Surat Yasin merupakan surat ke-36 dalam Al-Qur'an. Terdiri dari 83 ayat, surat ini tergolong dalam surat Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan di kota Mekkah sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW. Nama "Yasin" diambil dari ayat pertama surat ini, yang merupakan salah satu dari huruf-huruf muqatta'ah (huruf-huruf misterius) yang maknanya hanya diketahui oleh Allah SWT. Surat Yasin sering disebut sebagai "Qalbul Qur'an" atau jantungnya Al-Qur'an, yang menandakan kedudukannya yang istimewa dan kandungan maknanya yang sangat mendalam.
Kandungan utama Surat Yasin berpusat pada pilar-pilar fundamental akidah Islam. Surat ini dengan kuat menegaskan tentang kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, keesaan dan kekuasaan absolut Allah SWT, serta kepastian akan datangnya hari kebangkitan dan pembalasan. Melalui berbagai perumpamaan, kisah umat terdahulu, dan pemaparan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, Surat Yasin mengajak manusia untuk merenung, berpikir, dan akhirnya tunduk pada keagungan Sang Pencipta. Karena kekayaan makna dan keutamaannya, surat ini sering dibaca oleh umat Islam dalam berbagai kesempatan, baik secara perorangan maupun berjamaah.
Bacaan Lengkap Surat Yasin (Ayat 1-83)
Berikut adalah bacaan lengkap Surat Yasin dalam tulisan Arab, transliterasi Latin untuk memudahkan pelafalan, serta terjemahan dalam Bahasa Indonesia agar dapat dipahami maknanya secara mendalam.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Bismillahirrahmanirrahim
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang."
يٰسۤ ۚ
1. Yā Sīn.
"Yā Sīn."
وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ
2. Wal-qur'ānil-ḥakīm.
"Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah,"
اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ
3. Innaka laminal-mursalīn.
"sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,"
عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۗ
4. ‘Alā ṣirāṭim mustaqīm.
"(yang berada) di atas jalan yang lurus,"
تَنْزِيْلَ الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِۙ
5. Tanzīlal-‘azīzir-raḥīm.
"(sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang,"
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اُنْذِرَ اٰبَاۤؤُهُمْ فَهُمْ غٰفِلُوْنَ
6. Litunżira qaumam mā unżira ābā'uhum fahum gāfilūn.
"agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyangnya belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai."
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
7. Laqad ḥaqqal-qaulu ‘alā akṡarihim fahum lā yu'minūn.
"Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman."
اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ
8. Innā ja‘alnā fī a‘nāqihim aglālan fa hiya ilal-ażqāni fahum muqmaḥūn.
"Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah."
وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ
9. Wa ja‘alnā mim baini aidīhim saddaw wa min khalfihim saddan fa agsyaināhum fahum lā yubṣirūn.
"Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat."
وَسَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
10. Wa sawā'un ‘alaihim a'anżartahum am lam tunżirhum lā yu'minūn.
"Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman."
اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ
11. Innamā tunżiru manittaba‘aż-żikra wa khasyiyar-raḥmāna bil-gaīb, fa basysyirhu bimagfiratiw wa ajrin karīm.
"Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia."
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
12. Innā naḥnu nuḥyil-mautā wa naktubu mā qaddamụ wa āṡārahum, wa kulla syai'in aḥṣaināhu fī imāmim mubīn.
"Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang jelas (Lauh Mahfuzh)."
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا اَصْحٰبَ الْقَرْيَةِۘ اِذْ جَاۤءَهَا الْمُرْسَلُوْنَۚ
13. Waḍrib lahum maṡalan aṣḥābal-qaryah, iż jā'ahal-mursalūn.
"Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka;"
اِذْ اَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوْهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوْٓا اِنَّآ اِلَيْكُمْ مُّرْسَلُوْنَ
14. Iż arsalnā ilaihimuṡnaini fa każżabụhumā fa ‘azzaznā biṡāliṡin fa qālū innā ilaikum mursalūn.
"(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”"
قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ وَمَآ اَنْزَلَ الرَّحْمٰنُ مِنْ شَيْءٍۙ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَكْذِبُوْنَ
15. Qālụ mā antum illā basyarum miṡlunā wa mā anzalar-raḥmānu min syai'in in antum illā takżibụn.
"Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu ini hanyalah manusia seperti kami, dan (Allah) Yang Maha Pengasih tidak menurunkan sesuatu apa pun; kamu hanyalah pendusta belaka.”"
