Di antara samudra luas sholawat yang dilantunkan umat Islam di seluruh penjuru dunia, terdapat satu mutiara yang cahayanya begitu terang dan keharumannya semerbak di majelis-majelis zikir. Ia dikenal dengan nama Sholawat Nariyah. Nama ini, yang secara harfiah berarti "api", seringkali menimbulkan rasa ingin tahu sekaligus kekaguman. Api di sini bukanlah api yang membakar dengan amarah, melainkan api semangat yang menyala-nyala, yang dengan izin Allah SWT, mampu menerangi kegelapan dan memberikan solusi secepat kilat. Popularitasnya yang mendunia membuat banyak orang bertanya, manakah bacaan sholawat nariyah yang asli, bagaimana sejarahnya, dan apa saja rahasia yang terkandung di dalamnya?
Artikel ini akan membawa kita menyelami lautan makna Sholawat Nariyah, menelusuri jejak historisnya, memahami setiap bait kalimatnya, serta mengungkap fadhilah atau keutamaan yang telah dirasakan oleh para pengamalnya dari generasi ke generasi. Ini adalah upaya untuk memahami sholawat ini bukan hanya sebagai rangkaian kata, tetapi sebagai sebuah wasilah (perantara) agung untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui pintu kecintaan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Sejarah dan Asal-Usul Sholawat Nariyah
Untuk memahami keaslian sebuah amalan, menelusuri akarnya adalah sebuah keniscayaan. Sholawat Nariyah, yang juga masyhur dengan nama Sholawat Tafrijiyah (Pelepas Kesulitan), memiliki sejarah yang kaya dan dihubungkan dengan para ulama besar. Salah satu riwayat yang paling populer menyebutkan bahwa penyusun sholawat ini adalah Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i, seorang wali agung dan pendiri tarekat Rifa'iyyah. Namun, pandangan lain mengaitkannya dengan Syaikh Abdul Wahab At-Tazi, seorang wali dari Maroko. Ada pula yang menisbatkannya kepada Imam Al-Qurtubi, seorang mufasir kenamaan dari Andalusia.
Meskipun terdapat beberapa versi mengenai siapa penyusun pertamanya, hal ini tidak mengurangi nilai dan keabsahan sholawat itu sendiri. Yang terpenting adalah redaksi (matan) sholawat ini telah diterima secara luas (talaqqi bil qabul) oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah dari masa ke masa. Mereka tidak menemukan adanya pertentangan dengan akidah Islam, bahkan sebaliknya, mereka melihatnya sebagai untaian doa dan pujian yang agung kepada Rasulullah SAW.
Nama "Nariyah" sendiri memiliki beberapa interpretasi filosofis. Sebagian ulama menjelaskan, nama ini diberikan karena khasiatnya yang sangat cepat dalam mengabulkan hajat, laksana cepatnya api menyambar. Jika seseorang memiliki keinginan atau sedang dilanda kesulitan besar, lalu ia bersungguh-sungguh mengamalkan sholawat ini, maka pertolongan Allah akan datang dengan segera. Interpretasi lain menyebutkan bahwa sholawat ini berfungsi untuk memadamkan "api" fitnah, "api" kesulitan, dan "api" marabahaya. Ia menjadi pendingin dan penenang bagi jiwa yang sedang gundah. Sebagaimana api memiliki sifat membakar dan menerangi, sholawat ini membakar sifat-sifat buruk dalam diri dan menerangi jalan hidup dengan cahaya petunjuk.
Sholawat ini juga dikenal dengan nama Sholawat Tafrijiyah Al-Qurtubiyah. Imam Al-Qurtubi menyebutkan, "Barangsiapa yang membacanya secara rutin setiap hari sebanyak 41 kali atau 100 kali atau lebih, Allah akan melenyapkan kesedihan dan kesulitannya, memudahkan urusannya, menerangi hatinya, meninggikan kedudukannya, memperbaiki keadaannya, meluaskan rezekinya, dan membukakan baginya pintu-pintu kebaikan."
Oleh karena itu, ketika berbicara tentang "sholawat nariyah yang asli", yang kita maksud adalah teks yang telah diwariskan dan diamalkan secara turun-temurun oleh para ulama dan kaum muslimin, yang akan kita bahas secara rinci di bawah ini.
