Pengantar dan Dasar-Dasar Keimanan (Ayat 1-32)
Bagian awal surat ini menegaskan pilar-pilar utama akidah Islam. Dimulai dengan penegasan keesaan Allah SWT, dilanjutkan dengan penjelasan tentang Al-Qur'an sebagai kitab petunjuk yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya, serta membedakan antara ayat-ayat yang muhkamat (jelas maknanya) dan mutasyabihat (samar maknanya).
Ayat 1
الۤمّۤ ۚ
Alif Lām Mīm.
"Alif Lam Mim."
Surat ini dibuka dengan huruf-huruf muqatta'ah (huruf-huruf terpotong) yang maknanya hanya diketahui oleh Allah SWT. Ini adalah sebuah penegasan bahwa Al-Qur'an adalah wahyu ilahi yang mengandung rahasia dan hikmah di luar jangkauan pemahaman manusia, sekaligus menjadi tantangan bagi mereka yang meragukan kebenarannya.
Ayat 2
اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ۗ
Allāhu lā ilāha illā huwal-ḥayyul-qayyūm(u).
"Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)."
Ayat ini adalah inti dari tauhid. Allah memperkenalkan Diri-Nya sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Dia Al-Hayyu, Yang Mahahidup, hidup-Nya kekal dan tidak bergantung pada apapun. Dia juga Al-Qayyum, Yang Maha Mandiri dan terus-menerus mengurus segala urusan makhluk-Nya tanpa lelah dan tanpa butuh bantuan.
Ayat 3
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَاَنْزَلَ التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَ
Nazzala ‘alaikal-kitāba bil-ḥaqqi muṣaddiqal limā baina yadaihi wa anzalat-taurāta wal-injīl(a).
"Dia menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil."
Allah menegaskan bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan membawa kebenaran mutlak. Fungsinya adalah sebagai 'mushaddiq', yaitu membenarkan dan mengonfirmasi ajaran pokok tauhid yang ada dalam kitab-kitab suci sebelumnya, seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dan Injil kepada Nabi Isa a.s. Ini menunjukkan kesinambungan risalah ilahi.
Ayat 4
مِنْ قَبْلُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَاَنْزَلَ الْفُرْقَانَ ە
Min qablu hudal lin-nāsi wa anzalal-furqān(a).
"Sebelumnya, sebagai petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqan (pembeda yang benar dan yang batil)."
Taurat dan Injil, dalam bentuk aslinya, juga berfungsi sebagai petunjuk (hidayah) bagi umat manusia pada masanya. Kemudian, Allah menurunkan Al-Furqan, yang merupakan salah satu nama lain dari Al-Qur'an. Disebut Al-Furqan karena isinya menjadi pembeda yang jelas antara kebenaran dan kebatilan, antara petunjuk dan kesesatan.
Ayat 5
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَخْفٰى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاۤءِ
Innallāha lā yakhfā ‘alaihi syai'un fil-arḍi wa lā fis-samā'(i).
"Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan di langit."
Ayat ini menegaskan kemahatahuan Allah (sifat 'Ilm). Tidak ada satu pun hal, sekecil apa pun, baik yang tampak maupun yang tersembunyi di seluruh penjuru alam semesta, yang luput dari pengetahuan-Nya. Ini memberikan ketenangan bagi orang beriman bahwa Allah mengetahui segala usaha dan doa mereka, sekaligus menjadi peringatan bagi orang yang berbuat maksiat.
Ayat 6
هُوَ الَّذِيْ يُصَوِّرُكُمْ فِى الْاَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاۤءُ ۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Huwal-lażī yuṣawwirukum fil-arḥāmi kaifa yasyā'(u), lā ilāha illā huwal-‘azīzul-ḥakīm(u).
"Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Sebagai bukti kekuasaan-Nya, Allah menyebutkan bagaimana Dia membentuk rupa manusia di dalam rahim ibu. Bentuk, jenis kelamin, warna kulit, dan segala ciri fisik ditentukan sesuai kehendak-Nya. Proses penciptaan yang kompleks ini menjadi bukti nyata kekuasaan-Nya yang tak tertandingi. Ayat ini diakhiri dengan penegasan kembali tauhid dan sifat Allah, Al-Aziz (Yang Mahaperkasa) dan Al-Hakim (Yang Mahabijaksana).
