Mengenal Sholawat Li Khomsatun: Perisai Spiritual di Masa Sulit
Di tengah samudra warisan spiritual Islam yang luas, terdapat mutiara-mutiara doa dan sholawat yang menjadi pegangan kaum Muslimin dari generasi ke generasi. Salah satu yang paling dikenal dan diamalkan, terutama saat menghadapi kesulitan, wabah, dan bencana, adalah Sholawat Li Khomsatun. Lantunan singkat ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah manifestasi cinta, harapan, dan permohonan perlindungan melalui perantara (wasilah) kepada pribadi-pribadi yang paling dicintai oleh Allah SWT. Sholawat ini dikenal juga dengan sebutan "Sholawat Tolak Bala" karena khasiatnya yang diyakini mampu menjadi benteng dari segala marabahaya.
Inti dari sholawat ini adalah tawassul, sebuah konsep yang dipahami dalam Ahlussunnah wal Jama'ah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan menyebut kemuliaan para kekasih-Nya. Dalam Li Khomsatun, wasilah yang dituju adalah lima sosok suci yang dikenal sebagai Ahlul Kisa atau "Ahli Selimut", yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Sayyidatina Fatimah Az-Zahra, serta kedua cucu Nabi, Sayyidina Hasan dan Husain. Dengan menyebut kelima nama agung ini, seorang hamba memohon agar Allah memadamkan "panasnya wabah yang menghancurkan", baik itu wabah penyakit fisik maupun wabah spiritual yang merusak iman dan akhlak. Artikel ini akan mengupas secara mendalam teks, makna, sejarah, fadhilah, serta cara pengamalan Sholawat Li Khomsatun sebagai panduan komprehensif.
Teks, Transliterasi, dan Terjemahan Sholawat Li Khomsatun
Kekuatan sebuah doa seringkali terletak pada kesederhanaan lafadznya namun kedalaman maknanya. Sholawat Li Khomsatun adalah contoh sempurna dari prinsip ini. Berikut adalah teks lengkapnya.
لِي خَمْسَةٌ أُطْفِئُ بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةْ
اَلْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَةْ
Transliterasi Latin
Lii khomsatun uthfii bihaa, harrol wabaa-il haathimah.
Al-Musthofaa wal murtadhoo, wabnaahumaa wa Faathimah.
Terjemahan Bahasa Indonesia
"Aku memiliki lima (pribadi agung), yang dengannya aku memadamkan panasnya wabah yang menghancurkan."
"(Mereka adalah) Sang Terpilih (Nabi Muhammad), Sang yang Diridhai (Ali), kedua putranya (Hasan dan Husain), dan Fatimah."
Sejarah dan Asal Usul: Jejak Spiritual Sang Wali
Untuk memahami kedalaman Sholawat Li Khomsatun, penting untuk menelusuri jejak spiritual di baliknya. Sholawat ini diyakini digubah oleh seorang ulama besar dan waliyullah dari Hadramaut, Yaman, yaitu Al-Habib Abu Bakar bin Salim. Beliau adalah seorang figur yang sangat dihormati, seorang 'alim yang nasabnya bersambung langsung kepada Baginda Rasulullah SAW.
Lahir di kota Tarim, Hadramaut, sebuah lembah yang subur dengan ilmu dan kewalian, Al-Habib Abu Bakar bin Salim tumbuh menjadi seorang sufi, faqih (ahli fiqih), dan pendidik ulung. Kehidupannya didedikasikan untuk menyebarkan ajaran Islam yang Rahmatan lil 'Alamin. Karya-karyanya, termasuk doa dan wirid, mencerminkan kedalaman pemahaman spiritualnya dan kecintaannya yang luar biasa kepada Allah, Rasulullah, dan Ahlul Bait.
Kisah yang melatarbelakangi terciptanya Sholawat Li Khomsatun sangat relevan dengan fungsinya. Diriwayatkan bahwa pada suatu masa, wilayah Hadramaut dan sekitarnya dilanda oleh wabah penyakit yang mematikan. Penyakit menyebar dengan cepat, merenggut banyak nyawa dan menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat. Dalam situasi genting tersebut, Al-Habib Abu Bakar bin Salim, dengan ilham dari Allah SWT, menyusun dua bait sholawat ini. Beliau kemudian mengajarkan dan menganjurkan masyarakat untuk memperbanyak membacanya sebagai wasilah kepada Allah, memohon agar bencana tersebut diangkat melalui kemuliaan lima pribadi Ahlul Kisa.
