Tuntunan Lengkap Bacaan Ruku Muhammadiyah
Pendahuluan: Memahami Kedudukan Ruku dalam Ibadah Shalat
Shalat adalah tiang agama, sebuah pilar fundamental dalam kehidupan seorang muslim. Ia adalah bentuk komunikasi paling intim antara seorang hamba dengan Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya bukanlah sekadar ritual mekanis, melainkan mengandung makna filosofis dan spiritual yang sangat dalam. Di antara rukun-rukun shalat yang agung, ruku' menempati posisi yang krusial. Ruku' adalah gerakan membungkukkan badan, sebuah simbol ketundukan, kepasrahan, dan pengagungan yang total kepada kebesaran Allah. Melaksanakannya dengan benar, baik dari segi gerakan maupun bacaan, adalah esensi untuk mencapai shalat yang khusyuk dan diterima.
Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, pelaksanaan ibadah, termasuk shalat, haruslah senantiasa merujuk kepada sumber otentik ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah Al-Maqbulah (Sunnah yang diterima). Prinsip ini diwujudkan melalui lembaga Majelis Tarjih dan Tajdid, yang secara teliti mengkaji dalil-dalil untuk merumuskan tuntunan ibadah yang paling mendekati praktik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tuntunan ini kemudian dihimpun dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT), yang menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah dalam beribadah. Artikel ini bertujuan untuk mengupas secara mendalam dan komprehensif mengenai bacaan ruku' menurut pandangan Tarjih Muhammadiyah, mulai dari tata cara gerakan, ragam bacaan yang sahih, hingga penghayatan makna yang terkandung di dalamnya. Tujuannya adalah agar kita tidak hanya sekadar menjalankan, tetapi juga memahami dan meresapi setiap detik dalam momen ruku' kita.
Bab 1: Hakikat dan Makna Spritual Gerakan Ruku'
Ruku' bukan sekadar jeda antara berdiri dan sujud. Ia adalah sebuah rukun (pilar) shalat yang jika ditinggalkan, baik sengaja maupun tidak sengaja tanpa mengulanginya, maka shalat tersebut menjadi tidak sah. Kedudukannya yang vital ini ditegaskan dalam banyak dalil. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu, serta berbuatlah kebaikan agar kamu beruntung.” (QS. Al-Hajj: 77)Ayat ini secara eksplisit memerintahkan kita untuk melakukan ruku' dan sujud sebagai bagian dari penyembahan kepada Allah. Secara spiritual, gerakan ruku' adalah manifestasi fisik dari kerendahan hati. Saat kita meluruskan punggung dan menundukkan kepala sejajar dengannya, kita seolah-olah melepaskan segala bentuk keangkuhan, kesombongan, dan status duniawi yang melekat pada diri. Posisi ini adalah pengakuan mutlak bahwa hanya Allah yang Maha Agung, sementara kita adalah makhluk yang lemah dan hina di hadapan-Nya. Ini adalah momen introspeksi, di mana seorang hamba menempatkan dirinya pada posisi yang paling rendah di hadapan Tuhannya, sebuah pengakuan tanpa kata akan kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
Pentingnya Tuma'ninah dalam Ruku'
Salah satu aspek terpenting dalam ruku', yang seringkali terabaikan, adalah tuma'ninah. Tuma'ninah berarti tenang, diam sejenak hingga seluruh tulang dan persendian kembali ke posisi semula sebelum melanjutkan ke gerakan berikutnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menekankan hal ini. Dalam sebuah hadis yang terkenal tentang "orang yang buruk shalatnya" (al-musii'u shalatuhu), beliau berulang kali mengajarinya untuk melakukan setiap gerakan dengan tuma'ninah. Beliau bersabda:
“...kemudian rukuklah sampai engkau benar-benar tuma'ninah dalam rukukmu, kemudian bangkitlah (i’tidal) sampai engkau tegak berdiri...” (HR. Bukhari dan Muslim)Shalat yang tergesa-gesa, tanpa tuma'ninah, diibaratkan oleh Nabi sebagai "pencuri terburuk" yang mencuri dari shalatnya sendiri. Tuma'ninah memberikan ruang dan waktu bagi hati dan lisan untuk selaras. Tanpa ketenangan ini, bacaan ruku' hanya akan menjadi gumaman tak bermakna. Tuma'ninah memungkinkan kita untuk merenungkan setiap kata yang kita ucapkan, merasakan getaran pengagungan kepada Allah, dan membiarkan makna doa meresap ke dalam jiwa. Oleh karena itu, meluangkan waktu beberapa detik untuk diam dan tenang dalam posisi ruku' adalah kunci untuk membuka pintu kekhusyukan.