Teks Lengkap Sholawat Nariyah: Arab, Latin, dan Terjemahan
Berikut adalah teks lengkap Sholawat Nariyah yang telah dikenal dan diamalkan secara luas. Keindahan susunan katanya menunjukkan kedalaman ilmu dan kecintaan penyusunnya kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
Allâhumma shalli shalâtan kâmilatan wa sallim salâman tâmman ‘alâ sayyidinâ Muḫammadinil-ladzî tanḫallu bihil-‘uqadu wa tanfariju bihil-kurabu wa tuqdlâ bihil-ḫawâiju wa tunâlu bihir-raghâ’ibu wa ḫusnul-khawâtimi wa yustasqal-ghamâmu biwajhihil-karîmi wa ‘alâ âlihî wa shaḫbihî fî kulli lamḫatin wa nafasin bi‘adadi kulli ma‘lûmin laka.
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, semua keinginan dan akhir yang baik dapat diraih, dan berkat wajahnya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap kedipan mata dan hembusan nafas, sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu.”
Makna dan Tafsir Mendalam Setiap Kalimat
Keagungan Sholawat Nariyah tidak hanya terletak pada iramanya yang indah, tetapi pada makna mendalam yang terkandung dalam setiap frasanya. Mari kita bedah satu per satu untuk meresapi kedalamannya.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا
"Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh..."
Doa ini dimulai dengan permohonan kepada Allah untuk memberikan "shalawat yang sempurna" (sholâtan kâmilah) dan "salam yang penuh" (salâman tâmman). Ini bukan sekadar permohonan biasa. Kata "kâmilah" dan "tâmman" menunjukkan permintaan kualitas tertinggi dari pujian dan kesejahteraan untuk Nabi Muhammad SAW. Kita memohon agar Allah melimpahkan rahmat, pujian, dan kemuliaan yang paling agung, serta keselamatan dan kedamaian yang tak terhingga kepada beliau. Ini adalah bentuk adab tertinggi seorang hamba, yang menyadari bahwa hanya Allah yang mampu memberikan balasan terbaik kepada Nabi-Nya.
عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
"...kepada junjungan kami Nabi Muhammad..."
Penggunaan kata "Sayyidina" (junjungan kami, pemimpin kami) adalah ekspresi penghormatan dan pengakuan atas kedudukan mulia Rasulullah SAW. Beliau adalah pemimpin bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. Menyebut beliau dengan gelar "Sayyidina" adalah bagian dari etika (adab) yang diajarkan oleh banyak ulama, sebagai wujud cinta dan pengagungan.
الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ
"...yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan..."
Frasa ini adalah inti dari kekuatan sholawat ini. "Al-'uqod" secara harfiah berarti "ikatan-ikatan" atau "simpul-simpul". Dalam konteks kehidupan, ini bisa berarti berbagai macam masalah yang rumit dan sulit diurai: utang yang melilit, penyakit yang tak kunjung sembuh, konflik keluarga yang berlarut-larut, hingga kebuntuan spiritual. Kalimat ini menegaskan bahwa dengan perantaraan (tawassul) keberkahan dan kedudukan Nabi Muhammad SAW di sisi Allah, simpul-simpul serumit apa pun dapat terurai.
وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ
"...semua kesusahan dapat dilenyapkan..."
"Al-kurab" adalah bentuk jamak dari "kurbah", yang berarti kesedihan, kegundahan, dan penderitaan yang menyesakkan dada. Jika "al-'uqod" adalah masalah eksternal yang kompleks, "al-kurab" lebih merujuk pada beban internal dan tekanan batin. Melalui sholawat ini, kita memohon agar Allah, demi kemuliaan Nabi-Nya, mengangkat segala bentuk kesedihan dan melapangkan dada kita dari segala himpitan.
وَتُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ
"...semua keperluan dapat terpenuhi..."
"Al-hawa'ij" adalah segala bentuk kebutuhan dan hajat, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Kebutuhan akan rezeki, jodoh, ilmu yang bermanfaat, kesehatan, hingga kebutuhan akan ampunan dan rahmat Allah. Dengan bertawassul kepada Rasulullah SAW, kita berharap Allah mempermudah jalan bagi terpenuhinya segala hajat kita.
وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ
"...semua keinginan dan akhir yang baik dapat diraih..."