Atas izin Allah, setelah sholawat ini diamalkan secara luas dengan penuh keyakinan dan keikhlasan, wabah tersebut berangsur-angsur mereda dan akhirnya hilang. Peristiwa ini menjadi bukti karomah sang wali dan keampuhan sholawat tersebut. Sejak saat itu, Sholawat Li Khomsatun menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam, dibawa oleh para murid dan peziarah yang datang ke Hadramaut. Di Nusantara, sholawat ini menjadi salah satu amalan favorit di kalangan ulama dan santri, khususnya dalam tradisi Nahdlatul Ulama (NU), sebagai benteng spiritual dalam menghadapi berbagai cobaan.
Tafsir Mendalam: Makna di Balik Setiap Kata
Setiap kata dalam Sholawat Li Khomsatun mengandung lautan makna. Memahaminya secara mendalam akan meningkatkan kekhusyukan dan keyakinan kita saat mengamalkannya.
Bait Pertama: لِي خَمْسَةٌ أُطْفِئُ بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةْ
لِي خَمْسَةٌ (Lii Khomsatun) - "Aku memiliki lima": Pernyataan kepemilikan "Lii" (bagiku/aku memiliki) di sini bukanlah kepemilikan dalam arti materi, melainkan kepemilikan spiritual. Ini adalah ikrar seorang hamba bahwa ia memiliki pegangan, sandaran, dan wasilah agung dalam kehidupannya. Angka lima merujuk secara spesifik kepada lima sosok suci Ahlul Kisa. Ini adalah bentuk pengakuan dan penegasan cinta serta koneksi batin dengan mereka.
أُطْفِئُ بِهَا (Uthfi Bihaa) - "Yang dengannya aku memadamkan": Kata "Uthfi" berarti memadamkan api. Ini adalah metafora yang sangat kuat. Wabah, bencana, kesulitan, dan hawa nafsu digambarkan sebagai "api" yang panas, membakar, dan merusak. Dengan wasilah kelima pribadi agung ini ("bihaa" - dengan mereka), seorang hamba berharap bisa memadamkan api tersebut. Ini menunjukkan bahwa kekuatan sejati untuk memadamkan datang dari Allah, namun wasilah melalui para kekasih-Nya menjadi jalan turunnya rahmat dan pertolongan tersebut.
حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةْ (Harrol wabaa-il haathimah) - "Panasnya wabah yang menghancurkan": "Harro" berarti panas yang membakar. "Al-Wabaa" adalah wabah atau epidemi. "Al-Haathimah" berasal dari kata "hatama" yang berarti menghancurkan atau meluluhlantakkan. Frasa ini dengan jelas menggambarkan sifat bencana yang dahsyat dan destruktif. Maknanya tidak terbatas pada wabah penyakit fisik seperti pes, kolera, atau pandemi modern. Ia juga mencakup "wabah" spiritual seperti kesesatan, kemerosotan moral, fitnah, kemiskinan yang melumpuhkan, dan segala bentuk keburukan yang merusak tatanan individu maupun masyarakat.
Bait Kedua: اَلْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَةْ
Bait kedua ini merinci siapa lima pribadi agung yang menjadi wasilah tersebut.
اَلْمُصْطَفَى (Al-Musthofa) - "Sang Terpilih": Ini adalah salah satu gelar termulia bagi Baginda Nabi Muhammad SAW. "Al-Musthofa" berarti "Yang Terpilih" atau "Yang Disucikan". Beliau adalah pilihan terbaik Allah dari seluruh ciptaan. Menyebut gelar ini adalah pengakuan atas kedudukan beliau sebagai puncak dari segala kemuliaan dan sebagai Rahmatan lil 'Alamin (rahmat bagi seluruh alam). Melalui beliaulah pintu rahmat Allah terbuka paling lebar.
وَالْمُرْتَضَى (Wal Murtadho) - "Dan Sang yang Diridhai": Gelar ini merujuk kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah. "Al-Murtadho" berarti "Orang yang diridhai". Sayyidina Ali adalah sepupu, menantu, dan sahabat terdekat Rasulullah. Kedalaman ilmunya, keberaniannya yang legendaris, dan kedekatannya dengan Nabi menjadikannya sosok yang sangat istimewa. Ridha Allah senantiasa menyertainya, dan menyebut namanya adalah bentuk penghormatan atas warisan keilmuan dan spiritualitas yang beliau tinggalkan.
وَابْنَاهُمَا (Wabnaahumaa) - "Dan kedua putranya": Frasa ini merujuk kepada dua cucu kesayangan Rasulullah SAW, buah hati dari pernikahan Sayyidina Ali dan Sayyidatina Fatimah, yaitu Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain. Rasulullah sendiri menjuluki mereka sebagai "Pemimpin para pemuda di surga" (Sayyidaa syabaabi ahlil jannah). Kecintaan Nabi kepada keduanya tak terhingga. Mereka adalah pelanjut estafet kesucian dan perjuangan kakek dan ayah mereka. Tawassul melalui keduanya adalah wujud cinta kepada keturunan suci Rasulullah.