قَالُوْا رَبُّنَا يَعْلَمُ اِنَّآ اِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُوْنَ
16. Qālụ rabbunā ya‘lamu innā ilaikum lamursalūn.
"Mereka (para utusan) berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa kami benar-benar diutus kepadamu."
وَمَا عَلَيْنَآ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
17. Wa mā ‘alainā illal-balāgul-mubīn.
"Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”"
قَالُوْٓا اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهُوْا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ
18. Qālū innā taṭayyarnā bikum, la'il lam tantahụ lanarjumannakum wa layamassannakum minnā ‘ażābun alīm.
"Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.”"
قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
19. Qālụ ṭā'irukum ma‘akum, a'in żukkirtum, bal antum qaumum musrifūn.
"Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”"
وَجَاۤءَ مِنْ اَقْصَا الْمَدِيْنَةِ رَجُلٌ يَّسْعٰى قَالَ يٰقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَۙ
20. Wa jā'a min aqṣal-madīnati rajuluy yas‘ā qāla yā qaumittabi‘ul-mursalīn.
"Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, “Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu."
اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ
21. Ittabi‘ụ mal lā yas'alukum ajraw wa hum muhtadūn.
"Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."
وَمَا لِيَ لَآ اَعْبُدُ الَّذِيْ فَطَرَنِيْ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
22. Wa mā liya lā a‘budul-lażī faṭaranī wa ilaihi turja‘ūn.
"Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan."
ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ
23. A'attakhiżu min dụnihī ālihatan iy yuridnir-raḥmānu biḍurril lā tugni ‘annī syafā‘atuhum syai'aw wa lā yunqiżụn.
"Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, niscaya pertolongan mereka tidak akan berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku."
اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
24. Innī iżal lafī ḍalālim mubīn.
"Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata."
اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ
25. Innī āmanntu birabbikum fasma‘ụn.
"Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku.”"
قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَۗ قَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ
26. Qīladkhulil-jannah, qāla yā laita qaumī ya‘lamụn.
"Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,"
بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ
27. Bimā gafaralī rabbī wa ja‘alanī minal-mukramīn.
"apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan.”"
وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى قَوْمِهٖ مِنْۢ بَعْدِهٖ مِنْ جُنْدٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ
28. Wa mā anzalnā ‘alā qaumihī mim ba‘dihī min jundim minas-samā'i wa mā kunnā munzilīn.
"Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya."
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ خٰمِدُوْنَ
29. In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum khāmidụn.
"Tidak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu suara yang mengguntur, maka seketika itu mereka mati."
يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ
30. Yā ḥasratan ‘alal-‘ibād, mā ya'tīhim mir rasụlin illā kānụ bihī yastahzi'ūn.
"Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tidak seorang rasul pun yang datang kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya."
اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ اَنَّهُمْ اِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُوْنَ
31. Alam yarau kam ahlaknā qablahum minal-qurụni annahum ilaihim lā yarji‘ūn.
"Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, (setelah binasa) mereka tidak kembali kepada mereka."
وَاِنْ كُلٌّ لَّمَّا جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ
32. Wa in kullul lammā jamī‘ul ladainā muḥḍarūn.
"Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami."
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْاَرْضُ الْمَيْتَةُ оживиناها وَاَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ
33. Wa āyatul lahumul-arḍul-maitah, aḥyaināhā wa akhrajnā min-hā ḥabban fa min-hu ya'kulūn.
"Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan."
وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ وَّفَجَّرْنَا فِيْهَا مِنَ الْعُيُوْنِۙ
34. Wa ja‘alnā fīhā jannātim min nakhīliw wa a‘nābiw wa fajjarnā fīhā minal-‘uyūn.
"Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,"
لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖۙ وَمَا عَمِلَتْهُ اَيْدِيْهِمْۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ
35. Liya'kulụ min ṡamarihī wa mā ‘amilat-hu aidīhim, afalā yasykurūn.
"agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?"
سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ
36. Subḥānal-lażī khalaqal-azwāja kullahā mimmā tumbitul-arḍu wa min anfusihim wa mimmā lā ya‘lamūn.
"Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui."