"Ar-ragha'ib" adalah cita-cita dan aspirasi luhur. Ini adalah tingkatan yang lebih tinggi dari sekadar kebutuhan. Kita memohon agar bisa meraih impian-impian mulia kita. Namun, yang lebih penting dari semua itu adalah "husnul khawatim" atau akhir yang baik. Inilah puncak dari segala permohonan seorang mukmin: meninggal dalam keadaan iman, Islam, dan diridhai oleh Allah SWT.
وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ
"...dan berkat wajahnya yang mulia hujanpun turun..."
Kalimat ini merujuk pada sebuah peristiwa historis di mana para sahabat meminta Nabi SAW berdoa untuk menurunkan hujan di tengah kekeringan yang parah. Berkat doa dan kemuliaan wajah beliau, Allah pun menurunkan hujan yang lebat. Frasa ini menjadi simbol bahwa keberkahan Rasulullah SAW tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga membawa rahmat nyata bagi alam semesta. Beliau adalah Rahmatan lil 'Alamin, rahmat bagi seluruh alam. Membaca kalimat ini adalah pengakuan atas peran sentral beliau sebagai pembawa rahmat Allah ke dunia.
وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ
"...dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya..."
Sebuah sholawat tidak akan lengkap tanpa menyertakan keluarga (Ahlul Bait) dan para sahabat Nabi. Mereka adalah orang-orang yang paling dekat, paling mencintai, dan paling gigih membela perjuangan beliau. Mendoakan mereka adalah bagian dari kesempurnaan cinta kita kepada Rasulullah SAW dan pengakuan atas jasa-jasa mereka.
فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
"...di setiap kedipan mata dan hembusan nafas, sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu."
Ini adalah penutup yang luar biasa. "Lamhah" adalah kedipan mata atau sekejap pandang, sementara "nafas" adalah hembusan nafas. Kita memohon agar sholawat dan salam ini tercurah secara terus-menerus, tanpa henti, di setiap momen yang paling singkat sekalipun. Dan jumlahnya? Bukan seribu atau sejuta, melainkan "sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu". Ini adalah permohonan sholawat dalam jumlah yang tak terhingga, karena hanya Allah yang ilmunya meliputi segala sesuatu (kulli syai'in 'alima). Ini menunjukkan ketidakberdayaan kita untuk memuji Nabi SAW sebagaimana mestinya, sehingga kita serahkan kuantitasnya kepada Ilmu Allah Yang Maha Luas.
Fadhilah dan Keutamaan Mengamalkan Sholawat Nariyah
Para ulama dan auliya telah banyak menjelaskan tentang keutamaan luar biasa dari Sholawat Nariyah. Keutamaannya tidak terhitung, namun di antara yang paling sering disebutkan adalah sebagai berikut:
- Kunci Pembuka Kesulitan: Sesuai dengan namanya, Tafrijiyah, sholawat ini dikenal sebagai "kunci" untuk membuka segala pintu yang tertutup dan melepaskan diri dari kesulitan. Banyak orang yang merasakan perubahan drastis dalam hidup mereka setelah rutin mengamalkannya dengan niat yang tulus.
- Terkabulnya Hajat: Syaikh Muhammad At-Tunisi mengatakan, "Barangsiapa yang membaca Sholawat Nariyah setiap hari sebanyak 11 kali, maka seakan-akan rezekinya turun dari langit dan tumbuh dari bumi." Angka-angka tertentu seperti 11 kali, 41 kali, atau 100 kali sering diijazahkan oleh para guru untuk hajat-hajat spesifik.
- Amalan Majelis 4444 Kali: Salah satu amalan yang sangat masyhur adalah membaca Sholawat Nariyah sebanyak 4444 kali dalam satu majelis (duduk bersama) untuk suatu hajat yang sangat besar dan mendesak. Amalan ini diyakini memiliki kekuatan spiritual yang dahsyat untuk mengetuk pintu langit. Angka ini bukanlah angka yang ditetapkan oleh syariat, melainkan hasil dari pengalaman spiritual (tajribah) para ulama salaf yang terbukti manjur.
- Mendapat Cahaya Batin: Rutin mengamalkannya akan membuat hati menjadi terang, pikiran menjadi jernih, dan jiwa menjadi tenang. Ia adalah pembersih kalbu dari kegelapan dan penyakit hati.
