Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang sering kali menjauhkan manusia dari esensi spiritualnya, kerinduan untuk kembali kepada Sang Pencipta menjadi sebuah kebutuhan mendasar. Hati yang gersang mencari oase ketenangan, dan jiwa yang gelisah mendambakan kedamaian. Salah satu wasilah atau sarana yang diyakini dapat mengantarkan seorang hamba pada keadaan tersebut adalah melalui sholawat. Dari sekian banyak jenis sholawat, muncullah sebuah amalan yang dikenal sebagai Sholawat Wahidiyah, yang membawa misi agung untuk mengajak umat manusia "lari kembali kepada Allah dan Rasul-Nya SAW".
Sholawat Wahidiyah bukan sekadar untaian kata-kata pujian kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebuah sistem amalan rohani yang komprehensif, bertujuan untuk menjernihkan hati (tazkiyatun nafs) dan membimbing pengamalnya menuju kesadaran akan kehadiran Allah SWT (ma'rifat billah) dalam setiap tarikan napas dan denyut nadi. Ajaran ini menekankan pentingnya merevolusi batin, mengubah orientasi hidup dari yang semula tertuju pada duniawi menjadi totalitas penghambaan hanya kepada Allah semata.
Sejarah dan Kelahiran Sholawat Wahidiyah
Setiap amalan besar sering kali lahir dari rahim keprihatinan spiritual seorang tokoh ulama yang luhur. Demikian pula dengan Sholawat Wahidiyah, yang tak bisa dilepaskan dari sosok penyusunnya (mu'allif), yakni Al-Arif Billah Romo Kiai Haji Abdoel Madjid Ma'roef, Qoddasallohu Sirroh. Beliau adalah seorang ulama kharismatik dari Pondok Pesantren Kedunglo, Bandar Lor, Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Beliau dikenal sebagai seorang Waliyulloh dengan kedalaman ilmu dan keluhuran budi pekerti yang luar biasa.
Kelahiran Sholawat Wahidiyah dilatarbelakangi oleh keprihatinan mendalam Mbah Yahi (panggilan akrab beliau) terhadap kondisi moral dan spiritual umat manusia pada zamannya. Beliau melihat banyak orang yang mengaku beragama Islam namun perilakunya jauh dari nilai-nilai luhur yang diajarkan Rasulullah SAW. Hati mereka tertutup hijab tebal berupa kesombongan, iri, dengki, dan kecintaan berlebih terhadap dunia. Banyak yang beribadah, namun hanya sebatas formalitas tanpa merasakan kehadiran-Nya. Dari keprihatinan inilah, melalui serangkaian proses spiritual yang mendalam dan petunjuk Ilahiah (isyarah ruhaniyah), beliau menyusun rangkaian doa dan sholawat yang kemudian dikenal sebagai Sholawat Wahidiyah.
Amalan ini pertama kali diajarkan secara terbatas kepada santri dan keluarga terdekat. Namun, seiring berjalannya waktu, faedah dan keberkahannya dirasakan oleh semakin banyak orang. Getaran spiritual yang terkandung di dalamnya mampu melunakkan hati yang keras dan membuka mata batin yang tertutup. Dari Kediri, ajaran Sholawat Wahidiyah menyebar ke seluruh penjuru nusantara, bahkan hingga ke mancanegara, dibawa oleh para pengamalnya yang telah merasakan sendiri manisnya buah dari perjuangan batin (mujahadah) ini.
Ajaran Pokok dan Filosofi Mendalam
Intisari dari seluruh ajaran Sholawat Wahidiyah terangkum dalam motto agungnya yang berbunyi "FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW". Kalimat yang diambil dari penggalan Al-Qur'an ini secara harfiah berarti "Larilah kembali kepada Allah dan Rasul-Nya SAW". Ini bukan lari dalam artian fisik, melainkan sebuah gerakan spiritual total dari seluruh aspek kehidupan untuk kembali kepada orientasi yang benar.
"Lari" dari apa? Lari dari segala sesuatu selain Allah. Lari dari kebodohan spiritual (jahil billah), dari kelalaian (ghoflah), dari kungkungan hawa nafsu, dari belenggu kepentingan duniawi, dari sifat-sifat tercela yang mengotori hati. Dan berlari menuju siapa? Menuju Allah SWT, dengan senantiasa menyadari kehadiran-Nya, pengawasan-Nya, dan kekuasaan-Nya. Serta berlari menuju tuntunan Rasulullah SAW sebagai satu-satunya suri tauladan sempurna dalam menempuh perjalanan kembali kepada Allah.
Untuk dapat merealisasikan motto agung tersebut, ajaran Wahidiyah ditopang oleh dua pilar utama yang tak terpisahkan, yaitu prinsip Lillah dan Billah.