Ayat 7
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Huwal-lażī anzala ‘alaikal-kitāba minhu āyātum muḥkamātun hunna ummul-kitābi wa ukharu mutasyābihāt(un), fa'ammal-lażīna fī qulūbihim zaigun fayattabi‘ūna mā tasyābaha minhubtigā'al-fitnati wabtigā'a ta'wīlih(ī), wa mā ya‘lamu ta'wīlahū illallāh(u), war-rāsikhūna fil-‘ilmi yaqūlūna āmannā bihī kullum min ‘indi rabbinā, wa mā yażżakkaru illā ulul-albāb(i).
"Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, 'Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an), semuanya dari sisi Tuhan kami.' Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal."
Ayat ini menjelaskan dua jenis ayat dalam Al-Qur'an. Pertama, ayat 'muhkamat', yaitu ayat-ayat yang maknanya jelas, tegas, dan menjadi pondasi ajaran agama, seperti perintah shalat, puasa, dan larangan syirik. Kedua, ayat 'mutasyabihat', yang maknanya mengandung beberapa kemungkinan atau hanya Allah yang tahu hakikatnya, seperti ayat tentang sifat-sifat Allah atau hal-hal gaib. Orang yang hatinya sakit akan sengaja mencari ayat mutasyabihat untuk disalahartikan demi menciptakan keraguan dan fitnah. Sebaliknya, orang yang ilmunya mendalam (ar-rasikhuna fil-'ilmi) akan mengimani semuanya dan mengembalikan maknanya kepada Allah, seraya meyakini bahwa semua berasal dari-Nya.
Ayat 8
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
Rabbanā lā tuzig qulūbanā ba‘da iż hadaitanā wa hab lanā mil ladunka raḥmah(tan), innaka antal-wahhāb(u).
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami pada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi."
Ini adalah doa orang-orang yang berilmu. Setelah memahami adanya potensi kesesatan, mereka langsung memohon perlindungan kepada Allah. Mereka meminta agar hati mereka senantiasa ditetapkan di atas hidayah dan tidak dibelokkan menuju kesesatan. Mereka juga memohon rahmat khusus dari Allah, karena hanya dengan rahmat-Nya seseorang bisa istiqamah. Doa ini menunjukkan kerendahan hati dan kesadaran bahwa hidayah adalah murni karunia dari Allah, Sang Al-Wahhab (Maha Pemberi).
Kisah Keluarga Imran dan Kelahiran Isa a.s. (Ayat 33-63)
Bagian ini menjadi inti dari nama surat ini. Allah menceritakan kisah mulia dari keluarga Imran, yang merupakan keturunan pilihan. Kisah ini mencakup nazar istri Imran, kelahiran Maryam, pengasuhan Zakariyya, hingga kabar gembira kelahiran Nabi Yahya dan mukjizat kelahiran Nabi Isa tanpa seorang ayah. Kisah ini bertujuan untuk meluruskan akidah kaum Nasrani tentang ketuhanan Isa.
Ayat 33
اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىٓ اٰدَمَ وَنُوْحًا وَّاٰلَ اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرٰنَ عَلَى الْعٰلَمِيْنَۙ
Innallāhaṣṭafā ādama wa nūḥaw wa āla ibrāhīma wa āla ‘imrāna ‘alal-‘ālamīn(a).
"Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing)."
Allah SWT memberitahukan bahwa Dia telah memilih individu dan keluarga tertentu untuk mengemban risalah-Nya dan menjadi teladan bagi umat manusia. Adam sebagai manusia pertama, Nuh sebagai rasul pertama yang menghadapi kaum musyrik, keluarga Ibrahim yang menjadi bapak para nabi, dan keluarga Imran yang darinya lahir Maryam dan Isa a.s. Pemilihan ini didasarkan pada ilmu Allah tentang keimanan dan ketakwaan mereka.
