Panduan Lengkap Shalat Jama' dan Qashar

Ilustrasi perjalanan untuk shalat jama dan qashar Sebuah jalan yang mengarah ke cakrawala dengan simbol masjid, melambangkan perjalanan seorang musafir untuk menunaikan ibadah. Rukhsah Safar

Keringanan dalam Ibadah Selama Perjalanan

Pendahuluan: Rahmat Allah dalam Setiap Keadaan

Islam adalah agama yang sempurna dan penuh dengan kemudahan (samhah). Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan segala rahmat dan kasih-Nya, tidak pernah membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Salah satu bukti nyata dari kemudahan ini adalah adanya konsep rukhsah, yaitu keringanan yang diberikan dalam menjalankan syariat pada kondisi-kondisi tertentu. Di antara bentuk rukhsah yang paling sering dijumpai dan sangat relevan dalam kehidupan modern adalah keringanan dalam ibadah shalat bagi mereka yang sedang bepergian jauh, atau yang dikenal sebagai musafir.

Dua bentuk keringanan utama yang diberikan kepada musafir adalah Shalat Jama' (menggabungkan dua waktu shalat) dan Shalat Qashar (meringkas jumlah rakaat shalat). Kedua praktik ini bukan hanya sekadar kemudahan, tetapi juga merupakan sunnah yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Memahami konsep, syarat, dan tata cara pelaksanaannya secara benar adalah sebuah keharusan bagi setiap Muslim agar ibadah yang dilakukan tetap sah dan diterima di sisi Allah SWT, sekaligus merasakan betapa indahnya syariat Islam yang fleksibel dan penuh pengertian.

Artikel ini akan mengupas secara tuntas dan mendalam seluk-beluk shalat jama' dan qashar. Mulai dari definisi dasar, landasan hukum yang kuat dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi, hingga panduan langkah demi langkah pelaksanaannya. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif sehingga tidak ada lagi keraguan dalam mengamalkan salah satu anugerah kemudahan terindah dari Allah SWT ini.

Memahami Konsep Dasar: Jama', Qashar, dan Jama' Qashar

Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk memahami perbedaan mendasar antara ketiga istilah ini: Jama', Qashar, dan penggabungan keduanya, yaitu Jama' Qashar. Seringkali terjadi kesalahpahaman yang menganggap ketiganya adalah hal yang sama, padahal masing-masing memiliki definisi dan aturan tersendiri.

1. Apa Itu Shalat Jama'?

Secara bahasa, jama' (الجمع) berarti mengumpulkan atau menggabungkan. Dalam istilah fiqih, Shalat Jama' adalah menggabungkan pelaksanaan dua shalat fardhu dalam satu waktu. Namun, tidak semua shalat bisa digabungkan. Shalat yang dapat di-jama' adalah:

Shalat Subuh tidak dapat digabungkan dengan shalat apapun. Begitu pula, tidak boleh menggabungkan Shalat Ashar dengan Maghrib, atau Shalat Isya dengan Subuh. Pelaksanaan Shalat Jama' terbagi menjadi dua jenis:

  1. Jama' Taqdim (الجمع التقديم): Menggabungkan dua shalat dan mengerjakannya di waktu shalat yang pertama. Contohnya, mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar di waktu Dzuhur, atau mengerjakan shalat Maghrib dan Isya di waktu Maghrib.
  2. Jama' Ta'khir (الجمع التأخير): Menggabungkan dua shalat dan mengerjakannya di waktu shalat yang kedua. Contohnya, mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar di waktu Ashar, atau mengerjakan shalat Maghrib dan Isya di waktu Isya.

2. Apa Itu Shalat Qashar?

Secara bahasa, qashar (القصر) berarti meringkas atau memendekkan. Dalam istilah fiqih, Shalat Qashar adalah meringkas jumlah rakaat shalat fardhu yang aslinya berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat yang dapat di-qashar hanyalah:

Adapun Shalat Maghrib (3 rakaat) dan Shalat Subuh (2 rakaat) tidak dapat di-qashar dan harus dikerjakan dengan jumlah rakaat yang sempurna.