وَفَاطِمَةْ (Wa Faathimah) - "Dan Fatimah": Merujuk kepada Sayyidatina Fatimah Az-Zahra, putri bungsu tercinta Rasulullah SAW. Beliau dijuluki sebagai "Pemimpin para wanita di surga" (Sayyidatu nisaa-i ahlil jannah). Beliau adalah bagian dari diri Nabi, sebagaimana sabda beliau, "Fatimah adalah bagian dariku. Siapa yang membuatnya marah, berarti telah membuatku marah." Kedudukannya yang begitu tinggi di sisi Allah dan Rasul-Nya menjadikan namanya sebagai wasilah yang sangat kuat dalam berdoa.
Konsep Ahlul Kisa: Lima Pribadi dalam Satu Selimut Kemuliaan
Kelima sosok yang disebut dalam sholawat ini dikenal sebagai "Ahlul Kisa" atau "Ahli Selimut". Julukan ini berasal dari sebuah peristiwa agung yang diriwayatkan dalam hadits shahih, yang dikenal sebagai Hadits Al-Kisa.
Dikisahkan suatu hari, Rasulullah SAW berada di rumah istri beliau, Ummu Salamah. Beliau kemudian memanggil Fatimah, Ali, Hasan, dan Husain. Rasulullah lalu mengambil sehelai selimut (kisa') Yaman dan menaungi mereka berlima, termasuk diri beliau sendiri. Setelah mereka semua berada di bawah naungan selimut tersebut, Rasulullah berdoa: "Ya Allah, mereka inilah Ahlul Bait-ku (keluarga rumahku) dan orang-orang terdekatku. Hilangkanlah dari mereka segala kotoran (dosa) dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya."
Seketika setelah doa tersebut, turunlah firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."
Peristiwa ini menegaskan status kesucian dan kedudukan istimewa kelima pribadi ini di sisi Allah SWT. Mereka adalah keluarga inti Nabi yang secara khusus didoakan dan disucikan oleh Allah. Oleh karena itu, bertawassul melalui mereka dalam Sholawat Li Khomsatun adalah tindakan yang berlandaskan pada dalil yang kuat tentang kemuliaan mereka, sebagai bentuk penghormatan dan cara untuk mengetuk pintu rahmat Allah melalui orang-orang yang paling dicintai-Nya.
Fadhilah dan Keutamaan Mengamalkan Sholawat Li Khomsatun
Para ulama dan auliya telah menjelaskan berbagai macam fadhilah (keutamaan) dari mengamalkan sholawat ini secara istiqomah dengan niat yang tulus. Keutamaan-keutamaan ini mencakup aspek perlindungan duniawi dan keberkahan ukhrawi.
- Sebagai Penolak Bala dan Wabah (Tolak Bala): Ini adalah fadhilah utama dan paling masyhur dari sholawat ini, sesuai dengan sejarahnya. Mengamalkannya diyakini dapat menjadi perisai spiritual yang melindungi diri, keluarga, dan masyarakat dari berbagai macam bencana, baik yang terlihat maupun tidak, seperti penyakit menular, fitnah, kezaliman penguasa, dan musibah lainnya.
- Penyembuhan dari Penyakit: Sholawat ini sering dijadikan wirid untuk memohon kesembuhan. "Panasnya wabah" dalam teks sholawat bisa diartikan secara harfiah sebagai demam atau penyakit. Dengan membacanya di dekat orang sakit atau meniupkannya ke dalam air untuk diminum, diharapkan barokah dari nama-nama agung di dalamnya dapat menjadi syifa' (obat) atas izin Allah.
- Memberikan Ketenangan Jiwa: Mengingat dan menyebut nama Rasulullah SAW beserta keluarga sucinya dapat mendatangkan ketenangan dan kedamaian dalam hati. Di saat gelisah, cemas, atau tertekan, melantunkan sholawat ini dapat meredakan kegundahan dan menggantinya dengan perasaan damai dan pasrah kepada Allah.
- Memudahkan Segala Urusan: Barokah dari sholawat ini diyakini dapat melapangkan jalan dalam menghadapi berbagai urusan duniawi. Kesulitan dalam pekerjaan, masalah dalam keluarga, atau kebuntuan dalam mencari solusi dapat terbuka jalannya dengan istiqomah mengamalkan sholawat ini sebagai bagian dari ikhtiar batin.
- Meningkatkan Rasa Cinta (Mahabbah) kepada Ahlul Bait: Mengulang-ulang nama mereka dalam doa akan menumbuhkan benih-benih cinta di dalam hati. Mencintai Ahlul Bait Nabi adalah bagian dari kesempurnaan iman, karena cinta ini adalah cabang dari cinta kepada Rasulullah SAW sendiri.
