Menyempurnakan Ibadah: Panduan Lengkap Sunnah Shalat Jumat
Hari Jumat memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Ia disebut sebagai Sayyidul Ayyam atau penghulu segala hari. Pada hari ini, kaum muslimin, khususnya laki-laki yang telah baligh dan tidak memiliki uzur syar'i, diwajibkan untuk melaksanakan ibadah agung, yaitu Shalat Jumat. Ibadah ini bukan sekadar rutinitas mingguan, melainkan sebuah momen spiritual untuk berkumpul, mendengarkan nasihat kebaikan (khutbah), dan bersama-sama menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam shalat berjamaah.
Namun, keagungan Shalat Jumat tidak hanya terbatas pada pelaksanaan dua rakaat shalat dan khutbahnya saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan serangkaian amalan sunnah yang mengiringi ibadah wajib ini. Amalan-amalan ini, jika dikerjakan dengan penuh keikhlasan, akan menyempurnakan pahala, mendatangkan keberkahan, dan mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah. Artikel ini akan mengupas secara mendalam berbagai sunnah shalat Jumat, dari persiapan di pagi hari hingga amalan setelah shalat selesai, agar kita dapat meraih keutamaan maksimal dari hari yang mulia ini.
Persiapan Menuju Puncak Ibadah di Hari Jumat
Persiapan menyambut Shalat Jumat sejatinya dimulai sejak malam Jumat atau pagi harinya. Persiapan ini bukan hanya fisik, tetapi juga rohani, menunjukkan kesungguhan dan kerinduan kita untuk bertemu dengan Allah dan saudara seiman di rumah-Nya.
1. Membaca Surat Al-Kahfi
Salah satu amalan yang sangat ditekankan untuk dilakukan pada hari Jumat adalah membaca Surat Al-Kahfi. Keutamaannya luar biasa, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits. Surat ini bisa dibaca mulai dari terbenamnya matahari pada hari Kamis (malam Jumat) hingga terbenamnya matahari pada hari Jumat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.”
(HR. Ad-Darimi. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)
Dalam riwayat lain, keutamaannya juga disebutkan:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
“Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua Jum’at.”
(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Hikmah di balik membaca Surat Al-Kahfi sangatlah dalam. Surat ini mengandung empat kisah besar: kisah Ashabul Kahfi (para pemuda gua) yang berisi pelajaran tentang menjaga iman, kisah pemilik dua kebun yang mengajarkan tentang bahaya fitnah harta, kisah Nabi Musa dan Khidir yang menunjukkan pentingnya ilmu dan kesabaran, serta kisah Dzulqarnain yang menggambarkan kekuatan dan keadilan seorang pemimpin. Merenungi kisah-kisah ini di hari Jumat akan memperkuat iman dan memberikan perlindungan dari berbagai fitnah, terutama fitnah Dajjal di akhir zaman.
2. Memperbanyak Shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ
Hari Jumat adalah hari yang paling utama untuk bershalawat kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perintah ini datang langsung dari beliau, yang menjelaskan bahwa shalawat umatnya akan diperlihatkan kepadanya pada hari tersebut.
Dari Aus bin Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَىَّ
“Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu beliau wafat, pada hari itu ditiup sangkakala, dan pada hari itu terjadi guncangan hebat (kiamat). Karenanya, perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena sesungguhnya shalawat kalian akan ditampakkan kepadaku.”
(HR. Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Memperbanyak shalawat adalah bentuk cinta, penghormatan, dan cara kita menyambungkan ikatan spiritual dengan Rasulullah. Setiap shalawat yang kita ucapkan akan dibalas oleh Allah dengan sepuluh rahmat, diangkat sepuluh derajat, dan dihapuskan sepuluh kesalahan. Ini adalah amalan yang ringan di lisan namun sangat berat timbangannya.
3. Mandi Besar (Ghusl)
Kebersihan adalah bagian penting dari iman, dan Islam sangat menekankannya, terutama saat akan melaksanakan ibadah komunal seperti Shalat Jumat. Sunnah yang sangat ditekankan (sunnah mu'akkadah) bahkan sebagian ulama menganggapnya wajib, adalah mandi besar atau ghusl pada hari Jumat.