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُۖ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ
37. Wa āyatul lahumul-laīl, naslakhu min-hun-nahāra fa'iżā hum muẓlimūn.
"Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan,"
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَاۗ ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ
38. Wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-‘azīzil-‘alīm.
"dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui."
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ
39. Wal-qamara qaddarnāhu manāzila ḥattā ‘āda kal-‘urjụnil-qadīm.
"Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua."
لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِۗ وَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ
40. Lasy-syamsu yambagī lahā an tudrikal-qamara wa lal-lailu sābiqun-nahār, wa kullun fī falakiy yasbaḥūn.
"Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."
وَاٰيَةٌ لَّهُمْ اَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِۙ
41. Wa āyatul lahum annā ḥamalnā żurriyyatahum fil-fulkil-masyḥūn.
"Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan,"
وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِّنْ مِّثْلِهٖ مَا يَرْكَبُوْنَ
42. Wa khalaqnā lahum mim miṡlihī mā yarkabūn.
"dan Kami ciptakan untuk mereka dari jenis itu apa yang mereka kendarai."
وَاِنْ نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيْخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُوْنَۙ
43. Wa in nasya' nugriq-hum fa lā ṣarīkha lahum wa lā hum yunqażūn.
"Dan jika Kami menghendaki, Kami tenggelamkan mereka; maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan,"
اِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ
44. Illā raḥmatam minnā wa matā‘an ilā ḥīn.
"melainkan (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu."
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّقُوْا مَا بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
45. Wa iżā qīla lahumuttaqụ mā baina aidīkum wa mā khalfakum la‘allakum turḥamūn.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (akhirat) agar kamu mendapat rahmat.”"
وَمَا تَأْتِيْهِمْ مِّنْ اٰيَةٍ مِّنْ اٰيٰتِ رَبِّهِمْ اِلَّا كَانُوْا عَنْهَا مُعْرِضِيْنَ
46. Wa mā ta'tīhim min āyatim min āyāti rabbihim illā kānụ ‘an-hā mu‘riḍīn.
"Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya."
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُۙ قَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنُطْعِمُ مَنْ لَّوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ اَطْعَمَهٗٓ ۖاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
47. Wa iżā qīla lahum anfiqụ mimmā razaqakumullāh, qālal-lażīna kafarụ lil-lażīna āmanū anuṭ‘imu mal lau yasyā'ullāhu aṭ‘amahū in antum illā fī ḍalālim mubīn.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah kami akan memberi makan kepada orang yang jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”"
وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
48. Wa yaqụlụna matā hāżal-wa‘du in kuntum ṣādiqīn.
"Dan mereka berkata, “Kapankah (datangnya) janji ini (hari kiamat) jika kamu orang-orang yang benar?”"
مَا يَنْظُرُوْنَ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُوْنَ
49. Mā yanẓurụna illā ṣaiḥataw wāḥidatan ta'khużuhum wa hum yakhiṣṣimụn.
"Mereka hanya menunggu satu teriakan, yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar."
فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ تَوْصِيَةً وَّلَآ اِلٰٓى اَهْلِهِمْ يَرْجِعُوْنَ
50. Falā yastaṭī‘ụna tauṣiyataw wa lā ilā ahlihim yarji‘ūn.
"Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat dan mereka (juga) tidak dapat kembali kepada keluarganya."
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَاِذَا هُمْ مِّنَ الْاَجْدَاثِ اِلٰى رَبِّهِمْ يَنْسِلُوْنَ
51. Wa nufikha fiṣ-ṣụri fa'iżā hum minal-ajdāṡi ilā rabbihim yansilụn.
"Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup) menuju kepada Tuhannya."
قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَا ەۗ هٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ
52. Qālụ yā wailanā mam ba‘aṡanā mim marqadinā hāżā mā wa‘adar-raḥmānu wa ṣadaqal-mursalūn.
"Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya)."
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ
53. In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum jamī‘ul ladainā muḥḍarūn.
"Teriakan itu hanya sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami."
فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَّلَا تُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
54. Fal-yauma lā tuẓlamu nafsun syai'aw wa lā tujzauna illā mā kuntum ta‘malūn.
"Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan."
اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَ ۚ
55. Inna aṣḥābal-jannatil-yauma fī syugulin fākihụn.
"Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)."
هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ مُتَّكِـُٔوْنَ ۚ
56. Hum wa azwājuhum fī ẓilālin ‘alal-arā'iki muttaki'ūn.
"Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan."
لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَ ۚ
57. Lahum fīhā fākihatuw wa lahum mā yadda‘ūn.
"Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan."
سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ
58. Salām, qaulam mir rabbir raḥīm.
"(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang."
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ
59. Wamtāzul-yauma ayyuhal-mujrimụn.
"Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa!"
اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
60. Alam a‘had ilaikum yā banī ādama al lā ta‘budusy-syaiṭān, innahụ lakum ‘aduwwum mubīn.
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,"
وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْ ۗهٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ
61. Wa ani‘budụnī, hāżā ṣirāṭum mustaqīm.
"dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus."
وَلَقَدْ اَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيْرًاۗ اَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ
62. Wa laqad aḍalla minkum jibillan kaṡīrā, afalam takụnụ ta‘qilūn.
"Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti?"
هٰذِهٖ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
63. Hāżihī jahannamul-latī kuntum tụ‘adụn.
"Inilah (neraka) Jahanam yang dahulu telah diperingatkan kepadamu."
اِصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ
64. Iṣlauhal-yauma bimā kuntum takfurụn.
"Masuklah ke dalamnya pada hari ini karena dahulu kamu mengingkarinya."
اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
65. Al-yauma nakhtimu ‘alā afwāhihim wa tukallimunā aidīhim wa tasyhadu arjuluhum bimā kānụ yaksibụn.
"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan."
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ
66. Wa lau nasyā'u laṭamasnā ‘alā a‘yunihim fastabaquṣ-ṣirāṭa fa annā yubṣirūn.
"Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?"
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَ
67. Wa lau nasyā'u lamasakhnāhum ‘alā makānatihim famastaṭā‘ụ muḍiyyaw wa lā yarji‘ūn.
"Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali."
وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ
68. Wa man nu‘ammirhu nunakkishu fil-khalq, afalā ya‘qilūn.
"Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?"
وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌ
69. Wa mā ‘allamnāhusy-syi‘ra wa mā yambagī lah, in huwa illā żikruw wa qur'ānum mubīn.
"Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan Kitab yang memberi penerangan,"
لِّيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ
70. Liyunżira man kāna ḥayyaw wa yaḥiqqal-qaulu ‘alal-kāfirīn.
"agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar pasti ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir."
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُوْنَ
71. Awalam yarau annā khalaqnā lahum mimmā ‘amilat aidīnā an‘āman fahum lahā mālikụn.
"Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya?"
وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ
72. Wa żallalnāhā lahum fa min-hā rakụbuhum wa min-hā ya'kulụn.
"Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan ternak itu) untuk mereka; lalu sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan."
وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ
73. Wa lahum fīhā manāfi‘u wa masyārib, afalā yasykurūn.
"Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?"
وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ
74. Wattakhażụ min dụnillāhi ālihatal la‘allahum yunṣarụn.
"Dan mereka mengambil sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan."
لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ
75. Lā yastaṭī‘ụna naṣrahum wa hum lahum jundum muḥḍarụn.
"(Sesembahan) itu tidak dapat menolong mereka; padahal mereka itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga (sesembahan) itu."
فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْۘ اِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ
76. Falā yaḥzunka qauluhum, innā na‘lamu mā yusirrụna wa mā yu‘linụn.
"Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan."
اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ
77. Awalam yaral-insānu annā khalaqnāhu min nuṭfatin fa'iżā huwa khaṣīmum mubīn.
"Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata?"
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ
78. Wa ḍaraba lanā maṡalaw wa nasiya khalqah, qāla may yuḥyil-‘iẓāma wa hiya ramīm.
"Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?”"
قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍۗ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌ
79. Qul yuḥyīhal-lażī ansya'ahā awwala marrah, wa huwa bikulli khalqin ‘alīm.
"Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk."
ۨالَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ
80. Allażī ja‘ala lakum minasy-syajaril-akhḍari nāran fa'iżā antum min-hu tụqidụn.
"yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”"
اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْۗ بَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ
81. Awlaisal-lażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa biqādirin ‘alā ay yakhluqa miṡlahum, balā wa huwal-khallāqul-‘alīm.
"Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur)? Benar. Dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui."
اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ
82. Innamā amruhū iżā arāda syai'an ay yaqụla lahụ kun fa yakūn.
"Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu."
فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
83. Fa subḥānal-lażī biyadihī malakụtu kulli syai'iw wa ilaihi turja‘ūn.
"Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan."
Memahami Kandungan dan Tafsir Surat Yasin
Surat Yasin bukan sekadar rangkaian ayat untuk dibaca, melainkan lautan hikmah yang membentangkan pilar-pilar keimanan. Memahaminya secara tematik akan membuka wawasan kita terhadap pesan-pesan agung yang terkandung di dalamnya.
Bagian 1: Penegasan Risalah dan Peringatan (Ayat 1-12)
Surat ini dibuka dengan sumpah Allah demi Al-Qur'an yang penuh hikmah, untuk menegaskan posisi Nabi Muhammad SAW sebagai seorang utusan yang berada di jalan yang lurus. Ini adalah jawaban telak terhadap keraguan kaum kafir Quraisy pada masa itu. Tujuan utama diutusnya Rasul adalah untuk memberikan peringatan kepada kaum yang telah lama berada dalam kelalaian, yang nenek moyangnya tidak pernah menerima bimbingan wahyu. Allah kemudian menggambarkan kondisi orang-orang yang hatinya telah tertutup dari kebenaran. Mereka diibaratkan seperti orang yang lehernya dibelenggu hingga tertengadah dan pandangannya ditutup oleh sekat dari depan dan belakang. Gambaran ini melukiskan betapa kesombongan dan penolakan telah membutakan mereka dari petunjuk, sehingga peringatan apapun tidak lagi berguna bagi mereka. Sebaliknya, peringatan hanya akan bermanfaat bagi mereka yang mau mengikuti Al-Qur'an dan memiliki rasa takut (khasyah) kepada Allah, meskipun tidak melihat-Nya. Bagi merekalah janji ampunan dan pahala mulia disiapkan. Bagian ini ditutup dengan penegasan kekuasaan Allah untuk menghidupkan yang mati dan mencatat segala amal perbuatan manusia, besar maupun kecil, beserta jejak-jejak yang ditinggalkannya, yang semuanya terangkum dalam "Imamim Mubin" (Lauh Mahfuzh).
Bagian 2: Kisah Penduduk Negeri (Ashabul Qaryah) (Ayat 13-32)
Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan sebuah perumpamaan tentang penduduk sebuah negeri (yang menurut banyak ahli tafsir adalah Anthakiyah) yang didatangi oleh para utusan. Awalnya diutus dua orang, namun mereka didustakan. Lalu Allah menguatkan mereka dengan utusan ketiga. Penduduk negeri itu menolak dengan argumen klasik: "Kamu hanyalah manusia biasa seperti kami, Tuhan tidak menurunkan apa-apa." Ini adalah cerminan arogansi intelektual yang menolak kebenaran hanya karena pembawanya berasal dari kalangan mereka sendiri. Para utusan dengan sabar menegaskan misi mereka, namun penduduk negeri justru mengancam akan merajam dan menyiksa mereka. Di tengah situasi genting ini, datanglah seorang lelaki dari ujung kota (sering disebut sebagai Habib An-Najjar). Ia berlari dan menasihati kaumnya untuk mengikuti para utusan yang tidak meminta imbalan dan membawa petunjuk. Ia berargumen dengan logika yang jernih, mempertanyakan alasan untuk tidak menyembah Tuhan yang telah menciptakan dirinya dan kepada-Nya semua akan kembali. Ia menunjukkan kelemahan tuhan-tuhan selain Allah yang tidak mampu memberi manfaat atau menolak mudarat. Karena keimanannya yang teguh, ia pun dibunuh oleh kaumnya. Namun, kematiannya adalah gerbang kemuliaan. Allah langsung memasukkannya ke dalam surga. Bahkan di dalam surga, ia masih memikirkan kaumnya, berharap mereka tahu betapa besar ampunan dan kemuliaan yang ia terima. Kisah ini berakhir dengan azab yang menimpa penduduk negeri itu; hanya dengan satu teriakan yang mengguntur, mereka semua binasa. Bagian ini memberikan pelajaran tentang kesabaran dalam berdakwah, keberanian dalam menyatakan kebenaran, konsekuensi penolakan, dan kemuliaan bagi para syuhada.