Ayat 35
اِذْ قَالَتِ امْرَاَتُ عِمْرٰنَ رَبِّ اِنِّيْ نَذَرْتُ لَكَ مَا فِيْ بَطْنِيْ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Iż qālatimra'atu ‘imrāna rabbi innī nażartu laka mā fī baṭnī muḥarraran fataqabbal minnī, innaka antas-samī‘ul-‘alīm(u).
"(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.'"
Istri Imran (bernama Hannah menurut riwayat) memiliki keinginan kuat untuk memiliki anak yang shaleh. Ia bernazar bahwa jika dikaruniai anak, anak itu akan dipersembahkan sepenuhnya untuk beribadah dan mengabdi di Baitul Maqdis. Kata 'muharraran' berarti terbebas dari segala urusan duniawi. Ini adalah wujud ketulusan dan keimanan yang luar biasa dari seorang ibu.
Ayat 36
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ اِنِّيْ وَضَعْتُهَآ اُنْثٰىۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْۗ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْاُنْثٰى ۚ وَاِنِّيْ سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَاِنِّيْٓ اُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
Falammā waḍa‘athā qālat rabbi innī waḍa‘tuhā unṡā, wallāhu a‘lamu bimā waḍa‘at, wa laisaż-żakaru kal-unṡā, wa innī sammaituhā maryama wa innī u‘īżuhā bika wa żurriyyatahā minasy-syaiṭānir-rajīm(i).
"Maka ketika melahirkannya, dia berkata, 'Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.' Padahal Allah lebih tahu apa yang dilahirkannya, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. 'Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan keturunannya dari setan yang terkutuk.'"
Hannah terkejut karena yang lahir adalah perempuan, sebab pada tradisi saat itu, yang mengabdi di rumah ibadah adalah laki-laki. Namun, Allah menegaskan bahwa Dia lebih mengetahui keutamaan anak perempuan yang dilahirkannya itu. Maryam, nama yang berarti 'ahli ibadah', justru akan memiliki kedudukan yang lebih mulia. Doa perlindungan yang tulus dari ibunya dikabulkan oleh Allah, sehingga Maryam dan putranya, Isa a.s., terlindung dari gangguan setan sejak lahir.
Ayat 37
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ وَّاَنْۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًاۙ وَّكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۗ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَۙ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۚ قَالَ يٰمَرْيَمُ اَنّٰى لَكِ هٰذَا ۗ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Fataqabbalahā rabbuhā biqabūlin ḥasaniw wa ambatahā nabātan ḥasanā(n), wa kaffalahā zakariyyā, kullamā dakhala ‘alaihā zakariyyal-miḥrāb(a), wajada ‘indahā rizqā(n), qāla yā maryamu annā laki hāżā, qālat huwa min ‘indillāh(i), innallāha yarzuqu may yasyā'u bigairi ḥisāb(in).
"Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?' Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari sisi Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan."
Allah menerima nazar Hannah dengan cara yang terbaik. Maryam tumbuh menjadi wanita yang suci dan taat di bawah bimbingan Nabi Zakariyya. Salah satu karamah (kemuliaan) yang Allah berikan padanya adalah datangnya rezeki berupa makanan (seperti buah-buahan musim panas di musim dingin, dan sebaliknya) langsung dari sisi Allah di mihrabnya. Kejadian luar biasa ini menunjukkan kedekatan Maryam dengan Allah dan menjadi pemicu bagi doa Nabi Zakariyya di ayat selanjutnya.
Pelajaran dari Perang Uhud (Ayat 121-180)
Ini adalah bagian terpanjang dalam surat ini, yang memberikan analisis mendalam tentang Perang Uhud. Allah SWT tidak hanya menceritakan kronologi perang, tetapi juga mengungkap hikmah, pelajaran, serta teguran atas kesalahan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Tujuannya adalah untuk mendidik dan memurnikan barisan orang-orang beriman.