Dalilnya sangat kuat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
“Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang telah baligh.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Meskipun lafaz "wajib" dalam hadits ini ditafsirkan oleh mayoritas ulama sebagai penekanan yang sangat kuat (bukan wajib dalam artian berdosa jika ditinggalkan), ini menunjukkan betapa pentingnya amalan ini. Hikmahnya jelas: untuk membersihkan diri secara fisik dari kotoran dan bau badan, sehingga saat berkumpul di masjid, suasana menjadi nyaman, khusyuk, dan tidak mengganggu jamaah lain. Mandi ini juga memberikan kesegaran fisik dan mental, mempersiapkan jiwa untuk menerima nasihat-nasihat ilahi.
4. Membersihkan Diri, Memotong Kuku, dan Bersiwak
Selain mandi, sunnah hari Jumat juga mencakup kebersihan diri secara menyeluruh. Ini termasuk amalan-amalan fitrah seperti memotong kuku, mencukur bulu-bulu yang disunnahkan, dan merapikan penampilan. Amalan ini sejalan dengan tujuan utama mempersiapkan diri dalam kondisi terbaik untuk menghadap Allah.
Secara khusus, bersiwak atau membersihkan gigi sangat dianjurkan sebelum shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai siwak, beliau bersabda:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Meskipun hadits ini bersifat umum untuk setiap shalat, penekanannya menjadi lebih kuat pada Shalat Jumat karena adanya perkumpulan banyak orang. Nafas yang segar dan mulut yang bersih adalah bentuk adab kepada Allah dan juga kepada sesama manusia.
5. Memakai Pakaian Terbaik dan Wangi-wangian
Setelah badan bersih, sunnah berikutnya adalah menghias diri dengan pakaian terbaik yang dimiliki. Ini bukan tentang kemewahan atau pamer, melainkan sebagai bentuk pengagungan terhadap hari Jumat dan ibadah yang akan dilaksanakan. Pakaian yang diutamakan adalah yang berwarna putih, bersih, dan rapi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
“Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah jenazah kalian dengannya.”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Amalan ini disempurnakan dengan memakai wangi-wangian atau parfum (non-alkohol lebih utama) bagi kaum laki-laki. Aroma yang harum akan menambah kenyamanan dalam beribadah dan disenangi oleh para malaikat. Amalan mandi, berpakaian terbaik, dan memakai wewangian ini terangkum dalam satu hadits yang indah:
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى
“Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat, lalu bersuci semampunya, kemudian memakai minyak rambut atau wewangian dari rumahnya, kemudian ia keluar (menuju masjid) dan tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk), lalu ia shalat semampunya, kemudian ia diam ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni dosanya antara Jumat itu dan Jumat berikutnya.”
(HR. Bukhari)
Amalan Sunnah Saat di Perjalanan dan di Dalam Masjid
Setelah persiapan di rumah selesai, perjalanan menuju masjid dan adab di dalamnya juga sarat dengan nilai-nilai sunnah yang mendatangkan pahala berlipat ganda.
6. Bersegera Datang ke Masjid
Salah satu sunnah yang paling besar pahalanya namun seringkali diremehkan adalah datang lebih awal ke masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perumpamaan yang sangat memotivasi tentang pahala bagi mereka yang datang lebih awal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat seperti mandi junub, lalu ia pergi (ke masjid) di awal waktu, maka seakan-akan ia berkurban unta. Barangsiapa yang datang di waktu kedua, maka seakan-akan ia berkurban sapi. Barangsiapa yang datang di waktu ketiga, maka seakan-akan ia berkurban kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang di waktu keempat, maka seakan-akan ia berkurban ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu kelima, maka seakan-akan ia berkurban telur. Apabila imam telah keluar (naik mimbar), maka para malaikat hadir untuk mendengarkan dzikir (khutbah).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjelaskan bahwa para malaikat berdiri di pintu-pintu masjid mencatat siapa saja yang datang lebih awal. Ketika khatib sudah naik mimbar, mereka menutup buku catatan mereka dan ikut mendengarkan khutbah. Ini adalah sebuah kerugian besar bagi mereka yang datang terlambat, karena mereka tidak tercatat dalam buku keutamaan para malaikat. Bersegera ke masjid menunjukkan keseriusan dan antusiasme dalam memenuhi panggilan Allah.