Prinsip Lillah: Memurnikan Niat Semata Karena Allah
Lillah adalah pondasi dari segala amal. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan, baik itu ibadah ritual seperti sholat dan puasa, maupun aktivitas duniawi seperti bekerja, belajar, makan, tidur, semuanya harus didasari dengan niat tulus semata-mata karena Allah SWT. Bukan karena ingin dipuji manusia, bukan karena mengharap imbalan duniawi, bukan pula karena takut pada celaan orang lain. Ini adalah manifestasi dari keikhlasan tingkat tertinggi.
Mengamalkan Lillah dalam kehidupan sehari-hari berarti melakukan pemurnian motivasi secara terus-menerus. Sebelum bekerja, seseorang menata niatnya, "Ya Allah, aku bekerja ini Lillah, untuk menunaikan kewajibanku sebagai hamba-Mu dalam mencari nafkah yang halal." Ketika menolong sesama, ia niatkan, "Ya Allah, aku menolong orang ini Lillah, sebagai wujud rasa syukurku atas nikmat-Mu dan mengikuti jejak kasih sayang Rasul-Mu." Dengan demikian, setiap aktivitas yang pada dasarnya bersifat duniawi bisa bernilai ibadah yang agung di sisi Allah SWT.
Tanpa Lillah, amal sebesar gunung pun akan sia-sia bagai debu yang beterbangan. Sebaliknya, amal yang kecil sekalipun, jika dilandasi dengan Lillah yang murni, akan memiliki bobot yang sangat berat di timbangan akhirat kelak.
Prinsip Billah: Menyadari Segala Sesuatu Terjadi Atas Kekuatan Allah
Billah adalah kesadaran bahwa segala sesuatu yang ada dan terjadi di alam semesta ini, termasuk setiap gerak-gerik kita, adalah atas izin, kekuasaan, dan kehendak Allah SWT. Ini adalah realisasi dari kalimat agung "Laa haula wa laa quwwata illa billahil 'aliyyil 'adziim" (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).
Prinsip Billah melatih seorang hamba untuk melepaskan rasa sombong dan pengakuan atas kemampuan diri sendiri. Orang yang cerdas menyadari bahwa kecerdasannya adalah anugerah Billah. Orang yang kaya menyadari bahwa hartanya adalah titipan Billah. Orang yang sehat menyadari bahwa kesehatannya berasal dari kekuatan Billah. Kesadaran ini menumbuhkan sifat tawadhu' (rendah hati) dan menghilangkan sifat ujub (bangga diri) serta takabur (sombong).
Dalam prakteknya, Billah adalah sandaran dan kepasrahan total. Ketika menghadapi kesulitan, seorang pengamal Wahidiyah akan menyadari bahwa kesulitan itu terjadi Billah, dan solusi serta jalan keluarnya pun hanya akan datang Billah. Ketika meraih kesuksesan, ia sadar bahwa keberhasilan itu terwujud Billah, sehingga ia tidak larut dalam euforia yang melupakan-Nya. Kesadaran Billah menciptakan ketenangan jiwa yang luar biasa, karena ia tahu bahwa dirinya senantiasa berada dalam genggaman dan pengaturan Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana.
Gabungan antara Lillah dan Billah inilah yang menghasilkan kondisi spiritual yang disebut Sadar Allah (Ma'iyyatullah). Yaitu, sebuah keadaan batin di mana seorang hamba senantiasa merasa bersama Allah, diawasi oleh Allah, dan bergantung sepenuhnya kepada Allah dalam setiap situasi dan kondisi.
Teks Amalan dan Tata Cara Mujahadah
Amalan inti dalam Sholawat Wahidiyah disebut dengan istilah "Mujahadah". Mujahadah secara harfiah berarti "bersungguh-sungguh". Dalam konteks ini, mujahadah adalah sebuah perjuangan spiritual yang sungguh-sungguh untuk memerangi hawa nafsu dan menjernihkan hati agar dapat wushul (sampai) kehadirat Allah SWT. Berikut adalah susunan pokok dari amalan Sholawat Wahidiyah:
Susunan Bacaan Pokok
- Membaca Surat Al-Fatihah
Sebagai pembuka segala kebaikan, ditujukan kepada hadrot Rosululloh SAW dan para Auliya' Ghoutsi Hadzaz Zaman.
- Bacaan Sholawat Wahidiyah
يَا سَيِّدِيْ يَا رَسُوْلَ اللهِ
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH
"Duhai Junjunganku, duhai utusan Allah"
Bacaan ini diulang-ulang dalam jumlah tertentu. Ini adalah bentuk seruan cinta, rindu, dan permohonan syafa'at kepada Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai perantara utama menuju Allah SWT. Dengan memanggil beliau, seorang hamba berharap mendapatkan pancaran nur (cahaya) kenabian yang dapat menerangi kegelapan hatinya.
