Surat An-Naba' (Berita Besar)

Surat An-Naba', yang berarti "Berita Besar", adalah surat ke-78 dalam Al-Qur'an. Terdiri dari 40 ayat, surat ini tergolong Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan di Mekkah sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW. Dinamakan An-Naba' karena merujuk pada pertanyaan besar yang menjadi perdebatan di antara kaum kafir Quraisy pada masa itu, yaitu berita tentang Hari Kebangkitan. Surat ini dengan tegas membantah keraguan mereka dengan menyajikan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT yang terhampar di alam semesta. Dari penciptaan bumi yang terhampar, gunung sebagai pasak, hingga pergantian siang dan malam, semua menjadi saksi bisu atas kebesaran Sang Pencipta. An-Naba' kemudian menggambarkan dengan sangat jelas peristiwa dahsyat di Hari Kiamat, memisahkan antara nasib orang-orang yang bertakwa dengan mereka yang durhaka. Surat ini adalah pengingat keras tentang akuntabilitas dan sebuah janji pasti tentang kehidupan setelah kematian, yang menjadi fondasi utama dalam keimanan seorang muslim.

Bacaan Surat An Naba Latin, Terjemahan, dan Tafsirnya

Berikut adalah bacaan lengkap Surat An-Naba' dalam tulisan latin, disertai terjemahan Bahasa Indonesia dan ulasan tafsir singkat untuk memahami makna yang terkandung di setiap ayatnya.

1. 'amma yatasā`alụn. Artinya: Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?

Ayat ini dibuka dengan sebuah pertanyaan retoris yang menyindir. Allah seolah bertanya tentang apa gerangan "berita besar" yang menjadi bahan perdebatan sengit di antara orang-orang kafir Mekkah. Pertanyaan ini bukan untuk mencari jawaban, melainkan untuk menarik perhatian pada topik utama yang mereka perselisihkan, yaitu kebenaran Hari Kebangkitan dan pembalasan.

2. 'anin-naba`il-'aẓīm. Artinya: Tentang berita yang besar (hari berbangkit),

Inilah jawaban atas pertanyaan di ayat pertama. "Berita besar" itu adalah Hari Kiamat. Sesuatu yang begitu agung dan pasti terjadi, namun justru menjadi sumber keraguan dan perdebatan bagi mereka. Penggunaan kata "al-'aẓīm" (yang agung/besar) menunjukkan betapa penting dan dahsyatnya peristiwa ini, yang akan mengubah tatanan alam semesta secara total.

3. allażī hum fīhi mukhtalifụn. Artinya: yang dalam hal itu mereka berselisih.

Ayat ini menegaskan kondisi kaum kafir. Mereka tidak memiliki satu suara. Sebagian dari mereka mengingkari total, menganggapnya sebagai dongeng belaka. Sebagian lagi ragu-ragu. Perselisihan ini menunjukkan bahwa penolakan mereka tidak didasari oleh ilmu atau argumen yang kuat, melainkan hanya berdasarkan prasangka dan hawa nafsu.

4. kallā saya'lamụn. Artinya: Sekali-kali tidak! Kelak mereka akan mengetahui,

Allah membantah dengan tegas semua keraguan mereka. Kata "Kallā" (sekali-kali tidak) berfungsi sebagai sanggahan keras. Ini adalah sebuah peringatan dan ancaman. Keraguan mereka akan sirna saat mereka menyaksikan sendiri kebenaran berita itu. "Saya'lamụn" (kelak mereka akan mengetahui) menandakan kepastian yang tak terhindarkan, namun pengetahuan itu datang terlambat, saat penyesalan tiada lagi berguna.

5. ṡumma kallā saya'lamụn. Artinya: sekali lagi tidak! Kelak mereka akan mengetahui.

Pengulangan kalimat ini berfungsi untuk memberikan penekanan yang lebih kuat. Ini bukan sekadar ancaman biasa, tetapi sebuah penegasan berlapis tentang kepastian datangnya hari pembalasan dan penyesalan mendalam yang akan dialami oleh para pendusta. Pengulangan ini mengisyaratkan betapa dahsyatnya pengetahuan yang akan mereka terima kelak, sebuah pengetahuan yang lahir dari penyaksian langsung akan azab.