Bab 2: Tata Cara Gerakan Ruku' yang Sempurna
Sebelum mendalami bacaan, penting untuk memahami bagaimana gerakan ruku' yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Gerakan yang benar akan membantu tercapainya kekhusyukan dan kesempurnaan ibadah. Berdasarkan hadis-hadis yang sahih, para ulama, termasuk Majelis Tarjih Muhammadiyah, merumuskan postur ruku' yang ideal sebagai berikut:
- Mengangkat Tangan saat Takbir: Gerakan ruku' diawali dengan takbiratul intiqal (takbir perpindahan) sambil mengangkat kedua tangan setinggi bahu atau telinga, sebagaimana saat takbiratul ihram.
- Punggung Lurus dan Rata: Punggung harus diluruskan hingga benar-benar rata. Aisyah radhiyallahu 'anha menggambarkan bahwa saking lurusnya punggung Nabi saat ruku', "jika diletakkan bejana berisi air di atas punggungnya, niscaya tidak akan tumpah." Ini menunjukkan kesempurnaan dan keseriusan dalam menjaga postur.
- Kepala Sejajar Punggung: Kepala tidak boleh menunduk lebih rendah dari punggung, dan tidak pula mendongak ke atas. Posisi kepala harus lurus, menjadi perpanjangan alami dari tulang punggung. Pandangan mata dianjurkan untuk diarahkan ke tempat sujud.
- Tangan di Lutut: Kedua telapak tangan diletakkan di atas kedua lutut. Posisi tangan ini bukan sekadar menempel, melainkan seolah-olah mencengkeram atau memegang lutut dengan jari-jari yang direnggangkan. Hal ini memberikan stabilitas dan kesempurnaan pada postur.
- Siku dan Lengan: Posisi lengan dan siku agak direnggangkan dari tubuh, tidak menempel pada lambung. Ini memberikan ruang dan menunjukkan postur yang tegap dan tidak malas.
Memperhatikan detail-detail gerakan ini adalah bagian dari ittiba' (mengikuti) sunnah Nabi. Ketika kita berusaha menyempurnakan gerakan fisik, sesungguhnya kita sedang berusaha menyempurnakan penghambaan kita secara lahir dan batin. Gerakan yang benar akan membawa dampak psikologis, menumbuhkan rasa disiplin, dan membantu pikiran untuk lebih fokus pada bacaan yang akan diucapkan.
Bab 3: Ragam Bacaan Ruku' Menurut Tuntunan Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih Muhammadiyah, dalam Himpunan Putusan Tarjih, menjelaskan beberapa pilihan bacaan ruku' yang semuanya bersumber dari hadis-hadis yang sahih. Adanya keragaman bacaan ini (tanawwu' al-'ibadat) merupakan salah satu bentuk rahmat Allah, yang menunjukkan fleksibilitas dalam syariat dan memberikan pilihan kepada umatnya. Berikut adalah bacaan-bacaan tersebut beserta dalil dan penjelasannya.
Bacaan Utama yang Diprioritaskan
Dalam berbagai publikasi dan tuntunan shalat Muhammadiyah, bacaan ini seringkali ditempatkan sebagai pilihan utama. Hal ini didasarkan pada kekuatan dalilnya dan keterkaitannya yang erat dengan perintah Al-Qur'an.
Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika, allahummaghfir lii.
"Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku."
Dalil yang menjadi landasan utama bacaan ini adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu 'anha:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca dalam rukuk dan sujudnya: ‘Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika, allahummaghfir lii’. Beliau melakukan hal itu sebagai tafsir/pengamalan dari (perintah) Al-Qur'an.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kekuatan bacaan ini terletak pada beberapa aspek. Pertama, hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (muttafaqun 'alaih), yang merupakan derajat kesahihan tertinggi. Kedua, Aisyah, sebagai istri Nabi dan orang yang paling dekat dengannya, memberikan kesaksian bahwa bacaan ini "sering" diucapkan oleh beliau, menunjukkan bahwa ini adalah amalan yang rutin. Ketiga, dan yang paling penting, Aisyah secara eksplisit menyebutkan bahwa bacaan ini adalah bentuk pengamalan langsung dari perintah Al-Qur'an, yaitu Surah An-Nashr ayat 3: "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya."
Doa ini menggabungkan tiga pilar dzikir yang agung: Tasbih (Subhaanaka - menyucikan Allah dari segala kekurangan), Tahmid (wa bihamdika - memuji Allah atas segala kesempurnaan-Nya), dan Istighfar (allahummaghfir lii - memohon ampunan). Kombinasi ini sangat indah. Dalam posisi kita yang paling menunduk dan mengagungkan-Nya, kita menyadari betapa pun sempurnanya pujian kita, kita tetaplah hamba yang penuh dosa dan senantiasa membutuhkan ampunan-Nya. Ini adalah puncak adab seorang hamba kepada Tuhannya.
Bacaan Alternatif Pertama
Ini adalah bacaan ruku' yang paling populer dan dikenal luas oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Bacaan ini juga memiliki landasan hadis yang sangat kuat dan sahih.
Subhaana rabbiyal 'azhiim. (Dibaca 3 kali)
"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung."
Dalilnya adalah hadis dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu, yang menceritakan shalat malamnya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata:
“...kemudian beliau rukuk, dan beliau membaca dalam rukuknya ‘Subhaana rabbiyal 'azhiim’...” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain dari sahabat 'Uqbah bin 'Amir, disebutkan: "Ketika turun ayat 'Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Agung' (QS. Al-Waqi'ah: 74), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 'Jadikanlah ia (bacaan tasbih) dalam rukuk kalian'." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). Anjuran untuk membacanya sebanyak tiga kali didasarkan pada hadis Ibnu Mas'ud, yang meskipun statusnya diperdebatkan, namun menjadi amalan umum dan dianggap sebagai jumlah minimal untuk kesempurnaan.
Makna dari bacaan ini sangat selaras dengan gerakan ruku'. Saat kita membungkuk, menempatkan diri pada posisi rendah, lisan kita mengucapkan pengakuan akan keagungan (Al-'Azhiim) Allah. Ini adalah kontras yang kuat: kerendahan postur kita berhadapan dengan ketinggian dan keagungan sifat Tuhan kita. Setiap kali kita mengulang "Subhaana rabbiyal 'azhiim", kita menegaskan kembali penyucian kita kepada Allah dan pengakuan kita akan keagungan-Nya yang tiada tara.
Bacaan Alternatif Kedua
Ini adalah variasi dari bacaan sebelumnya, dengan tambahan pujian (tahmid).
Subhaana rabbiyal 'azhiimi wa bihamdih. (Dibaca 3 kali)
"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dan dengan memuji-Nya."
Bacaan ini juga didasarkan pada riwayat hadis, di antaranya dari Uqbah bin Amir yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ad-Daruquthni. Tambahan "wa bihamdih" memperkaya makna dzikir tersebut. Tidak hanya menyucikan Allah dari segala kekurangan (tasbih), tetapi kita juga secara aktif memuji-Nya atas segala kesempurnaan dan karunia-Nya (tahmid). Ini menggabungkan dua bentuk pengagungan dalam satu kalimat.