- Menjadi Jalan Meraih Syafaat: Tujuan tertinggi dari setiap amalan adalah meraih ridha Allah dan syafaat Rasulullah di hari kiamat. Dengan senantiasa menunjukkan kecintaan kita kepada Nabi dan keluarganya, kita berharap kelak akan diakui sebagai umatnya dan mendapatkan pertolongan (syafaat) dari mereka di hari di mana tidak ada pertolongan lain selain pertolongan dari Allah.
Tata Cara Mengamalkan dan Adab Berdoa
Sholawat Li Khomsatun dapat diamalkan kapan saja dan di mana saja. Namun, ada beberapa adab dan cara yang dianjurkan oleh para ulama untuk memaksimalkan keberkahannya.
Waktu Pengamalan
Meskipun bisa dibaca kapan pun, beberapa waktu mustajab sangat dianjurkan:
- Setelah Sholat Fardhu: Menjadikannya sebagai bagian dari wirid harian setelah sholat lima waktu adalah praktik yang sangat baik. Biasanya dibaca sebanyak 3, 5, atau 7 kali.
- Sebagai Wirid Pagi dan Petang: Membacanya bersama rangkaian dzikir pagi dan petang untuk memohon perlindungan sepanjang hari dan malam.
- Saat Menghadapi Musibah: Ketika mendengar berita wabah, merasakan gejala penyakit, atau menghadapi situasi sulit, segeralah melantunkan sholawat ini dengan penuh pengharapan.
- Dalam Majelis Dzikir dan Sholawat: Sholawat ini sering dibaca bersama-sama dalam perkumpulan atau majelis ilmu sebagai doa kolektif untuk keselamatan bersama.
Jumlah Bilangan
Tidak ada batasan pasti mengenai jumlah bacaan. Kualitas, yaitu kekhusyukan dan keikhlasan, lebih utama daripada kuantitas. Namun, para ulama sering memberikan ijazah (izin untuk mengamalkan) dengan jumlah tertentu sebagai bentuk riyadhah (latihan spiritual):
- 3 kali atau 7 kali: Jumlah ganjil yang umum untuk wirid harian.
- 41 kali: Jumlah yang sering digunakan untuk hajat-hajat khusus, dibaca dalam satu majelis.
- 100 kali atau lebih: Sebagai amalan rutin untuk mendapatkan keberkahan yang berkelanjutan.
Penting untuk diingat bahwa jumlah ini bukanlah syarat mutlak, melainkan anjuran untuk menjaga konsistensi dan kesungguhan dalam beramal.
Adab dalam Mengamalkan
Untuk meraih fadhilah yang sempurna, amalkan sholawat ini dengan adab yang baik:
- Niat yang Tulus: Niatkan semata-mata karena Allah SWT, untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan sebagai wujud cinta kepada Rasulullah serta Ahlul Baitnya.
- Dalam Keadaan Suci: Dianjurkan untuk memiliki wudhu saat membacanya, meskipun tidak menjadi syarat wajib.
- Menghadap Kiblat: Jika memungkinkan, duduk menghadap kiblat akan menambah kekhusyukan.
- Memahami Makna: Merenungkan makna dari setiap kata yang diucapkan agar doa lebih meresap ke dalam hati.
- Menghadirkan Hati: Fokuskan pikiran dan hati, hindari membaca dengan tergesa-gesa atau sambil lalu. Hadirkan dalam benak kemuliaan lima pribadi yang agung tersebut.
- Ditutup dengan Doa: Setelah selesai membaca sholawat, sempurnakan dengan doa memohon hajat spesifik kepada Allah SWT.
Penutup: Menjadikan Sholawat Sebagai Perisai Kehidupan
Sholawat Li Khomsatun adalah warisan berharga dari para auliya yang mengajarkan kita bagaimana cara berlindung kepada Allah di masa-masa sulit. Ia bukan sekadar mantra, tetapi sebuah untaian cinta dan pengharapan yang menghubungkan hati seorang hamba dengan pribadi-pribadi termulia di sisi Tuhannya. Dengan mengamalkannya, kita tidak hanya memohon perlindungan dari wabah fisik, tetapi juga membentengi diri dari wabah keraguan, kemalasan, dan kemaksiatan yang dapat merusak iman.
Marilah kita hidupkan kembali amalan ini dalam keseharian kita, mengajarkannya kepada keluarga, dan melantunkannya dengan penuh keyakinan. Semoga dengan barokah sholawat ini, Allah SWT senantiasa melindungi kita, keluarga kita, dan negeri kita dari segala bentuk bala, wabah, dan bencana, serta mengumpulkan kita kelak bersama Baginda Nabi Muhammad SAW dan Ahlul Baitnya yang suci di dalam surga-Nya.