Shalawat Munjiyat: Perisai Penyelamat dan Pembuka Pintu Kebaikan
Ilustrasi ornamen Islami untuk Shalawat Munjiyat
Di tengah lautan zikir dan doa yang diajarkan dalam Islam, shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ menempati posisi yang amat istimewa. Ia bukan sekadar untaian kata pujian, melainkan sebuah jembatan spiritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Rabb-nya melalui wasilah (perantara) kecintaan kepada Rasul termulia. Di antara berbagai macam redaksi shalawat, terdapat satu yang sangat masyhur dikenal karena khasiatnya yang luar biasa dalam memohon pertolongan dan keselamatan, yaitu Shalawat Munjiyat. Namanya sendiri, "Munjiyat", berasal dari kata bahasa Arab yang berarti "menyelamatkan". Shalawat ini adalah doa, permohonan, dan sekaligus pengakuan atas keagungan risalah Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Shalawat Munjiyat dikenal sebagai doa sapu jagat dalam bentuk shalawat. Kandungannya begitu lengkap, mencakup permohonan untuk diselamatkan dari segala marabahaya, dipenuhinya segala hajat, disucikannya diri dari segala keburukan, diangkatnya derajat ke tingkatan tertinggi, hingga sampainya pada puncak segala kebaikan di dunia dan akhirat. Karena kelengkapan dan kedalaman maknanya inilah, Shalawat Munjiyat menjadi amalan yang dipegang teguh oleh para ulama, auliya, dan kaum muslimin dari generasi ke generasi sebagai senjata spiritual untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Teks, Transliterasi, dan Terjemahan Shalawat Munjiyat
Untuk dapat meresapi keagungan shalawat ini, langkah pertama adalah dengan memahami lafaz, bacaan, serta maknanya. Berikut adalah teks lengkap Shalawat Munjiyat dalam tulisan Arab, transliterasi Latin untuk mempermudah pelafalan, serta terjemahan dalam bahasa Indonesia.
Teks Arab
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ
Transliterasi Latin
Allâhumma shalli ‘alâ Sayyidinâ Muhammadin shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’il ahwâli wal âfât, wa taqdhî lanâ bihâ jamî’al hâjât, wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’is sayyi-ât, wa tarfa’unâ bihâ ‘indaka a’lad darajât, wa tuballighunâ bihâ aqshal ghâyât min jamî’il khairâti fil hayâti wa ba’dal mamât.
Terjemahan Bahasa Indonesia
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dengan rahmat (shalawat) yang Engkau akan menyelamatkan kami dari semua keadaan yang menakutkan dan dari semua malapetaka. Dengan rahmat itu, Engkau akan memenuhi semua hajat (kebutuhan) kami. Dengan rahmat itu, Engkau akan menyucikan kami dari semua keburukan (dosa). Dengan rahmat itu, Engkau akan mengangkat kami ke derajat yang paling tinggi di sisi-Mu. Dan dengan rahmat itu pula, Engkau akan menyampaikan kami kepada tujuan yang paling utama dari semua kebaikan, baik semasa hidup maupun sesudah mati."
Sejarah dan Asal-Usul Shalawat Munjiyat
Kisah di balik Shalawat Munjiyat sangatlah masyhur dan sering dinukil dalam kitab-kitab para ulama, khususnya yang membahas tentang fadhilah shalawat. Meskipun terdapat beberapa versi, inti ceritanya berkisar pada sebuah peristiwa karamah yang dialami oleh seorang alim saleh. Kisah ini sering kali dinisbahkan kepada seorang ulama bernama Syaikh Shalih Musa al-Dharir.
Diceritakan bahwa Syaikh Musa sedang berada dalam sebuah perjalanan laut dengan menumpang sebuah kapal besar bersama para penumpang lainnya. Di tengah samudra yang luas, tiba-tiba badai dahsyat datang menerjang. Angin bertiup kencang, ombak menggulung setinggi gunung, dan langit menjadi gelap gulita. Kapal itu terombang-ambing tak tentu arah, di ambang kehancuran. Para penumpang dilanda kepanikan luar biasa. Kematian seolah sudah berada di depan mata. Mereka semua pasrah, meyakini bahwa ajal akan segera menjemput.