Bacaan Alternatif Ketiga (Khususnya untuk Shalat Malam)
Terdapat bacaan lain yang lebih panjang dan penuh dengan pengagungan, yang juga diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya dalam ruku' dan sujud, terutama dalam shalat-shalat sunnah yang panjang seperti shalat malam.
Subbuuhun qudduusun, rabbul malaa-ikati war ruuh.
"Maha Suci, Maha Kudus, Tuhan para malaikat dan Ar-Ruh (Jibril)."
Dalilnya adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu 'anha:
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam rukuk dan sujudnya: ‘Subbuuhun qudduusun, rabbul malaa-ikati war ruuh’.” (HR. Muslim)
Bacaan ini memiliki tingkat pengagungan yang luar biasa. Kata "Subbuh" dan "Quddus" keduanya berarti Maha Suci, namun "Quddus" memiliki penekanan pada kesucian yang murni, terbebas dari segala cela dan aib. Kemudian, dzikir ini menegaskan bahwa Allah adalah Tuhan bagi para malaikat, makhluk-makhluk suci yang senantiasa taat, dan juga Tuhan bagi Ar-Ruh, yang ditafsirkan oleh mayoritas ulama sebagai Malaikat Jibril, pemimpin para malaikat. Dengan mengucapkan ini, kita seolah-olah bergabung dalam paduan suara tasbih bersama para penghuni langit, mengagungkan Raja alam semesta. Bacaan ini sangat cocok untuk shalat tahajud, di mana keheningan malam memungkinkan perenungan yang lebih dalam dan khusyuk.
Bab 4: Metodologi Tarjih Muhammadiyah dalam Memilih Bacaan
Penting untuk dipahami bahwa ketika Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih, cenderung merekomendasikan bacaan "Subhaanakallahumma...", itu bukan berarti menafikan atau menyalahkan bacaan lainnya. Semua bacaan yang telah disebutkan di atas adalah sahih dan berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pendekatan Tarjih Muhammadiyah adalah pendekatan ilmiah yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu hadis dan ushul fiqh untuk mencari dalil yang dianggap paling kuat (arjah).
Alasan di balik penekanan pada bacaan "Subhaanakallahumma..." adalah sebagai berikut:
- Kekuatan Sanad: Hadisnya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang merupakan standar emas dalam periwayatan hadis.
- Konteks Qur'ani: Bacaan ini merupakan implementasi langsung dari perintah spesifik dalam Al-Qur'an (QS. An-Nashr), sebagaimana dijelaskan oleh Aisyah. Ini menciptakan hubungan yang sangat kuat antara firman Allah dan praktik Nabi.
- Kelengkapan Makna: Doa ini secara komprehensif mencakup tiga elemen penting dalam hubungan hamba-Tuhan: penyucian (tasbih), pujian (tahmid), dan permohonan ampun (istighfar). Kelengkapan ini menjadikannya doa yang sangat padat makna.
- Praktik di Akhir Hayat Nabi: Surah An-Nashr adalah salah satu surah terakhir yang turun, yang menandakan dekatnya wafat Nabi. Amalan beliau yang didasarkan pada surah ini menunjukkan bahwa ini adalah salah satu amalan yang beliau rutinkan di fase akhir kehidupannya yang mulia.
Meskipun demikian, prinsip tanawwu' al-'ibadat (keragaman dalam ibadah) sangat dihormati. Seorang warga Muhammadiyah, atau muslim secara umum, bebas untuk mengamalkan salah satu dari bacaan-bacaan sahih tersebut. Bahkan, akan lebih baik jika kita dapat menghafal semuanya dan mengamalkannya secara bergantian di waktu yang berbeda. Hal ini akan membantu menjaga kekhusyukan, menghindari rutinitas mekanis, dan yang terpenting, menghidupkan berbagai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat kita.