Bukti Kekuasaan Allah di Alam Semesta

Setelah memberikan ancaman, Allah kemudian menyajikan serangkaian argumen rasional. Allah mengajak manusia untuk merenungkan ciptaan-Nya yang terhampar di sekitar mereka. Jika Allah mampu menciptakan semua ini dari ketiadaan, maka membangkitkan kembali manusia yang telah mati tentu jauh lebih mudah bagi-Nya.

6. a lam naj'alil-arḍa mihādā. Artinya: Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan?,

Allah memulai argumen-Nya dengan bumi, tempat manusia berpijak. Bumi dijadikan "mihādā" (hamparan) yang nyaman, laksana buaian bagi seorang bayi. Terhampar luas, stabil, dan layak untuk dihuni, memungkinkan manusia untuk hidup, berjalan, bercocok tanam, dan membangun peradaban. Ini adalah nikmat dasar yang seringkali dilupakan.

7. wal-jibāla autādā. Artinya: dan gunung-gunung sebagai pasak?,

Gunung-gunung berfungsi sebagai "autādā" (pasak). Seperti pasak yang menancap ke dalam tanah untuk menstabilkan sebuah tenda, gunung memiliki akar yang menghujam ke dalam kerak bumi, berfungsi menstabilkan lempeng tektonik dan menjaga keseimbangan bumi. Ini adalah sebuah isyarat ilmiah yang luar biasa, menunjukkan bahwa gunung bukan sekadar tumpukan batu, melainkan memiliki fungsi geologis yang vital.

8. wa khalaqnākum azwājā. Artinya: dan Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan,

Dari alam makrokosmos, Allah beralih ke diri manusia (mikrokosmos). Manusia diciptakan berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. Dari pasangan ini, lahirlah ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah). Sistem ini memastikan keberlangsungan generasi manusia, sebuah desain yang sempurna dan penuh hikmah.

9. wa ja'alnā naumakum subātā. Artinya: dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat,

Tidur ("subātā") dijelaskan sebagai sarana untuk istirahat total, yang memutus segala aktivitas fisik dan kesadaran. Tidur adalah sebuah fenomena yang mirip dengan kematian kecil, di mana tubuh dan pikiran memulihkan energinya. Allah yang mampu "mematikan" manusia sejenak setiap malam melalui tidur, tentulah berkuasa untuk membangkitkannya setelah kematian yang sesungguhnya.

10. wa ja'alnal-laila libāsā. Artinya: dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian,

Malam diibaratkan sebagai "libāsā" (pakaian) yang menutupi dan menyelimuti. Kegelapannya memberikan ketenangan, menyembunyikan manusia dari pandangan, dan menciptakan suasana yang kondusif untuk beristirahat. Analogi ini sangat indah, menggambarkan fungsi malam sebagai selimut raksasa yang melindungi alam semesta.

11. wa ja'alnan-nahāra ma'āsyā. Artinya: dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan,

Sebaliknya, siang ("nahār") diciptakan sebagai waktu untuk "ma'āsyā" (mencari penghidupan). Terangnya matahari memungkinkan manusia untuk bekerja, berusaha, dan beraktivitas. Pergantian teratur antara malam yang tenang dan siang yang sibuk adalah sebuah ritme kehidupan yang sempurna, menunjukkan adanya Perancang Yang Maha Bijaksana.

12. wa banainā fauqakum sab'an syidādā. Artinya: dan Kami membangun di atas kamu tujuh (lapis) langit yang kokoh,

Pandangan kemudian diarahkan ke atas. Allah menegaskan penciptaan tujuh lapis langit yang "syidādā" (kokoh, kuat). Langit ini dibangun tanpa tiang yang terlihat, sebuah struktur raksasa yang melindungi bumi dari berbagai ancaman luar angkasa seperti meteor dan radiasi kosmik berbahaya. Kekokohannya adalah bukti kekuatan dan keagungan Sang Pencipta.