3. Apa Itu Shalat Jama' Qashar?

Ini adalah praktik yang paling umum dilakukan oleh musafir, yaitu menggabungkan (jama') sekaligus meringkas (qashar) shalat. Ini berarti seorang musafir bisa melaksanakan shalat Dzuhur 2 rakaat yang dilanjutkan dengan shalat Ashar 2 rakaat dalam satu waktu (baik di waktu Dzuhur maupun Ashar). Begitu pula dengan shalat Maghrib 3 rakaat (tidak diqashar) yang dilanjutkan dengan shalat Isya 2 rakaat (diqashar) dalam satu waktu (baik di waktu Maghrib maupun Isya). Praktik ini merupakan bentuk pengambilan dua keringanan sekaligus yang diperbolehkan dalam syariat.

Landasan Hukum (Dalil) Shalat Jama' dan Qashar

Praktik jama' dan qashar memiliki landasan yang sangat kuat dalam syariat Islam, bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah (hadits) Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dalil dari Al-Qur'an

Landasan utama untuk shalat qashar terdapat dalam firman Allah SWT:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا

"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir."

QS. An-Nisa': 101

Meskipun ayat ini menyebutkan kondisi "takut" (khauf), para sahabat dan ulama memahami bahwa keringanan ini berlaku umum untuk safar (perjalanan), baik dalam kondisi aman maupun takut. Hal ini diperkuat oleh hadits, di mana Ya'la bin Umayyah bertanya kepada Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu mengenai ayat ini, "Sekarang kita sudah dalam keadaan aman, mengapa masih mengqashar?" Umar menjawab, "Aku juga pernah menanyakan hal yang sama kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau bersabda, 'Itu adalah sedekah yang Allah berikan kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya'." (HR. Muslim).

Dalil dari As-Sunnah (Hadits)

Terdapat banyak sekali hadits yang menjadi bukti dan panduan praktik jama' dan qashar oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat dalam perjalanan sebelum matahari tergelincir (masuk waktu Dzuhur), beliau mengakhirkan shalat Dzuhur hingga waktu Ashar, kemudian beliau turun (dari kendaraan) lalu menjama' keduanya. Namun, jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, beliau shalat Dzuhur terlebih dahulu kemudian baru naik kendaraan."

Muttafaqun 'alaih (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini secara jelas menunjukkan praktik Jama' Taqdim dan Jama' Ta'khir yang dilakukan oleh Nabi SAW tergantung pada waktu beliau memulai perjalanan.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku pernah menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perjalanan, dan beliau tidak pernah shalat lebih dari dua rakaat (untuk shalat yang empat rakaat) hingga beliau wafat. Aku juga menemani Abu Bakar, dan ia tidak pernah lebih dari dua rakaat hingga wafat. Aku juga menemani Umar, dan ia tidak pernah lebih dari dua rakaat hingga wafat. Aku juga menemani Utsman, dan ia tidak pernah lebih dari dua rakaat hingga wafat. Sungguh, Allah telah berfirman, 'Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu'."

Muttafaqun 'alaih (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini merupakan penegasan bahwa mengqashar shalat dalam perjalanan adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat ditekankan) dan merupakan amalan konsisten dari Rasulullah SAW dan para Khulafaur Rasyidin.

Syarat-Syarat Sah Pelaksanaan Jama' dan Qashar

Meskipun merupakan keringanan, pelaksanaannya tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Para ulama telah merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar shalat jama' dan qashar dianggap sah, yang disarikan dari dalil-dalil yang ada.

Syarat Sah Shalat Qashar

Untuk bisa meringkas shalat (qashar), seorang Muslim harus memenuhi beberapa kriteria berikut:

  1. Niat Mengqashar: Niat untuk meringkas shalat harus dihadirkan di dalam hati bersamaan dengan takbiratul ihram. Jika seseorang shalat tanpa niat qashar sejak awal, maka ia wajib menyempurnakan shalatnya menjadi empat rakaat.
  2. Jarak Perjalanan (Masafah): Para ulama sepakat bahwa qashar hanya berlaku untuk perjalanan jauh, namun mereka berbeda pendapat mengenai jarak minimalnya. Pendapat mayoritas (Jumhur Ulama) dari mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali adalah jarak tempuh perjalanan minimal setara dengan 2 marhalah atau sekitar 4 burud. Dalam satuan modern, ini dikonversikan menjadi sekitar 85-90 kilometer. Jarak ini dihitung sebagai jarak sekali jalan (pergi), bukan pulang-pergi.
  3. Tujuan Perjalanan yang Diperbolehkan: Perjalanan yang dilakukan bukanlah untuk tujuan maksiat. Seseorang yang bepergian untuk merampok, berzina, atau perbuatan haram lainnya tidak berhak mendapatkan keringanan dari Allah. Perjalanan haruslah untuk tujuan yang mubah (diperbolehkan) seperti silaturahmi, berdagang, menuntut ilmu, atau berlibur.
  4. Telah Melintasi Batas Wilayah Tempat Tinggal: Keringanan safar dimulai ketika seseorang telah benar-benar keluar dari batas pemukiman tempat ia tinggal (misalnya, melewati gerbang kota, komplek perumahan terakhir, atau batas desa). Seseorang tidak boleh mengqashar shalat di rumahnya sendiri meskipun sudah berniat akan bepergian jauh.
  5. Status sebagai Musafir: Selama ia masih dalam perjalanan dan belum sampai di tujuan atau sudah sampai namun berniat tinggal sementara, ia masih berstatus sebagai musafir.
  6. Tidak Bermakmum kepada Imam yang Mukim: Seorang musafir yang shalat di belakang imam yang mukim (penduduk tetap) dan shalat secara sempurna (itmam), maka ia wajib mengikuti imam dan menyempurnakan shalatnya menjadi empat rakaat, meskipun ia masuk di rakaat terakhir.

Syarat Sah Shalat Jama'

Shalat jama' memiliki syarat umum yang sama dengan qashar (terkait safar), namun ada beberapa syarat khusus tergantung pada jenis jama' yang dilakukan.

Syarat Khusus Jama' Taqdim:

Syarat Khusus Jama' Ta'khir:

Tata Cara Pelaksanaan Shalat Jama' dan Qashar

Berikut adalah panduan praktis langkah demi langkah untuk melaksanakan shalat jama' qashar, yang merupakan bentuk paling lengkap dari keringanan ini.

1. Jama' Qashar Taqdim (Dzuhur dan Ashar di Waktu Dzuhur)

  1. Masuk waktu Dzuhur. Lakukan adzan (jika shalat sendiri atau berjamaah di tempat yang tidak ada adzan) dan dilanjutkan dengan iqamah.
  2. Berdiri untuk shalat Dzuhur. Niat di dalam hati: "Ushalli fardhadz dzuhri rak'ataini qasran majmuu'an ilaihil 'ashru lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Dzuhur dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Ashar karena Allah Ta'ala).
  3. Lakukan shalat Dzuhur sebanyak dua rakaat seperti biasa, diakhiri dengan salam.
  4. Setelah salam, jangan diselingi dengan dzikir panjang, doa, atau berbicara. Langsung berdiri kembali.
  5. Lakukan iqamah (dianjurkan) untuk shalat Ashar.
  6. Berdiri untuk shalat Ashar. Niat di dalam hati: "Ushalli fardhal 'ashri rak'ataini qasran majmuu'an iladz dzuhri lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Ashar dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Dzuhur karena Allah Ta'ala).
  7. Lakukan shalat Ashar sebanyak dua rakaat seperti biasa, diakhiri dengan salam.
  8. Setelah selesai, barulah berdzikir dan berdoa.

2. Jama' Qashar Ta'khir (Dzuhur dan Ashar di Waktu Ashar)

  1. Saat waktu Dzuhur tiba, niatkan di dalam hati bahwa Anda akan melaksanakan shalat Dzuhur di waktu Ashar (jama' ta'khir).
  2. Ketika waktu Ashar tiba, lakukan adzan dan iqamah.
  3. Boleh memilih untuk mengerjakan Dzuhur dahulu atau Ashar dahulu, namun lebih utama (afdhal) mengerjakan sesuai urutan, yaitu Dzuhur baru Ashar.
  4. Niat di dalam hati: "Ushalli fardhadz dzuhri rak'ataini qasran majmuu'an ilal 'ashri lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Dzuhur dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Ashar karena Allah Ta'ala).
  5. Lakukan shalat Dzuhur sebanyak dua rakaat, diakhiri dengan salam.
  6. Langsung berdiri, iqamah, lalu niat shalat Ashar: "Ushalli fardhal 'ashri rak'ataini qasran majmuu'an iladz dzuhri lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Ashar dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Dzuhur karena Allah Ta'ala).
  7. Lakukan shalat Ashar sebanyak dua rakaat, diakhiri dengan salam.