7. Berjalan Kaki Menuju Masjid
Jika memungkinkan dan jaraknya tidak terlalu jauh, berjalan kaki menuju masjid pada hari Jumat memiliki keutamaan tersendiri. Setiap langkah yang diayunkan akan dicatat sebagai pahala.
Disunnahkan untuk berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Hal ini mengajarkan ketenangan (sakinah) dan kewibawaan (waqar) dalam melangkah menuju rumah Allah. Bahkan jika mendengar iqamah sudah dikumandangkan, kita tetap diperintahkan untuk berjalan tenang.
8. Melaksanakan Shalat Tahiyatul Masjid
Setiap kali memasuki masjid, kapan pun itu, disunnahkan untuk tidak duduk sebelum melaksanakan shalat dua rakaat sebagai bentuk penghormatan kepada masjid (Tahiyatul Masjid). Sunnah ini tetap berlaku pada hari Jumat, bahkan jika kita masuk saat khatib sedang menyampaikan khutbahnya.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jumat saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, lalu ia langsung duduk. Maka beliau bertanya, ‘Wahai Sulaik, berdirilah dan shalatlah dua rakaat, dan ringankanlah shalatmu itu.’”
(HR. Muslim)
Hadits ini menjadi dalil yang jelas bahwa shalat Tahiyatul Masjid tetap dikerjakan meskipun khutbah sedang berlangsung. Namun, shalat tersebut hendaknya dikerjakan dengan ringkas agar bisa segera fokus kembali mendengarkan khutbah. Bagi yang datang sebelum khatib naik mimbar, dianjurkan untuk memperbanyak shalat sunnah mutlak semampunya hingga imam datang.
9. Mendekat kepada Imam dan Mengisi Shaf Terdepan
Salah satu tujuan datang lebih awal adalah untuk mendapatkan tempat di barisan (shaf) terdepan dan sedekat mungkin dengan imam atau khatib. Shaf terdepan memiliki keutamaan yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا
“Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang ada pada adzan dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan mengundi, niscaya mereka akan melakukannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Duduk dekat dengan imam memungkinkan kita untuk mendengar khutbah dengan lebih jelas, lebih fokus, dan terhindar dari berbagai gangguan. Ini adalah posisi terbaik untuk menyerap ilmu dan nasihat yang disampaikan.
10. Menjaga Adab: Tidak Melangkahi Pundak Jamaah Lain
Ketika masjid sudah mulai penuh, seringkali jamaah yang datang terlambat berusaha mencari tempat di depan dengan cara melangkahi pundak jamaah lain yang sudah duduk terlebih dahulu. Perbuatan ini sangat tercela dan dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mengganggu kekhusyukan dan menyakiti saudara seiman.
Diriwayatkan bahwa ada seseorang yang melangkahi pundak orang-orang pada hari Jumat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Duduklah, sungguh engkau telah mengganggu.” (HR. Abu Daud, An-Nasa'i, dishahihkan Syaikh Al-Albani). Hendaknya seseorang duduk di mana ia mendapati tempat yang kosong tanpa harus mengganggu orang lain.
Sunnah Saat Khutbah dan Shalat Berlangsung
Ini adalah puncak dari ibadah Jumat. Kekhusyukan dan kepatuhan pada adab-adab selama khutbah dan shalat adalah kunci diterimanya amalan kita.
11. Diam dan Mendengarkan Khutbah dengan Seksama
Ketika khatib telah naik mimbar dan memulai khutbahnya, kewajiban setiap jamaah adalah diam dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Berbicara atau melakukan aktivitas lain yang sia-sia saat khutbah berlangsung dapat menghilangkan pahala Shalat Jumat.
