncaknya pada Nabi Muhammad SAW. Ini juga merupakan doa agar kemuliaan dan keberkahan yang pernah dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya juga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya.
3. Doa Perlindungan Sebelum Salam
Setelah menyelesaikan bacaan Shalawat Ibrahimiyah, dan sebelum mengucapkan salam, terdapat waktu yang sangat mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW mengajarkan sebuah doa perlindungan yang sangat dianjurkan untuk dibaca pada momen ini. Doa ini memohon perlindungan dari empat perkara besar.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allahumma inni a'udzu bika min 'adzabil qabri, wa min 'adzabi jahannam, wa min fitnatil mahya wal mamat, wa min syarri fitnatil masihid dajjjal.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari siksa neraka Jahannam, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Membaca doa ini adalah sunnah yang sangat ditekankan. Empat hal yang dimintakan perlindungan adalah ujian-ujian terbesar yang akan dihadapi manusia, baik di alam barzakh, di akhirat, maupun di dunia. Memanjatkan doa ini di akhir shalat menunjukkan tingkat kepasrahan dan kesadaran seorang hamba akan kelemahannya serta kebutuhannya akan perlindungan Allah SWT. Selain doa ini, seseorang juga diperbolehkan memanjatkan doa-doa lain yang baik sesuai dengan kebutuhannya.
Perbedaan Mendasar Antara Tahiyat Awal dan Akhir
Untuk mempermudah pemahaman, berikut adalah rangkuman perbedaan utama antara tahiyat awal dan tahiyat akhir dalam bentuk poin-poin kunci:
-
Hukum Pelaksanaan:
- Tahiyat Awal: Sunnah Mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika terlupa, shalat tetap sah dan ditutup dengan sujud sahwi.
- Tahiyat Akhir: Rukun Shalat (pilar wajib). Jika ditinggalkan, shalat tidak sah dan harus diulang.
-
Posisi Duduk:
- Tahiyat Awal: Duduk Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri, kaki kanan ditegakkan).
- Tahiyat Akhir: Duduk Tawarruk (pantat di lantai, kaki kiri di bawah kaki kanan, kaki kanan ditegakkan).
-
Bacaan:
- Tahiyat Awal: Bacaan berhenti setelah syahadatain (kesaksian tauhid dan kerasulan).
- Tahiyat Akhir: Bacaan dilanjutkan dengan Shalawat Ibrahimiyah setelah syahadatain.
-
Tindak Lanjut Setelah Selesai:
- Tahiyat Awal: Langsung berdiri untuk rakaat ketiga.
- Tahiyat Akhir: Dianjurkan membaca doa perlindungan, kemudian mengakhiri shalat dengan salam ke kanan dan ke kiri.
-
Waktu Pelaksanaan:
- Tahiyat Awal: Hanya pada rakaat kedua shalat yang berjumlah tiga atau empat rakaat.
- Tahiyat Akhir: Pada rakaat terakhir di setiap shalat fardhu maupun sunnah.
Hikmah dan Pelajaran di Balik Tahiyat
Gerakan dan bacaan tahiyat bukan hanya sekadar formalitas penutup shalat. Di dalamnya terkandung hikmah dan pelajaran spiritual yang sangat berharga bagi kehidupan seorang muslim.
1. Penegasan Ulang Fondasi Keimanan
Inti dari bacaan tahiyat adalah syahadatain: "Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya." Mengulang kalimat ini dalam setiap shalat adalah cara untuk terus-menerus memperbarui dan memperkuat fondasi iman kita. Ia adalah pengingat konstan tentang tujuan hidup kita, yaitu untuk mengabdi hanya kepada Allah dan meneladani Rasul-Nya.
2. Pelajaran tentang Adab dan Penghormatan
Tahiyat mengajarkan kita tentang adab. Dimulai dengan penghormatan tertinggi kepada Allah (At-tahiyyatu lillah), kemudian salam kepada pribadi termulia, Nabi Muhammad SAW, lalu salam kepada diri kita sendiri dan seluruh hamba Allah yang saleh. Urutan ini mengajarkan prioritas dalam adab: Allah di atas segalanya, diikuti oleh Rasul-Nya, kemudian sesama.
3. Ikatan Ukhuwah Islamiyah Universal
Kalimat "As-salamu 'alaina wa 'ala 'ibadillahis-shalihin" (Keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh) adalah doa yang sangat inklusif. Saat mengucapkannya, kita tidak hanya mendoakan diri sendiri, tetapi juga mendoakan setiap muslim yang saleh di seluruh penjuru dunia, baik yang masih hidup maupun yang telah tiada. Ini menumbuhkan rasa persaudaraan (ukhuwah) yang melintasi batas ruang dan waktu.
4. Pentingnya Shalawat kepada Nabi
Dimasukkannya shalawat sebagai bagian inti dari tahiyat akhir menunjukkan betapa pentingnya mencintai dan mendoakan Nabi Muhammad SAW. Bershalawat adalah bentuk rasa syukur kita atas jasa-jasa beliau yang telah menyampaikan risalah Islam. Allah bahkan menjanjikan balasan berlipat ganda bagi siapa saja yang bershalawat kepada Nabi-Nya.
5. Momen Introspeksi dan Doa Penutup
Tahiyat akhir, khususnya waktu setelah membaca shalawat hingga sebelum salam, adalah momen emas untuk introspeksi dan memanjatkan doa. Setelah melalui serangkaian gerakan dan bacaan shalat, kita diberi waktu hening untuk berkomunikasi secara personal dengan Allah, memohon ampunan, meminta perlindungan, dan menyampaikan segala hajat. Ini adalah penutup yang sempurna untuk sebuah ibadah agung.
Kesimpulannya, tahiyat awal dan akhir adalah dua komponen shalat yang sarat makna dan hikmah. Memahaminya secara mendalam, mulai dari gerakan, bacaan, hukum, hingga filosofinya, akan membawa kita pada tingkat kekhusyuan yang lebih tinggi. Keduanya bukan sekadar jeda atau penutup, melainkan puncak dari dialog spiritual seorang hamba dengan Tuhannya. Dengan melaksanakan tahiyat secara benar dan penuh penghayatan, kita tidak hanya menyempurnakan shalat kita, tetapi juga menyerap nilai-nilai tauhid, adab, dan ukhuwah ke dalam jiwa kita.