Bab 5: Menghayati Makna Bacaan Ruku' untuk Shalat yang Lebih Bermakna
Tujuan akhir dari mempelajari semua ini bukanlah sekadar pengetahuan teoretis, tetapi untuk mengubah kualitas shalat kita. Kunci utamanya adalah penghayatan (tadabbur). Mari kita coba selami lebih dalam makna di balik setiap kalimat yang kita ucapkan saat membungkuk di hadapan Allah.
Saat Anda memulai ruku' dengan takbir, rasakanlah kebesaran Allah yang membuat Anda tunduk. Kemudian, saat punggung Anda lurus dalam posisi yang khidmat, mulailah berdzikir dengan penuh kesadaran.
Jika Anda membaca "Subhaana rabbiyal 'azhiim", rasakanlah kontrasnya. Tubuh Anda membungkuk dalam kehinaan, sementara lisan Anda memproklamasikan keagungan Tuhan yang tak terbatas. Bayangkan betapa kecilnya diri kita, masalah kita, dan segala urusan duniawi kita jika dibandingkan dengan keagungan ('azhamah) Allah. Ulangi bacaan itu dengan perlahan, biarkan maknanya meresap dan mengikis habis kesombongan yang mungkin masih tersisa di dalam hati.
Jika Anda membaca "Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika, allahummaghfir lii", hayatilah tiga fase dalam doa ini. Fase pertama, "Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika", adalah pengakuan murni. "Ya Allah, Engkau suci dari segala kekurangan, Engkaulah Tuhan kami, dan segala puji hanya untuk-Mu." Ini adalah pernyataan cinta dan pengagungan. Fase kedua, "allahummaghfir lii", adalah pengakuan atas kelemahan diri. Setelah memuji-Nya setinggi langit, kita segera tersadar bahwa sebagai hamba, kita tidak akan pernah luput dari salah dan dosa. Maka, dengan penuh kerendahan hati, kita memohon ampunan. Doa ini mengajarkan kita adab tertinggi: seberapa pun hebatnya ibadah dan pujian kita, kita harus selalu merasa butuh akan ampunan dan rahmat-Nya.
Dan jika Anda berada dalam keheningan malam, membaca "Subbuuhun qudduusun, rabbul malaa-ikati war ruuh", bayangkanlah diri Anda sedang beribadah bersama semesta raya. Bayangkan para malaikat yang tak terhitung jumlahnya, termasuk Jibril, semuanya sedang bertasbih mengagungkan Tuhan yang sama. Anda bukan sendirian. Anda adalah bagian dari sebuah orkestra ibadah kosmik yang agung. Rasa ini akan memberikan ketenangan dan kekhusyukan yang luar biasa, mengangkat shalat Anda dari sekadar kewajiban menjadi sebuah pengalaman spiritual yang mendalam.
Kesimpulan: Menuju Kesempurnaan Ruku'
Ruku' adalah momen emas dalam shalat. Ia adalah perpaduan sempurna antara ketundukan fisik dan pengagungan lisan. Memahami tuntunan bacaan ruku' menurut Muhammadiyah, yang didasarkan pada dalil-dalil yang kuat dari sunnah Nabi, adalah langkah penting untuk menyempurnakan ibadah kita. Baik itu dengan bacaan "Subhaanakallahumma..." yang komprehensif, "Subhaana rabbiyal 'azhiim" yang populer, maupun bacaan-bacaan sahih lainnya, intinya terletak pada dua hal: kesesuaian dengan sunnah dan kehadiran hati (khusyuk).
Marilah kita berupaya untuk tidak hanya menghafal bacaannya, tetapi juga memahami maknanya, merenungkannya, dan mempraktikkan gerakan ruku' dengan tuma'ninah yang sempurna. Dengan demikian, setiap ruku' yang kita lakukan bukan lagi sekadar gerakan membungkuk, melainkan sebuah dialog jiwa yang penuh dengan pengagungan, pujian, dan permohonan ampun kepada Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk dapat melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.