13. wa ja'alnā sirājaw wahhājā. Artinya: dan Kami menjadikan pelita yang amat terang (matahari),

Di langit itu, Allah menempatkan "sirājaw wahhājā" (pelita yang amat terang dan panas), yaitu matahari. Matahari adalah sumber cahaya dan energi yang esensial bagi seluruh kehidupan di bumi. Panasnya menggerakkan siklus air, cahayanya memungkinkan fotosintesis pada tumbuhan. Keberadaannya dengan jarak dan ukuran yang presisi adalah sebuah keajaiban rekayasa ilahi.

14. wa anzalnā minal-mu'ṣirāti mā`an ṡajjājā. Artinya: dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya,

Dari awan-awan yang memadat ("al-mu'ṣirāt"), Allah menurunkan air ("mā`an ṡajjājā") yang tercurah dengan deras. Siklus hidrologi, di mana air laut menguap, membentuk awan, lalu turun sebagai hujan untuk menyirami daratan yang kering, adalah sebuah sistem sempurna yang menjamin keberlangsungan hidup di darat.

15. linukhrija bihī ḥabbaw wa nabātā. Artinya: untuk Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tanam-tanaman,

Tujuan diturunkannya hujan sangat jelas: untuk menumbuhkan kehidupan. Dari air yang sama, tumbuhlah "ḥabban" (biji-bijian seperti gandum dan padi yang menjadi makanan pokok) dan "nabātā" (tumbuh-tumbuhan lain yang menjadi pakan ternak dan sayur-mayur).

16. wa jannātin alfāfā. Artinya: dan kebun-kebun yang rindang.

Dan juga "jannātin alfāfā" (kebun-kebun yang lebat dan rindang). Air hujan tidak hanya menumbuhkan tanaman pangan, tetapi juga menciptakan keindahan melalui taman dan hutan yang rimbun, memberikan keteduhan dan menjaga ekosistem. Rangkaian bukti dari ayat 6 hingga 16 ini adalah argumen telak: Dzat yang mampu merancang dan mengelola sistem kehidupan yang begitu kompleks ini, mustahil tidak mampu untuk membangkitkan manusia kembali.

Hari Keputusan yang Telah Ditetapkan

Setelah memaparkan bukti kekuasaan-Nya, Allah kembali ke topik utama, yaitu Hari Kiamat. Allah menegaskan bahwa hari itu adalah sebuah kepastian dengan waktu yang telah ditetapkan, yang disebut sebagai "Yaumul Fashl" atau Hari Keputusan.

17. inna yaumal-faṣli kāna mīqātā. Artinya: Sungguh, Hari Keputusan adalah suatu waktu yang telah ditetapkan,

Ayat ini adalah sebuah proklamasi. Hari Keputusan, hari di mana segala perkara akan diputuskan dengan adil, bukanlah peristiwa acak. Ia memiliki "mīqātā", waktu yang telah ditentukan dan tidak akan maju atau mundur sedetik pun. Ini menekankan sifatnya yang pasti dan tak terelakkan.

18. yauma yunfakhu fiṣ-ṣụri fa ta`tụna afwājā. Artinya: (yaitu) hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong,

Peristiwa besar itu akan dimulai dengan tiupan sangkakala ("aṣ-ṣūr"). Atas tiupan itu, seluruh manusia dari generasi pertama hingga terakhir akan bangkit dari kubur mereka dan datang menghadap Tuhan mereka secara "afwājā" (berkelompok-kelompok atau berbondong-bondong). Setiap umat akan datang bersama pemimpinnya.

19. wa futiḥatis-samā`u fa kānat abwābā. Artinya: dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu,

Peristiwa kosmik yang dahsyat akan terjadi. Langit yang tampak kokoh akan terbelah dan terbuka, seolah-olah menjadi banyak gerbang ("abwābā"). Ini menandakan runtuhnya tatanan alam semesta yang kita kenal dan dimulainya dimensi kehidupan akhirat. Pintu-pintu ini adalah jalan turunnya para malaikat.