- Bacaan "Yaa Ayyuhal Ghoutsu..."
يَا أَيُّهَا الْغَوْثُ سَلاَمُ اللهِ عَلَيْكَ رَبِّنِيْ بِإِذْنِ اللهِ وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِيْ بِنَظْرَةِ اللهِ
YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOHI ‘ALAIK, ROBBINII BI IDZNILLAAHI WANZHUR ILAYYA SAYYIDII BI NADHROTILLAAH
"Duhai sang penolong agung, salam Allah semoga tercurah kepadamu. Bimbinglah diriku dengan izin Allah, dan pandanglah aku duhai junjunganku, dengan pandangan (rahmat) Allah"
Ini adalah nida' atau seruan kepada Ghoutsu Hadzaz Zaman, yaitu pemimpin para wali di masanya, untuk memohon bimbingan rohani dan pancaran barokah agar dibimbing dalam perjalanan spiritual menuju Allah.
- Bacaan "Al-Fatihah" (kedua)
Diulang kembali sebagai peneguhan permohonan.
- Bacaan "Fafirruu Ilalloh"
فَفِرُّوْا إِلَى اللهِ
FAFIRRUU ILALLOH
"Maka larilah kembali kepada Allah"
Ini adalah penegasan kembali akan tujuan utama dari seluruh amalan, yaitu untuk mengarahkan hati, pikiran, dan seluruh jiwa raga hanya kepada Allah SWT.
- Bacaan "Waqul Jaa-al Haqqu..."
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا
WA QUL JAA-AL HAQQU WA ZAHAQOL BAATHILU, INNAL BAATHILA KAANA ZAHUUQOO
"Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sungguh yang batil itu pasti lenyap"
Sebuah doa dan harapan agar kebenaran (kesadaran akan Allah) tegak di dalam hati, dan kebatilan (sifat-sifat tercela dan kelalaian) hancur sirna.
Bacaan-bacaan di atas dibaca dengan jumlah hitungan tertentu sesuai dengan petunjuk yang ada dalam lembaran Sholawat Wahidiyah. Yang terpenting dari amalan ini bukan sekadar jumlah hitungan, melainkan adab dan penghayatan batin saat mengamalkannya. Pengamal dianjurkan untuk melakukannya dengan kondisi hati yang pasrah, merasa hina dan penuh dosa di hadapan Allah (istihdhor), serta penuh harap akan ampunan dan rahmat-Nya.
Jenis-Jenis Pelaksanaan Mujahadah
Untuk menjaga konsistensi dan semangat dalam berjuang, pelaksanaan Mujahadah diatur dalam berbagai tingkatan waktu, mulai dari harian hingga tahunan:
- Mujahadah Harian: Dilakukan secara pribadi setiap hari, biasanya setelah sholat fardhu, sebagai nutrisi spiritual harian untuk menjaga hati tetap terhubung dengan Allah.
- Mujahadah Usbu'iyyah (Mingguan): Dilakukan secara berjamaah satu kali dalam seminggu di lingkungan masing-masing. Tujuannya untuk saling menguatkan dan merasakan keberkahan berjamaah.
- Mujahadah Syahriyyah (Bulanan): Diadakan dalam lingkup yang lebih luas, misalnya tingkat kecamatan atau kabupaten.
- Mujahadah Rubu'ussanah/Nishfussanah (Triwulan/Semesteran): Diselenggarakan dalam skala yang lebih besar lagi, sering kali tingkat provinsi.
- Mujahadah Kubro: Merupakan puncak dari kegiatan mujahadah berjamaah yang diadakan setahun sekali di pusat, Pondok Pesantren Kedunglo, Kediri. Acara ini dihadiri oleh jutaan pengamal dari berbagai daerah dan negara, menjadi lautan manusia yang bersama-sama menundukkan hati, memohon ampunan, dan mengetuk pintu rahmat Allah SWT untuk keselamatan dan keberkahan umat dan bangsa.
Manfaat dan Faedah Mengamalkan Sholawat Wahidiyah
Tujuan utama dari mengamalkan Sholawat Wahidiyah adalah untuk mencapai ma'rifat billah. Namun, dalam perjalanan menuju tujuan agung tersebut, seorang pengamal akan merasakan berbagai manfaat dan faedah positif dalam kehidupannya, baik secara rohani maupun jasmani. Manfaat ini bukanlah tujuan, melainkan buah yang akan dipetik di sepanjang jalan.