- Meraih Husnul Khatimah: Sebagaimana yang termaktub dalam doanya, salah satu fadhilah utamanya adalah harapan untuk mendapatkan akhir hidup yang baik, sebuah anugerah terbesar dari Allah SWT.
- Bermimpi Bertemu Rasulullah SAW: Bagi para perindu, salah satu keutamaan yang paling dicari dari memperbanyak sholawat adalah kesempatan untuk berjumpa dengan Baginda Nabi Muhammad SAW di dalam mimpi. Sholawat Nariyah adalah salah satu wasilah yang diyakini dapat mengantarkan seorang hamba pada kemuliaan ini.
Tata Cara Mengamalkan dan Pandangan Ulama
Sholawat Nariyah dapat diamalkan kapan saja dan di mana saja. Tidak ada waktu khusus yang mengikat. Ia bisa dibaca setelah sholat fardhu, di waktu pagi dan petang, atau saat memiliki waktu luang. Kuncinya adalah konsistensi (istiqamah) dan kehadiran hati (hudhurul qalb).
Untuk hajat khusus, biasanya para ulama memberikan ijazah untuk membacanya dalam jumlah tertentu. Misalnya:
- 11 kali setiap hari untuk kelancaran rezeki.
- 41 kali setiap selesai sholat Subuh untuk dimudahkan segala urusan.
- 100 kali setiap hari untuk mendapatkan ketenangan batin dan terhindar dari marabahaya.
- 313 kali (sesuai jumlah ahli Badar) untuk menghadapi ujian atau musuh.
- 4444 kali untuk hajat yang sangat besar dan penting.
Adapun mengenai perdebatan tentang redaksinya, khususnya terkait frasa-frasa yang mengandung unsur tawassul (menjadikan Nabi sebagai perantara), mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah memandangnya sebagai sesuatu yang diperbolehkan dan bahkan dianjurkan. Mereka memahami bahwa hakikat dari permohonan tetaplah kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW hanyalah wasilah atau sebab yang dimuliakan Allah.
Pandangannya adalah bahwa Allah-lah Pelaku hakiki (Al-Fa'il Al-Haqiqi) yang mengurai kesulitan dan mengabulkan hajat. Namun, Allah menjadikan para Nabi dan orang-orang saleh sebagai sebab dan pintu bagi turunnya rahmat-Nya. Bertawassul dengan kemuliaan Nabi Muhammad SAW adalah bentuk pengagungan kepada beliau dan pengakuan bahwa beliau adalah hamba yang paling dicintai Allah. Ini bukanlah bentuk penyekutuan, melainkan bentuk adab dalam berdoa.
Para ulama besar seperti Imam As-Sanusi, Syaikh Ibnu 'Abidin dari mazhab Hanafi, dan banyak ulama kontemporer seperti Syaikh Yusuf An-Nabhani, Habib Umar bin Hafidz, dan para kyai di Nusantara, semuanya memandang baik dan menganjurkan pengamalan Sholawat Nariyah. Mereka melihatnya sebagai ekspresi cinta yang mendalam dan sebuah pintu agung untuk meraih keberkahan dunia dan akhirat.
Penutup: Mutiara dalam Keseharian
Sholawat Nariyah yang asli bukanlah sekadar teks kuno, melainkan sebuah denyut spiritual yang hidup dan terus memberikan manfaat bagi siapa saja yang mengamalkannya dengan penuh keyakinan dan cinta. Ia adalah untaian doa yang sempurna, memadukan pujian agung kepada Rasulullah SAW dengan permohonan hajat yang paling mendasar hingga yang paling luhur.
Menjadikan Sholawat Nariyah sebagai wirid harian adalah seperti menanam sebuah pohon keberkahan di dalam taman hati. Akarnya akan menghunjam kuat dalam keyakinan, batangnya akan menjulang tinggi dalam ketakwaan, dan buahnya adalah ketenangan jiwa, kemudahan urusan, dan yang terpenting, semakin dalamnya rasa cinta kita kepada Sang Junjungan, Baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga kita semua tergolong sebagai umatnya yang senantiasa membasahi lisan dengan sholawat, hingga kelak berhak mendapatkan syafaatnya di hari di mana tiada lagi pertolongan selain pertolongan-Nya.