20. wa suyyiratil-jibālu fa kānat sarābā. Artinya: dan gunung-gunung pun dijalankan sehingga menjadi fatamorgana.

Gunung-gunung yang menjadi simbol kekokohan di dunia akan hancur lebur. Mereka "dijalankan" dari tempatnya, lalu dihancurkan hingga menjadi debu yang beterbangan, laksana "sarābā" (fatamorgana) yang tampak ada dari kejauhan namun sebenarnya tiada. Ini menggambarkan betapa totalnya kehancuran pada hari itu.

Nasib Para Pendurhaka di Neraka Jahannam

Setelah menggambarkan suasana awal Hari Kiamat, surat ini merinci nasib pertama bagi mereka yang melampaui batas dan mendustakan kebenaran di dunia.

21. inna jahannama kānat mirṣādā. Artinya: Sungguh, (neraka) Jahanam itu (sebagai) tempat mengintai,

Neraka Jahannam digambarkan sebagai "mirṣādā", yaitu tempat yang senantiasa mengintai dan menunggu mangsanya. Ia disiapkan dan selalu waspada, menantikan kedatangan para pendurhaka. Gambaran ini memberikan kesan bahwa tidak ada seorang pun yang durhaka dapat lolos darinya.

22. liṭ-ṭāgīna ma`ābā. Artinya: menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.

Jahannam adalah "ma`ābā" (tempat kembali) yang telah disediakan khusus bagi "aṭ-ṭāgīn", yaitu orang-orang yang melampaui batas, sombong, dan menentang hukum-hukum Allah. Ini adalah tujuan akhir dan rumah abadi bagi mereka.

23. lābiṡīna fīhā aḥqābā. Artinya: Mereka tinggal di sana dalam masa yang berabad-abad.

Mereka akan tinggal di dalamnya "aḥqābā". Kata ini merupakan bentuk jamak yang menunjukkan periode waktu yang sangat panjang, zaman setelah zaman, tanpa akhir. Ini menekankan kekekalan azab yang akan mereka terima sebagai balasan atas penolakan mereka yang sesaat di dunia.

24. lā yażụqụna fīhā bardaw wa lā syarābā. Artinya: Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman,

Di dalam neraka, tidak ada kenikmatan sedikit pun. Mereka tidak akan merasakan "bardan" (kesejukan) untuk meredakan panasnya api, dan tidak pula mendapatkan "syarābā" (minuman) yang dapat menghilangkan dahaga. Ini adalah gambaran penderitaan fisik yang total.

25. illā ḥamīmaw wa gassāqā. Artinya: selain air yang mendidih dan nanah,

Satu-satunya "minuman" yang tersedia adalah "ḥamīm" (air yang mendidih hingga puncaknya) dan "gassāqā" (cairan dingin yang busuk dan kotor, seperti nanah atau keringat penduduk neraka). Minuman ini justru menambah siksaan, bukan meredakannya. Air mendidih akan menghancurkan organ dalam mereka, sementara nanah adalah minuman yang menjijikkan.

26. jazā`aw wifāqā. Artinya: sebagai pembalasan yang setimpal.

Allah menegaskan bahwa siksaan yang mengerikan ini bukanlah bentuk kezaliman. Ini adalah "jazā`aw wifāqā", sebuah balasan yang adil dan setimpal dengan perbuatan mereka. Mereka mengingkari nikmat di dunia, maka mereka diharamkan dari segala bentuk kenikmatan di akhirat. Mereka menyakiti kebenaran, maka mereka disiksa dengan penderitaan yang hakiki.

27. innahum kānụ lā yarjụna ḥisābā. Artinya: Sesungguhnya mereka tidak pernah mengharapkan perhitungan.

Inilah akar dari kedurhakaan mereka. Mereka hidup seolah-olah tidak akan pernah ada "ḥisāb" (perhitungan amal). Mereka tidak takut dan tidak pernah mengira akan dimintai pertanggungjawaban. Keyakinan sesat inilah yang membuat mereka berani berbuat semena-mena di dunia.