Di tengah kepanikan dan ketakutan yang memuncak itu, Syaikh Musa al-Dharir merasakan kantuk yang luar biasa hingga akhirnya beliau tertidur. Dalam tidurnya, beliau bermimpi bertemu dengan Baginda Rasulullah ﷺ. Dalam mimpi tersebut, Rasulullah ﷺ tersenyum menenangkan dan mengajarkan sebuah amalan penyelamat. Beliau ﷺ bersabda, "Katakan kepada para penumpang kapal agar mereka membaca shalawat ini sebanyak seribu (1000) kali." Rasulullah ﷺ kemudian membacakan lafaz shalawat yang kelak dikenal sebagai Shalawat Munjiyat.
Seketika Syaikh Musa terbangun dari tidurnya. Beliau tidak menyia-nyiakan waktu. Dengan penuh keyakinan, beliau segera mengumpulkan para penumpang yang sedang dilanda ketakutan dan menceritakan mimpinya. Beliau mengajak mereka semua untuk bersama-sama, dengan hati yang khusyuk dan penuh harap, membaca lafaz shalawat yang baru saja diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.
Mereka pun mulai membaca shalawat itu bersama-sama. Ajaibnya, belum lagi genap tiga ratus kali bacaan, kekuatan badai mulai mereda. Angin yang tadinya mengamuk menjadi tenang, ombak yang tadinya ganas perlahan melandai, dan langit yang gelap mulai menampakkan cahayanya. Atas izin Allah SWT, berkat barakah dari shalawat yang mereka baca, badai tersebut berhenti total dan kapal beserta seluruh penumpangnya selamat dari marabahaya yang hampir merenggut nyawa mereka.
Kisah inilah yang menjadi cikal bakal tersebarnya Shalawat Munjiyat ke seluruh penjuru dunia Islam. Para ulama mencatatnya dalam karya-karya mereka sebagai bukti nyata keutamaan bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, khususnya dengan redaksi yang komprehensif ini. Shalawat ini kemudian menjadi salah satu amalan andalan bagi kaum muslimin ketika menghadapi kesulitan, memohon terkabulnya hajat, dan sebagai wirid harian untuk memohon perlindungan serta keberkahan hidup.
Makna dan Tafsir Mendalam Setiap Kalimat
Keagungan Shalawat Munjiyat tidak hanya terletak pada kisah karamahnya, tetapi yang lebih utama adalah pada kedalaman makna yang terkandung dalam setiap frasanya. Mari kita bedah satu per satu untaian doa yang mulia ini.
1. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ (Allâhumma shalli ‘alâ Sayyidinâ Muhammadin)
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad."
Ini adalah kalimat pembuka dan inti dari setiap shalawat. Permohonan kepada Allah SWT agar melimpahkan shalâh (rahmat, pujian, dan keberkahan) kepada Nabi Muhammad ﷺ. Kata "Sayyidina" (junjungan kami) adalah bentuk adab dan penghormatan tertinggi kepada Rasulullah ﷺ. Dengan mengawali doa dengan shalawat, kita sedang mengetuk pintu rahmat Allah dengan kunci yang paling dicintai-Nya, yaitu memuliakan kekasih-Nya.
2. صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ (shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’il ahwâli wal âfât)
Artinya: "...dengan rahmat (shalawat) yang Engkau akan menyelamatkan kami dari semua keadaan yang menakutkan dan dari semua malapetaka."
Inilah permohonan pertama yang spesifik dalam shalawat ini, yang menjadi asal-usul namanya (Munjiyat = Penyelamat). Kita memohon agar shalawat ini menjadi wasilah keselamatan.