Bagian 3: Tanda-Tanda Kekuasaan Allah di Alam Semesta (Ayat 33-44)
Setelah menceritakan kehancuran umat terdahulu, Al-Qur'an mengalihkan perhatian kita pada bukti-bukti nyata kekuasaan Allah yang terhampar di alam semesta. Ini adalah argumen rasional untuk membuktikan adanya Sang Pencipta dan keniscayaan hari kebangkitan. Allah menunjuk pada bumi yang mati (tandus) yang kemudian dihidupkan kembali dengan air hujan, menumbuhkan biji-bijian, kebun kurma, dan anggur, serta memancarkan mata air. Semua ini agar manusia dapat menikmati hasilnya dan bersyukur. Kemudian, Allah mengajak kita merenungi konsep penciptaan berpasang-pasangan, tidak hanya pada tumbuhan, tetapi juga pada diri manusia dan makhluk lain yang bahkan tidak kita ketahui. Selanjutnya, perhatian dialihkan ke fenomena kosmik: pergantian malam dan siang, matahari yang beredar pada porosnya dengan presisi luar biasa, dan bulan yang memiliki fase-fase teratur hingga tampak seperti tandan tua. Semua benda langit ini bergerak dalam orbitnya masing-masing tanpa bertabrakan, sebuah bukti keteraturan yang mustahil terjadi tanpa ada Sang Pengatur Yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui. Allah juga mengingatkan nikmat-Nya dalam bentuk kemampuan manusia mengarungi lautan dengan kapal (merujuk pada bahtera Nabi Nuh sebagai cikal bakal) dan penciptaan alat transportasi lainnya. Semua ini adalah rahmat dan kesenangan sementara yang diberikan Allah, yang sewaktu-waktu bisa dicabut jika Dia berkehendak.
Bagian 4: Keadaan di Hari Kiamat dan Akhirat (Ayat 45-68)
Bagian ini menggambarkan respons kaum kafir terhadap peringatan dan tanda-tanda kebesaran Allah. Ketika diperingatkan tentang azab dunia dan akhirat, mereka berpaling. Ketika diajak berinfak, mereka mengejek dengan logika yang sesat, "Untuk apa kami memberi makan orang yang jika Allah mau, Dia bisa memberinya makan?" Mereka juga terus-menerus menantang kapan datangnya hari kiamat. Allah menjawab bahwa kiamat akan datang secara tiba-tiba, dengan satu teriakan dahsyat yang membinasakan mereka saat sedang sibuk bertengkar urusan duniawi. Kemudian, tiupan sangkakala kedua membangkitkan semua manusia dari kubur. Dalam keadaan panik dan menyesal, mereka akan menyadari bahwa inilah janji Tuhan yang benar. Semua akan dikumpulkan di hadapan Allah untuk diadili. Pada hari itu, tidak ada satu jiwa pun yang dizalimi, dan balasan setimpal dengan perbuatan. Surat ini kemudian melukiskan kontras tajam antara nasib penghuni surga dan neraka. Penghuni surga sibuk dalam kesenangan abadi, bersama pasangan mereka di tempat yang teduh, menikmati buah-buahan dan segala yang mereka inginkan, dan puncaknya adalah ucapan "Salam" dari Allah. Sebaliknya, para pendosa diperintahkan untuk berpisah dan dihadapkan pada neraka Jahanam. Allah mengingatkan kembali perjanjian-Nya dengan anak cucu Adam untuk tidak menyembah setan. Pada hari itu, mulut mereka dikunci, dan anggota tubuh lain (tangan dan kaki) yang akan bersaksi atas perbuatan mereka. Bagian ini diakhiri dengan renungan tentang siklus kehidupan manusia: dari kuat menjadi lemah di usia tua, sebuah tanda kekuasaan Allah yang seharusnya membuat manusia berpikir.