28. wa każżabụ bi`āyātinā kiżżābā. Artinya: dan mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami.

Selain tidak meyakini adanya hisab, mereka juga secara aktif "każżabụ... kiżżābā", yaitu mendustakan dengan sebenar-benarnya dan penuh kesombongan ayat-ayat Allah, baik yang tertulis dalam kitab suci maupun yang terhampar di alam semesta. Penolakan mereka bersifat total dan tanpa kompromi.

29. wa kulla syai`in aḥṣaināhu kitābā. Artinya: Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab (buku catatan amalan manusia).

Allah membantah anggapan mereka bahwa perbuatan akan dilupakan. Segala sesuatu, sekecil apa pun, telah dicatat dengan sangat teliti ("aḥṣaināhu") dalam sebuah kitab catatan amal. Tidak ada yang terlewat, baik perkataan, perbuatan, maupun niat yang tersembunyi di dalam hati. Semua tercatat rapi dan akan menjadi bukti di hari pengadilan.

30. fa żụqụ fa lan nazīdakum illā 'ażābā. Artinya: Maka rasakanlah! Maka tidak ada yang akan Kami tambahkan kepadamu selain azab.

Ini adalah puncak dari kecaman dan vonis bagi mereka. Perintah "fa żụqụ" (maka rasakanlah!) adalah bentuk penghinaan. Allah kemudian menyatakan bahwa penderitaan mereka tidak akan pernah berkurang atau berakhir. Sebaliknya, setiap kali kulit mereka hangus, akan diganti dengan kulit baru agar mereka terus merasakan azab yang tiada henti-hentinya bertambah pedih.

Ganjaran Penuh Berkah Bagi Orang Bertakwa

Setelah kontras yang mengerikan tentang nasib para pendurhaka, Al-Qur'an selalu menyajikan sisi sebaliknya, yaitu balasan yang indah bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. Ini memberikan harapan dan motivasi.

31. inna lil-muttaqīna mafāzā. Artinya: Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,

Bagi "al-muttaqīn" (orang-orang yang bertakwa), yaitu mereka yang menjaga diri dari murka Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, telah disediakan "mafāzā". Kata ini berarti kemenangan, kesuksesan, dan tempat yang menyelamatkan mereka dari segala keburukan dan penderitaan neraka.

32. ḥadā`iqa wa a'nābā. Artinya: (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,

Kemenangan itu dirincikan. Pertama, mereka akan mendapatkan "ḥadā`iq" (kebun-kebun atau taman-taman surga) yang sangat indah. Secara spesifik disebut "a'nābā" (buah anggur), yang pada masa itu merupakan salah satu buah termewah dan paling digemari, sebagai simbol kenikmatan yang luar biasa.

33. wa kawā'iba atrābā. Artinya: dan gadis-gadis remaja yang sebaya,

Kenikmatan surga juga mencakup aspek sosial dan pasangan hidup. Mereka akan ditemani oleh "kawā'ib" (gadis-gadis dengan pesona kemudaan) yang "atrābā" (seusia atau sebaya). Ini menggambarkan keserasian, kesempurnaan, dan keharmonisan dalam hubungan di surga, jauh dari masalah penuaan dan kecemburuan duniawi.

34. wa ka`san dihāqā. Artinya: dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).

Mereka akan disuguhi "ka`san dihāqā", yaitu gelas-gelas piala yang senantiasa penuh dengan minuman surga yang lezat. Minuman ini tidak memabukkan dan tidak menimbulkan efek negatif apa pun. Gelas yang selalu penuh melambangkan kenikmatan yang terus-menerus, tidak pernah terputus, dan melimpah ruah.

35. lā yasma'ụna fīhā lagwaw wa lā kiżżābā. Artinya: Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun (perkataan) dusta.