Ayat 121
وَاِذْ غَدَوْتَ مِنْ اَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِيْنَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ ۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ۙ
Wa iż gadauta min ahlika tubawwi'ul-mu'minīna maqā‘ida lil-qitāl(i), wallāhu samī‘un ‘alīm(un).
"Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu untuk menempatkan orang-orang beriman pada pos-pos pertempuran. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Ayat ini memulai kilas balik ke peristiwa Perang Uhud. Nabi Muhammad SAW sebagai panglima perang tertinggi, dengan cermat mengatur strategi dan menempatkan pasukannya di posisi-posisi kunci, termasuk menempatkan pasukan pemanah di atas bukit Uhud. Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mendengar semua percakapan dan Maha Mengetahui semua niat yang ada di hati setiap orang.
Ayat 144
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ
Wa mā muḥammadun illā rasūl(un), qad khalat min qablihir-rusul(u), afa'im māta au qutilanqalabtum ‘alā a‘qābikum, wa may yanqalib ‘alā ‘aqibaihi falay yaḍurrallāha syai'ā(n), wa sayajzillāhusy-syākirīn(a).
"Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."
Ayat ini turun sebagai teguran keras ketika tersebar isu bahwa Nabi Muhammad SAW terbunuh dalam Perang Uhud, yang menyebabkan sebagian pasukan muslim panik dan kehilangan semangat juang. Allah menegaskan bahwa Muhammad SAW adalah manusia biasa yang juga akan wafat, sama seperti rasul-rasul sebelumnya. Keimanan seorang muslim tidak boleh bergantung pada keberadaan seorang nabi, melainkan harus terikat langsung kepada Allah yang kekal. Orang yang tetap teguh dalam iman merekalah yang disebut bersyukur, dan Allah akan memberikan balasan terbaik bagi mereka.
Ayat 152
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللّٰهُ وَعْدَهٗٓ اِذْ تَحُسُّوْنَهُمْ بِاِذْنِهٖ ۚ حَتّٰىٓ اِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِى الْاَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَآ اَرٰىكُمْ مَّا تُحِبُّوْنَ ۗ مِنْكُمْ مَّنْ يُّرِيْدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرِيْدُ الْاٰخِرَةَ ۚ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ ۚ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ ۗ وَاللّٰهُ ذُوْ فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ
Wa laqad ṣadaqakumullāhu wa‘dahū iż taḥussūnahum bi'iżnih(ī), ḥattā iżā fasyiltum wa tanāza‘tum fil-amri wa ‘aṣaitum mim ba‘di mā arākum mā tuḥibbūn(a), minkum may yurīdud-dun-yā wa minkum may yurīdul-ākhirah(ta), ṡumma ṣarafakum ‘anhum liyabtaliyakum, wa laqad ‘afā ‘ankum, wallāhu żū faḍlin ‘alal-mu'minīn(a).
"Dan sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai (perintah Rasul) setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu, tetapi Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang beriman."
Ayat ini menjelaskan sebab-musabab kekalahan kaum muslimin setelah sempat meraih kemenangan di awal pertempuran. Janji kemenangan dari Allah terpenuhi pada awalnya. Namun, situasi berubah ketika pasukan pemanah di atas bukit menjadi lemah ('fasyiltum'), berselisih pendapat ('tanaza'tum'), dan akhirnya tidak mematuhi ('ashaitum') perintah Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos apapun yang terjadi. Pelanggaran ini terjadi karena tergiur oleh harta rampasan perang (ghanimah), yang disebut sebagai "menghendaki dunia". Allah kemudian menjadikan kekalahan itu sebagai ujian untuk memurnikan iman mereka. Namun, karena rahmat-Nya yang luas, Allah tetap memaafkan kesalahan tersebut.
Ayat 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Fabimā raḥmatim minallāhi linta lahum, wa lau kunta faẓẓan galīẓal-qalbi lanfaḍḍū min ḥaulik(a), fa‘fu ‘anhum wastagfir lahum wa syāwirhum fil-amr(i), fa'iżā ‘azamta fatawakkal ‘alallāh(i), innallāha yuḥibbul-mutawakkilīn(a).