Bagian 5: Penutup dan Penegasan Kekuasaan Mutlak Allah (Ayat 69-83)
Di bagian akhir, Allah kembali membela Nabi Muhammad SAW dari tuduhan sebagai penyair. Allah menegaskan bahwa Al-Qur'an bukanlah syair, melainkan peringatan dan kitab yang jelas untuk orang-orang yang hatinya hidup. Kemudian, Allah kembali mengajak manusia melihat nikmat-Nya melalui penciptaan hewan ternak yang ditundukkan untuk menjadi tunggangan dan sumber makanan. Namun, alih-alih bersyukur, manusia justru mengambil sesembahan selain Allah yang sama sekali tidak bisa menolong mereka. Allah menghibur Nabi agar tidak bersedih atas ucapan mereka, karena Allah Maha Mengetahui segalanya. Puncak argumen tentang hari kebangkitan disampaikan di sini. Allah mengingatkan manusia akan asal-usulnya dari setetes air mani yang hina, namun ia tumbuh menjadi pembantah yang nyata. Manusia yang sama bertanya dengan angkuh, "Siapa yang bisa menghidupkan tulang yang telah hancur?" Allah memerintahkan Nabi untuk menjawab dengan tegas: "Dia yang menciptakannya pertama kali." Allah yang mampu menciptakan api dari kayu yang hijau, dan yang menciptakan langit dan bumi, tentu lebih mampu untuk menghidupkan kembali manusia. Surat ini ditutup dengan ayat yang sangat agung tentang kekuasaan absolut Allah. Perintah-Nya hanyalah "Kun Fayakun" (Jadilah! Maka terjadilah). Ayat terakhir adalah tasbih, menyucikan Allah yang di tangan-Nya tergenggam kekuasaan atas segala sesuatu, dan hanya kepada-Nya lah seluruh makhluk akan kembali.
Keutamaan Membaca Surat Yasin
Surat Yasin memiliki banyak keutamaan yang disebutkan dalam berbagai riwayat. Membaca dan mengamalkannya dengan penuh keimanan dan harapan akan mendatangkan banyak manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Berikut adalah beberapa keutamaannya:
"Segala sesuatu mempunyai jantung, dan jantungnya Al-Qur'an adalah surat Yasin. Siapa yang membacanya, maka Allah akan mencatat baginya seperti membaca Al-Qur'an sepuluh kali." (HR. Tirmidzi)
- Diibaratkan Jantungnya Al-Qur'an: Sebagaimana jantung adalah organ vital bagi tubuh, Surat Yasin mengandung pokok-pokok ajaran Al-Qur'an yang paling fundamental. Ia merangkum tauhid, risalah, dan keimanan akan hari akhir dengan cara yang sangat menyentuh dan kuat. Kedudukannya yang istimewa ini menjadikannya surat yang sangat dianjurkan untuk dibaca dan direnungkan.
- Mendapat Ampunan Dosa: Membaca Surat Yasin dengan niat tulus karena Allah dapat menjadi wasilah diampuninya dosa-dosa. Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Barangsiapa membaca surat Yasin pada malam hari dengan mengharap keridhaan Allah, maka diampuni dosa-dosanya." Ini menunjukkan betapa besar rahmat Allah bagi mereka yang mendekatkan diri melalui firman-firman-Nya.
- Memudahkan Urusan yang Sulit: Banyak ulama dan orang-orang saleh yang meyakini bahwa membaca Surat Yasin dapat menjadi sarana spiritual untuk memohon kemudahan dari Allah SWT dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup, baik itu masalah pekerjaan, keluarga, maupun kesehatan. Keyakinan ini didasari oleh kandungan surat yang menegaskan kekuasaan mutlak Allah atas segala sesuatu.
- Meringankan Sakaratul Maut: Dianjurkan untuk membacakan Surat Yasin di dekat orang yang sedang menghadapi sakaratul maut. Diyakini bahwa bacaan surat ini dapat memberikan ketenangan dan kemudahan bagi ruh untuk meninggalkan jasad. Ini adalah bentuk ikhtiar dan doa bagi sesama muslim di saat-saat terakhirnya.
- Terkabulnya Hajat: Membaca Surat Yasin sebagai bagian dari doa dan ikhtiar untuk memohon suatu hajat kepada Allah adalah amalan yang baik. Dengan bertawassul melalui kalamullah, seorang hamba menunjukkan kepasrahan dan keyakinan penuh bahwa hanya Allah lah tempat meminta dan yang mampu mengabulkan segala permohonan.