- Al-Ahwâl (الْأَهْوَالِ): Bentuk jamak dari "haul", yang berarti kengerian, ketakutan, atau keadaan yang genting. Ini mencakup segala bentuk ketakutan, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, seperti ketakutan akan kemiskinan, penyakit, kezaliman penguasa, fitnah, dan bencana alam. Di akhirat, ini mencakup kengerian sakaratul maut, fitnah kubur, dahsyatnya hari kiamat, hisab, dan jembatan shirath.
- Al-Âfât (الْآفَاتِ): Bentuk jamak dari "âfah", yang berarti malapetaka, bencana, atau wabah. Ini mencakup musibah yang menimpa fisik dan materi, seperti penyakit, kecelakaan, kebangkrutan, gagal panen, serta bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan badai.
3. وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ (wa taqdhî lanâ bihâ jamî’al hâjât)
Artinya: "...Dengan rahmat itu, Engkau akan memenuhi semua hajat (kebutuhan) kami."
Setelah memohon untuk dijauhkan dari marabahaya, kita beralih memohon untuk didatangkannya kebaikan, yaitu terpenuhinya segala kebutuhan. Kata Al-Hâjât (الْحَاجَاتِ) bersifat umum, mencakup segala jenis kebutuhan seorang hamba.
- Kebutuhan Duniawi: Seperti rezeki yang halal dan berkah, kesehatan yang prima, keluarga yang sakinah, pekerjaan yang layak, ilmu yang bermanfaat, dan terbebas dari utang.
- Kebutuhan Ukhrawi: Ini adalah kebutuhan yang lebih hakiki, seperti ampunan atas segala dosa, taufik untuk senantiasa beribadah, istiqamah di jalan kebenaran, kemudahan dalam sakaratul maut, dan mendapatkan husnul khatimah (akhir yang baik).
4. وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ (wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’is sayyi-ât)
Artinya: "...Dengan rahmat itu, Engkau akan menyucikan kami dari semua keburukan (dosa)."
Permohonan ini menyentuh aspek spiritual yang paling mendasar: penyucian diri. Tuthahhirunâ (تُطَهِّرُنَا) berarti "Engkau menyucikan kami". Ini lebih dalam dari sekadar memohon ampun. Penyucian berarti membersihkan jiwa dari noda dan kotoran dosa sehingga kembali fitrah dan bersih. As-Sayyi-ât (السَّيِّئَاتِ) berarti segala bentuk keburukan atau dosa, mencakup:
- Dosa Lahiriah: Dosa yang dilakukan oleh anggota badan seperti lisan (ghibah, fitnah), mata (memandang yang haram), tangan (mencuri, menyakiti), dan kaki (melangkah ke tempat maksiat).
- Dosa Batiniah: Ini adalah penyakit hati yang seringkali lebih berbahaya, seperti riya (pamer), ujub (bangga diri), sombong, hasad (dengki), dan benci.
5. وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ (wa tarfa’unâ bihâ ‘indaka a’lad darajât)
Artinya: "...Dengan rahmat itu, Engkau akan mengangkat kami ke derajat yang paling tinggi di sisi-Mu."
Setelah disucikan, seorang hamba layak untuk diangkat derajatnya. Permohonan ini adalah puncak dari aspirasi spiritual. Tarfa'unâ (تَرْفَعُنَا) berarti "Engkau mengangkat kami". A'lad Darajât (أَعْلَى الدَّرَجَاتِ) adalah derajat atau tingkatan yang paling tinggi. Ini bukan tentang kedudukan di mata manusia, melainkan kedudukan mulia 'indaka (عِنْدَكَ), yaitu "di sisi-Mu, ya Allah". Derajat ini mencakup kemuliaan di dunia dengan menjadi hamba yang dicintai Allah, dan kemuliaan di akhirat dengan ditempatkan di surga tertinggi bersama para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.
6. وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ (wa tuballighunâ bihâ aqshal ghâyât min jamî’il khairâti fil hayâti wa ba’dal mamât)
Artinya: "...Dan dengan rahmat itu pula, Engkau akan menyampaikan kami kepada tujuan yang paling utama dari semua kebaikan, baik semasa hidup maupun sesudah mati."
Ini adalah kalimat penutup yang menyempurnakan seluruh permohonan. Ia adalah doa sapu jagat yang mencakup segala bentuk kebaikan.
- Aqshal Ghâyât (أَقْصَى الْغَايَاتِ): Tujuan terjauh, puncak, atau klimaks dari segala sesuatu.
- Jamî'il Khairât (جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ): Seluruh bentuk kebaikan, tanpa terkecuali.
- Fil Hayâti (فِي الْحَيَاةِ): Semasa hidup di dunia. Puncak kebaikan di dunia adalah mencapai ma'rifatullah (mengenal Allah), merasakan lezatnya iman dan ibadah, serta hidup dalam ketaatan dan ridha-Nya.
- Wa Ba'dal Mamât (وَبَعْدَ الْمَمَاتِ): Sesudah kematian. Puncak kebaikan setelah mati adalah mendapatkan ridha Allah, selamat dari siksa kubur dan neraka, serta masuk ke dalam surga-Nya dan puncaknya adalah memandang Wajah Allah Yang Maha Mulia.
Keutamaan dan Fadhilah Mengamalkan Shalawat Munjiyat
Berdasarkan makna mendalam yang terkandung di dalamnya serta riwayat yang melatarbelakanginya, para ulama menyimpulkan berbagai keutamaan (fadhilah) bagi siapa saja yang mengamalkan Shalawat Munjiyat dengan istiqamah dan penuh keyakinan. Beberapa di antaranya adalah:
1. Menjadi Wasilah Keselamatan dari Musibah dan Bencana.
Sesuai dengan namanya, keutamaan paling utama dari shalawat ini adalah sebagai permohonan perlindungan. Ia bagaikan perisai spiritual yang melindungi pembacanya dari berbagai marabahaya, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Mengamalkannya di waktu-waktu sulit diyakini dapat mendatangkan pertolongan Allah dengan cara yang tidak terduga.
2. Mempermudah Terkabulnya Hajat dan Keinginan.
Shalawat ini mengandung permohonan agar Allah memenuhi segala kebutuhan. Banyak para shalihin yang menjadikannya sebagai wasilah tawasul ketika memiliki hajat besar. Dengan membacanya dalam jumlah tertentu (misalnya 41 kali, 100 kali, atau bahkan 1000 kali) setelah shalat hajat, diyakini dapat mempercepat terkabulnya doa.
3. Media Penyucian Jiwa dan Pengampunan Dosa.
Kalimat "wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’is sayyi-ât" adalah doa langsung untuk pembersihan diri. Membacanya secara rutin dapat membantu melembutkan hati, menyadarkan diri dari perbuatan dosa, dan dengan barakah shalawat, Allah akan membersihkan noda-noda dosa dari hati seorang hamba.
4. Mengangkat Derajat di Sisi Allah SWT.
Setiap shalawat yang kita panjatkan kepada Nabi Muhammad ﷺ akan dibalas oleh Allah dengan sepuluh kali lipat rahmat, pengampunan, dan pengangkatan derajat. Shalawat Munjiyat secara eksplisit memohon "derajat yang paling tinggi", sehingga mengamalkannya adalah sebuah usaha spiritual untuk meraih kedudukan mulia di hadapan Allah.
5. Pembuka Pintu Segala Kebaikan Dunia dan Akhirat.
Doa penutupnya yang sangat komprehensif menjadikan shalawat ini sebagai kunci untuk membuka gudang-gudang kebaikan Allah. Orang yang istiqamah membacanya akan merasakan keberkahan dalam hidupnya, kemudahan dalam urusannya, dan harapan besar untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat kelak.