Ancaman bagi yang berbicara saat khutbah sangatlah tegas:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ. وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau berkata kepada temanmu pada hari Jumat, ‘Diamlah!’ padahal imam sedang berkhutbah, maka sungguh engkau telah berbuat sia-sia.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa bahkan menegur orang lain untuk diam pun dianggap perbuatan sia-sia (lagha) yang bisa mengurangi atau bahkan menghapus pahala Jumat. Jika ingin memberi isyarat, cukuplah dengan isyarat tangan. Larangan ini mencakup bermain-main dengan kerikil, ponsel, atau benda lainnya. Seluruh konsentrasi harus dicurahkan untuk menyimak khutbah.
12. Memperbanyak Doa di Waktu Mustajab
Hari Jumat memiliki satu waktu singkat yang sangat istimewa, di mana doa seorang hamba Muslim yang dipanjatkan pada waktu itu pasti akan dikabulkan oleh Allah. Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan tepatnya waktu mustajab tersebut.
Pendapat yang kuat antara lain:
- Saat imam duduk di antara dua khutbah. Ini adalah waktu yang singkat namun penuh berkah untuk memanjatkan doa-doa pribadi dengan suara lirih.
- Setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari. Ini adalah pendapat kuat lainnya, didasarkan pada hadits-hadits shahih. Dianjurkan untuk berdiam di masjid (atau di tempat shalat di rumah bagi wanita) untuk berdzikir dan berdoa pada waktu ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ. وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Pada hari Jumat terdapat suatu waktu, tidaklah seorang hamba muslim yang berdiri shalat memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala bertepatan dengan waktu tersebut, melainkan Allah akan memberikannya.” Beliau mengisyaratkan dengan tangannya bahwa waktu itu sangat singkat.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya bersungguh-sungguh memanfaatkan momen-momen ini untuk berdoa, memohon ampunan, serta meminta kebaikan dunia dan akhirat.
Amalan Sunnah Setelah Selesai Shalat Jumat
Ibadah tidak berhenti begitu salam diucapkan. Ada beberapa amalan sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan setelah rangkaian Shalat Jumat selesai.
13. Berdzikir dan Berdoa Setelah Shalat
Sebagaimana shalat fardhu lainnya, setelah Shalat Jumat juga disunnahkan untuk berdzikir sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti membaca istighfar, ayat kursi, tasbih, tahmid, dan takbir. Ini adalah cara untuk menyempurnakan ibadah dan terus terhubung dengan Allah.
14. Melaksanakan Shalat Sunnah Ba’diyah Jumat
Terdapat sunnah untuk melaksanakan shalat sunnah setelah Shalat Jumat (ba'diyah). Ada dua cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
- Melaksanakannya di masjid: Jika shalat sunnah dilakukan di masjid, maka dikerjakan sebanyak empat rakaat (dengan dua kali salam).
- Melaksanakannya di rumah: Jika shalat sunnah dilakukan setelah pulang ke rumah, maka dikerjakan sebanyak dua rakaat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا
“Apabila salah seorang dari kalian telah selesai Shalat Jumat, maka hendaklah ia shalat setelahnya empat rakaat.”
(HR. Muslim)
Sementara itu, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak shalat (sunnah) setelah Jumat hingga beliau pulang, lalu beliau shalat dua rakaat di rumahnya. Kedua riwayat ini menunjukkan fleksibilitas dalam syariat, dan keduanya baik untuk diamalkan.
Menghidupkan sunnah-sunnah Shalat Jumat adalah cerminan dari kesungguhan seorang hamba dalam beribadah. Ia tidak hanya puas dengan menunaikan yang wajib, tetapi berusaha meraih kesempurnaan dengan meneladani setiap detail ajaran Nabi-Nya. Dengan mengamalkan sunnah-sunnah ini, dari kebersihan diri hingga kekhusyukan dalam mendengarkan khutbah, ibadah Jumat kita akan menjadi lebih bermakna, lebih berat timbangannya, dan insya Allah, menjadi sebab diampuninya dosa-dosa dan diangkatnya derajat kita di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.