Kenikmatan surga bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga psikologis dan spiritual. Di dalamnya, mereka tidak akan mendengar "lagwan" (perkataan yang sia-sia, omong kosong, atau menyakitkan) dan tidak pula "kiżżābā" (dusta). Lingkungan surga adalah lingkungan yang penuh dengan kejujuran, kedamaian, dan ucapan yang baik. Ini adalah kedamaian jiwa yang hakiki.

36. jazā`am mir rabbika 'aṭā`an ḥisābā. Artinya: Sebagai balasan dari Tuhanmu dan anugerah yang cukup banyak.

Semua ganjaran ini adalah "jazā`am mir rabbika", balasan dari Tuhanmu. Namun, ia juga merupakan "'aṭā`an ḥisābā", sebuah anugerah dan pemberian yang melimpah, cukup, dan memuaskan. Ini menunjukkan bahwa balasan surga jauh melebihi amal perbuatan manusia. Ia adalah kombinasi antara keadilan (balasan) dan kasih sayang (anugerah) Allah SWT.

Peringatan Terakhir dan Penutup

Surat ini ditutup dengan penegasan kembali tentang keagungan Allah SWT, kedahsyatan hari kiamat, dan sebuah penyesalan akhir bagi orang-orang kafir.

37. rabbis-samāwāti wal-arḍi wa mā bainahumar-raḥmāni lā yamlikụna min-hu khiṭābā. Artinya: Tuhan (pemelihara) langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pengasih, mereka tidak mampu berbicara dengan Dia.

Allah menegaskan kembali status-Nya sebagai "Rabbis-samāwāti wal-arḍ" (Tuhan pemelihara seluruh alam semesta). Dia adalah "Ar-Raḥmān" (Yang Maha Pengasih), namun sifat kasih-Nya tidak menafikan keagungan-Nya. Pada hari itu, saking dahsyatnya wibawa Allah, tidak ada satu makhluk pun yang berani dan mampu berbicara kepada-Nya tanpa izin.

38. yauma yaqụmur-rụḥu wal-malā`ikatu ṣaffal lā yatakallamụna illā man ażina lahur-raḥmānu wa qāla ṣawābā. Artinya: Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan dia hanya mengatakan yang benar.

Ayat ini melukiskan suasana pengadilan ilahi. "Ar-Rūḥ" (Ruh, yang ditafsirkan sebagai malaikat Jibril atau makhluk agung lainnya) dan seluruh malaikat berdiri berbaris dengan khidmat. Semua terdiam. Tidak ada yang berani berbicara untuk memberi syafaat atau pembelaan, kecuali mereka yang telah mendapat izin dari Allah dan ucapannya pun pasti "ṣawābā" (benar dan tepat).

39. żālikal-yaumul-ḥaqq, fa man syā`attakhaża ilā rabbihī ma`ābā. Artinya: Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.

Setelah semua penjelasan, Allah menyimpulkan: "żālikal-yaumul-ḥaqq" (itulah hari yang benar-benar nyata). Ini bukan dongeng atau ilusi. Karena itu adalah sebuah kepastian, maka pintu pilihan masih terbuka saat ini di dunia. "Fa man syā`a" (barangsiapa yang mau), hendaklah ia mengambil jalan kembali kepada Tuhannya melalui iman dan amal saleh.

40. innā anżarnākum 'ażābang qarībā, yauma yanẓurul-mar`u mā qaddamat yadāhu wa yaqụlul-kāfiru yā laitanī kuntu turābā. Artinya: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (orang kafir) azab yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata, “Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.”

Surat ini ditutup dengan peringatan pamungkas. Allah telah memperingatkan manusia akan azab yang "qarībā" (dekat). Meskipun terasa jauh, sejatinya kematian dan kiamat sangatlah dekat. Pada hari itu, setiap orang akan melihat dengan mata kepalanya sendiri seluruh catatan amal perbuatannya. Saat itulah, orang kafir yang dulu sombong dan mengingkari, akan mencapai puncak penyesalan dan berandai-andai, "Yā laitanī kuntu turābā" (Duhai, andai saja aku hanya menjadi tanah), agar tidak perlu menghadapi hisab dan siksa yang mengerikan ini.

🏠 Kembali ke Homepage