6. Mendatangkan Ketenangan Hati.
Mengingat Allah dan Rasul-Nya adalah sumber ketenangan jiwa. Di tengah hiruk pikuk dan tekanan hidup, meluangkan waktu untuk merenungi dan melantunkan Shalawat Munjiyat dapat menjadi terapi spiritual yang menentramkan hati, mengurangi kecemasan, dan menguatkan tawakal kepada Allah.
Tata Cara Mengamalkan Shalawat Munjiyat
Shalawat Munjiyat dapat diamalkan kapan saja dan di mana saja, karena ia adalah bentuk zikir dan doa. Namun, terdapat beberapa cara dan waktu yang dianjurkan oleh para ulama untuk memaksimalkan fadhilahnya:
1. Sebagai Wirid Harian.
Cara terbaik adalah menjadikannya sebagai amalan rutin (wirid) setiap hari. Bisa dibaca setelah shalat fardhu sebanyak 3, 7, atau 11 kali. Konsistensi dalam beramal, meskipun sedikit, lebih dicintai oleh Allah daripada amalan banyak yang hanya dilakukan sesekali.
2. Ketika Menghadapi Kesulitan atau Bahaya.
Saat tertimpa musibah, merasa terancam, atau menghadapi situasi yang genting, perbanyaklah membaca shalawat ini dengan hati yang pasrah dan penuh harap kepada pertolongan Allah. Sebagaimana kisah asalnya, shalawat ini adalah doa mustajab untuk memohon jalan keluar dari kesulitan.
3. Ketika Memiliki Hajat yang Mendesak.
Jika memiliki keinginan atau hajat yang sangat penting, amalkan shalawat ini dengan cara yang lebih khusus. Lakukan shalat hajat dua rakaat di sepertiga malam terakhir, kemudian bacalah Shalawat Munjiyat sebanyak 41 kali atau 100 kali. Tutuplah dengan doa spesifik memohon hajat yang diinginkan. Sebagian ulama bahkan mengijazahkan untuk membacanya sebanyak 1000 kali dalam satu majelis untuk hajat yang sangat besar, meneladani kisah Syaikh Musa al-Dharir.
4. Dalam Rangkaian Tahlil dan Doa Bersama.
Di banyak majelis zikir, tahlil, atau istighatsah, Shalawat Munjiyat sering kali menjadi salah satu bacaan utama. Membacanya secara berjamaah diharapkan dapat menggabungkan kekuatan doa dari banyak orang, sehingga lebih mustajab di sisi Allah SWT.
Penting untuk diingat, kunci utama dalam mengamalkan setiap doa dan zikir adalah adab. Bacalah dengan niat yang ikhlas karena Allah, dengan kehadiran hati (khusyuk), memahami makna yang dibaca, dan diiringi dengan keyakinan penuh (yakin) bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa hamba-Nya.
Penutup
Shalawat Munjiyat adalah anugerah besar dari Allah SWT yang diilhamkan melalui Rasulullah ﷺ kepada umatnya. Ia bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah formula spiritual yang lengkap: dimulai dengan memuliakan Nabi, lalu memohon proteksi, meminta pemenuhan kebutuhan, memohon penyucian diri, berharap peninggian derajat, dan ditutup dengan permohonan untuk meraih puncak segala kebaikan dunia dan akhirat. Ia adalah manifestasi dari doa seorang hamba yang menyadari kelemahannya dan meyakini sepenuhnya kekuatan dan kasih sayang Tuhannya.
Menjadikan Shalawat Munjiyat sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan spiritual kita adalah sebuah ikhtiar untuk senantiasa terhubung dengan sumber pertolongan dan rahmat. Di saat lapang, ia menjadi bekal syukur dan penambah keberkahan. Di saat sempit, ia menjadi senjata ampuh dan perisai penyelamat. Semoga kita semua dimampukan oleh Allah SWT untuk senantiasa melisankan dan meresapi keagungan shalawat ini, sehingga kita dapat meraih segala keutamaan yang terkandung di dalamnya, baik di dunia ini maupun di kehidupan setelahnya.