"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal."
Setelah peristiwa genting di Uhud, Allah memuji akhlak mulia Nabi Muhammad SAW. Kelembutan beliau adalah rahmat dari Allah. Jika beliau bersikap kasar, niscaya para sahabat akan lari darinya. Allah kemudian memerintahkan Nabi untuk melakukan tiga hal: memaafkan kesalahan mereka, memohonkan ampun kepada Allah untuk mereka, dan tetap melibatkan mereka dalam musyawarah. Ini adalah pelajaran kepemimpinan yang luar biasa. Setelah proses musyawarah dan pengambilan keputusan, langkah terakhir adalah bertawakal, yaitu menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada Allah.
Penutup: Sifat Ulul Albab dan Seruan untuk Bersabar (Ayat 181-200)
Bagian akhir surat ini kembali menegaskan tentang ujian dalam kehidupan, baik berupa celaan dari musuh maupun cobaan pada harta dan jiwa. Solusinya adalah sabar dan takwa. Ayat-ayat terakhir menggambarkan karakteristik 'Ulul Albab' (orang-orang yang berakal), yaitu mereka yang senantiasa berdzikir dan bertafakur, serta ditutup dengan seruan agung untuk bersabar, menguatkan kesabaran, dan senantiasa siap siaga demi meraih kemenangan hakiki.
Ayat 190
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ
Inna fī khalqis-samāwāti wal-arḍi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la'āyātil li'ulil-albāb(i).
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal."
Allah mengajak manusia untuk merenungkan alam semesta. Penciptaan langit yang begitu luas tanpa tiang, bumi yang terhampar, serta perputaran siang dan malam yang teratur bukanlah kejadian acak. Semua itu adalah tanda-tanda yang jelas akan keberadaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan Sang Pencipta. Namun, hanya 'Ulul Albab', yaitu orang-orang yang menggunakan akal dan hatinya secara seimbang, yang mampu menangkap pelajaran dari tanda-tanda ini.
Ayat 191
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Al-lażīna yażkurūnallāha qiyāmaw wa qu‘ūdaw wa ‘alā junūbihim wa yatafakkarūna fī khalqis-samāwāti wal-arḍ(i), rabbanā mā khalaqta hāżā bāṭilā(n), subḥānaka faqinā ‘ażāban-nār(i).
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.'"
Ini adalah ciri utama Ulul Albab. Hidup mereka dipenuhi dengan dzikir (mengingat Allah) dalam segala kondisi. Dzikir ini kemudian disempurnakan dengan tafakur (memikirkan) ciptaan-Nya. Kombinasi antara dzikir dan tafakur ini melahirkan kesimpulan agung: alam semesta ini diciptakan dengan tujuan, tidak ada yang sia-sia. Pengakuan ini membawa mereka pada kesadaran akan kebesaran Allah (tasbih) dan rasa takut akan azab-Nya, sehingga mereka berdoa memohon perlindungan.
Ayat 200
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Yā ayyuhal-lażīna āmanuṣbirū wa ṣābirū wa rābiṭū, wattaqullāha la‘allakum tufliḥūn(a).
"Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung."
Ayat ini adalah penutup yang agung dan merangkum jalan menuju kemenangan (al-falah). Ada empat pilar yang disebutkan: 1. **Ishbiru (Bersabarlah):** Sabar dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi maksiat. 2. **Shabiru (Kuatkanlah kesabaranmu):** Saling menguatkan dalam kesabaran, terutama saat menghadapi musuh atau kesulitan bersama. 3. **Rabithu (Tetaplah bersiap siaga):** Siap siaga secara fisik dan spiritual untuk menjaga perbatasan dan keutuhan umat. 4. **Wattaqullah (Bertakwalah kepada Allah):** Menjadikan takwa sebagai landasan dari tiga pilar sebelumnya. Dengan mengamalkan keempat hal ini, seorang mukmin dijanjikan keberuntungan dan kemenangan sejati di dunia dan akhirat.