3. Jama' Qashar Taqdim (Maghrib dan Isya di Waktu Maghrib)

  1. Masuk waktu Maghrib. Adzan dan iqamah.
  2. Niat shalat Maghrib: "Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka'atin majmuu'an ilaihil 'isyaa-u lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Maghrib tiga rakaat, dengan dijamak kepada Isya karena Allah Ta'ala).
  3. Lakukan shalat Maghrib sebanyak tiga rakaat (tidak diqashar), diakhiri dengan salam.
  4. Langsung berdiri, iqamah, lalu niat shalat Isya: "Ushalli fardhal 'isyaa-i rak'ataini qasran majmuu'an ilal maghribi lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Isya dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Maghrib karena Allah Ta'ala).
  5. Lakukan shalat Isya sebanyak dua rakaat, diakhiri dengan salam.

4. Jama' Qashar Ta'khir (Maghrib dan Isya di Waktu Isya)

  1. Saat waktu Maghrib tiba, niatkan di dalam hati bahwa Anda akan melaksanakan shalat Maghrib di waktu Isya.
  2. Ketika waktu Isya tiba, adzan dan iqamah.
  3. Niat shalat Maghrib: "Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka'atin majmuu'an ilal 'isyaa-i lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Maghrib tiga rakaat, dengan dijamak kepada Isya karena Allah Ta'ala).
  4. Lakukan shalat Maghrib sebanyak tiga rakaat, diakhiri dengan salam.
  5. Langsung berdiri, iqamah, lalu niat shalat Isya: "Ushalli fardhal 'isyaa-i rak'ataini qasran majmuu'an ilal maghribi lillahi ta'ala" (Aku niat shalat fardhu Isya dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Maghrib karena Allah Ta'ala).
  6. Lakukan shalat Isya sebanyak dua rakaat, diakhiri dengan salam.

Beberapa Permasalahan Fiqih Terkait Safar

Dalam praktik sehari-hari, sering muncul pertanyaan dan situasi yang memerlukan pemahaman fiqih lebih lanjut.

Kapan Status Musafir Berakhir?

Status musafir dan hak untuk mendapatkan rukhsah akan berakhir jika terjadi salah satu dari hal berikut:

Bolehkah Menjama' Tanpa Mengqashar atau Sebaliknya?

Ya, tentu saja boleh. Keduanya adalah keringanan yang terpisah.

Jama' Karena Hujan atau Sakit

Selain karena safar, para ulama juga memperbolehkan shalat jama' (bukan qashar) karena sebab lain yang menyulitkan (masyaqqah). Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW pernah menjama' antara Dzuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena takut atau safar, para ulama memahaminya sebagai dalil bolehnya menjama' karena udzur lain. Contohnya:

Penting dicatat, jama' karena sebab-sebab ini tidak disertai dengan qashar. Shalat tetap dilakukan dengan rakaat sempurna.

Bagaimana dengan Shalat Sunnah Saat Safar?

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diketahui meninggalkan shalat sunnah rawatib (yang mengiringi shalat fardhu) saat bepergian, kecuali dua rakaat sebelum Subuh dan shalat Witir. Beliau senantiasa menjaga kedua shalat sunnah ini baik saat mukim maupun safar. Adapun shalat sunnah mutlak lainnya seperti Dhuha, Tahajud, dan Tahiyatul Masjid tetap dianjurkan untuk dikerjakan sesuai kemampuan.

Penutup: Keindahan dan Kemudahan Syariat Islam

Shalat jama' dan qashar adalah manifestasi agung dari sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim Allah SWT. Keringanan ini menunjukkan bahwa syariat Islam tidaklah kaku, melainkan dinamis dan memahami setiap kondisi yang dihadapi oleh hamba-Nya. Mengamalkan rukhsah ini bukan berarti bermalas-malasan dalam ibadah, tetapi justru merupakan bentuk syukur dan penerimaan atas "hadiah" atau "sedekah" yang Allah berikan.

Dengan memahami syarat dan tata caranya secara benar, seorang Muslim dapat melakukan perjalanan jauh tanpa merasa terbebani oleh kewajiban shalat. Justru, ia akan semakin merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta yang Maha Pengasih, yang selalu memberikan solusi dan kemudahan dalam setiap kesulitan. Semoga panduan ini bermanfaat dan dapat menjadi bekal ilmu bagi kita semua dalam menyempurnakan ibadah kepada-Nya, di mana pun kita berada.

🏠 Kembali ke Homepage