1. Ketenangan dan Kedamaian Jiwa
Hati yang senantiasa diajak untuk mengingat Allah (dzikrullah) akan merasakan ketenangan yang hakiki. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." Mujahadah Wahidiyah adalah salah satu bentuk dzikrullah yang intens. Getaran spiritual dari bacaan sholawat dan doa-doa di dalamnya mampu meredam gejolak emosi, mengurangi kecemasan, dan menghadirkan rasa damai yang tidak bisa dibeli dengan materi.
2. Kejernihan Hati dan Pikiran
Hati manusia diibaratkan cermin. Jika cermin itu kotor dan berkarat oleh dosa dan sifat-sifat tercela, ia tidak akan mampu memantulkan cahaya kebenaran. Amalan Sholawat Wahidiyah berfungsi seperti pembersih yang mengikis karat-karat tersebut. Dengan hati yang semakin jernih, seseorang akan lebih mudah menerima petunjuk, memiliki pikiran yang lebih positif, dan mampu membedakan antara yang hak dan yang batil dengan lebih tajam.
3. Peningkatan Kualitas Akhlak dan Perilaku
Ajaran Lillah-Billah secara langsung membentuk karakter. Kesadaran bahwa segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (Lillah) dan bahwa setiap perbuatan dilihat oleh-Nya (Billah) akan mendorong seseorang untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhi kemungkaran. Sifat-sifat luhur seperti sabar, syukur, tawadhu', pemaaf, dan kasih sayang terhadap sesama akan tumbuh subur seiring dengan meningkatnya kesadaran spiritual.
4. Solusi Atas Problematika Kehidupan
Sholawat Wahidiyah tidak mengajarkan pengamalnya untuk lari dari masalah dunia, tetapi untuk menghadapi masalah tersebut bersama Allah. Dengan prinsip Billah, seseorang akan menyerahkan segala permasalahannya kepada Dzat Yang Maha Kuasa untuk menyelesaikannya. Kepasrahan ini bukan berarti pasif, melainkan tetap berikhtiar secara maksimal dengan hati yang bergantung sepenuhnya kepada Allah. Banyak pengamal merasakan bagaimana masalah yang pelik dan rumit tiba-tiba menemukan jalan keluar yang tak terduga-duga sebagai buah dari mujahadah mereka.
5. Keberkahan dalam Segala Aspek Kehidupan
Barokah adalah kebaikan ilahi yang tersembunyi dalam sesuatu. Hati yang terhubung dengan Sumber Segala Kebaikan (Allah SWT) akan menjadi magnet bagi barokah. Keberkahan ini bisa dirasakan dalam keluarga yang menjadi lebih harmonis, rezeki yang terasa cukup dan bermanfaat, pekerjaan yang lancar, serta lingkungan sosial yang lebih damai.
Posisi Sholawat Wahidiyah di Tengah Umat
Satu hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa Sholawat Wahidiyah bukanlah sebuah tarekat, aliran, atau mazhab baru. Ia adalah murni amalan sholawat yang bersifat universal. Siapapun boleh mengamalkannya, tanpa memandang latar belakang organisasi, golongan, atau partai politik. Seorang pengamal Wahidiyah tidak diharuskan meninggalkan afiliasi keorganisasiannya, misalnya dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, atau lainnya. Justru, dengan mengamalkan Wahidiyah, diharapkan ia bisa menjadi anggota organisasi yang lebih baik karena memiliki kualitas spiritual yang lebih mendalam.
Ajaran ini bersifat inklusif dan merangkul semua kalangan. Tujuannya satu, yaitu mengajak sebanyak mungkin umat manusia untuk sadar dan kembali kepada Allah. Oleh karena itu, dakwah Wahidiyah disampaikan dengan cara yang santun, penuh kasih sayang, dan tanpa paksaan, sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.
Kesimpulan: Sebuah Panggilan Kembali ke Jati Diri
Sholawat Wahidiyah hadir sebagai jawaban atas kegelisahan spiritual manusia modern. Ia menawarkan sebuah metode praktis dan sistematis untuk melakukan perjalanan agung ke dalam diri, yaitu perjalanan untuk menemukan kembali fitrah kesucian dan jati diri sebagai hamba Allah. Melalui untaian sholawat yang indah dan ajaran Lillah-Billah yang mendalam, setiap pengamal diajak untuk mereorientasi seluruh hidupnya, dari penghambaan kepada dunia fana menuju penghambaan total kepada Sang Pencipta Yang Maha Baka.
Pada akhirnya, "Fafirruu Ilalloh" bukan hanya slogan, melainkan panggilan jiwa yang paling otentik. Sebuah panggilan untuk pulang ke rumah sejati, yaitu hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala, melalui gerbang cinta kepada sang kekasih-Nya, Rasulullah Muhammad SAW. Inilah esensi dan jantung dari seluruh ajaran Sholawat Wahidiyah: sebuah jalan cinta dan kesadaran untuk meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.